3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai perbedaan. Hygiene lebih mengarah pada kebersihan perorangan /

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBAR OBSERVASI. Lokasi : No. Objek Pengamatan Kategori A Pemilihan Bahan Makanan Ya Tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kuesioner Penelitian

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Metode Kromatografi. A n-butanol 40 bagian volume. B Iso-butanol 30 bagian volume

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan zat warna alami semakin

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 239/Men.Kes/Per/V/85 TENTANG ZAT WARNA TERTENTU YANG DINYATAKAN SEBAGAI BAHAN BERBAHAYA

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

(asam sitrat), Pengawet (natrium benzoat), Pewarna makanan. Komposisi: Gula, Glukosa, Buah nanas, Asam Sitrat, Perasa dan Pewarna

LEMBAR OBSERVASI ANALISIS

PEWARNA ALAMI; Sumber dan Aplikasinya pada Makanan & Kesehatan, oleh Dr. Mutiara Nugraheni, S.T.P., M.Si. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko

ANALISIS SECARA BIOKIMIA METHANYL YELLOW PADA TAHU YANG BEREDAR DI PASAR TRADISIONAL KODYA BANDUNG

Karakteristik Responden

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem

HIGIENE SANITASI DAN ANALISIS ZAT PEMANIS BUATAN PADA DODOL YANG DI PRODUKSI DI KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2012

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

1. Pengertian Makanan

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memilih bahan makanan maka kita perlu memperhatikan kebersihan dan mutunya

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Zat Aditif : Zat zat yg ditambahkan pada makanan atau minuman pada proses pengolahan,pengemasan atau penyimpanan dengan tujuan tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

Tabel jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. mikrobiologisnya. Secara visual faktor warna yang tampil terlebih dahulu terkadang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

Pengawetan pangan dengan pengeringan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PAPER BIOKIMIA PANGAN

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan yaitu untuk memperbaiki warna,

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. penambahan

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kunyit untuk warna kuning. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

balado yang beredar di Bukittinggi, dalam Majalah Kedokteran Andalas, (vol.32, No.1, Januari-juni/2008), hlm. 72.

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

BAB I PENDAHULUAN. Warna merupakan salah satu sifat yang penting dari makanan, di samping juga

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

Transkripsi:

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan Hygiene dan sanitasi adalah suatu istilah yang erat kaitannya satu sama lain sehingga tidak dapat dipisahkan. Namun demikian, pengertian hygiene dan sanitasi mempunyai perbedaan. Hygiene lebih mengarah pada kebersihan perorangan / individu, sedangkan sanitasi lebih mengarah pada kebersihan faktor-faktor lingkungannya (Azwar, 1996). Untuk memelihara kesehatan masyarakat perlu sekali pengawasan terhadap pembuatan dan penyediaan bahan-bahan makanan dan minuman agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Hal-hal yang dapat membahayakan antara lain zat-zat kimia yang bersifat racun, bakteri-bekteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, parasit-parasit yang berasal dari hewan, serta tumuhtumbuhan yang beracun (Entjang, 2000). 2.1.1. Pengertian Hygiene Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan ( Depkes,2003). Menurut Azwar (1996), higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya

mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut serta membuat lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan, termasuk usaha melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia. Sehingga berbagai faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tidak sampai menimbulkan gangguan terhadap kesehatan. 2.1.2. Pengertian Sanitasi Sanitasi adalah sebagai suatu pencegahan yang menitik beratkan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya-bahaya yang dapat mengganggu/merusak kesehatan mulai dari makanan itu diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, pengemasan/pengepakan, penjualan sampai makanan tersebut dikonsumsi oleh masyarakat. Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Adapun tujuan yang sebenarnya dari upaya higiene sanitasi makanan (Chandra, 2006) : 1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan. 2. Mencegah penularan wabah penyakit. 3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. 4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan. Menurut Azwar (1996) sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai factor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam usahausaha hygiene dan sanitasi adalah :

1. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan. 2. Hygiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air. 4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran. 5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama dalam proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan. 6. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat perlengkapan. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan (Mulia, 2005). Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zatzat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obatobat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas, obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dll. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.

2.2. Makanan Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air,obat-obatan,dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Air tidak termasuk dalam makanan karena merupakan elemen yang vital bagi kehidupan manusia (Chandra,2006). Makanan merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi manusia yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air, dan bukan dipakai sebagai obat. Makanan berguna untuk tubuh karena dapat menghasilkan energi, mengembangkan dan memperbaiki jaringan tubuh, untuk mengatur reaksi kimia dalam tubuh serta untuk mempertahankan kondisi internal agar reaksi-reaksi tersebut tetap berjalan (Winarno, 1997). Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Menurut Notoatmodjo (2000) ada empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yakni: 1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak. 2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari. 3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain. 4. Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.

2.2.1. Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit Menurut Anwar (1997), dalam hubungannya dengan penyakit/keracunan makanan dapat berperan sebagai berikut : 1. Agent Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya: jamur,ikan dan tumbuhan lain yang secara alamiah memang mengandung zat beracun. 2. Vehicle Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti: bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa mikroorgganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat diatas atau zat-zat yang membahayakan kehidupan. 3. Media Kontaminan yang jumlahnya kecil, jika dibiarkan berada dalam makanan dengan suhu dan waktu yang cukup, maka bisa menyebabkan wabah yang serius. 2.3. Hygiene dan Sanitasi Makanan Menurut Depkes RI (2004) dalam pengelolaan maupun pengolahan makanan/minuman perlu memperhatikan 6 prinsip hygiene dan sanitasi makanan/minuman yang antara lain: 2.3.1. Pemilihan Bahan Makanan

Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan baik, utuh, segar, dan tidak busuk. Dianjurkan membeli bahan makanan di tempat yang telah diawasi oleh pemerintah seperti pasar, swalayan, atau supplier bahan makanan yang telah berizin. Dan untuk bahan tambahan makanan seperti zat pewarna harus terdaftar pada Departemen Kesehatan. Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI No.1908/Menkes/SK/VII/2003). Bahan tambahan disebut aman bila memenuhi 4 (empat ) kriteria, yaitu : 1. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan 2. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya 3. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar 4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit 2.3.2. Penyimpanan Bahan Makanan Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar tidak lekas rusak. Tempat penyimpanan bahan baku makanan harus dalam keadaan bersih, kedap air dan tertutup, serta penyimpanan bahan baku makanan terpisah dari makanan jadi. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es atau freezer. Freezer sangat membantu penyimpanan bahan makanan jika dibandingkan dengan tempat penyimpanan yang lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan makanan. Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan.

Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah : 1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih 2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi 3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu : a. Dalam suhu yang sesuai b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm c. Kelembaban penyimpanan alam ruangan 80-90% 4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm 5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO). Menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 penyimpanan bahan makanan mentah dilakukan dalam suhu sebagai berikut :

Tabel 2.1. Lama Penyimpanan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Lama Penyimpanan <3 hari <1 minggu >1 minggu Daging, ikan,udang dan -5 C s/d 0 C -10 s/d -5 C >-10 C olahannya Telur,susu dan olahannya 5 s/d 7 C -5 s/d 0 C -5 C Sayur,buah dan minuman 10 C 10 C 10 C Tepung dan biji 25 C 25 C 25 C Depkes RI Kepmenkes No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 2.3.3. Pengolahan Makanan Persyaratan pengolahan makanan mencakup empat aspek yaitu tenaga pengolah, cara pengolahan, tempat pengolahan dan peralatan yang digunakan. 1. Adapun syarat untuk tenaga pengolah yaitu tidak menderita penyakit menular, misal: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut dan sejenisnya. Menggunakan APD seperti celemek, tutup kepala, sarung tangan. Penjamah makanan tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (hidung, telinga, mulut atau bagian lainnya). Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung,

tidak menggunakan perhiasan, tidak bercakap-cakap saat menangani makanan, memakai pakaian kerja yang bersih. 2. Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan. 3. Tempat pengolahan makanan memiliki ventilasi yang baik, lantai harus dalam keadaan bersih, kering, tidak lembab, licin, kondisi dinding dalam keadaan baik, penerangan dalam ruangan cukup, langit-langit rata dan bersih, tidak terdapat lubang-lubang, ruangan bebas vektor seperti lalat, tikus, dll, tersedia tempat mencuci tangan dan air yang cukup serta tersedia tempat pembuangan sampah tertutup dan kedap air. 4. Peralatan harus dicuci dahulu sebelum digunakan dalam setiap pengolahan, peralatan harus selalu dibersihkan setelah digunakan, serta peralatan tidak gompel atau retak. 2.3.4. Pengangkutan Makanan Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara higienis akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu sebagai berikut : 1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah. 2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri. 3. Pengisisan wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang gerak.

4. Penempatan wadah dalam kendaraan harus tidak saling mencemari atau menumpahi. 5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan (Depkes RI,2000). 2.3.5. Penyimpanan Makanan 1. Penyimpanan harus ditempat yang aman dan bersih, jauh dari pencemaran dan binatang pengganggu. 2. Tersedia wadah khusus untuk menyimpan makanan. 3. Wadah penyimpanan harus tertutup. 4. Terhindar dari sinar matahari atau gangguan panas, sehingga menyebabkan turunnya kualitas produksi 2.3.6. Penyajian / Pengemasan Makanan Pengemasan makanan bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap kerusakan, dapat memberikan dan mempertahanakan kualitas produksi, berfungsi sebagai peindung terhadap gangguan luar serta untuk menarik perhatian konsumen. Bahan pengemas yang digunakan seperti plastik harus dalam keadaan baik dan bersih. Ketika mengemas makanan penjamah seharusnya menggunakan sarung tangan agar terhindar dari kontaminasi, serta memakai pakaian yang bersih. 2.4. Makanan Kipang Pulut Kipang pulut merupakan salah satu jenis makanan yang banyak beredar di Penyabungan, dimana makanan produksi industri rumah tangga ini sangat banyak diminati oleh masyarakat dan sering menjadi buah tangan bagi orang yang datang ke Penyabungan. Harganya yang terjangkau yaitu Rp. 5.000 / bungkus, dan rasanya

yang gurih membuat banyak orang suka untuk mengkonsumsinya. Makanan kipang ada 3 jenis yaitu kipang pulut, kipang beras, dan kipang kacang. Adapun perbedaan ketiga jenis kipang hanya dari bahannya saja sesuai dengan namanya. Kipang pulut dari pulut, kipang beras dari beras, dan kipang kacang dari kacang goreng. Sedangkan untuk cara pembuatan sama. Tetapi yang memakai zat warna merah hanya kipang pulut dan kipang beras, sedangkan kipang kacang tidak, sehingga warnanya coklat. Adapun latar belakang pemilihan sampel hanya kipang pulut karena lebih laris, lebih enak, paling banyak diproduksi di Penyabungan, sehingga lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat Panyabungan. 2.4.1. Proses Pembuatan Kipang Pulut Adapun tahap pengolahan kipang pulut adalah sebagai berikut: 1. Pengukusan Bahan utama yaitu pulut dicampur dengan air kemudian dikukus sampai masak. Sumber air yang digunakan adalah PAM/sumur. 2. Dijemur Pulut yang sudah masak selanjutnya dijemur dibawah panas matahari sampai benar-benar kering, lamanya penjemuran tidak tetap tergantung cuaca. Adapun lokasi penjemuran pulut yaitu ada industri menjemurnya diloteng rumah, ada di samping dan dibelakang rumah. Hal ini memungkinkan terjadinya pencemaran oleh debu atau kotoran yang lain. Tetapi meskipun demikian, pulut yang sudah dijemur kemudian akan digoreng, sehingga hal tersebut tidak menjadi masalah. 3. Penggorengan

