ANALISIS DISPERSION POWER PENALTY PADA AREA RING-1 JARINGAN LOKAL AKSES FIBER STO GATOT SUBROTO

dokumen-dokumen yang mirip
Overview Materi. Redaman/atenuasi Absorpsi Scattering. Dispersi Rugi-rugi penyambungan Tipikal karakteristik kabel serat optic

ANALISIS KINERJA JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME) DI JALAN LOTUS PERUMAHAN CEMARA ASRI MEDAN

BAB III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON)

BAB III DISPERSI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE. Serat optik memiliki beberapa karakteristik penting dalam menyalurkan

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

BAB I PENDAHULUAN. perangkat yang berfungsi sebagai transmitter dan receiver melalui suatu sistem

ANALISIS PENGARUH DISPERSI TERHADAP RUGI-RUGI DAYA TRANSMISI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE REKOMENDASI ITU-T SERI G.655

BAB III MEKANISME KERJA

MODUL VII MATA KULIAH : SALURAN TRANSMISI

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) BERBASIS TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON)

ANALISIS LINK BUDGET JARINGAN SERAT OPTIK GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK

VOTEKNIKA Jurnal Vokasional Teknik Elektronika & Informatika

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PERUMAHAN NATAENDAH KOPO Atika Fitriyani 1, Tri Nopiani Damayanti, ST.,MT.2, Mulya Setia Yudha 3

BAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PERUMAHAN NATAENDAH KOPO Atika Fitriyani 1, Tri Nopiani Damayanti, ST.,MT.2, Mulya Setia Yudha 3

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

ANALISA DISPERSI SERAT OPTIK MENGGUNAKAN JDSU MTS DWDM OPTICAL ANALYZER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

Faktor Rate data. Bandwidth Ganguan transmisi(transmission impairments) Interferensi Jumlah receiver

STUDI PERANCANGAN JARINGAN AKSES FIBER TO THE HOME

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE

TEKNIK KOMUNIKASI SERAT OPTIK SI STEM KOMUNIKASI O P TIK V S KO NVENSIONAL O LEH : H ASANAH P UTRI

ANALISIS PERBANDINGAN PULSA GAUSSIAN DENGAN PULSA SECANT HIPERBOLIK PADA TRANSMISI SOLITON UNIVERSITAS TELKOM

BAB III ANALISIS JARINGAN FTTH DENGAN TEKNOLOGI GPON DI CLUSTER TEBET

BAB III IMPLEMENTASI PENERAPAN METRO WDM PADA JARINGAN TRANSMISI SERAT OPTIK

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME PERUMAHAN NATAENDAH KOPO DENGAN OPTISYSTEM

BAB I PENDAHULUAN. jalannya komunikasi maupun transaksi dengan lebih cepat, mudah dan efisien.

BAB II DASAR TEORI. menggunakan media gelombang mikro, serat optik, hingga ke model wireless.

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA TEKNOLOGI MSAN DAN GPON PADA LAYANAN TRIPLE PLAY

Sukiswo Jartel, Sukiswo 1

Abstrak. 30 DTE FT USU. sistem pembagian spektrum panjang gelombang pada pentransmisiannya.

ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN

Synchronous Optical Networking SONET

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM

PENGARUH DISPERSI TERHADAP KECEPATAN DATA KOMUNIKASI OPTIK MENGGUNAKAN PENGKODEAN RETURN TO ZERO (RZ) DAN NON RETURN TO ZERO (NRZ)

BAB III METODE ANALISIS

PERANCANGAN JARINGAN AKSES KABEL (DTG3E3)

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE BATUNUNGGAL REGENCY CLUSTER ELOK

Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Telkom BANDUNG, 2012

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Topologi Jaringan Transport Optik

Pada gambar 2.1, terdapat Customer Premises Equipment (CPE) adalah peralatan telepon atau penyedia layanan lain yang terletak di sisi user.

BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN TEKNOLOGI GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) DI WILAYAH PERMATA BUAH BATU II, BANDUNG

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Kontingensi Kabel Optik non-homogen Tipe G.652 dan G.655 Abstrak Kata Kunci PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING ( DWDM )

ROMARIA NIM :

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

MACAM - MACAM KABEL JARINGAN

IMPLEMENTASI JARINGAN OPTIK TRANSPARAN

MULTI MEDIA AKSES (MMA)

ANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA METODE AKSES TOKEN RING PADA LOCAL AREA NETWORK

Faculty of Electrical Engineering BANDUNG, 2015

Endi Dwi Kristianto

PENGANTAR PENGKABELAN (WIRING)


± voice bandwidth)

MEDIA TRANSMISI. Sumber: Bab 4 Data & Computer Communications William Stallings. Program Studi Teknik Telekomunikasi Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

ANALISA KELAYAKAN PEMASANGAN ADSL DI AREA DENPASAR

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO KOPO KE NATA ENDAH KOPO UNIVERSITAS TELKOM

PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG

JARINGAN AKSES BROADBAND

Optimalisasi Jaringan Komunikasi Serat Optik Melalui Analisa Power Budget (Studi Kasus PT. Telkom di STO Padang)

Analisis Parameter Signal to Noise Ratio dan Bit Error Rate dalam Backbone Komunikasi Fiber Optik Segmen Lamongan-Kebalen

ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA)

PERANCANGAN DISPERSION COMPENSATING FIBER PADA FIBER SINGEL MODE DENGAN PANJANG GELOMBANG 1550 NM

Sistem Jaringan Akses Fiber Optik Jaringan Lokal Akses Fiber (JARLOKAF)

SYNCRONOUS DIGITAL HIERARCHY

BAB IV HASIL KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

TRANSMISI DATA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) Abstraksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengukuran dan pengecekan rugi-rugi fiber optic berdasarkan nilai data

JARINGAN AKSES. Akses Tembaga. Akses Optik. Akses Radio

Pengabdian Masyarakat di SMK Bangun Nusantara APLIKASI FIBER OPTIK. Oleh :Suyatno Budiharjo

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE

BAB II DASAR TEORI. Jaringan local akses optik (JARLOKAF) adalah jaringan. menghubungkan Central Office (CO) pada operator telekomunikasi ke Remote

Gian Dhaifannahri [1]

PERBANDINGAN KUALITAS JARINGAN TEKNOLOGI MSAN DAN GPON PADA LAYANAN TRIPLE PLAY DI PT. TELKOM

IV : MEDIA TRANSMISI JARINGAN KOMPUTER

BAB III JARINGAN LOKAL AKSES TEMBAGA (JARLOKAT) PT. TELKOM INDONESIA

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK PENGUKURAN REDAMAN PADA KABEL SERAT OPTIK DENGAN OTDR

Makalah Seminar Kerja Praktek OPTIX BWS 1600G Sebagai Perangkat Transmisi di PT. Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) Regional Central Java

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

KAJIAN PENERAPAN FREE SPACE OPTIC (FSO) PADA GEDUNG E DAN FG DI KAMPUS A UNIVERSITAS TRISAKTI

Analisis Power Budget Jaringan Komunikasi Serat Optik PT Telkom di STO Jatinegara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MODERNISASI JARINGAN AKSES TEMBAGA DENGAN FIBER OPTIK SAMPAI DENGAN KE PELANGGAN. Oleh :

PEMBUATAN DESAIN JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) PADA PERUMAHAN BUAH BATU SQUARE BANDUNG

Rosmadina¹, -². ¹Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

BAB I PENDAHULUAN. di mana awalnya konsep jaringan komputer ini hanya untuk memanfaatkan suatu

Analisis Perhitungan dan Pengukuran Transmisi Jaringan Serat Optik Telkomsel Regional Jawa Tengah

Transkripsi:

JETri, Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25-36, ISSN 1412-0372 ANAISIS DISPERSION POWER PENATY PADA AREA RING-1 JARINGAN OKA AKSES FIBER STO GATOT SUBROTO Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto dan Herbowo Hardianto* Dosen-Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti Abstract Fiber attenuation caused by chromatic dispersion and modal dispersion is commonly referred to as a dispersion power penalty. In the wave transmitted by transmitter, dispersion occurred, caused degradation of signal quality, so that the signal receiver is not as good as which is being transmitted. In this paper will be discussed about the impact of dispersion power penalty in ring-1 STO Gatot Subroto area. Analysis was done to several factors that can cause dispersion power penalty, which are distance, wavelength, and data rate being used. The calculation with available data and specification has been done, so that the routes with the biggest and the smallest dispersion power penalty can be detected. The biggest dispersion power penalty happened in Palma Citra Umawar route at distance of 9.387 km 7 with =1550 nm and data rate 622.08 Mbps. While the smallest was 1.22110 db, happened in Tifa STO Gatot Subroto route at distance of 1.626 km with =1310 nm and data rate 155.52 Mbps. All those calculations were still in permissible limit, not more than 2 db. Furthermore from some routes were obtained very small dispersion power penalty. The bigger the fiber length and data rate, the bigger the dispersion power penalty is. Finally it can be concluded that fiber length, wavelength, and data rate are equivalent to the dispersion power penalty. Keyword: fiber optic, dispersion, Synchronous Digital Hierarchy 1. Pendahuluan Perkembangan dan penerapan teknologi telekomunikasi dunia yang berkembang dengan cepat, secara langsung ataupun tidak akan mempengaruhi perkembangan sistem telekomunikasi Indonesia. Pemakaian sistem komunikasi serat optik di Indonesia merupakan bukti bahwa Indonesia juga mengikuti dan mempergunakan teknologi ini di bidang telekomunikasi. Tidak disangkal lagi bahwa komunikasi serat optik mempunyai sejumlah kelebihan dan keuntungan dibandingkan dengan komunikasi konvensional sebagai berikut: bandwidth yang sangat lebar, ukuran serat yang kecil dan ringan, isolasi secara listrik, kebal terhadap interferensi dan cakap silang, keamanan sinyal, rugi transmisi yang rendah, kabel yang fleksibel dan keandalan yang tinggi (Senior, 1992: 7-10). * Alumni Jurusan Teknik Elektro FTI, Universitas Trisakti

JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25-36, ISSN 1412-0372 Sistem komunikasi ini sebenarnya sudah diteliti sejak lama, tetapi karena banyaknya kesulitan dan hambatan yang timbul yang dapat mengakibatkan rugi-rugi transmisi dan dispersi yang tidak sempurna. Selain dari itu dalam pengaplikasiannya sistem komunikasi serat optik ini banyak mengalami gangguan yang mengakibatkan terjadinya rugirugi atau losses yang menyebabkan terjadinya degradasi sinyal atau penurunan kualitas dari sinyal yang ditransmisikan. Pada degradasi sinyal terdapat beberapa faktor yang diantaranya adalah adanya redaman dan dispersi atau pelebaran pulsa. Dalam redaman terjadi berbagai macam losses yang dapat terjadi pada serat optik. Sama dengan redaman, dalam dispersi juga memiliki beberapa macam yang dapat mempengaruhi kualitas sinyal yang ditransmisikan oleh serat optik. Oleh karena degradasi sinyal yang disebabkan oleh dispersi mempengaruhi kualitas sinyal yang ditransmisikan oleh serat optik, maka dalam penelitian ini akan dibahas mengenai dispersion power penalty yang berkaitan dengan terjadinya dispersi pada serat optik yang digunakan PT TEKOM Jakarta Barat pada area ring-1 STO Gatot Subroto. 2. Dispersion Power Penalty Redaman fiber yang disebabkan oleh chromatic dispersion dan modal dispersion disebut dengan dispersion power penalty (dalam db). Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas sinyal yang diterima oleh receiver karena gelombang mengalami pelebaran pulsa yang terlalu besar. Dispersion power penalty yang biasa terjadi tidak boleh melebihi dua decibel (2 db). (Harold, 2004: 424, 478-480) Untuk dapat menghitung besarnya dispersion power penalty, pertama-tama harus diketahui terlebih dahulu adalah besarnya dispersi yang terjadi. Dispersi yang terjadi ditentukan oleh panjang gelombang yang digunakan. Oleh karena itu harus ditentukan panjang gelombang yang digunakan, dan biasanya panjang gelombang yang digunakan adalah = 1310 nm dan = 1550 nm. Setelah ditentukan panjang gelombang, maka dapat dihitung besar dispersi yang terjadi dengan menggunakan persamaan: 26

Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty 4 S o D o (1) 3 4 Dimana : S o = konstanta dispersion slope [0.092 ps/(nm 2.km)] = panjang gelombang (yang biasa digunakan 1310 nm dan 1550 nm) = 1311 nm (range antara 1302 sampai 1322 nm) 0 D = dispersi (ps/nm.km) atau (piko sekon/nano meter.kilo meter) Setelah diketahui besarnya dispersi yang terjadi langkah selanjutnya adalah menghitung pulse width ( ) yang didapat dari perkalian besar dispersi dengan spectral width ( ) dari spesifikasi kabel optik yang digunakan pada sistem tersebut. Seperti terlihat pada persamaan berikut ini:. D (2) Dengan didapat besar pulse width ( ) pada serat optik tersebut maka dapat dicari besarnya fiber bandwidth ( f ), seperti pada persamaan berikut ini: ln4 f (3). angkah selanjutnya yaitu menghitung fiber bandwidth-distance ( F F ) dengan membagi fiber bandwidth ( f ) yang telah didapat dengan panjang serat optik yang digunakan (), seperti pada persamaan dibawah ini: f F F (4) Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi besarnya dispersion power penalty adalah data rate ( F R ) yang diperoleh dari spesifikasi serat optik yang digunakan pada sistem (dalam b/s). Hal tersebut terlihat dalam mencari length efficiency atau dari fiber, dimana length efficiency merupakan pembagian kuadrat dari data rate dengan fiber bandwidth- 27

JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25-36, ISSN 1412-0372 distance dikali koefisien c yang sama dengan 0.5, seperti pada persamaan berikut: 2 FR c (5) FF Setelah didapat length efficiency baru dapat dihitung besarnya dispersion power penalty dengan persamaan sebagai berikut : db = 10 log (1+η ) (6) Dimana db adalah dispersion power penalty dengan satuan decibel (db). 3. Konfigurasi Jaringan okal Akses Fiber Salah satu jaringan lokal yang dimiliki oleh PT TEKOM adalah Jaringan okal Akses Fiber. Pada sistem ini digunakan serat optik untuk transmisinya, dengan menggunakan Synchronous Digital Hierarchy (SDH) dalam pengaturan hirarki bit rate-nya. