IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1 Grafik dari hasil pengujian tarik.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Studi Eksperimental Pengaruh Jumlah Lapisan Stainless Steel Mesh dan Posisinya Terhadap Karakteristik Tarik dan Bending Komposit Serat Kaca Hibrida

BAB IV. (3) Lenght 208 μm (3) Lenght μm. (4) Lenght 196 μm (4) Lenght μm. Gambar 4.1. Foto optik pengukuran serat sisal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian tarik dilakukan pada empat variasi dan masing-masing variasi

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil uji tarik serat tunggal.

PENGARUH PENAMBAHAN PROSENTASE FRAKSI VOLUME HOLLOW GLASS MICROSPHERE KOMPOSIT HIBRIDA SANDWICH TERHADAP KARAKTERISTIK TARIK DAN BENDING

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perbedaan cara pembuatannya yaitu spesimen uji tarik dengan kode VI-1, VI-2

PENGARUH KOMPOSISI RESIN POLIYESTER TERHADAP KEKUATAN BENDING KOMPOSIT YANG DIPERKUAT SERAT BAMBU APUS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA PENGARUH KETEBALAN INTI (CORE) TERHADAP KEKUATAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH

BAB V PEMBAHASAN. Laporan Tugas Akhir

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi

Kekuatan tarik komposit lamina berbasis anyaman serat karung plastik bekas (woven bag)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil pengujian serat tunggal ASTM D

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Jember 2

Pengaruh Penambahan Prosentase Fraksi Volume Hollow Glass Microsphere Komposit Hibrid Sandwich Terhadap Karakteristik Tarik dan Bending

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji raw material, komposit sandwich untreatment dan komposit sandwich

PENINGKATAN KEKUATAN TARIK DAN IMPAK PADA REKAYASA DAN MANUFAKTUR BAHAN KOMPOSIT HYBRID

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

Perubahan Sifat Mekanis Komposit Hibrid Polyester yang Diperkuat Serat Sabut Kelapa dan Serat Ampas Empulur Sagu

BAB I PENDAHULUAN. relatif sulit, dapat mengalami korosi dan biaya produksi yang mahal. logam, salah satu material yang banyak dikembangkan saat ini

I. PENDAHULUAN. komposit alternatif yang lain harus ditingkatkan, guna menunjang permintaan

benda uji dengan perlakuan alkali 2,5% dengan suhu 30 0 C dan waktu 1 jam,

BAB IV DATA DAN ANALISA

STUDI PERLAKUAN SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER BUSA SERTA ANALISA UJI LENTUR

I. PENDAHULUAN. mempunyai sifat lebih baik dari material penyusunnya. Komposit terdiri dari penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks).

Kekuatan Tarik Komposit Poliester Berpenguat Partikel Kayu Jati, Merawan dan Meranti Merah

TUGAS AKHIR. PENGARUH WAKTU RENDAM BAHAN KIMIA NaOH TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT SERAT BULU KAMBING SEBAGAI FIBER DENGAN MATRIK POLYESTER

KARAKTERISASI KOMPOSIT MATRIK RESIN EPOXY BERPENGUAT SERAT GLASS DAN SERAT PELEPAH SALAK DENGAN PERLAKUAN NaOH 5%

Kata kunci : Serat batang pisang, Epoxy, Hand lay-up, perbahan temperatur.

PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME, TEMPERATUR DAN WAKTU POST-CURING TERHADAP KARAKTERISTIK TARIK KOMPOSIT POLYESTER PARTIKEL HOLLOW GLASS MICROSPHERES

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4

PENGARUH ALKALISASI TERHADAP KOMPATIBILITAS SERAT SABUT KELAPA ( Cocos Nucifera ) DENGAN MATRIKS POLYESTER

TINJAUAN PUSTAKA. Gibson (1994) mendefinisikan bahwa komposit adalah perpaduan dari bahan yang

PRESENTASI TUGAS AKHIR PENGARUH SIFAT MEKANIK TERHADAP PENAMBAHAN BUBBLE GLASS, CHOPPED STRAND MAT DAN WOVEN ROVING PADA KOMPOSIT BENTUK POROS

BAB I PENDAHULUAN. relatif sulit, dapat mengalami korosi dan biaya produksi yang mahal. (Suwanto, 2006). Oleh karena itu, banyak dikembangkan material

PEMANFAATAN PARTIKEL TEMPURUNG KEMIRI SEBAGAI BAHAN PENGUAT PADA KOMPOSIT RESIN POLIESTER

KOMPOSIT SANDWICH BERPENGUAT SERAT HYBRID PADA SKIN DAN CORE BERMATRIK POLYESTER

PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME, TEMPERATUR CURING DAN POST-CURING TERHADAP KARAKTERISTIK TEKAN KOMPOSIT EPOXY - HOLLOW GLASS MICROSPHERES IM30K

Mohammad Bagus E. H. 1, Hari Arbiantara 2, Dedi Dwilaksana 2. Abstrak. Abstract. Pendahuluan

Fajar Nugroho Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto, Yogyakarta. Jl. Janti Blok R Lanud Adisutjipto

Please refer as: Bondan T. Sofyan, 2004, Pembentukan Endapan Nano pada Paduan Al-Cu Berkekuatan Tinggi,Proceeding Eminex 2004, ISBN ,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK SERTA STRUKTUR MIKRO KOMPOSIT RESIN YANG DIPERKUAT SERAT DAUN PANDAN ALAS (Pandanus dubius)

Pengaruh Sudut Laminasi Dan Perlakuan Permukaaan Stainless Steel Mesh Terhadap Karakteristik Tarik Dan Bending Pada Komposit Hibrida

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

UJI KARAKTERISTIK SIFAT FISIS DAN MEKANIS SERAT AGAVE CANTULA ROXB (NANAS) ANYAMAN 2D PADA FRAKSI BERAT (40%, 50%, 60%)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Tabel 4. 1 Rata-rata cuaca bulanan Stasiun PUSLITBANG FP UNS. Suhu Udara

I. PENDAHULUAN. otomotif saja, namun sekarang sudah merambah ke bidang-bidang lain seperti

Studi Experimental Pengaruh Fraksi Massa dan Orientasi Serat Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Berbahan Serat Nanas

I. PENDAHULUAN. Komposit adalah kombinasi dari satu atau lebih material yang menghasilkan

NASKAH PUBLIKASI. SIFAT FISIS DAN MEKANIS AKIBAT PERUBAHAN TEMPERATUR PADA KOMPOSIT POLYESTER SERAT BATANG PISANG YANG DI TREATMENT MENGGUNAKAN KMnO 4

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

Kevin Yoga Pradana Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Wajan Berata, DEA

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE

I. PENDAHULUAN. Dalam industri manufaktur dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat baik

ANALISIS PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP KEKUATAN TARIK BAHAN KOMPOSIT POLIESTER DENGAN FILLER ALAMI SERABUT KELAPA MERAH

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KEKUATAN TARIK BOLTED JOINT STRUKTUR KOMPOSIT C-GLASS/EPOXY BAKALITE EPR 174

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH FRAKSI VOLUME DAN PANJANG SERAT TERHADAP SIFAT BENDING KOMPOSIT POLIESTER YANG DIPERKUAT SERAT LIMBAH GEDEBOG PISANG

TUGAS AKHIR. PENGARUH PROSENTASE BAHAN KIMIA 4%, 5%, 6%, 7% NaOH TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT SERAT BULU KAMBING DENGAN MATRIK POLYESTER

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sambungan material komposit yang telah. banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan

BAB IV HASIL DAN ANALISA

KAJIAN OPTIMASI PENGARUH ORIENTASI SERAT DAN TEBAL CORE TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN BENDING DAN IMPAK KOMPOSIT SANDWICH GFRP DENGAN CORE PVC

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv vi vii ix

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN TARIK BAHAN KOMPOSIT SERAT RAMBUT MANUSIA

KOMPOSIT CORE HYBRID BERPENGUAT SERBUK KAYU JATI DAN MAHONI BERMATRIK POLYESTER

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA PENGUJIAN TARIK SERAT AMPAS TEBU DENGAN STEROFOAM SEBAGAI MATRIK

Pengaruh Fraksi Volume Dan Panjang Serat Pelepah Lontar (Borassus Flabellifer) Terhadap Kekuatan Tarik Dan Kekuatan Impak Komposit Bermatrik Epoksi

PERUBAHAN SIFAT MEKANIS KOMPOSIT HYBRID POLYPROPYLENE YANG DIPERKUAT SERAT SABUT KELAPA DAN SERBUK KAYU JATI AKIBAT VARIASI FRAKSI VOLUME

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

DAFTAR ISI. Grup konversi energi. ii iii. iii. Kata Pengantar Daftar Isi. Makalah KNEP IV Grup Engineering Perhotelan

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY

STUDI PERBANDINGAN PANJANG KRITIS PADA BEBERAPA MACAM SERAT ALAM DENGAN METODE PULL OUT FIBER TEST

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

REKAYASA DAN MANUFAKTUR RANDOM COCONUT FIBER COMPOSITES BERMATRIK EPOXY UNTUK PANEL INTERIOR AUTOMOTIVE

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

Laporan Praktikum. Laboratorium Teknik Material III. Modul B Teori Laminat Klasik. oleh :

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN KOMPOSIT SERAT IJUK MATRIK POLYPROPYLENE TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA PROSESINJECTION MOLDING

Rekayasa Dan Manufaktur Komposit Core Berpenguat Serat Sabut Kelapa Bermatrik Serbuk Gypsum Dengan Fraksi Volume Serat 20%, 30%, 40%, 50%

JUDUL TUGAS AKHIR STUDI PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT POLIESTER SERAT RAMI

PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT AMPAS EMPULUR SAGU TERHADAP KEKUATAN BENDING DAN IMPAK PADA KOMPOSIT BERMATRIK POLYESTER

PENGARUH KANDUNGAN SERAT DAN FIBER ARCHITECTURE TERHADAP KUAT TARIK PASCA IMPACK KECEPATAN RENDAH KOMPOSIT SERAT SABUT KELAPA BERMATRIK POLIESTER

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA KOMPOSIT POLYESTER SERAT BATANG PISANG YANG DISUSUN ASIMETRI [ 45 o / -30 o / 45 o / -30 o ]

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi pada era globalisasi mengalami. perkembangan yang sangat pesat dengan berbagai inovasi yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa Untuk mengetahui nilai kekuatan tarik dari komposit maka perlu di lakukan pengujian kekuatan tarik pada komposit tersebut. Sebelumnya terlebih dahulu harus diketahui kekuatan tarik dan modulus elastisitas pada resin yang digunakan yaitu resin yukalac poliester 147 BQTN-EX agar dapat melihat peningkatan kekuatan yang terjadi pada komposit. Data mengenai resin poliester yaitu: Kekuatan Tarik : 12.22 MPa Modulus elastisitas : 0,665 GPa Pada penelitian ini pengujian Tarik mengacu pada standar ASTM D-3039 dan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanik Politeknik Universitas Sriwijaya. Komposit yang dilakukan pengujian pada penelitian ini adalah komposit partikel tempurung kelapa dengan menggunakan presentasi fraksi volume 10%, 15%, dan 20%. Dari hasil uji tarik terhadap resin murni dan komposit partikel tempurung kelapa didapat nilai perubahan panjang, load maksimum dan nilai kekuatan tarik maksimum, yang secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel-tabel hasil uji dibawah ini.

38 Tabel 7. Hasil uji tarik Resin poliester tak jenuh YUKALAC 157 BQTN_EX No. Spesimen l 0 (mm) A (mm 2 ) l (mm) P (N) tu F (MPa) E (GPa) 1 250 75 7.93 870 11.6 0,365 2 250 75 4.77 855 14.4 0,754 3 250 75 2.92 800.25 10.67 0,877 Rata-rata 12.22 0.665 Tabel 8. Hasil uji tarik komposit partikel tempurung kelapa (perbandingan volume 90% : 10%) No. Spesimen l 0 (mm) A (mm 2 ) l (mm) P (N) tu F (MPa) E (GPa) 1 250 75 3.6 1070.25 14.27 0,990 2 250 75 4.11 1100.25 14.67 0,892 3 250 75 4.85 819.75 10.93 0,563 Rata-rata 996.75 13.39 0,815 Tabel 9. Hasil uji tarik komposit partikel tempurung kelapa (perbandingan volume 85% : 15%) No. Spesimen l 0 (mm) A (mm 2 ) l (mm) P (N) tu F (MPa) E (GPa) 1 250 75 7.2 1359.75 18.13 0,629 2 250 75 2.92 1410 18.80 1,090 3 250 75 4.66 1670.25 22.27 1,177 Rata-rata 1480 19.73 0,965 Tabel 10. Hasil uji tarik komposit partikel tempurung kelapa (perbandingan volume 80%:20%) No. Spesimen l 0 (mm) A (mm 2 ) l (mm) P (N) tu F (MPa) E (GPa) 1 250 75 8.27 2370 31.60 0,955 2 250 75 8.32 1929.75 25.73 0,773 3 250 75 5.26 2240.25 29.87 1,419 Rata-rata 2180 29.06 1,049

Load (N) 39 Hasil pengujian Tarik terhadap 3 variasi fraksi volume partikel tempurung kelapa pada penelitian ini ditunjukkan pada gambar 16, di mana kenaikan fraksi volume partikel berbanding lurus dengan naiknya beban (load). Load tertinggi diperoleh dari komposit dengan fraksi voleme 20% partikel sebesar 2180 N sedangkan load terendah diperoleh dari komposit dengan fraksi volume 10% partikel dengan besar load 996,75 N. Grafik Load - fraksi volume 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 250 0 2180 1480 996,75 0 5 10 15 20 25 Fraksi Volume (%) Gambar 16. Grafik Load Tarik komposit Partikel Tempurung Kelapa Gambar 17 menunjukkan hasil dari kekuatan tarik komposit tempurung kelapa. Kekuatan tarik komposit tertinggi pada presentasi fraksi volume 20% partikel yaitu sebesar 29,06 MPa, pada komposit partikel dengan fraksi volume 15% kekuatan tarik sebesar 19,73 MPa dan kekuatan tarik terendah pada komposit partikel dengan fraksi volume 10 % yaitu sebesar 21,95 MPa.

Kekuatan Tarik (MPa) 40 40 Grafik kekuatan tarik - fraksi volume 30 29,06 20 19,73 10 13,39 0 0 5 10 15 20 25 Fraksi Volume (%) Gambar 17. Grafik Kekuatan Tarik komposit Partikel Tempurung Kelapa Jika di bandingkan dengan poliester murni yang memiliki kekuatan tarik sebesar 12,22 MPa, kekuatan dari komposit partikel tempurung kelapa ini jauh lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Hamid [1] dengan menggunakan polietilena sebagai matrik menyebutkan bahwa kekuatan tarik komposit partikel tempurung kelapa tertinggi pada fraksi massa 60% partikel tempurung kelapa adalah 13,02MPa. Dan penelitian yang dilakukan haryadi [26] dengan menggunakan epoxy sebagai matrik menyebutkan bahwa kekutan tarik komposit partikel tempurung kelapa tertinggi terjadi pada fraksi volume 40% partikel adalah sebesar 21,055 MPa. Kekuatan tarik komposit partikel tempurung kelapa pada penelitian ini jauh lebih baik jika dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Hamid dan Haryadi, yaitu 13,39 Mpa untuk volume 10% partikel, 19,73Mpa unuk volume 15% partikel dan 29,06MPa untuk volume 20% partikel.

Modulus Elastisitas (GPa) 41 Bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Takahashi, Dkk tentang komposit CFRP, kekuatan tarik tertinggi pada penelitian ini hanya 26,4% dari hasil kekuatan tarik tertinggi pada penelitian Takahashi, kekuatan tarik teringgi terjadi pada fraksi volume 24% carbon sebesar 110 MPa [31]. 1,4 Grafik Modulus Elastisitas- fraksi volume 1,2 1 0,8 0,815 0,965 1,045 0,6 0,4 0,2 0 0 5 10 15 20 25 Fraksi Volume (%) Gambar 17. Grafik Modulus Elastisitas komposit Partikel Tempurung Kelapa Modulus elastistas dari komposit partikel tempurung kelapa semakin meningkat seiring dengan meningkatnya fraksi volume partikel, itu terlihat jelas dari gambar 18 yang menunjukkan bahwa modulus elastistas tertinggi terjadi pada fraksi volume 20% sebesar 1,049 GPa dan modulus elastistas terendah pada fraksi volume 10% partikel yaitu sebesar 0,815 GPa. Bila dibandingkan dengan modulus elastisitas resin murni, nilai modulus elastisitas komposit 10%, 15% dan 20% partikel tempurung kelapa yang didapat jauh lebih tinggi dari nilai modulus elastisitas murni yang sebesar 0,665 GPa.

42 Hal ini terjadi karena sifat dari partikel tempurng kelapa yang memiliki sifat bahan yang keras dan getas sehingga semakin meningkatnya kandungan partikel tempurung kelapa pada komposit maka akan menambah sifat kekakuan dari komposit tersebut. B. Pengamatan Mekanisme Kegagalan Komposit Pada Uji Tarik Dalam menganalisa suatu mekanisme kegagalan yang terjadi pada komposit dapat dlakukan dengan banyak cara, dalam penelitian ini pengamatan mekanisme kegagalan dilakukan secara makro dan SEM penampang patahan ujin tarik. 1. Pengamatan secara makro Pada spesimen uji tarik, baik itu pada fraksi volume 10%, 15%, maupun 20%, secara keseluruhan spesimen mengalami patah menjadi dua bagian saat dilakukan uji tarik, tapi ada juga yang menjadi lebih dari dua bagian. Hal ini terjadi karena penguat yang digunakan dalam penelitian ini adalah partikel tempurung kelapa yang memiliki aspek rasio ( perbandingan antara panjang dan diameter penguat) yang kecil serta sifat bahan yang getas sehingga tidak ada terjadi fiber bridging pada penampang patahan dan menyebabkan spesimen terpisah menjadi dua bagian atau lebih. Berdasarkan standar ASTM D-3039 patahan pada komposit partikel tempurung kelapa didominasi oleh patahan LAT (Lateral At Grip Top), penyebab patahan pada pencekam biasanya diakibatkan distribusi partikel yang kurang merata, yang mengakibatkan tegangan pada bagian tersebut tinggi dari bagian yang lain.

43 Selain itu, patahan pada pencekam dapat juga terjadi karena kesalahan teknis pada saat dilakukan pengujian, seperti pencekaman spesimen pada saat dlakukan pengujian terlalu kencang sehingga membuat tegangan didaerah tersebut tinggi hanya terkonsentrasi pada daerah pencekam. Patahan pada spesimen uji tarik resin poliester mengalami patah lebih dari dua bagian, dan patahan yang terjadi menunjukan bahwa resin poliester yang digunakan dalam penelitian ini memiliki sifat yang getas seperti telihat pada gambar 19. Gambar 19. Patahan spesimen uji tarik resin poliester Dari gambar 20 dapat dilihat bahwa pada komposit 10% partikel, kegagalan didominasi oleh patahan LAT, spesimen patah menjadi 2 bagian dan banyak terjadi retakan matrik yang cukup panjang didekat daerah patahan. Hal ini terjadi karena sedikitnya kandungan partikel yang terdapat pada komposit sehinga kerapatan antar partikel dengan matrik sangat rendah, dan pada saat terjadi penarikan terjadi retakan matrik yang menyebabkan terlepasnya ikatan penguat dengan matrik yang berakhir dengan debonding dan pull out. Dengan kata lain pada komposit 10% partikel, matrik lebih dominan menompang beban yang diberikan pada saat terjadi penarikan. Gambar 20.Patahan Tarik komposit 10% Partikel TK

44 Patahan spesimen uji tarik 15% partikel masih didominasi patahan LAT, namun retakan yang terjadi lebih sedikit dan hanya terjadi retakan-retakan pendek pada daerah dekat patahan dapat terlihat pada gambar 21, ini mengindikasikan bahwa kerapatan partikel jauh lebih baik jika dibandingkan dengan komposit 10% partikel, sehingga dapat menyerap energi pada saat pembebanan. Gambar 21.Patahan Tarik komposit 15% Partikel TK Pada komposit dengan 20% Partikel, spesimen patah menjadi dua bagian dan ada juga yang patah menjadi tiga bagian, patahan yang terjadipun terbagi menjadi dua jenis yaitu patah LAT dan LGM ( Lateral Gage Middle). Gambar 22.Patahan Tarik komposit 20% Partikel TK Dapat dilihat pada gambar 22, bahwa retakan didekat daerah patahankomposit 20% jauh lebih sedikit dibandingkan dengan retakan yang terjadi pada komposit 10% dan 15% partikel, dengan semakin bertambahnya kandungan partikel pada komposit, kerapatan antar partikel semakin tinggi dan partikel ikut membantu matrik dalam menompang beban saat dilakukan penarikan, dan oleh sebab itu

45 komposit 15% partikel memiliki kekuatan tarik yang jauh lebih besar dibandingkan dengan komposit dengan 15% dan 10% partikel tempurung kelapa. 2. Pengamatan mikro dengan SEM Untuk mengetahui mekanisme kegagalan komposit akibat uji tarik secara mikro, maka dilakukan pengamatan penampang patahan dengan SEM. Penampang patahan yang diamati yaitu sampel uji tarik 10%, 15%, dan 20%. Ini bertujuan utuk mengetahui kegagalan-kegagalan komposit yang terjadi pada masing-masing variasi. Pull out Void Matrik Fiber breaking Matrik cracking Gambar 23. Foto SEM penampang patahan uji tarik komposit 10% partikel Pada gambar 23 dapat dilihat bahwa penampang patahan uji tarik pada komposit 10% partikel, kandungan partikel yang sedikit pada komposit membuat matrik

46 lebih mendominasi dalam menahan beban daripada partikel saat dilakukan penarik, itu terbukti dengan adanya matrik cracking dan pull out pada penampang patahan yang mengindikasikan kurang kuatnya ikatan antara matrik dan partikel hal ini yang menyebabkan kekuatan tarik pada komposit 10% partikel lebih rendah dibandingkan kekuatan tarik komposit 15% dan 20% partikel. Lubang bekas debonding Fiber breaking Void Matrik cracking Pull out Fiber breaking Gambar 24. Foto SEM penampang patahan uji tarik komposit 15% partikel Pada gambar 24 dapat dilihat dengan bertambahnya kandungan partikel pada komposit, membuat tingkat kerapatan antar partikel semakin tinggi dan membuat ikatan antara matrik dengan partikel semakin baik sehingga partikel dapat menyerap energi pada saat terjadi penarikan, ini terbukti dengan adanya fiber breaking pada penampang patahan serta meningkatnya kekuatan tarik pada komposit 15% ini.

47 Fiber breaking terjadi karena partikel dan matrik menahan beban secara bersamaan saat dilakukan penarikan, pada penampang patahan juga masih terdapat pull out serta matrik cracking yang menyebabkan lepasnya ikatan antara partikel dengan matrik sehingga terjadi debonding. Debonding dan pull out pada penampang patahan didominasi oleh partikel yang posisinya tegak lurus dengan arah tarikan Kegagalan pull out, matrik cracking serta debonding disebabkan kurang kuatnya bonding antara partikel dengan matrik sehingga partikel tidak dapat menyerap energi secara maksimal saat dilakukan penarikan. Bila kita amati secara makro pada komposit 15% partikel mungkin tidak djumpai void, akan tetapi dari hasil uji SEM pada komposit 15% dapat dilihat terdapat void dengan ukuran yang kurang dari 1mm, hal ini harus dihidari karena dengan adanya void pada komposit akan dapat mengurangi tingkat kekuatan dari komposit tersebut. Void ini terjadi karena adanya udara yang terjebak pada saat dilakukan pencetakan. Bila kita amati foto SEM penampang patahan pada gambar 25, retakan pada matrik tidak begitu panjang jika dibandingkan dengan dengan kedua variasi lainnya, hal ini terjadi karena semakin tingginya tingkat kerapatan antar partikel membuat partikel dapat menyerap energi lebih banyak lagi saat dilakukan penarikan.

48 Matrik cracking Fiber breaking Fiber breaking disertai debonding Fiber breaking Gambar 25. Foto SEM penampang patahan uji tarik komposit 20% partikel Banyaknya fiber breaking yang terlihat pada penampang patahan mengindikasikan penguat dengan matrik secara bersamaan menahan beban saat terjadi tarikan sehingga tidak diawali oleh pull out. Tabel 11. Mekanisme kegagalan dominan yang terjadi pada penampang pataan uji tarik Komposit Jenis kegagalan yang dominan pada penampang 10% partikel Matrik cracking dan pull out 15% partikel fiber breaking dan debonding 20% partikel fiber breaking Pull out dan Debonding yang terdapat pada penampang patahan menunjukan masih kurang kuatnya bonding antara partikel dengan matrik sehingga partikel tidak menyerap energi secara maksimal, karena banyaknya kandungan partikel pada komposit 20% serta banyaknya fiber breaking yang terjadi pada komposit

49 20% partikel dibandingkan dengan 10% dan 15% partikel membuat komposit volume 20% partikel tempurung kelapa ini memliki nilai kekuatan tarik dan modulus elastisitas yang tingg. Sedangkan pada komposit 10% partikel kegagalan yang terjadi pada penampang patahan lebih didominasi oleh matrik cracking hal ini membuat kekuatan tarik dari komposit ini memiliki nilai kekuatan tarik dan modulus elastistas terendah, karena matrik lebih dominan dalam menahan beban saat diakukan penarikan. C. Kekuatan Bending Komposit Partikel Tempurung Kelapa Pada spesimen uji bending, baik untuk volume partikel 10%, 15%, dan 20%, spesimen mengalami patah menjadi dua bagian saat dibending. Spesimen mengalami retak getas pada daerah yang mengalami tarikan, retakan yang terjadi semakin kecil seiring dengan bertambahnya partikel. Hal ini akibat kemampuan partikel untuk menahan ikatan dengan matrik yang semakin meningkat. Dari pengujian bending yang di lakukan di laboratorium Politektik Sriwijaya, didapat hanya harga load dari setiap spesimen uji. Nilai load dimasukkan ke dalam rumus untuk mencari momen maksimum dan kekuatan bending. Tabel 12. Hasil uji bending Resin poliester tak jenuh YUKALAC 157 BQTN_EX No. Spesimen load (Kg) P (N) L (mm) M (Nmm) σ b (Mpa) 1 3 30 50 375 19.23 2 3 30 50 375 19.23 3 3 30 50 375 19.23 375 19.23

50 Tabel 13. Hasil uji bending komposit partikel tempurung kelapa (perbandingan volume 90%:10%) No. Spesimen load P L M σ b (Kg) (N) (mm) (Nmm) (Mpa) 1 7 70 50 875 44.87 2 5 50 50 625 32.05 3 10 100 50 1250 64.10 916,67 47.006 Tabel 14. Hasil uji bending komposit partikel tempurung kelapa (perbandingan volume 85%:15%) No. Spesimen load (Kg) P (N) L (mm) M (Nmm) σ b (Mpa) 1 9 90 50 1125 57.69 2 9 90 50 1125 57.69 3 7 70 50 875 44.87 1041,67 53.41 Tabel 15. Hasil uji bending komposit partikel tempurung kelapa (perbandingan volume 80%:20%) No. Spesimen load P L M σ b (Kg) (N) (mm) (Nmm) (Mpa) 1 9 90 50 1125 57.69 2 10 100 50 1250 64.10 3 10 100 50 1250 64.10 1208,33 61.96 Dari hasil pengujian bending terhadap tiga variasi fraksi volume partikel pada penelitian ini diketahui kemampuan komposit menahan momen bending ditunjukan pada gambar 26. Komposit serat 20% memiliki kemampuan menahan momen maksimum tertinggi yaitu 1208,33 Nmm, disusul komposit partikel 15% yaitu 1041,67 Nmm. Momen terendah didapat dari komposit partikel 5% yaitu 916,67 Nmm. Gambar grafik momen bending menunjukan bahwa kemampuan komposit dalam menahan momen bending berbanding lurus dengan besarnya nilai fraksi volume partikel yang terkandung dalam komposit.

Kekuatan Bending (MPa) Momen Bending (Nmm) 51 1500 Grafik Momen Bending - fraksi volume 1000 916,67 1041,67 1208,33 500 0 0 5 10 15 20 25 Fraksi Volume (%) Gambar 26. Grafik Momen Bending komposit Partikel Tempurung Kelapa Hal yang sama juga ditunjukan pada kekuatan bending, kekuatan bending meningkat seiiring dengan bertambahnya volume partikel. Hal ini dapat dilihat pada gambar 27. Dari gambar 27 diketahui bahwa kekuatan bending tertinggi terjadi pada komposit dengan volume 20% partikel yaitu 61,96 MPa, disusul komposit dengan volume 15% partikel yaitu 53,41 MPa dan kekuatan bending terendah terjadi pada komposit dengan volume 10% serat yaitu 47,006 MPa. 75 Grafik kekuatan Bending - fraksi volume 60 45 47,006 53,41 61,96 30 15 0 0 5 10 15 20 25 Fraksi Volume (%) Gambar 27. Grafik Kekuatan Bending komposit Partikel Tempurung Kelapa

52 Kekuatan bending dari ketiga variasi komposit ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kekutana bending poliester murni yang hanya 19,23 Mpa. Pada penelitian ini menunjukan bahwa partikel tempurung kelapa sebagai penguat sangat memberi kontribusi dalam meningkatkan kekuatan bending. Pada penelitian Haryadi [26] tentang komposit parttikel tempurung kelapa dengan matrik epoxy menyebutkan bahwa kekuatan bending tertinggi terjadi pada komposit 40% partikel tempurung kelapa yaitu sebesar 31,716 Mpa. Dan hasil Haryadi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan penelitian ini. Rendahnya kekuatan bending yang didapat oleh Haryadi mungkin karena kerapatan antar partikel terlalu tinggi sehingga ikatan antar matrik dengan partikel kurang kuat. Hasil kekuatan bending penelitian ini hanya 34,42% dari penelitian yang dilakukan oleh Takahashi tentang komposit CPRP, kekuatan bending tertinggi sebesar 180 MPa [31]. Dari hasil penelitian ini diketahui kekutan tarik meningkat seiring dengan bertambahnya volume partikel, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan fraksi volume yang lebih tinggi, dengan tujuan mendapatkan fraksi volume terbaik pada komposit partikel tempurung kelapa. D. Pengamatan Mekanisme Kegagalan Komposit Pada Uji Bending Dalam menganalisa suatu mekanisme kegagalan yang terjadi pada komposit dalam penelitian ini dilakukan secara pengamatan makro dan SEM pada penampang patahan uji bending.

53 1. Pengamatan secara makro Pada spesimen uji bending, komposit volume 15%, dan 20% spesimen mengalami patah menjadi dua bagian, sedangkan untuk volume 10% partikel sebagian spesimen patah menjadi tiga bagian setelah dilakukan pengujian bending. Semua spesimen mengalami retak pada daerah yang mengalami tarikan. Seperti kita ketahui bahwa pada saat dilakukan bending maka spesimen akan mengalami dua gaya, yaitu tekan dan tarik pada daerah pusat load dan retakan semakin kecil seiring dengan bertambahnya kandungan partikel dalam komposit, karena semakin banyak kandungan partikel maka kerapatan antar partikel akan semakin tinggi sehingga komposit mampu menahan beban saat dilakukan uji bending. Dapat dilihat pada gambar 28, spesimen uji bending resin poliester mengalami patah lebih dari 3 bagian, hal ini terjadi karena sifat resin yang getas serta hanya matrik yang menompang beban saat dilakukan uji bending. Gambar 28. Patahan spesimen uji bending resin poliester Pada komposit 10% partikel tempurung kelapa spesimen patah menjadi 3 bagian seperti terlihat pada gambar 29. Hal ini karena kandungan partikel yang sedikit yang terdapat komposit 10% partikel, sehingga matrik lebih mendominasi dalam menahan beban yang diberikan. Retakan matrik terjadi didaerah patahan, terutama pada bagian komposit yang mengalami gaya tarik.

54 Gambar 29. Patahan Bending komposit 10% Partikel TK Hal yang sama terjadi pada komposit 15% partikel yang dapat dilihat pada gambar 30, retakan terjadi pada daerah patahan dan pada bagian yang mengalami gaya tarik, karena kandungan partikel yang lebih banyak daripada komposit 10%, membuat komposit 15% partikel cukup mampu mempertahankan bentuknya sehingga komposit hanya patah menjadi dua bagian, ikatan antara matrik dengan partikel jauh lebih baik daripada komposit 10% partikel tempurung kelapa Gambar 30. Patahan Bending komposit 15% Partikel TK Pada komposit 20% partikel tempurung kelapa, komposit patah mengalami patah menjadi dua bagian pada semua spesimen uji bending seperti ditunjukkan pada gambar 31. Retakan yang terjadi tetap pada daerah yang mengalami gaya tarik, akan tetapi retakan sedikit lebih sedikit dibandingkan kedua variasi lainnya. Semakin banyak kandungan yang terdapat pada komposit maka semakin tinggi kemampuan komposit dalam menahan beban.

55 Gambar 31. Patahan Bending komposit 20% Partikel TK 2. Pengamatan mikro dengan SEM Untuk mengetahui mekanisme kegagalan komposit akibat uji tarik secara mikro, maka dilakukan pengamatan penampang patahan dengan SEM. Penampang patahan yang diamati yaitu sampel uji bending 10%, 15%, dan 20%. Ini bertujuan utuk mengetahui kegagalan-kegagalan komposit yang terjadi pada masing-masing variasi. Fiber breaking Matrix cracking Pull out Lubang bekas pull out Void Gambar 32. Foto SEM penampang patahan uji bending komposit 10% partikel

56 Pada gambar 32 dapat dilihat secara jelas bahwa matrik pada komposit dengan kandungan 10% partikel sangat dominan daripada kandungan partikel, dari foto SEM ini diketahui kegagalan yang terjadi pada komposit ini yaitu pull out, matrik cracking serta void. Pull out serta matrik cracking pada penampang ini menyatakan bahwa kekuatan bonding antara partikel dan matrik tidak begitu kuat, hal ini berhubungan banyak kandungan partikel yang terdapat pada komposit, karena partikel yang sedikit maka energi yang bisa diserap oleh partikel saat terjadi pembeban pun rendah. Selain kandungan partikel yang sedikit, pada penampang ini pun terdapat void yang tentu saja dapat berpengaruh terhadap kekuatan dari komposit ini. Kegagalan inilah yang menyebabkan rendahnya kekuatan bending pada komposit 10% partikel tempurung kelapa dari variasi fraksi volume lainnya. Fiber breaking besrerta debonding Fiber breaking Pull out matrik Void Gambar 33. Foto SEM penampang patahan uji bending komposit 15% partikel

57 Pada gambar 33 diatas dapat terlihat jelas kandungan partikel yang terdapat pada patahan penampang 15% partikel jauh lebih banyak daripada partikel pada komposit 10% partikel, semakin banyak kandunngan partikel maka akan semakin tinggi tingkatan kerapatan antar partikel, sehingga partikel dapat menyerap energi lebih baik saat terjadi pembebanan. Pada penampang masih kita jumpai kegagalan pull out, debonding dan void, yang tentu saja dapat mengurangi tingkat kekuatan bending, Void terjadi karena adanya rongga udara yang terjebak pada saat proses pencetakan. Banyaknya Fiber breaking yang terdapat pada penampang menunjukan bahwa partikel dan matrik secara bersama dalam menahan pembebanan dan ini mengindikasikan bahwa bonding antara partikel dan matrik pada komposit volume 15% partikel sudah cukup baik jika dibandingkan dengan volume 10% partikel. Matrik cracking Void Fiber breaking Matrik cracking disertai debonding Gambar 34. Foto SEM penampang patahan uji bending komposit 20% partikel

58 Bila kita lihat pada penampang patahan uji bending komposit 20% pada gambar 34, partikel tempurung kelapa terdistribusi merata pada semua bagian penampang patahan, dengan terdistribusi meratanya partikel maka beban saat dilakukan penarikan akan terdistribusi merata pada setiap bagian. Karena semakin tingginya tingkat kerapatan antar partikel serta kuatnya ikatan antara partikel dengan matrik ini, membuat kegagalan pada penampang banyak didominasi oleh fiber breaking. Kareana tingginya tingkat kerapatan antar partikel membuat partikel dapat menyerap energi lebih besar saat dilakukan pembebanan. Matrik cracking pada penampang patahan mengakibatkan terjadinya debonding pada partikel, dengan adanya kegagalan pull out dan debonding yang terlihat pada penampang patahan menunjukan bahwa partikel tidak menyerap energi secara maksimal pada saat dilakukan pembebanan, Partikel tetap ikut menyerap energi pada saat dilakukan pembebanan, akan tetapi enargi yang diserap tidak sebesar energi pada kegagalan fiber breaking, dimana partikel dengan matrik secara bersamaan menahan beban. Karena tingginya tingkat kerapatan antar partikel, lebih baiknya kekuatan bonding antara partikel dengan partikel dan banyaknya fiber breaking yang terjadi pada komposit 20% partikel, membuat komposit 20% partikel tempurung kelapa memiliki nilai kekuatan bending tertinggi bila dibandingkan dengan komposit 10% dan 15% partikel tempurung kelapa. Tabel 16. Mekanisme kegagalan dominan yang terjadi pada penampang pataah uji Bending komposit jenis kegagalan yang dominan pada penampang 10% partikel matrik cracking dan pull out 15% partikel fiber breaking dan pull out 20% partikel fiber breaking

59 Bila di tabelisasikan seperti yang terlihat pada tabel 16, kegagalan pada komposit 10% partikel lebih di dominasi oleh matrik cracking dan pull out, ikatan bonding yang kurang kuat, sedikitnya partikel membuat energi yang dapat diserap oleh partikel pun sedikit, hal ini mengakibatkan kekuatan bending pada komposit ini lebih rendah di banding kedua variasi lain. Pada komposit 15% mekanisme kegagalan didominasi oleh fiber breaking dan pull out, fiber breaking berarti partikel secara bersamaan menahan beban saat dilakukan uji bending karena jumlah kandungan partikel pada komposit 15% lebih banyak dari pada 10% partikel, maka partikel dapat menyerap enargi pada saat pembebanan jauh lebih besar dari besar energi yang mampu diserap oleh komposit 10%. Pada komposit 20% dapat dilihat pada tabel 16, bahwa kegagalan pada penampang patahan di dominasi oleh fiber breaking, fiber breaking terjadi karena matrik dan penguat secara bersamaan menahan beban saat dilakukannya pembebanan, karena banyaknya kandungan partikel pada komposit 20% dibandingkan komposit 10% dan 15% partikel membuat komposit dengan 20% partikel ini mampu menyerap energi lebih besar dan banyaknya fiber breaking yang terdapat pada penampangan membuat komposit dengan fraksi volume 20% partikel memiliki kekuatan bending yang tertinggi.