PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PEMENTASAN DRAMA MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS X AKUNTANSI 2 SMK NEGERI 1 BANYUDONO TAHUN 2009/ 2010

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di sekolah sangat erat dengan teknik mengajar guru agar mampu memotivasi siswa

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Melalui karya sastra, seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra di dunia pendidikan kita bukanlah sesuatu yang populer. Sastra dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Puisi merupakan karya sastra yang mengandung imajinasi. Bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu program pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari bahasa saja, tetapi juga mempelajari sastra. Menurut Lukens

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bersifat normatif yaitu bersumber pada tugas-tugas perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dapat tercapai. Hal itu senada dengan pendapat Sanjaya (2012) yang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (STUDI KASUS DI SMP NEGERI 2 BAKI, SUKOHARJO) Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan ketrampilan dalam mengatasi masalah-masalah yang

I. PENDAHULUAN. memjawab tantangan-tantangan yang terjadi dimasyarakat. Tantangan-tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam bidang pendidikan di sekolah peranan seorang guru sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat dan terencana dengan strategi pembelajaran yang efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

BAB I PENDAHULUAN. pendapat Sumardjo (Mursini 2010:17) yang mengemukakan bahwa sastra adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam proses pembelajaran ditentukan oleh bagaimana seorang

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dalam meniti karir misalnya, dapat juga ditentukan oleh terampil

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1. Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum merupakan suatu alat yang penting bagi pendidikan karena pendidikan dan kurikulum saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan proses belajar mengajar Bahasa Indonesia di Sekolah

Pembelajaran Sastra yang Integratif Berbasis Kompetensi. Dra. Elfia Sukma, M.Pd. Dosen PGSD FIP UNP

BAB I PENDAHULUAN. budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan

SILABUS BAHASA INDONESIA KELAS VI SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

STANDAR ISI STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN. Mata Pelajaran Bahasa Daerah (Jawa) Untuk SMA/ SMK/ MA

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. karya sastra, baik karya sastra lama maupun karya sastra baru. Kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA DAERAH (JAWA) SMP/ MTs

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan menulis seseorang akan mampu mengungkapkan segala pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini, dihadapkan pada berbagai sumber masalah.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Bahasa Indonesia merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) universitas juga diberikan mata pelajaran bahasa Indonesia.

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

Sastra selalu melibatkan pikiran pada kehidupan sosial, moral, psikologi,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dery Saiful Hamzah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan pendidikan. Bahasa Inggris memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia kaya dengan keberagaman, yang masing-masing

BAB I PENDAHULAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan utama

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra memiliki sejumlah manfaat. Pertama, karya sastra. karya sastra akan menjadi manusia berbudaya.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa. atau kaidah kebahasaan. Selain itu, Mahsun (2014:97) berpendapat:

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menitik beratkan pada empat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya. Menurut Oemarjati dalam Milawati (2011: 1) tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Rambu-rambu Pengisian Mapel untuk SMA KTSP

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NASKAH DRAMA DENGAN MEDIA CERPEN PADA SISWA KELAS XI SMA N 3 PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN MENJELANG LEBARAN, MBOK JAH, DAN DRS CITRAKSI DAN DRS CITRAKSA

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran.

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dan kesejahteraan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra mengandung pesan moral tinggi, yang dapat menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Ananda Oktaviani, 2015

Transkripsi:

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PEMENTASAN DRAMA MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS X AKUNTANSI 2 SMK NEGERI 1 BANYUDONO TAHUN 2009/ 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajad S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Oleh: TRI SUSILOWATI A 310 060 040 PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak pendidikan sekolah tingkat dasar sampai menengah atas, pasti diajarkan adanya pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam mata pelajaran tersebut tentunya diajarkan tentang sastra dan berbagai hal yang berhubungan dengan cakupannya. Jenis sastra ada beberapa macam, yaitu puisi, prosa, dan drama. Akan tetapi, sangat disayangkan jika kebanyakan guru masih menganakemaskan prosa dan puisi. Pengajaran prosa dan puisi cenderung lebih mendapat prioritas utama daripada pengajaran drama dan sikap seperti itu sudah tidak asing lagi dalam dunia pendidikan kita. Oleh sebab itu, disebutkan bahwa tangkai seni pertunjukkan yang bernasib paling tragis adalah seni drama. Belum ada satu pun sekolah yang menyelenggarakan pendidikan (pembelajaran) drama (Sumaryadi, 2008). Sebagai bagian dari genre kesusastraan, drama tak bisa lepas dari perbincangan sastra secara umum, baik sejarah, proses kreatif hingga pembelajaran sastra di dunia akademik. Namun perhelatan drama ternyata tak semeriah ketika dipanggungkan. Ia seperti anak jadah. Ketika dilahirkan tak jelas harus menyusu kepada siapa (Venayaksa, 2008). Menurut Trianton (2009) dalam pandangan kritisi sastra, kian merananya pengajaran sastra di sekolah lebih banyak disebabkan oleh dua faktor yang bermuara pada guru. Pertama, guru sebagai sosok pengajar dianggap kurang memiliki kompetensi dan basis pengetahuan sastra yang 1

2 mumpuni. Kedua, guru dinilai tidak kreatif dalam proses pembelajaran (pengajaran) sastra di sekolah sehingga cenderung membosankan. Ini terjadi karena guru dinilai tidak memiliki strategi jitu. Guru mengajarkan sastra tidak hanya untuk membuat siswa mengenal, memahami, serta menghafalkan definisi sastra, sejarah sastra, gaya bahasa dalam karya sastra, judul karya sastra, nama pengarang, maupun angkatan dalam karya sastra saja, melainkan untuk menumbuhkembangkan akal budi siswa melalui kegiatan pengalaman bersastra yang berupa apresiasi sastra, ekspresi sastra, dan kegiatan telaah sastra. Selain itu, menurut Sri Rahayu (dalam Yuliana, 2009) dengan bersastra kita bisa belajar untuk lebih berempati, belajar banyak tentang hidup serta bisa memperhalus rasa. Kompetensi dasar pada SMK, yaitu Megucapkan kalimat dengan jelas, lancar, bernalar, dan wajar, ini ternyata bermasalah karena di dalam materi pembelajaran mengenai Teknik membaca indah kurang dimanfaatkan secara maksimal. Dalam materi tersebut terdapat indikator yang berhubungan dengan pembacaan lirik lagu, naskah/ teks, pengumuman/ pidato, dan sejenisnya dengan menggunakan tekanan, dan intonasi secara jelas dan tepat. Alangkah menariknya bila dalam indikator tersebut, siswa diberikan materi mengenai drama karena pembelajaran sastra untuk SMK sendiri tidak mendapatkan porsi yang cukup. Oleh karena itu, guru dapat memanfaatkan indikator tersebut sebagai batu loncatan guna mengembangkan pembelajaran sastra di sekolah. Seperti yang kita ketahui, dalam mengajarkan sastra, biasanya guru hanya menyampaikan teori saja. Oleh karena itu, permasalahan

3 tersebut harus segera diatasi dengan mengubah metode pembelajaran yang menyangkut bidang sastra, khususnya drama sehingga pembelajaran akan lebih menyenangkan dan bermakna. Menurut Trianton (2009) bahwa pada SMK, sastra yang notabene bagian tak terpisahkan dari bahasa dan bangunan pendidikan budaya serta budi pekerti dan karakter ini, ternyata sama sekali tidak mendapatkan porsi. Hal ini terlihat pada penuturan Bapak Mujiyono selaku guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas X Akuntansi 2 bahwa pembelajaran drama memang sangat sulit untuk dipraktikkan sehingga pembelajarannya hanya berpusat pada teori saja. Hal itu disebabkan oleh alokasi waktu untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia sendiri dalam satu minggu hanya dua jam pelajaran atau satu kali pertemuan saja sehingga untuk praktik sangat sulit untuk dilaksanakan. Sesuai dengan pernyataan tersebut jelas terlihat bahwa porsi untuk pelajaran Bahasa Indonesia sendiri memang sedikit di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jika dibanding dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kurangnya alokasi waktu seperti yang disebutkan di atas, maka berakibat kurang maksimalnya pembelajaran drama di SMK. Oleh sebab itu, tentu saja ini merupakan problem serius yang harus segera diselesaikan, jika pendidikan memang hendak diarahkan untuk membangun karakter bangsa dengan memanusiakan manusia. Mengingat dalam kurikulum SMK tahun 2004 yang saat ini masih dianut, mata pelajaran Bahasa Indonesia sepenuhnya

4 diarahkan pada satu tujuan yaitu penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar untuk tujuan komunikasi di dunia kerja (Trianton, 2009). Menurut penuturan beberapa siswa kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 1 Banyudono bahwa selama ini mereka kurang mengerti tentang apa itu drama. Hal itu disebabkan oleh kurangnya asupan tentang seluk beluk drama yang mereka dapat. Mereka menginginkan bahwa dalam pembelajaran drama tidak berkutat pada teori saja, tetapi juga praktiknya. Penelitian ini akan mencoba mempraktikkan metode Role Playing yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sastra, khususnya di SMK Negeri 1 Banyudono kelas X Akuntansi 2 dengan alasan agar pembelajaran sastra (drama) terasa lebih hidup dan menyenangkan. Selain itu, agar para siswa mendapatkan lebih banyak lagi kemampuan berdrama dengan mempraktikkannya langsung melalui pementasan drama di kelas. Dengan belajar mementaskan drama, mereka akan lebih tahu proses dari persiapan sampai evaluasi. B. Rumusan Masalah Penelitian ini mempunyai dua rumusan masalah untuk mendapatkan hasil yang terarah. 1. Bagaimanakah peningkatan kualitas proses pembelajaran pementasan drama melalui metode bermain peran (Role Playing) pada siswa kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 1 Banyudono?

5 2. Bagaimanakah peningkatan kualitas hasil pembelajaran pementasan drama yang dapat dicapai siswa kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 1 Banyudono setelah menggunakan metode bermain peran (Role Playing)? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai dua tujuan yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah di atas. 1. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran pementasan drama melalui metode bermain peran (Role Playing) pada siswa kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 1 Banyudono. 2. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran pementasan drama yang dapat dicapai siswa kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 1 Banyudono setelah menggunakan metode bermain peran (Role Playing). D. Indikator Keberhasilan Pembelajaran drama yang selama ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Banyudono, khususnya pada kelas satu sangat minim sekali. Proses pembelajaran hanya berkutat pada teori semata sehingga hasil yang diperoleh pun kurang maksimal. Siswa hanya tahu mengenai teori-teori yang disajikan dalam modul, seperti unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam karya sastra. Sungguh sangat terbatas sekali pengetahuan mereka akan sastra. Jika cara tersebut dibiarkan, maka sastra di Indonesia bisa punah sedikit demi sedikit. Oleh sebab itu, dengan metode Role Playing ini diharapkan pembelajaran

6 sastra, khususnya drama dapat berlangsung dengan baik dan memberikan hasil yang lebih bermanfaat. Siswa dapat berekspresi dan berkreasi sesuai bakat mereka yang dituangkan dalam pementasan drama sehingga mereka dapat menerapkan teori-teori yang sebelumnya mereka pelajari dengan melakukan praktik langsung. Keberhasilan dalam penelitian ini dikatakatan tercapai, jika nilai masing-masing siswa sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu 65 dengan mementaskan drama sesuai indikator yang telah ditetapkan, yaitu lafal, intonasi, ekspresi, pantomimik, dan blocking yang baik dan benar. Selain itu, keberhasilan pembelajaran juga diindikatori minimal 60% siswa mempunyai minat dan motivasi, serta keaktifan. E. Manfaat Penelitian Ada dua manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini. 1. Manfaat Teoritis a. Menemukan pengetahuan baru mengenai pentingnya metode bermain peran dalam pembelajaran drama. b. Sebagai dasar untuk meningkatkan proses dan hasil dalam pembelajaran pementasan drama. 2. Manfaat Praktis a. Dapat meningkatkan kemampuan apresiasi drama siswa. b. Menambah pengetahuan siswa mengenai metode Role Playing dalam pembelajaran drama.

7 c. Dapat dijadikan bahan kajian guru untuk mengatasi berbagai masalah dalam pembelajaran drama. d. Dapat menambah wawasan guru mengenai metode alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran drama untuk meningkatkan apresiasi sastra pada siswa.