BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya. Pertumbuhan ini dapat dilihat dari semakin banyaknya bankbank

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjalankan bisnis dengan izin operasional sebagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Syariah. Dana Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896)

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan lembaga Islam di Indonesia termasuk cukup signifikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia dewasa ini berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan perdagangan. Bila ditelusuri asal mula timbulnya

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

No. 15/22/DPbS Jakarta, 27 Juni 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ±

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

SESI : 07 ACHMAD ZAKY

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

BAB I PENDAHULUAN. penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkan dana. Bank

Ketentuan Dasar dan Karakteristik. Pelaksanaan Kegiatan Usaha

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REGULASI ENTITAS SYARIAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah menjelaskan, praktik perbankan syari ah di masa sekarang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural banking. Di Indonesia, rural banking

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan (agen of development). Hal ini dikarenakan adanya fungsi

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dana (liabilities), penyaluran dana (asset) berupa pembiayaan, dan jasa-jasa

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I. Bandung, 2003, hal. xi 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Tentang Perbankan, hal. 5. Penerapan prinsip..., Indah Fajarwati, FH UI, 2011

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kebutuhan manusia yang semakin meningkat,sehingga. Nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat modal yang mencukupi, sehingga untuk menambah modal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. yang membutuhkan dana disebut dengan debitur. satu, yang sering disebut dengan pooling of fund yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. melayani kebutuhan masyarakat melalui jasa-jasanya. 1 Perbankan syariah. Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan

RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam. memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, 2010, h Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:PT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan jasa-jasa dari bank tersebut. Disamping itu juga tergantung pada. perbankan sangat identik dengan instrumen bunga.

BAB I PENDAHULUAN. menyerasikan dan menyeimbangkan pembangunan adalah perbankan. Peran strategis

BAB I PENDAHULUAN. Muamalat Indonesia pada 1 November 1991 (Antonio, 2011:25). Pada mulanya,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN KEGIATAN USAHA BERBASIS SYARIAH

BAB IV PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan sindikasi yang dilakukan BPRS Madina Mandiri. Sejahtera, BPRS Bangun Drajat Warga dan BPRS Mitra Amal Mulia

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional. Kegiatan utama dari perbankan syariah adalah

ANALISIS KOMPARASI UKURAN BANK PEMBIAYAAN SYARIAH TERHADAP KINERJA BPRS DI INDONESIA Oleh : Ridwansyah

GUBERNUR BANK INDONESIA,

Liabilitas dan Modal. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara. Salah satu lembaga moneter ini adalah Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan saran pemenuhan kebutuhan yang berpedoman pada nilai-nilai Islam. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

BAB V PENUTUP. Yogyakarta secara umum telah memenuhi ketentuan hukum syariah baik. rukun-rukun maupun syarat-syarat dari pembiayaan murabahah dan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah pula kebutuhan akan perumahan. Menurut teori Maslow yang

Divisi Produk & Prosedur Pembiayaan. Sistem perbankan syariah beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil,

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, telah dikembangkan sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah, khususnya Perbankan Syariah. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa perbankan syariah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil serta menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan, memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank itu sendiri sehingga perbankan syariah memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional. Namun demikian pada kenyataannya, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan perbankan syariah masih cukup besar, antara lain meliputi: a. Cakupan pasar yang masih terbatas, walaupun pertumbuhannya tergolong cukup tinggi. b. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai produk perbankan syariah, namun tidak jarang pula komunitas perbankan syariah sendiri masih belum memahami secara penuh penerapan prinsip syariah dalam operasionalnya. c. Keberadaan industri perbankan syariah ini membutuhkan dukungan berupa kepastian hukum serta lembaga-lembaga pendukung lainnya terutama dalam hal kepatuhan terhadap prinsip syariah seperti halnya lembaga fatwa dan badan arbitrase syariah.

2 Dalam upaya untuk menanggapi kondisi-kondisi tersebut, maka pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 2008 telah men-sahkan dan menyetujui Undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Sebelumnya pengaturan mengenai perbankan syariah hanya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 yang khusus mengatur tentang perbankan syariah, berlaku sejak diundangkan pada tanggal 16 Juli 2008 tersebut, telah cukup lama ditunggu oleh para praktisi dalam dunia perbankan terutama perbankan syariah. Berlakunya Undang-Undang tersebut diharapkan dapat memberikan kejelasan dan kelancaran pada proses penerapan perbankan syariah di Indonesia sehingga juga diharapkan tidak menimbulkan keragu-raguan bagi masyarakat maupun pihak Bank sendiri. Dalam Undang-Undang Perbankan Syariah disebutkan bahwa Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan pada Fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah 1. Dalam melakukan kegiatan-kegiatan usahanya sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Perbankan Syariah wajib untuk tunduk pada Prinsip Syariah yang difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia 2. Tulisan ini akan difokuskan pada penelitian mengenai masalah yang terkait dengan akta pada penyaluran pembiayaan pada bank syariah X dan Y di Indonesia. Sudah merupakan kewajiban dalam praktek perbankan, baik pada bank konvensional maupun bank syariah, bahwa pada pemberian fasilitas pembiayaan atau jasa perbankan lainnya, hubungan hukum antara bank dan nasabahnya wajib dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing- 1 Indonesia, Undang-Undang tentang Perbankan Syariah nomor 21 tahun 2008, pasal 1 angka 12. 2 Ibid, Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2).

3 masing pihak. Hak dan kewajiban tersebut dituangkan dalam bentuk Perjanjian atau Akad. Akad ini merupakan keterkaitan atau pertemuan antara ijab dan kabul yang menimbulkan akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak dan Kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan oleh mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak pertama. Dengan demikian timbullah hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat akad tersebut. 3 Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang perbankan syariah, bahwa penyaluran pembiayaan wajib didasarkan pada akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip Syariah. Terdapat beberapa jenis penyaluran pembiayaan yang saat ini diberikan oleh perbankan syariah. Menurut Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008, ditentukan: Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna ; d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh; dan e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi 3 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, cet.1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2007), hal.69.

4 fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Untuk mendukung transaksi-transaksi tersebut, wajib didukung oleh akad yang sesuai syariah, yaitu antara lain: 4 a. Akad Musyarakah; b. Akad Mudharabah; c. Akad Murabahah; d. Akad Salam; e. Akad Istishna ; f. Akad Qard; g. Akad Ijarah; h. Akad Kafalah; i. Akad-akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Ada kalanya bank perlu memberikan lebih dari satu fasilitas pembiayaan dalam suatu masa tertentu. Dapat pula bank memberikan semacam plafon atas suatu fasilitas pembiayaan dengan maksud untuk mempermudah bagi penggunaan fasilitas secara bertahap. Pada perbankan konvensional, fasilitas pembiayaan dengan konsep plafon sudah sangat lazim diberikan yaitu dengan bentuk fasilitas pinjaman yang bersifat multi guna atau multi produk. Dalam memberikan fasilitas tersebut, bank mengkaji jumlah total kebutuhan nasabah, yang kemudian dibuatlah suatu fasilitas dengan jumlah plafon tertentu yang dapat digunakan selama jangka waktu yang telah ditetapkan. Terhadap fasilitas pinjaman dalam bentuk plafon tersebut, kemudian dibuatlah Akta Perjanjian Hutang Piutang untuk memenuhi ketentuan Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga dengan ditandatangani akta tersebut, maka kesepakatan telah terjadi antara pihak Kreditur (bank) dan Debitur (nasabah) serta perjanjian jaminan yang merupakan perjanjian asesoir dapat dibuat dan mengikat secara efektif. 4 Indonesia, Undang-Undang tentang Perbankan Syariah nomor 21 tahun 2008, Pasal 19 ayat (1).

5 Dalam praktek pada perbankan konvensional, setelah ditandatanganinya akta perjanjian hutang piutang berbentuk plafon, setiap penggunaan atau pencairan fasilitas dengan plafon tersebut, cukuplah debitur menyerahkan suatu bentuk dokumen yang disebut surat promes (promissory note) dan biasanya disertai juga dengan tanda terima uang. Dengan demikian tidak perlu lagi pada setiap penggunaan atau pencairan fasilitas dibuat perjanjian yang terpisah bagiannya, sehingga akta perjanjian hutang piutang berbentuk plafon tersebut telah cukup dan diakui sebagai hutang piutang oleh kedua belah pihak atau antara kreditur dan debitur. Kondisi yang lazim pada perbankan konvensional tersebut juga diperlukan pada perbankan syariah. Untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut, maka Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional, pada tahun 2005 telah mengeluarkan Fatwa DSN Nomor 45/DSN-MUI/II/2005 tentang Line Facility yang mendukung untuk dapat diberikannya Fasilitas Pembiayaan seperti layaknya pada perbankan konvensional. Line Facility adalah suatu bentuk fasilitas dengan plafon pembiayaan bergulir dalam jangka waktu tertentu yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Pemberian fasilitas ini dapat diberikan atau dilaksanakan berdasarkan Wa ad. Yang dimaksud dengan Wa ad dalam fatwa tersebut adalah kesepakatan atau janji dari satu pihak dalam hal ini adalah pihak Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada pihak lain (nasabah) untuk melaksanakan sesuatu yang dituangkan ke dalam suatu dokumen memorandum of understanding 5, dengan demikian suatu Wa ad bukanlah suatu akad atau perjanjian yang dibuat dan mengikat kepada dua pihak. 1.2. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : a. Mengapa masih terjadi kesimpangsiuran dan tumpang tindih pemahaman serta penerapan Wa ad maupun Akad dalam praktek perbankan syariah yang sudah berusia lebih dari 17 tahun? 5 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 45/DSN-MUI/II/2005, Tentang Line Facility, 2005.

6 b. Bagaimana Bank Syariah harus menerapkan secara benar akta Wa ad dan bagaimana seharusnya akta terkait dengan pemberian jaminan atas suatu pembiayaan harus dibuat agar dapat berlaku efektif? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tujuan secara umum untuk dapat mengetahui praktek penerapan akta Wa ad dalam suatu pemberian fasilitas yang dinamakan Line Facility sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam fatwa dari Dewan Syariah Nasional serta kaitannya dengan risiko efektifitas atas perjanjian pengikatan jaminan yang diperlukan sebagai akta asesoir dari akta Wa ad. Secara khusus, tujuan penelitian dilakukan untuk mencari jawaban mengapa masih terjadi kesimpangsiuran dan tumpang tindih pemahaman serta penerapan Wa ad maupun Akad dalam praktek perbankan syariah yang sudah berusia lebih dari 17 tahun di Indonesia dan Bagaimana Bank Syariah harus menerapkan secara benar akta Wa ad serta bagaimana seharusnya akta terkait dengan pemberian jaminan atas suatu pembiayaan harus dibuat agar dapat berlaku secara efektif. 1.4. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini, diharapkan dapat ditemukan cara terbaik untuk penerapan akta Wa ad bagi pembiayaan berbentuk Line Facility pada perbankan syariah, tanpa menyulitkan proses transaksi dan administrasi baik bagi pihak Bank sebagai Kreditur Pembiayaan maupun nasabah sebagai pihak debitur serta tetap dapat terjaga efektifitas dari akta-akta perjanjian yang dibuat termasuk akta assesoir. 1.5. Metode Penelitian Metode merupakan unsur yang mutlak ada di dalam penelitian, karena tanpa metode penelitian, peneliti tidak akan mampu menemukan, merumuskan, menganalisa maupun menyelesaikan masalah dalam mengungkapkan kebenaran. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif yaitu metode yang mencari sumber dari pengguna langsung atas akta Wa ad dan akta-akta perjanjian lainnya termasuk akta perjanjian pemberian jaminan yang

7 digunakan pada Bank Syariah X dan Unit Usaha Syariah Bank Y, serta membandingkan dengan sumber lainnya berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku, fatwa, buku-buku, artikel majalah, internet dan sebagainya. Selanjutnya dari hasil penelitian tersebut, diusulkan cara terbaik dalam penerapan Wa ad bagi kebutuhan pembiayaan yang menggunakan Line Facility. Tipologi penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini ditinjau dari segi bentuknya menggunakan tipe penelitian evaluatif dan problem solution, karena dimaksudkan untuk mengevaluasi praktek perbankan Syariah dalam pembuatan akta Wa ad sehubungan dengan pemberian Line Facility serta kaitannya dengan perjanjian pemberian jaminan. Data sekunder yang digunakan adalah dokumen berupa akta-akta terkait dengan Wa ad dan pemberian jaminan pembiayaan pada Bank Syariah serta peraturan perundang-undangan, fatwa, buku-buku ilmiah, majalah, artikel dan makalah baik cetak maupun melalui media internet, yang berkaitan dengan pembahasan penulisan ini. Disamping itu, untuk melengkapi data, saya juga melakukan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dari narasumber yaitu wawancara dengan Kepala Cabang Bank X dan Pemimpin Cabang dari Unit Usaha Syariah Bank Y. Pendekatan metode analisa yang digunakan adalah metode kualitatif yang menitik beratkan pada data berupa akta dan isi akta serta meneliti fakta dan sebab terjadinya masalah. 1.6. Sistematika Penulisan Maksud dan tujuan dari sistematika penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum dan menyeluruh mengenai pokok permasalahan yang hendak dibahas agar pembaca lebih mudah untuk memahami tulisan ini. Dalam tulisan ini dijabarkan ke dalam 3 (tiga) Bab yang terdiri dari beberapa sub bab dan tiap-tiap sub bab disusun secara sistematis sesuai dengan tahap-tahap uraiannya sehingga antara bab yang satu dengan bab yang lain saling berkaitan. Sistematika tesis ini dibuat sebagai berikut :

8 Bab Pertama berupa bab Pendahuluan yang menguraikan mengenai latar belakang, pokok permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode peneletian dan sistematika penelitian. Pada Bab Kedua, membahas tinjauan tentang kesalahan penerapan Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI Nomor 45/DSN-MUI/II/2005 Tanggal 21 Pebruari 2005 oleh Perbankan Syariah di Indonesia. (Analisa terhadap penerapan akta wa ad; Studi kasus pada bank syariah X dan Y). Pada bab ini pula diuraikan pembahasan dan analisa tentang butir-butir pokok permasalahan, landasan teori dan deskripsi mengenai bagaimana kedudukan Wa ad sesuai fatwa, kemudian juga bagaimana praktek pada perbankan konvensional dalam kaitan dengan pembuatan akta yang sejenis dengan Line Facility dan penerapan pemberian jaminan yang saat ini berlaku pada bank kovensional ditinjau dari segi efektifitasnya dan bagaimana apabila hal itu diterapkan pada perbankan Syariah. Pada Bab Ketiga atau terakhir yang merupakan bab penutup dari tulisan ini, akan berisikan kesimpulan dan saran-saran setelah dilakukannya penelitian, pengkajian dan penganalisaan data. Bab ini akan memberikan alternatif solusi yang dapat diterapkan guna menghindari adanya tumpang tindih di dalam pemahaman Wa ad dengan Akad.