BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari : Sumber air permukaan yaitu sungai, danau, waduk, rawa dan mata air Sumber air bawah tanah yaitu dari lapisan yang mengandung air di bawah permukaan tanah dangkal atau dalam Air laut Setelah pada bab III membahas tentang total kebutuhan air minum Kota Kendari pada tahun 2027, maka yang akan dibahas pada bab ini adalah tinjauan sumber air baku air minum yang akan digunakan oleh IPA Punggolaka untuk memenuhi kebutuhan air minum tersebut. Kegiatan peninjauan terhadap sumber air baku diperlukan dalam rangka mendapatkan sumber air baku yang memenuhi persyaratan untuk diolah oleh instalasi pengolahan air minum yang direncanakan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat memilih sumber air baku air minum yang akan digunakan adalah : 1. kuantitas air yang diperlukan; 2. kualitas dari air baku air minum; 3. kondisi iklim, 4. potensi kesulitan dalam membangun intake; 5. keamanan operator, 6. biaya operasi dan perawatan instalasi pengolahan air minum 7. kemungkinan terjadinya kontaminasi pada sumber air pada masa yang akan datang; 8. Kemudahan dalam memperbesar kapasitas intake di masa mendatang IV-1
IV.2. Persyaratan Air Baku Air Minum Pada perencanaan pengembangan IPA Punggolaka, ada dua aspek yang menjadi pertimbangan dalam memilih sumber air baku air bersih yaitu aspek kualitas dan aspek kuantitas. 1. Kualitas Air yang digunakan sebaigai air baku harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas. Peraturan mengenai persyaratan kualitas air bersih di Indonesia tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 Tahun 1990 tentang Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih. Uraian lengkap mengenai peraturan ini dapat dilihat pada Lampiran C. 2. Kuantitas Dalam pemilihan sumber air baku, sungai sebagai sumber air baku harus memenuhi persyaratan dari segi kuantitas yaitu kapasitas minimum dari sungai harus lebih besar dari jumlah kebutuhan maksimum air minum di wilayah perencanaan. Bila air baku tidak ditampung terlebih dahulu maka kapasitas sumber harus mencukupi seluruh musim per tahun dan memiliki debit terendah sebesar 2,5 x ratarata pemakaian satu hari. Untuk menjaga kehidupan akuatik di dalam sumber air maka terdapat persyaratan pengambilan debit maksimum yang diijinkan yaitu sekitar 20-40% dari kapasitas sumber. IV.3. Sumber Air Baku Air Minum Berdasarkan hasil perhitungan pada Bab III, diperoleh jumlah kebutuhan air minum penduduk Kota Kendari yang harus dipenuhi sampai dengan tahun 2027 adalah sebesar 530 L/det. Debit air baku yang akan diolah di dalam IPAM adalah kebutuhan air minum penduduk yang harus dipenuhi, ditambah dengan kebutuhan air bersih di dalam IPAM (kebutuhan pencucian filter, pelarutan bahan kimia, konsumsi karyawan, dll) yang besarnya direncanakan 5% dari kebutuhan air minum penduduk yang harus dipenuhi. IV-2
Tabel IV.1. Rekapitulasi Kebutuhan Air 2017 2027 Jenis Kebutuhan Air (L/detik) (L/detik) Kebutuhan Air Yang Harus Dipenuhi 372,7 529,84 Kebutuhan Air Bersih Untuk IPAM 18,6 26,5 Debit Pengolahan IPAM 391,3 556,34 Sumber : Perhitungan Jadi, sumber air baku yang dipilih minimal memiliki debit yang sama dengan 557 L/detik agar dapat memenuhi debit perencanaan tersebut. Sumber Pohara yang dipergunakan sebagai sumber air baku eksisting oleh IPA Punggolaka memiliki debit 9000 L/detik. Sehingga pada perencanaan pengembangan IPA Punggolaka, sungai Pohara dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air baku. IV.4. Lokasi Intake Intake merupakan salah satu bangunan dari suatu instalasi pengolahan air minum yang digunakan untuk mengambil dan mengalirkan air baku dari sumber menuju lokasi unit pengolahan. Dalam menentukan lokasi intake dengan sumber air sungai maka perlu dipertimbangkan beberapa hal, yaitu : 1. kualitas air dan kemungkinan perubahan yang terjadi; 2. kuantitas air, 3. minimasi efek negatif; 4. memiliki akses yang baik untuk perawatan dan perbaikan; 5. memiliki tempat bagi kendaraan; 6. memungkinkan pertambahan fasilitas di masa mendatang; 7. efek terhadap kehidupan akuatik yang ada; 8. kondisi geologi yang baik; Intake pada instalasi pengolahan air minum yang sedang direncanakan akan dibangun pada ketinggian ± 5.1 m dan berjarak sekitar 17 km dari instalasi eksisting. Lokasi intake yang direncanakan sama dengan lokasi intake eksisting karena tidak ada permasalahan yang dihasilkan akibat penempatan lokasi intake eksisting. IV-3
IV.5. Kuantitas Air Baku Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, debit air baku yang diperlukan untuk perencanaan pengembangan IPA Punggolaka adalah 557 L/detik. Sedangkan debit sungai Pohara sebesar 9000 L/detik. Dengan demikian debit yang digunakan untuk perencanaan hanya 6,2% dari debit sungai Pohara. Pengambilan debit air sebesar 6,2% dari debit sungai Pohara, kehidupan akuatik di sungai Pohara masih tetap terjaga karena syarat untuk pengambilan debit maksimum yang diijinkan sekitar 20-40% dari kapasitas sumber. IV.6. Kualitas Air Baku Data mengenai kualitas air Sungai Pohara pada lokasi intake diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengambilan sampel air Sungai Pohara pada tanggal 8 Februari 2007 dan dianalisis oleh Laboratorium Air Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara. Hasil pengukuran kualitas air sungai Pohara ditunjukkan oleh Tabel IV.2 dan Tabel!V.3 berikut ini. Tabel IV.2. Hasil Pengukuran Kualitas Air Baku Sungai Pohara (Data Primer) No. Parameter Analisis Satuan Baku Mutu Metoda Analisis Hasil Analisis FISIKA 1 Bau - - SMEWW-2150 Tidak berbau 2 TDS mg/l 1500 SMEWW-2540-C 105,3 3 Kekeruhan NTU 25 SMEWW-2130-B 75 4 Warna TCU 50 SMEWW-2120-B 50 koloid 5 Daya Hantar Listrik μs/cm - SMEWW-2510 150,4 KIMIA 1 Besi (Fe) mg/l 1,0 SMEWW-3500-Fe-B 2,68 2 Flourida (F) mg/l 1,5 SMEWW-4500-F-D 0,596 3 Kesadahan (CaCO 3 ) mg/l 500 SMEWW-2340-C - 87,56 4 Kalsium (Ca) mg/l - SMEWW-3500-Ca 25,78 5 Magnesium (Mg) mg/l - SMEWW-3500-Mg 5,65 6 Klorida (Cl - ) mg/l 600 SMEWW-4500-Cl - 1,49 7 Mangan (Mn) mg/l 0,5 SMEWW-3500-Mn-B <0,1 8 Nitrat (NO 3 - N) mg/l 10 SNI 06-2480 1991 0,236 Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Air Program Studi TL-ITB, berdasarkan PerMenKes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 IV-4
Tabel IV.2. Hasil Pengukuran Kualitas Air Baku Sungai Pohara (Data Primer) (Lanjutan) No. Parameter Analisis Satuan Baku Mutu Metoda Analisis Hasil Analisis 9 Nitrit (NO 2 N) mg/l 1,0 SMEWW-4500-NO 2 -B 0,006 10 ph - 6,5 9,0 SMEWW-4500-H + 8,33 11 Sulfat (SO 4 ) mg/l 400 SMEWW-4500-SO 4 -E 8,45 12 MBAS mg/l 0,5 SMEWW-5540 0,123 13 Zat Organik (KMnO 4 ) mg/l 10 SNI 06-2506 1991 11,37 14 Sisa Klor mg/l - 0,0 15 Karbonat (CO 3 ) mg/l - SI 06-2420 1991 7,38 16 Bikarbonat (HCO 3 - ) mg/l - SI 06-2420 1991 90,04 Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Air Program Studi TL-ITB, berdasarkan PerMenKes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 Tabel IV.3. Hasil Pengukuran Kualitas Air Baku Sungai Pohara (Data Sekunder) No. Parameter Satuan Hasil Kadar Maksimum yang diperbolehkan untuk Air FISIKA i 1 Bau - Tidak berbau - 2 Total zat padat mg/l 500 1500 3 Kekeruhan NTU 0.24 25 4 Rasa Tidak berasa - 5 Suhu 0 C 26,5 Suhu udara ± 3 0 C 6 Warna TCU 5 50 KIMIA 1 Besi (Fe) mg/l 0,09 1,0 2 Kalsium (Ca) mg/l 168 200 3 Magnesium (Mg) mg/l 86,9 150 4 Flourida (F) mg/l 0,15 1,5 5 Kesadahan mg/l 200 500 6 Klorida (Cl) mg/l 88,97 600 7 Nitrat (NO 3 ) mg/l 0,1 10 8 Nitrit (NO 2 ) mg/l ttd 1 9 ph 7,29 6,5 9 10 Kromium valensi 6 mg/l ttd 0,05 11 Seng (Zn) mg/l 0,2 15 12 Mangan (Mn) mg/l ttd 0,5 13 Timbal (Pb) mg/l 0,01 0,05 14 Cianida (CN) mg/l ttd 0,1 15 Sulfat (SO 4 ) mg/l 45 400 16 Amonia (NH 3 ) mg/l ttd 17 Pestisida Total mg/l ttd 0,1 18 Arsen (As) mg/l ttd 0,05 19 Air Raksa (Hg) mg/l ttd 0,001 20 Tembaga (Cu) mg/l 0,05 1,00 21 Kadmium (Cd) mg/l ttd 0,005 22 Selenium (Se) mg/l ttd 0,01 Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara, 2006 Ket : ttd = tidak terdeteksi IV-5
Berdasarkan Tabel IV.2, terlihat bahwa secara umum kualitas air sungai Pohara memenuhi baku mutu air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990. Namun terdapat beberapa parameter air yang tidak memenuhi persyaratan air bersih berdasarkan sehingga parameter ini harus disisihkan. Parameter-parameter tersebut adalah warna, kekeruhan, besi, dan zat organik. Walaupun demikian, hal ini masih bisa diatasi dengan melakukan pengolahan yang sesuai. IV.7. Parameter-parameter Yang Harus Diolah & Harus Diperhatikan Di bawah ini akan diuraikan penjelasan mengenai parameterparameter yang tidak memenuhi baku mutu air minum dan parameter yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan : 1. Warna Warna secara estetika tidak diinginkan keberadaannya di dalam air. Warna terbagi menjadi dua jenis yaitu warna semu (apparent color) dan warna sejati (true color). Warna semu ditimbulkan oleh keberadaan zatzat tersuspensi sedangkan warna sejati disebabkan oleh ekstrak materi organik yang bersifat koloid. Air baku pada perencanaan ini termasuk memiliki warna semu. Keberadaan warna di dalam air menimbulkan permasalahan yaitu membuat proses penghilangan/pengolahan Fe dan Mn menjadi sukar karena warna memiliki kemampuan untuk menstabilisasi Fe dan Mn. Pada umumnya warna berada di dalam air bersifat koloid yang bermuatan negatif sehingga dapat dihilangkan dengan menambahkan garam yang memililki ion bervalensi tiga seperti Al 3+ atau Fe 3+. Proses koagulasi dapat dilakukan untuk menghilangkan warna tetapi hanya berlaku untuk warna yang bukan berasal dari proses kimia yang tidak dapat diukur dengan menggunakan standar warna Pt-Co. 2. Kekeruhan Kekeruhan merupakan tingkat keberadaan zat-zat tersuspensi yang berada di dalam air. Kekeruhan tidak diinginkan keberadaannya di dalam penyediaan air minum dengan beberapa pertimbangan yaitu : Estetika IV-6
Kekeruhan menyebabkan kualitas air minum berkurang dari segi estetika. Kekeruhan menyebabkan adanya warna di dalam air sehingga memberikan pandangan di masyarakat bahwa air telah tercemar. Filterabilitas Proses filtrasi menjadi lebih sulit dilakukan bila air memiliki kekeruhan tinggi karena unit pengolahan akan sering tersumbat. Desinfeksi Air dengan kekeruhan tinggi biasanya penuh dengan organisme berbahaya. Oleh karena itu beban unit desinfeksi dalam pengolahan air minum menjadi lebih besar. 3. Besi Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir semua tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya, besi yang ada di dalam air dapat bersifat : ~ Terlarut sebagai Fe 2+ (fero) atau Fe 3+ (feri) ~ Tersuspensi sebagai butiran koloidal (diameter < 1 µm) atau lebih besar, seperti Fe 2 O 3, FeO, FeOOH, Fe(OH) 3 dan sebagainya. ~ Tergabung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis (seperti tanah liat) Pada air permukaan jarang ditemukan kadar Fe yang melebihi 1 mg/l, tetapi dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi ini selain dapat membuat air berasa juga dapat menodai kain dan perkakas dapur. Pada air yang tidak mengandung oksigen, seperti misalnya air tanah, besi berada sebagai Fe 2+ yang dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan memungkinkan terjadinya aerasi, Fe 2+ teroksidasi menjadi Fe 3+. Fe 3+ ini sulit larut pada ph 6 sampai 8, bahkan dapat menjadi Fe(OH) 3 yang merupakan zat padat dan bisa mengendap. Jadi dalam air sungai, besi ada sebagai Fe 2+, Fe 3+ terlarut dan Fe 3+ dalam bentuk senyawa organis berupa koloidal. 4. Zat Organik IV-7
Kontaminan organik terdapat di dalam air dengan jumlah yang sangat banyak. Sumber organik di dalam air adalah tumbuh-tumbuhan dan vegetasi lainnya. Kontaminan ini terutama masuk sebagai hasil dari limbah pertanian. Pada musim hujan kandungan zat organik menurun karena terjadi pengenceran oleh air hujan dan keadaan sebaliknya terjadi pada musim kemarau. Keberadaan zat organik di dalam air menyebabkan kekeruhan dan warna dalam keadaan stabil. Selain itu oksigen terlarut berkurang yang dapat mengakibatkan kondisi septik di dalam air. 5. Total Coli Kehadiran bakteri coliform pada air minum tidak diinginkan, karena bakteri coliform merupakan indikator tercemarnya sumber air oleh air limbah domestik. Selain itu, keberadaan bakteri coliform biasanya disertai dengan bakteri/virus patogen lainnya. 6. Agresifitas Agresifitas merupakan tingkat korosifitas air terhadap logam atau bahan, yang ditentukan oleh kandungan CO 2 agresif dan ph. Nilai agresifitas suatu air baku diperlukan untuk menentukan jenis bahan yang dapat digunakan pada bagian transmisi atau struktur instalasi pengolahan dan kebutuhan bahan kimia pada proses pengolahan sebagai kontrol korosi. Agresifitas dapat dihilangkan dengan melakukan pembubuhan kapur. Agresifitas dapat diketahui dengan menggunakan Langelier Index (LI) yang dapat dihitung menggunakan persamaan-persamaan berikut ini : LI = ph phs (4.9.1) dimana : ph = ph air baku phs = ph jenuh μ = 4H T (4.9.2) dimana : H = Kesadahan Total (mol/l) T = Bikarbonat (mol/l) CO 2 ph = log K 1 1 (4.9.3) HCO3 IV-8
μ pk (4.9.4) 1+ 1,4 μ 0,5 1 1 = pk1 0, 5 2μ pk (4.9.5) 1+ 1,4μ 0,5 1 2 = pk 2 0, 5 4μ pk (4.9.6) 1+ 3,9μ 0,5 1 s = pk s 0, 5 1 2+ 1 ph = pk 2 pca + phco pk s (4.9.7) s 3 Berdasarkan persamaan yang tercantum di atas dapat dihitung nilai Langelier Index dan kemudian dapat ditentukan agresifitas air dengan kriteria sebagai berikut : LI < 0 ; Air bersifat agresif LI = 0 ; Air berada pada kesetimbangan LI > 0 ; Air bersifat oversaturated IV-9