BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT kepada setiap orangtua. Setiap orangtua akan merasa bahagia jika

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penilaian Frankl Behavior Rating Scale pada responden yang berjumlah 44

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI

Keyword: Parenting, The States of Cooperative in Children, Children Aged 6-12 years old

BAB I PENDAHULUAN. akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya (Turner et al, 2012).

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. masa sekolah. Masa ini disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang usia 3-6

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

Keyword: Parenting, The States of Cooperative in Children, Children Aged 6-12 years old

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

BAB III METODE PENELITIAN. orangtua dengan menggunakan rancangan cross-sectional (Notoadmojo, perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.

KUESIONER POLA ASUH ORANGTUA

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. baik secara ukuran (pertumbuhan) maupun secara perkembangan

TRIAD OF CONCERN KELOMPOK 3.B. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Sumatera Utara. Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan sejak usia dini yaitu dengan mencegah, merawat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prasekolah dapat diartikan sebagai pendidikan sebelum sekolah, jadi berarti

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecemasan merupakan perasaan yang timbul akibat ketakutan, raguragu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB 3 ETIOLOGI TERJADINYA DENTAL FOBIA. Fobia terhadap perawatan gigi pada anak merupakan fenomena yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. masa estetik. Pada masa vital anak menggunakan fungsi-fungsi biologisnya untuk

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak pra sekolah yaitu anak dengan usia 4-6 tahun yang mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

ANAK BATITA: USIA ± 15 BULAN 3 TAHUN

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. akan dibutuhkan anak dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB 1 PENDAHULUAN. mulai cerewet, banyak bertanya, dan rasa ingin tahu yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Undang-undang tentang. sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BABI PENDAHULUAN. Manusia adalah rnakhluk sosial sehingga sejak dari lahir sudah terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini berjudul Terjemahan cerita anak Churiippu Hoikuen,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. dibawah situasi yang menekan/stres (Torres et. al, 2012). Menurut Bowlby

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perkembangan Sosial dan Emosi Anak Down s Syndrome Saat Pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. prasekolah, serta merupakan wadah pendidikan pertama di jalur formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan mendidik anak, sedangkan orangtua memiliki arti ayah dan ibu, jadi dapat disimpulkan pola asuh orangtua memiliki arti cara atau sistem ayah dan ibu dalam merawat atau mendidik anak. Pola asuh orangtua adalah kegiatan atau cara mengasuh orangtua dalam berinteraksi dengan anak (Handayani dkk, 2012). Pola asuh orangtua adalah berbagai macam usaha aktif yang dilakukan orangtua dalam bertindak sebagai orangtua terhadap anaknya (Garliah & Nasution, 2005). Pola asuh orangtua adalah interaksi antara orangtua dan anak selama masa pengasuhan agar terbentuk pribadi-pribadi yang memiliki norma-norma yang sesuai dalam bermasyarakat (Aisyah, 2010). b. Jenis pola asuh orangtua Perkembangan pola asuh orangtua dibagi menjadi pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis (Baumrind, 1971) : 8

9 1) Pola asuh otoriter (parent centered) Pola asuh ini memiliki ciri orangtua sebagai pusat dalam interaksi ini. Orangtua bertindak keras, memaksa, dan semenamena terhadap anak. Anak harus menuruti semua perkataan orangtua tanpa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat. Pola asuh otoriter ini juga bersifat kekerasan. Suyami & Suryani (2009) mengutip dari Desmita (2005) menyatakan bahwa dalam pola asuh ini orangtua tidak segan-segan memukul anak bila anak melanggar aturan-aturan yang sangat ketat yang telah dibuat oleh orangtuanya. Hal ini menyebabkan anak menjadi tidak percaya diri, penakut, kurang inisiatif, nakal, memberontak bahkan melarikan diri. Anak dapat mengembangkan tingkah laku sosial yang baik jika mendapatkan kasih sayang yang melandasi dalam sebuah keluarga (Aisyah, 2010). 2) Pola asuh permisif (children centered) Pola asuh ini memiliki ciri anak sebagai pusat dalam interaksi ini, yakni pola asuh yang cenderung memberikan kebebasan ditangan anak tanpa kontrol sama sekali. Pola asuh ini membentuk pribadi yang manja, anak menggunakan kebebasannya tanpa rasa tanggung jawab dan kurang disiplin dalam aturan-aturan sosial yang ada. Ketidakadekuatan peran orangtua dapat berakibat jangka panjang dalam perkembangan anak, yang mengakibatkan anak tidak paham paham bahkan tidak mengetahui aturan yang ada (Pramawaty & Hartati, 2012). 9

10 3) Pola asuh demokratis (authoritative) Pola asuh demokratis ini adalah pola asuh dimana kedudukan orangtua dan anak adalah sama. Orangtua dan anak mempunyai kebebasan yang sama dalam mengutarakan pendapat masingmasing. Setiap keputusan yang diambil akan berdasarkan kesepakatan bersama, dan tidak ada yang merasa dihakimi pada pola asuh ini. Pola asuh ini akan membentuk keharmonisan antara orangtua dan anak, karena anak merasa dirinya memiliki hak dalam mempertahankan dan memperjuangkan apa yang menurutnya benar. Pola asuh ini akan mendorong anak untuk belajar bertanggungjawab dengan apa yang dikatakannya namun, kebebasan yang diberikan pada anak tetap dalam pengawasan orangtua, sehingga orangtua masih dengan mudah mengontrol apa yang dilakukan anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan usia anak. Menurut Aisyah (2010) kebutuhan pokok anak dapat diakomodasikan dengan wajar pada penerapan pola asuh demokrasi ini, sehingga jika kebutuhan pokok manusia dapat terpenuhi maka akan tercipta suasana psikologis maupun sosial yang menggembirakan. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orangtua Hurlock (1978) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi orangtua dalam menerapkan pola asuh kepada anak, yaitu:

11 1) Jenis pola asuh yang diterima oleh orangtua sebelumnya Tidak sedikit orangtua yang menerapkan pola asuh yang sama pada anaknya seperti yang mereka terima dari orangtua mereka sebelumnya tanpa melihat perkembangan zaman yang juga memiliki peran dalam pembentukan perilaku anak. Sangat disayangkan jika pola asuh yang mereka terima sebelumnya termasuk kedalam pola asuh yang kurang benar, maka mereka akan menerapkannya pada anak-anak mereka dan jika kita melihat perkembangan zaman sekarang yang begitu pesat, jika pola asuh tersebut tidak dikendalikan dengan tepat, maka akan menghasilkan perilaku anak yang tidak diinginkan. 2) Usia orangtua Usia dapat menentukan tingkat kedewasaan orangtua berdasarkan pengalaman hidup yang telah dilaluinya. Akibat usia yang masih terlalu muda, anak cenderung mendapatkan pengawasan yang lebih longgar karena sifat toleransi orangtua (Permatasari, 2015). 3) Status sosial ekonomi orangtua Terpenuhinya kebutuhan pokok sebuah keluarga dapat menentukan perilaku keluarga tersebut. Terdapat keterkaitan antara pola asuh orangtua dengan status sosial ekonomi keluarga. Suyami & Suryani (2009) mengatakan bahwa semakin rendah status sosial ekonomi keluarga, maka orangtua akan semakin depresi karena tertekan dalam tuntutan kebutuhan keluarga sehingga membuat

12 orangtua menerapkan pola asuh yang keras dan memaksa (otoriter). 4) Dominasi orangtua Ibu adalah seseorang yang mengandung dan melahirkan anak, tidak heran jika ibu memiliki ikatan yang sangat kuat dengan anaknya. Ikatan batin yang dimiliki ibu ini akan membentuk pola asuh yang lebih lembut dibandingkan pola asuh ayah (Khairani, 2011). Hal serupa juga dinyatakan dalam penelitian Teviana & Yusiana (2012) bahwa orangtua perempuan cenderung menerapkan pola asuh autoratif, sedangkan orangtua laki-laki cenderung menerapkan pola asuh otoriter. 5) Jenis kelamin dan kondisi anak Anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki. Anak perempuan cenderung memiliki perasaan yang lebih lembut, karena memilih bermain boneka, sedangkan anak laki-laki lebih memilih bermain dengan berlarian. Terutama dalam hal bergaul. Anak perempuan lebih rentan untuk terjerumus kedalam pergaulan yang membahayakan masa depannya (Khairani, 2011). 2. Kekooperatifan Anak dalam Perawatan Gigi dan Mulut Perilaku anak adalah cara anak merespon keadaan pada saat perawatan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku anak dalam melakukan perawatan gigi, seperti faktor orangtua, tim dokter gigi, dan lingkungan klinik gigi (Permatasari, 2015).

13 Wright (1973) berpendapat bahwa perilaku anak pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi: a. Kooperatif Anak-anak dengan tipe kooperatif ini tidak membutuhkan pendekatan tingkah laku yang khusus dari dokter gigi, karena mereka sangat antusias dalam menerima setiap perawatan. b. Tidak kooperatif Anak-anak yang dapat dikategorikan tidak kooperatif adalah anak-anak yang tidak bisa diajak bekerja sama dalam melakukan perawatan gigi dan mulut. Tipe tidak kooperatif ini dibagi lagi menjadi 3 kategori, yaitu: 1) Tidak mampu menjadi kooperatif Anak yang tidak mampu menjadi kooperatif adalah anak yang memiliki keterbatasan mental / keterbatasan kemampuan dan keterampilan, sehingga membuat anak tidak mampu dalam bekerja sama dalam melakukan perawatan gigi dan mulut. 2) Belum mampu menjadi kooperatif Anak yang termasuk kedalam kategori belum mampu menjadi kooperatif ini adalah anak yang usiarnya masih terlalu muda. Kurang cukupnya usia membuat anak sulit dalam memahami secara maksimal apa yang diinstruksikan oleh dokter. Keadaan ini hanya bersifat sementara, karena seiring

14 bertambahnya usia, diharapkan anak mulai belajar dan memahami instruksi dokter sehingga anak bisa menjadi kooperatif. 3) Mempunyai potensi untuk kooperatif Anak dengan tipe potensi untuk kooperatif ini tidak begitu menyusahkan dokter dalam menanganinya. Cukup dengan sedikit pendekatan yang baik, maka sifat anak yang awalnya tidak kooperatif bisa diubah menjadi kooperatif. Frankl (1973) juga berpendapat bahwa perilaku anak dapat dibagi menjadi: 1) Sangat negatif Sangat menolak perawatan, menangis bahkan memberontak dan menunjukkan penolakan secara terang terangan. 2) Negatif Enggan untuk menerima perawatan, tidak kooperatif namun tidak diucapkan. Wajahnya hanya diam, muram dan tidak ramah (tidak bersahabat). 3) Positif Mampu mengikuti perintah dokter gigi dengan kooperatif walau terkadang timbul keraguan. 4) Sangat positif Sangat menikmati perawatan yang dilakukan dokter gigi tanpa menolak dan sering kali tertawa karena merasa nyaman (tidak takut/cemas).

15 Tingkat keberhasilan perawatan gigi pada pasien anak sangat ditentukan oleh tingkat kooperatif anak. Penting bagi dokter gigi untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat kooperatif anak agar dokter gigi dapat memanajemen perilaku anak selama melakukan perawatan gigi. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kooperatif anak dalam perawatan gigi, yaitu: 1) Usia Hurlock (1978) mengatakan bahwa pada anak usia 2,5 3,5 tahun dan 5,5 6,5 tahun perkembangan emosi sangat mencolok, dikarenakan pada fase ini adalah fase dimana ketidakseimbangan anak mudah terbawa oleh ledakan emosional sehingga anak harus selalu didampingi dan mendapatkan perlindungan orangtua karena sangat sulit untuk membimbing dan mengarahkannya. Reaksi anak prasekolah tidak kooperatif kepada petugas kesehatan, bahkan menunjukkan perilaku menolak makan dan menangis perlahan (Handayani & Puspitasari, 2008). 2) Jenis kelamin Khairani (2011) mengungkapkan bahwa anak perempuan cenderung lebih mudah akrab dan dekat dengan orang dewasa dibanding anak laki-laki. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Handayani & Puspitasari (2008) bahwa peningkatan tingkat kooperatif anak perempuan lebih tinggi dibandingkan peningkatan tingkat kooperatif anak laki-laki.

16 3) Perkembangan mental Ketegangan emosi anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak. Kemampuan anak dalam menyesuaikan reaksi emosi terhadap lingkungan sekitarnya adalah salah satu perkembangan mental anak. Emosi yang ditunjukkan oleh anak dapat mempengaruhi perilaku anak dalam melakukan perawatan gigi. Hurlock (1978) mengemukakan bahwa terdapat beberapa bentuk emosi yang terjadi pada awal masa anak-anak, diantaranya adalah marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, senang, sedih dan kasih sayang. 4) Gangguan perkembangan fisik Anak yang semasa perkembangan dan pertumbuhannya mengalami gangguan membutuhkan perlakuan yang khusus. Terutama dalam hal perawatan kesehatan, anak yang memiliki gangguan perkembangan tidak dapat merawat dirinya secara mandiri. Menurut Saputri (2015), terkadang dokter gigi membutuhkan tekhnik manajemen perilaku khusus untuk mendapatkan hasil perawatan yang maksimal pada anak yang mengalami gangguan perkembangan seperti autis, cerebral palsy, dan down syndrom. 5) Riwayat medis Anak-anak yang memiliki pengalaman perawatan yang baik sebelumnya cenderung memiliki sifat menerima dan mau untuk

17 bekerja sama (kooperatif) dengan dokter gigi. Sebaliknya, anak yang memiliki pengalaman perawatan yang kurang baik sebelumnya akan menunjukkan sifat yang kurang kooperatif atau menolak untuk dilakukan perawatan. Pertimbangan lain dalam riwayat medis anak adalah rasa sakit yang dialami selama kunjungan sebelumnya (Saputri, 2015). 6) Pengaruh keluarga Faktor keluarga membentuk perilaku anak secara langsung dan tidak langsung. Faktor-faktor kelaurga yang memiliki pengaruh terhadap perilaku anak diantaranya adalah faktor sosial, ekonomi dan emosional. Tingkat sosial ekonomi orangtua yang rendah membentuk perilaku anak yang cenderung takut dan kurang kooperatif (Soeparmin, 2014). 7) Faktor orangtua Kecemasan orangtua, terutama ibu, saat menemani anak melakukan perawatan sering kali kita saksikan. Tingkat kecemasan orangtua cenderung mempengaruhi perilaku anak dalam melakukan perawatan. Terdapat korelasi yang signifikan antara perilaku kooperatif anak pada kunjungan pertama perawatan gigi dengan tingkat kecemasan ibu (Saputri, 2015). 8) Lingkungan praktek Lingkungan praktek dokter gigi meliputi penampilan dokter gigi dan perawat, cara berkomunikasi dokter gigi dan perawat dan

18 desain tata ruang praktek dokter gigi. Team dental yang terdiri dari dokter gigi, perawat gigi dan staf klinik dapat memberikan pengaruh positif pada anak saat pertama kali berkunjung (Soeparmin, 2014). Pasien anak tidak dapat disamakan dengan pasien dewasa. Sikap ramah, menyenangkan dan bersahabat dari team dental akan menghasilkan perawatan dental yang efektif (Andi, 2011). 3. Anak usia 6-12 tahun Para guru sepakat untuk menyebut anak yang berusia 6-12 tahun sebagai periode anak sekolah dasar, sebab pada usia inilah anak-anak mulai menuntut ilmunya diluar rumah untuk pertama kalinya yang berguna bagi kehidupan kelak (Khairani, 2011). Pada periode anak sekolah dasar ini, anak-anak mulai banyak berkenalan dengan berbagai hal baru di lingkungan sekolah. Terutama dalam hal pergaulan. Anak akan mulai berkenalan dengan temantemannya, guru disekolah, sampai berkenalan dengan orang-orang yang biasa berjualan diluar sekolah, sehingga anak akan banyak sekali mengenal berbagai macam karakteristik perilaku manusia. Pada masa ini juga, anak sering mencoba meniru perilaku-perilaku siapapun yang anak lihat. Selain pola asuh orangtua, apa yang dilihat oleh anak akan berpengaruh dalam pembentukan perilaku anak. Zuraidah dkk (2014) mengatakan bahwa penerapan pola asuh orang yang baik dapat membentuk perilaku anak dalam melakukan toilet training pada anak.

19 Begitu juga sebaliknya, apabila pada periode ini anak sering dilakukan kurang baik, maka akan mempengaruhi perilaku anak. Pramawaty & Hartati (2012) mengatakan bahwa pola asuh yang keras dapat berpengaruh pada perilaku anak, seperti pemalu, penakut, kurang kreatif dan akan berpengaruh pada keaktifan anak dalam pergaulan. Anak akan merasa takut, rendah diri hingga membuat hubungan sosial emosionalnya menjadi terganggu. Menurut Khairani (2011) faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak adalah: a. Pengaruh keadaan individu sendiri Keadaan individu ini seperti keadaan fisik dan usia. Hurlock (1978) juga menambahkan bahwa peran seks juga dapat mempengaruhi keadaan sosial emosi anak. b. Konflik-konflik dalam proses perkembangan Konflik yang dimaksud disini adalah konflik yang didapat pada saat perkembangan sedang berlangsung (tahap-tahap perkembangan). c. Sebab-sebab lingkungan Ada beberapa macam lingkungan yang dimaksud disini, diantaranya adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan sekitarnya. B. Landasan Teori Cara orangtua dalam mendidik, mengasuh dan merawat anak disebut pola asuh orangtua. Terdapat berbagai macam tipe pola asuh orangtua yaitu pola asuh otoriter, permisif dan demokratis. Pola asuh otoriter adalah tipe pola

20 asuh yang dimana orangtua yang paling berperan penting. Tipe pola asuh ini anak harus mengikuti aturan-aturan ketat yang dibuat oleh orangtua, jika anak menolak orangtua tidak segan-segan memberikan hukuman yang akan berakibat pada karakter perilaku anak. Anak yang dididik dengan pola asuh ini memiliki sifat keras kepala, memberontak dan cenderung tidak suka bersosialisasi (tertutup). Pola asuh permisif adalah pola asuh yang memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada anak tanpa ada batasan-batasan dari orangtua. Anak yang diasuh dengan tipe ini biasanya memiliki sifat yang manja dan cenderung tidak memiliki tanggung jawab terutama pada dirinya sendiri. Pola asuh yang terakhir adalah pola asuh yang paling baik yaitu pola asuh demokratis. Tipe pola asuh ini memiliki sifat dua arah. Dimana orangtua dan anak memiliki peran yang sama dalam berdiskusi dan berpendapat. Anak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya, sehingga anak dengan tipe ini memiliki sifat percaya diri yang cukup baik, dan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, namun orangtua tidak lepas tanggung jawab begitu saja. Orangtua tetap mengarahkan keputusan anak sesuai dengan usia anak. Anak usia 6-12 tahun disebut juga anak usia sekolah. Anak banyak mengenal hal baru dalam hidupnya yang dapat mempengaruhi perilakunya. Pada umumnya anak memiliki dua perilaku yaitu kooperatif dan tidak kooperatif.

21 Kooperatif adalah tipe anak yang mampu diajak bekerja sama dalam melakukan perawatan. Tidak kooperatif dibagi menjadi tiga kategori yaitu tidak bisa kooperatif, belum mampu kooperatif dan berpotensi kooperatif. Pengukuran tingkat kooperatif anak dapat diukur dengan berbagai macam cara. Salah satunya menggunakan Frankl Behavior Rating Scale. Skala ini membagi perilaku anak terhadap perawatan gigi dan mulut yang diamati ke dalam empat kategori, mulai dari sangat positif sampai sangat negatif. Tingkat kooperatif anak sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan perawatan gigi dan mulut. Pembentukan perilaku anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya adalah pola asuh orangtua dan usia. Ketidakkooperatifan adalah salah satu perilaku anak dalam merespon lingkungan sekitar selama melakukan perawatan gigi dan mulut. Hal ini membuat dokter gigi muda di RSGM susah dalam memberikan perawatan pada pasien anak, sehingga didapatkan hasil yang tidak maksimal.

22 C. Kerangka Konsep Pola Asuh Orangtua 1. Otoriter 2. Demokrasi 3. Permisif 1. Jenis pola asuh sebelumnya 2. Usia 3. Status sosial 4. Dominasi 5. Jenis kelamin dan kondisi anak Tingkat Kooperatif 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Perkembangan mental 4. Gangguan perkembangan fisik 5. Riwayat medis 6. Pengaruh keluarga 7. Faktor orangtua 8. Lingkungan praktek Tidak mampu kooperatif Kooperatif Tidak kooperatif Belum mampu kooperatif Berpotensi kooperatif Perawatan gigi dan mulut Gambar 1. Kerangka Konsep D. Hipotesis Terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan tingkat kekooperatifan anak usia 6-12 tahun dalam kunjungan perawatan gigi dan mulut di RSGM UMY.