Pulut yang sudah kering salanjutnya digoreng. 4. Panaskan Gula Gula yang digunakan adalah gula tebu, dipanaskan sampai cair. 5. Pemberian Zat Warna Merah Zat warna merah dimasukkan kedalam gula yang sudah dipanaskan, tidak ada ukuran tertentu tapi sesuai keinginan produsen. 6. Diaduk Pulut yang sudah digoreng kemudian dimasukkan kedalam gula yang sudah dipanaskan dan dicampur dengan pewarna merah, kemudian diaduk-aduk sampai rata. 7. Dicetak Pulut yang sudah diaduk dituang dalam cetakan kayu yang berukuran 1 m x 1.5 m. 8. Pemotongan Langkah selanjutnya yaitu pemotongan pulut yang bentuknya tergantung selera produsen. 9. Pengemasan Langkah terakhir yaitu pengemasan dengan plastik kaca. 2.5. Bahan Tambahan Makanan 2.5.1. Definisi Menurut POM (2004), bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di

tambahkan dalam makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental. Definisi lain mengatakan bahwa aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dimana bahan aditif ini bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan. Secara umum, zat aditif makanan dapat dibagi menjadi dua yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja untuk maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya. Sedangkan aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Pemakaian bahan tambahan makanan umumnya diatur oleh lembaga-lembaga seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) di Indonesia, Food and Drug Administration (FDA) di USA. Peraturan mengenai pemakaian bahan tambahan makanan berbeda-beda di satu negara dengan negara lainnya. Di Indonesia, peraturan tentang bahan tambahan makanan dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan pengawasannya dilakukan oleh Ditjen POM (Medikasari, 2003). 2.5.2. Tujuan Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk mendapatkan mutu produk yang optimal. Untuk memperbaiki penampakan, cita rasa,

tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral, dan vitamin. Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan. Karena adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi. 2.5.3. Jenis Bahan Tambahan Makanan 1. Sengaja ditambahkan (Intentional Additives), yaitu yang diberikan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, citarasa, mengendalikan pengasaman, dan sebagainya. 2. Tidak sengaja ditambahkan (Unintentional Additives), yaitu yang terdapat dalam makanan dengan jumlah yang sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan (Furia, 1980). 2.5.4. Fungsi Bahan Makanan Tambahan PERMENKES No. 235/Menkes/Per/VI/1979 mengelompokkan bahan tambahan makanan berdasarkan fungsinya, yaitu : 1. Antioksidan 8. Pengawet 2. Anti Kempal 9. Pengemulsi, pemantap 3. Pengasam, penetral dan pendapar 10. Pengeras dan pengental 4. Enzim 11. Pewarna alami, & sintetis 5. Pemanis Buatan 12. Penyedap rasa dan aroma 6. Pemutih dan pematang 13. Seskuestran, dan

7. Penambah gizi 14. Bahan tambahan lainnya 2.6. Zat Pewarna 2.6.1. Definisi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan warna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Warna merupakan salah satu faktor yang dipakai oleh manusia untuk menilai suatu produk, sehingga dengan melihat suatu warna manusia dapat merasa senang atau malah sebaliknya. Warna merupakan salah satu kriteria dalam pemilihan dan penerimaan seseorang terhadap makanan. Adapun syarat mutlak zat pewarna yang diizinkan untuk makanan adalah sebagai berikut: 1. Toksisitas yang rendah dan dititik beratkan pada toksisitas kronis, bukan pada toksisitas akut. 2. Harus murni. 3. Stabil pada ph 2-9. 4. Larut dalam air dan minyak. 5. Dapat bercampur dengan zat pewarna lain pada perbandingan tertentu. 6. Tahan terhadap oksidasi dan reduksi.

7. Tidak menimbulkan karsinogenik Menurut Winarno (1997), ada lima faktor yang dapat menyebabkan suatu bahan berwarna yaitu: a. Pigmen yang secara alami terdapat pada hewan maupun tanaman, misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging. b. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat, misalnya warna coklat pada kembang gula karamel atau roti bakar. c. Reaksi millard yang dapat menghasilkan warna gelap, yaitu antara gugus amino protein dengan karbonil gula pereduksi, misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap. d. Reaksi antara senyawa organik dengan udara (oksidasi) akan menghasilkan warna hitam atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong. e. Adanya penambahan zat warna, baik itu zat warna alami (pigmen) maupun sintetis. 2.6.2. Jenis Zat Pewarna 2.6.2.1.Pewarna Alamai Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral, misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati, dan warna kuning merah dari wortel. Zat warna ini telah

digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Akan tetapi keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Oleh sebab itu dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahanbahan kimia. Depkes RI mengurutkan daftar zat pewarna alami yang diizinkan di Indonesia seperti yang tertera pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1. Daftar Zat Pewarna Alami yang Diizinkan di Indonesia No Nama ( Indonesia ) Nama ( Inggris ) No. Indeks 1 Anato Anatto ( Orange 4 ) 75120 2 Karotenal Carotenal 80820 3 Karotenoat Carotenoic Acid ( Orange 8 ) 40825 4 Kantasantin Canthaxanthine 40850 5 Karamel, Amonia Sulfit Caramel Colour - Proses 6 Karamel Caramel Colour ( Plain ) - 7 Karmin Carmine ( red 4 ) 75470 8 Beta Karoten Beta Carotene ( Yellow 26 ) 75130 9 Klorofil Chlorophyll ( Green 3 ) 75810 10 Klorofil Tembaga Komplex Chlorophyll Copper Complex 75810 11 Kurkumin Curcumin ( Yellow 3 ) 75300 12 Riboflavin Ribaflavina - 13 Titanium Dioksida Titanium Dioxide ( White 6 ) 77891 Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1988 2.6.2.2.Pewarna Sintetis Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah. Menurut Winarno (1997), proses pembuatan zat pewarna buatan / sintetis ini biasanya melalui perlakuan pemberian Asam Sulfat atau

Asam Nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh Arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada. Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran warna dan pasta. Digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut Joint FAO / WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid. Depkes RI mengurutkan daftar zat pewarna buatan / sintetik yang diizinkan di Indonesia seperti yang tetera pada tabel berikut: Tabel 2.2. Daftar Zat Pewarna Sintetik yang Diizinkan di Indonesia No Nama ( Indonesia ) Nama ( Inggris ) No. Indeks 1 Biru Berlian Briliant Blue 42090 2 Coklat HT Chocolate Brown HT 20285 3 Eritrosin Erytrosine 45430 4 Hijau FCF Fast Green FCF 42053 5 Hijau S Fast Green S 44090

6 Indigotin Indigotine 73015 7 Karmoisin Carmoisine 14720 No Nama ( Indonesia ) Nama ( Inggris ) No. Indeks 8 Kuning FCF Sunset Yellow 15985 9 Kuning Kuinolin Quinoline Yellow 47005 10 Merah Allura Allura Red AC 16035 11 Ponceau 4R Ponceau 4R 16255 12 Tartazine Tartazine 19140 Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1988 2.6.3. Tujuan Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan (Syah et al. 2005) : 1. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen. 2. Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan. 3. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk. 4. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan. 5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan. 2.6.4. Batasan Penggunaan Zat Pewarna Tubuh manusia mempunyai batasan maksimum dalam mentolerir seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan yang disebut ADI atau Acceptable Daily Intake. Istilah ADI dibuat oleh JECFA mengenai zat tambahan makanan pada tahun

1961. ADI didefinisikan sebagai besarnya asupan harian suatu zat kimia yang bila dikonsumsi seumur hidup tampaknya tanpa resiko berarti berdasarkan semua fakta yang diketahui pada saat itu (Lu, 2006). ADI menentukan seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan setiap hari yang dapat diterima dan dicerna sepanjang hayat tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen dan sebagai standar ditetapkan berat badan 50 kg untuk negara Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Satuan ADI adalah mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. Perlu diingat bahwa semakin kecil tubuh seseorang maka semakain sedikit bahan tambahan makanan yang dapat diterima oleh tubuh. Penting untuk diperhatikan bahwa ADI dinyatakan dengan pernyataan tampaknya dan berdasarkan semua fakta yang diketahui saat itu. Peringatan ini didasarkan pada fakta bahwa tidaklah mungkin untuk benar-benar yakin mengenai keamanan suatu zat kimia dan bahwa ADI dapat berubah sesuai data toksikologik yang baru (Lu, 2006). Ambang batas paparan cemaran kimia ditentukan dan dinyatakan dalam nilai Provisional Maximum Tolerable Daily Intake (PMTDI) atau Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) untuk cemaran kimia yang lebih potensial bahayanya. Baik nilai ADI untuk BTP maupun nilai PMTDI dan PTWI untuk cemaran kimia ditetapkan melalui pengkajian risiko secara ilmiah yang sangat rinci dan mendalam. Biasanya oleh lembaga internasional seperti Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additivies (JECFA).

Belum semua zat pewarna ditemukan ADI nya oleh JECFA sebagian besar masih dalam tahap pengkajian. Zat pewarna yang telah ditemukan rata-rata asupan yang diizinkan perharinya dapat dilihat pada table berikut: Tabel 2.3. Rata-rata Asupan Harian Perkapita Zat Pewarna Berbentuk Lakes Dalam Milligram Umur Zat Pewarna 6-23 Bulan 6-12 Tahun 18-44 Tahun Brilliant Blue FCF Aluminium Lake 0,52 1,0 0,76 Indigotine Aluminium Lake 0,35 0,54 0,49 Fast Green FCF Aluminium Lake Tidak ada Tidak ada Tidak ada Erythrosine Aluminium Lake 1,3 2,8 2,1 Allura Red Aluminium Lake 2,2 4,9 3,8 Allura Red Calcium Lake Tidak ada 1,8 2,5 Tartrazin Aluminium Lake 2,2 4,3 3,0 Tartrazin Calcium Lake 0,09 0,10 0,11 Sunset Yellow FCF Aliminium 1,1 2,7 1,7 Lake Total 7,8 18,1 14,5 Sumber : Walford 1984 2.6.5. Zat Pewarna Yang Dilarang Rhodamin B adalah salah satu pewarna sintetik yang tidak boleh dipergunaan untuk makanan, selain itu pewarna lainnya yang dilarang adalah Metanil Yellow. Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul sebesar 479.000. Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk-ungu kemerah-

merahan, sangat mudah larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebirubiruan dan berflourensi kuat. Selain mudah larut dalam air juga larut dalam alkohol, HCl dan NaOH. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam pewarnaan kertas, di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th. Rhodamin B sampai sekarang masih banyak digunakan untuk mewarnai berbagai jenis makanan dan minuman (terutama untuk golongan ekonomi lemah), seperti kuekue basah, saus, sirup, kerupuk dan tahu (khususnya Metanil Yellow), dan lain-lain. Metanil Yellow digunakan sebagai pewama untuk produk-produk tekstil (pakaian), cat kayu, dan cat lukis. Metanil juga biasa dijadikan indikator reaksi netralisasi asam basa. Menurut PERMENKES RI No. 239/Menkes/Per/V/85 ada 30 jenis zat warna yang dinyatakan berbahaya bila digunakan dalam pengolahan makanan. Adapun zat warna yang dimaksud dapat terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.4. Daftar Zat Pewarna Yang Dilarang di Indonesia No Warna Nama No. Indeks 1 Orange Auramin 41000 2 Orange Alkanet 75520 3 Kuning Butter Yellow 76325 4 Hitam Black 7984 27755 5 Coklat Burn Umber 77491 6 Orange Chrysoindine 11270 7 Orange Chrysoine, 11726 8 Merah Citrus red No.2 12055 9 Coklat Chocolate Brown FB - 10 Merah Fast Red E 16045 11 Kuning Fast Yellow AB 13015 12 Hijau Guinea Green B 42085 13 Biru Indanthrene Blue RS 69800 14 Violet Magenta 42510 15 Kuning Metanil Yellow 13065

No Warna Nama No. Indeks 16 Orange Oil Orange SS 12110 17 Orange Oil Orange XO 11380 18 Kuning Oil Yellow AB 11390 19 Kuning Oil Yellow OB 16155 20 Orange Orange G 16230 21 Orange Orange GGN 15980 22 Orange Orange RN 15970 23 Orange Orchid and Orcein - 24 Merah Ponceau 3R 14700 25 Merah Ponceau SX 12140 26 Merah Ponceau 6R 13420 27 Merah Rhodamin B 45170 28 Merah Sudan I 12055 29 Violet Scarlet GN 14815 30 Violet Violet 6B 42640 2.7. Dampak Sumber : Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/85 Bahan perwarna dapat membahayakan kesehatan bila pewarna buatan ditambahkan dalam jumlah berlebih pada makanan, atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Selain itu faktor umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaan fisik seseorang juga berpengaruh terhadap bahaya dari pewarna tersebut. Penyalahgunaan zat pewarna melebihi ambang batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang digunakan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut dan bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker (Lee 2005). Untuk zat rhodamin B dapat menyebabakan gangguan fungsi hati atau kanker hati dan akan terasa setelah puluhan tahun, sehingga sulit dilacak penyakit korban

akibat mengkonsumsi makanan yang tercemari rhodamin B. Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B : 1. Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan. 2. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit. 3. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem pada kelopak mata. 4. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda. Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa dari penggunaan zat pewarna ini pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap mencit, diperoleh hasil : terjadi perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang melakukan pinositosis ) dan hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nukleus. Degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas, susunan sel tidak teratur dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan hati mencit. Secara statistik, terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dalam laju rata-rata pertambaan berat badan mencit. Zat tartazine dapat menyebabkan tumor di ginjal dan adrenal pada hewan yang diteliti sebagai bahan percobaan sehingga untuk konsumsi bagi manusia harus lebih dicermati. Zat quinoline yellow dapat menyebabkan efek samping pada anak yaitu menjadi hiperaktif bagi anak yang sensitif. Sedangkan zat carmine dapat

menyebabkan efek samping pada anak yaitu menjadi hiperaktif dan dapat menimbulkan reaksi alergik yang hebat karena berasal dari jenis insecta dan bisa menimbulkan infeksi. Zat erythrosine dapat menyebabkan efek samping tumor thyroid dan sangat berbahaya bagi kesehatan. Zat amaranth dapat menyebabkan kematian yang cepat. Kita sebagai konsumen harus berhati hati dalam memilih makanan olahan, karena tidak jarang makanan yang dijual ternyata diolah memakai zat warna yang bukan untuk pewarna makanan. Dengan tujuan untuk menarik minat pembeli atau meningkatkan nilai jual maka tidak sedikit pihak produsen memakai atau menambahkan pewarna yang bukan untuk pangan, yang tentunya berbahaya bagi kesehatan kita sebagai konsumen. Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang diakibatkan oleh zat warna tersebut Departemen Kesehatan RI telah mengatur tentang zat warna yang berbahaya ini agar masyarakat terhindar dari akibat yang merugikan. Selain membahayakan kesehatan, pemakaian zat pewarna juga melanggar hukum yaitu Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 7 dan 8, UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan pasal 6,8,10,11, 16, 20,21 dan 26, UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 21, serta Permenkes RI no 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan dan Keputusan Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 02592/B/SK/VIII/1991 tentang Penggunaan Bahan Tambahan Makanan.

2.8. Kerangka Konsep Memenuhi Syarat Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/ IX/1988 Makanan Kipang Pulut Jenis dan Kadar Zat Warna Merah Pemeriksaan Laboratorium Memenuhi Syarat Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/ IX/1988 Hygiene Sanitasi Makanan Kipang Berdasarkan 6 Prinsip Pengolahan: 1. Pemilihan Bahan Makanan 2. Penyimpanan Bahan Makanan 3. Pengolahan Makanan 4. Pengangkutan Makanan 5. Penyimpanan Makanan 6. Penyajian/Pengemasan Makanan Kepmenkes RI No.942/Menkes/ SK/VII/2003 Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat