BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam upaya pemerintah. Pembangunan menjadi hal yang wajib bagi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan hal yang penting bagi suatu negara yang terus

BAB 1 PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda atau warisan yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pendapat mengenai pengaruh dari penerimaan pajak terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan ekonomi negara tersebut. Indonesia adalah salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia, menjadikan penerimaan dari sektor perpajakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia maupun negara lainnya dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia sedang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas Negara, penerimaan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa seluruh pembiayaan negara harus dibiayai dari pendapatan negeri dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyumbang penerimaan Negara dalam rangka kemandirian. sehingga banyak terdapat industri-industri dari berbagai sektor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian global terutama di Indonesia, ikut memacu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. S.H. dalam bukunya Mardiasmo (2011):

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pajak untuk membiayai segala kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Dimana setiap warga negara yang memenuhi syarat secara hukum, wajib untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang potensial bagi negara

BAB I PENDAHULUAN. objek pajaknya, seiring dengan meningkatnya perekonomian dan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan (Dina dan Putu,

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakankebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan kepada Negara, hibah, wasiat, dan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang terutang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. . Di indonesia salah satu satu penerimaan negara yang sangat penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. negara bukan pajak (PNBP), penerimaan pajak, dan hibah. daerahnya dengan memungut pajak. Jumlah penduduk di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia saat ini dihuni oleh hampir 255,5 juta jiwa penduduk pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 2012). Meskipun kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara sangat

BAB I PENDAHULUAN. pula dengan kebijakan-kebijakan di bidang pajak. Oleh karena itu, pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang dasar Dalam rangka memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti khusus bagi negara-negara berkembang dalam membuat kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat kecil baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan, Negara membutuhkan dana

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan dominan dalam pos penerimaan negara (Suryadi,2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. non migas serta pajak. Namun pemerintah lebih mengoptimalkan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentunya berusaha untuk dapat meningkatkan dan meratakan tingkat

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara disamping penerimaan bukan pajak seperti migas dan non migas. Peran pajak sebagai sumber pendapatan negara menjadi sangat penting selama periode waktu 6 (enam) tahun terakhir.hal itu terbukti dari adanya peningkatan penerimaan pemerintah dari sektor perpajakan dari tahun ke tahun seperti disajikan pada Tabel 1.1. berikut : Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun 2007-2012 Tahun Penerimaan Pajak Sumber Penerimaan Penerimaan Total bukan Pajak Prosentase Penerimaan Pajak Terhadap APBN 2007 1) 490.988 215.120 706.108 69.53 % 2008 1) 658.701 320.604 979.305 67,26 % 2009 1) 619.922 227.174 847.096 73,18 % 2010 1) 723.307 268.942 992.249 72,86 % 2011 2) 878.685 286.568 1.165.253 75,41 % 2012 3) 1.019.333 272.720 1.292.053 78,89 % Sumber : Kementerian Keuangan (diolah) Catatan : Perbedaan satu digit di belakang karena pembulatan 1) LKPP, 2) APBNP, 3) RAPBN Optimalisasi penerimaan pajak diperlukan seiring dengan meningkatnya kebutuhan dana belanja rutin dan belanja modal pemerintah. Pajak bagi pemerintah tidak hanya merupakan sumber pendapatan, tetapi juga merupakan salah satu alat kebijakan untuk mengatur jalannya perekonomian. Dengan pajak 1

2 pemerintah dapat mengatur alokasi sumber-sumber ekonomi, mengatur laju inflasi, dan sebagainya. Oleh karena itu pajak mempunyai fungsi strategis dalam suatu negara. Tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk pajak pusat dan Pemerintah Daerah untuk Pajak Daerah, Retribusi, pajak bumi dan bangunan (PBB) khusus sektor pedesaan dan perkotaan. Jenis-jenis pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi (1) pajak penghasilan (PPh), (2) pajak pertambahan nilai (PPN) dan penjualan barang mewah (PPnBM), (3) pajak bumi dan bangunan (PBB) khusus sektor pertambangan dan perkebunan dan (4) pajak Bea Meterai. Soemitro, Rochmat (1998) mengatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi lain dikemukakan oleh Brotodiharjo, R.Santoso (1993) bahwa pajak adalah kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan perundangundangan yang ditetapkan pemerintah, serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Dari kedua definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa (1) pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah, (2) penggunaannya diatur

3 berdasarkan undang-undang, (3) dapat dipaksakan, (4) untuk keperluan pembiayaan umum dan (5) kontraprestasi tidak secara langsung. Di negara-negara berkembang banyak terjadi kasus penghindaran pajak sehingga terdapat deviasi antara rencana dan realisasi pajak. Penghindaran pajak tersebut dilakukan dengan cara tidak melaporkan atau melaporkan namun tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atas pendapatan yang bisa dikenai pajak (Uppal, 2005). Selanjutnya, Uppal (2005) mengatakan penghindaran pajak ini telah membuat basis pajak atas pajak pendapatan menjadi sempit dan mengakibatkan begitu besarnya kehilangan potensi pendapatan pajak yang dapat digunakan untuk mengurangi beban defisit anggaran negara. Penghindaran pajak berimplikasi pada rendahnya tingkat kepatuhanan. Tingkat kepatuhan untuk pembayar pajak individu/perorangan untuk negara-negara berkembang di Asia adalah antara 1,5% dan 3 %. Persentase tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia relatif rendah dibanding negara-negara lain di Asia, misalnya India. India dengan tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah (US$ 390) daripada Indonesia (US$ 1,110) ternyata mampu mencapai tingkat kepatuhan sebesar 2,5 % dari populasi yang mendaftarkan sebagai wajib pajak. Dengan demikian, India yang memiliki pendapatan per kapita lebih rendah ternyata mampu menarik pajak enam kali lebih banyak daripada Indonesia. Konsekuensi rendahnya tingkat kepatuhan membayar pajak di Indonesia adalah sebagai berikut (Uppal, 2005) : 1. Hilangnya potensi pendapatan. Dengan menggunakan ilustrasi sederhana, jika 0,39 % populasi yang benar benar membayar pajak selama 2003-2004 menyumbang Rp 52,2 triliun, maka bisa

4 dibayangkan betapa besarnya pajak yang akan diperoleh jika jumlah pembayar pajak meningkat menjadi 1%, atau menjadi tiga kali lipat jumlah sebelumnya. Meningkatkan menjadi dua kali jumlah yang ada akan sangat realistik dilakukan, dengan cara meningkatkan tingkat kepatuhan melaksanakan peraturan pajak saat ini. Peningkatan Penerimaan pajak tersebut diindikasikan dari tingkat Tax Ratio seperti disajikan pada Tabel 1.2 berikut : Tabel 1.2. Perkembangan Tax Ratio Indonesia 2009-2012 (Triliun Rp) Uraian 2009 2010 2011 2012 Penerimaan Perpajakan 619,9 723,3 873,9 1.021,8 SDA Migas 125,8 152,7 193,5 201,1 Penerimaan Pajak Daerah 45,1 47,7 63,6 81,6 PDB 5.613,4 6.422,2 7.427,1 8.274,0 Tax ratio (arti sempit)* 11,0% 11,3% 11,8% 12,3% Tax ratio (arti luas) ** 14,1% 14,4% 15,2% 15,8% Sumber : Nota Keuangan & RAPBN 2013 Keterangan : * penerimaan perpajakan : PDB ** (penerimaan perpajakan + penerimaan SDA Migas + penerimaan pajak daerah): PDB 2. Membuat sistem perpajakan kurang prospektif. Besarnya penghindaran pajak telah menjadikan sistem perpajakan Indonesia kurang menjanjikan dan secara drastis telah mengurangi fleksibilitas otomatis pajaknya. Sementara itu, sistem perpajakan yang efisien di negara-negara berkembang seharusnya mampu mencapai level di atas 1 %, sementara Indonesia diperkirakan hanya mencapai 0,95 %. Sebagai perbandingan, Filipina dan

5 Malaysia mencapai masing-masing 1,34 % dan 1,15 %. Rendahnya nilai di Indonesia akan mengurangi efektivitas kebijakan fiskal untuk stabilisasi yang pada gilirannya akan menimbulkan masalah pada kebijakan ekonomi. 3. Membuat sistem perpajakan kurang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan. Walaupun terjadi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka sistem perpajakan tidak mampu untuk menghasilkan penerimaan pajak yang cukup guna memenuhi belanja pemerintah yang terus meningkat, yang menyebabkan meningkatnya defisit anggaran dan kemudian ditutup dengan hutang dalam negeri dan luar negeri. Agar pemulihan ekonominya efektif, Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman dalam negeri dan asing serta mengurangi defisit anggarannya. Disamping itu, basis pajak juga harus diperluas dengan menambah wajib pajak, agar pemulihan ekonomi lebih berkesinambungan dan stabil. Uppal (2005) mengatakan bahwa sistem perpajakan juga menjadi semakin kurang elastis atau tidak menghasilkan penerimaan dari pajak yang lebih besar walaupun ekonomi mengalami ekspansi. Dalam hal ini, pajak pendapatan kehilangan fleksibilitas yang built-in dan menjadi kurang efektif dalam mempromosikan fungsi utamanya sebagai alat stabilisasi. Ketika penghindar pajak adalah kelompok berpendapatan tinggi, maka sistem pajak menjadi kehilangan progresivitasnya. Oleh karena itu, menjadi penting adanya kebijakan publik yang tepat untuk mengurangi kejadian penghindaran pajak guna meningkatkan basis pajak. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka pemerintah melakukan

6 berbagai langkah dan kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Sistem Pemungutan Pajak yang dianut Indonesia sekarang ini adalah sistem Self Assesment yang berarti, wajib pajak (WP) diberikan kepercayaan penuh untuk mengambil keputusan dalam rangka menentukan besarnya kewajiban perpajakan yang harus dipikul oleh wajib pajak dengan cara : menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkannya melalui surat pemberitahuan pajak (SPT). Untuk menguji kebenaran pajak terutang tersebut harus didasarkan pada peraturan dan ketentuan perpajakan yang telah ditetapkan. Salah satu fungsi yang digunakan untuk menguji pelaksanaannya adalah fungsi pemeriksaan pajak yang dalam hal ini dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa Pajak, suatu jabatan dalam instansi Direktorat Jenderal Pajak. Dasar hukum Pemeriksaan pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797 ), Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan : " Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan." Selanjutnya dalam pasal 31 dinyatakan : " Tata cara pemeriksaan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan." Tata cara dimaksud selanjutnya akan diatur dalam suatu petunjuk pelaksanaan seperti Peraturan Direktur Jenderal Pajak, Keputusan

7 Direktur Jenderal Pajak maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Pemeriksaan kepatuhan (Compliance audit) yang dilakukan oleh pemeriksa pajak, merupakan salah satu sumber penting dalam pengambilan keputusan untuk menilai tingkat kepatuhan dalam rangka menentukan besarnya kewajiban perpajakan yang harus dipikul oleh wajib pajak. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa Profesi Pemeriksa Pajak (Tax Auditor) dewasa ini banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, terutama karena perannya yang cukup penting dalam melakukan pemeriksaan / audit terhadap laporan keuangan wajib pajak. Menurut penelitian Zakiah Muhammad Syahab (2009 : 13) tentang Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Kepatuhan Wajib Pajak, dan Penambahan Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Selatan, menyimpulkan : bahwa Pemeriksaan Pajak, Kepatuhan Wajib Pajak dan Penambahan Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar baik secara simultan dan parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh ) Badan. Variabel Pemeriksaan Pajak berpengaruh sebesar 10,69 %, Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh sebesar 6,97 %, Disposisi berpengaruh sebesar 0,74 % dan Penambahan Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar berpengaruh sebesar 7,84 %. Variabel terbesar yang paling berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak adalah Variabel Pemeriksaan Pajak. Menurut Dwi Rahayu ( 2009: 13 ) tentang Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang selatan menyimpulkan : (1) Tindakan Pemeriksaan Pajak memiliki

8 pengaruh signifikan terhadap peningkatan kepatuhan formal pelaporan PPh Pasal 25 Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Selatan; (2) Tindakan Pemeriksaan Pajak memiliki pengaruh terhadap Peningkatan Kepatuhan Kewajiban Formal Pelaporan PPh Pasal 21 Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Selatan; (3) Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap Peningkatan Kepatuhan Kewajiban Formal Penyetoran PPh Pasal 25 Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Semarang Selatan. Peningkatan profesionalisme pemeriksa pajak merupakan salah satu tuntutan dalam mengemban tugas-tugas negara khususnya pada Direktorat Jenderal Pajak. Karyawan yang memiliki profesionalisme tinggi diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan organisasi. Secara khusus, peningkatan profesionalisme pemeriksa pajak diharapkan dapat memberikan dampak bagi peningkatan kinerja pemeriksa pajak. Konsep profesionalisme pemeriksa pajak menjadi hal yang sangat penting dalam pengelolaan sumber daya manusia khusus pada Direktorat Jenderal Pajak, karena hal itu menjadi salah satu indikator keberhasilan Direktorat Jenderal Pajak. Shafer et al., (2001) menggunakan skala profesional Hall, dan meneliti hubungan antara profesionalisme, konflik profesional-organisasi, komitmen organisasi, kepuasan kerja, perubahan tujuan menggunakan sebuah model equasi struktural. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dua indikator profesionalisme (dedikasi terhadap profesi dan tuntutan otonomi) memiliki hubungan positif dengan persepsi konflik profesional-organisasi. Seperti yang telah dihipotesiskan, individu-individu yang merasa memiliki tingkat konflik profesional-organisasi

9 yang lebih tinggi, akan merasa kurang terikat terhadap organisasi tersebut, tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah serta lebih tinggi perubahan tujuannya. Lui et al., (2003) merumuskan definisi-definisi yang masih ada tentang profesionalisme dalam literatur manajemen adalah ambisius. Mengadopsi sebuah perspektif sosialisasi, Lui et al., (2003) melihat profesionalisme sebagai nilainilai, tujuan dan norma-norma yang dipelajari dalam sosialisasi profesionalisme. Berdasar pada Miner s (1993) dalam Lui et al., (2003), teori peran motivasi, mengembangkan suatu skala baru dari profesionalisme. Selanjutnya Lui et al., (2003) menyelidiki hasil sebelumnya dan hasil-hasil profesionalisme serta menguji sejumlah hipotesis dari 251 akuntan di Hongkong. Hasilnya disarankan bahwa karakteristik kerja saat ini memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam profesionalisme dari pada tingkatan organisasi sebelumya. Bahkan tingkat profesionalisme yang lebih tinggi terkait pada identifikasi profesional yang lebih tinggi, kepuasan kerja yang lebih tinggi dan niat untuk keluar lebih rendah. Kepuasan kerja menunjukkan respon efektif seseorang terhadap pekerjaan. Indikator khusus yang digunakan untuk menilai kepuasan kerja merupakan obyek sikap khusus, dimana anggota organisasi memiliki beberapa posisi pada penentuan suka atau tidak suka atau setuju-tidak setuju. Indikator pekerjaan tersebut meliputi jenis pekerjaan itu sendiri, supervisi, gaji yang diberikan, promosi yang diperoleh serta kondisi kerja yang meliputi rekan kerja maupun suasana kerja. Seringkali kepuasan kerja diperlakukan seolah-olah sama dengan komitmen organisasi namun sebenarnya cukup berbeda yaitu kepuasan kerja berkaitan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaan

10 sedangkan komitmen organisasi berkaitan dengan perilaku individu sebagai bagian dari organisasi dan berkeinginan melanjutkan partisipasi aktif didalamnya. Konsep komitmen muncul dari studi yang mengeksplorasi kaitan atau hubungan antara karyawan dengan organisasi. Motivasi untuk melakukan studi tentang komitmen didasari suatu keyakinan bahwa karyawan yang berkomitmen akan menguntungkan bagi perusahaan karena kemampuan potensialnya untuk mengurangi turnover dan meningkatkan kinerja. McNeese-Smith (1996) menunjukkan bahwa komitmen organisasi berhubungan signifikan positif terhadap kinerja karyawan. Konflik Peran termasuk salah satu variabel yang dihadapi oleh pemeriksa pajak. Konflik peran muncul karena adanya ketidaksesuaian antara harapan yang disampaikan pada individu di dalam organisasi dengan orang lain di dalam dan di luar organisasi (Tsai dan Shis 2005). Berdasarkan hal tersebut, penulis termotivasi melakukan penelitian dengan judul : Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. Penelitian ini dilakukan pada kantor-kantor pajak di wilayah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I di Medan yang merupakan instansi pemerintah dan memiliki peran untuk mendapatkan sumber penerimaan negara bagi keperluan pembangunan nasional. Alasan dilakukannya penelitian pada kantor pajak di wilayah Kantor Wilayah Sumatera Utara I karena tahun 2012 target penerimaan pajak tidak tercapai. Hal itu kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor eksternal, misalnya ekonomi makro dan faktor internal seperti

11 pemeriksaan pajak. Untuk mempersempit cakupan penelitian dalam hal ini, peneliti fokus terhadap penelitian variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemeriksa pajak. Hal itu terkait dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menganggap pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan dan penerimaan pajak. Dengan kata lain, rendahnya kinerja pemeriksa pajak mengakibatkan sulitnya tercapai target penerimaan pajak. Variabel-variabel yang menjadi fokus para peneliti sebelumnya antara lain variabel independen seperti: Profesionalisme, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Konflik Peran dan variabel dependen yaitu Kinerja. Hubungan variabel independen dan variabel dependen tersebut dikaji dengan kerangka konsep dan metode yang berbeda. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut: 1. Apakah variabel : Profesionalisme, Kepusan Kerja, Komitmen Organisasi dan Konflik Peran berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Kinerja Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I? 2. Apakah Konflik Peran dapat memoderasi hubungan antara variabel : Profesionalisme, Kepusan Kerja dan Komitmen Organisasi dengan Kinerja Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I?

12 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris dan menganalisis: 1. Pengaruh simultan dan parsial Variabel : Profesionalisme, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Konflik Peran terhadap Kinerja Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 2. Konflik peran dapat memoderasi hubungan antara Profesionalisme, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi dengan Kinerja Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi tentang pengaruh simultan dan parsial Variabel : Profesionalisme, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Konflik Peran terhadap Kinerja Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 2. Memberikan informasi tentang Konflik peran dapat memoderasi hubungan antara Profesionalisme, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi dengan Kinerja Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 3. Memberikan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak khususnya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I tentang pentingnya mempertimbangkan beberapa faktor seperti Profesionalisme,

13 Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Konflik Peran dalam rangka meningkatkan kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. 4. Hasil penelitian ini diharapkan akan melengkapi bahan penelitian selanjutnya dalam rangka menambah referensi akademik sehingga berguna untuk pengembangan ilmu. 5. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan dalam memahami peran strategis aparatur fungsional pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Khususnya pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. 1.5. Originalitas Penelitian ini dilakukan setelah membaca beberapa penelitian terdahulu tentang variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kinerja pemeriksa. Beberapa variabel yang berpengaruh terhadap Kinerja Pemeriksaan antara lain Latar Belakang Pendidikan, Kompetensi, Pendidikan Berkelanjutan, Independensi Pemeriksa, Beban Kerja, Ukuran Perusahaan, Imbalan Moneter, Motivasi, Sistem Reward, Profesionalisme, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Konflik Peran, Pengalaman Kerja dan lain-lain. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, selain objek penelitian yang berbeda juga menggunakan variabel independen yang berbeda dimana menggunakan pengukuran dampak terhadap kinerja Pemeriksa Pajak bukan Auditor internal ataupun Akuntan Publik. Variabel independen yang dipilih oleh peneliti adalah : Variabel Profesionalisme, Variabel Kepuasan Kerja, Variabel Komitmen Organsisasi dan Variabel Konflik Peran, sedangkan variabel dependennya adalah Variabel Kinerja Pemeriksaan Pajak.

14 Pilihan terhadap variabel ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ke-empat variabel independen ini berdasarkan penelitian terdahulu berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai.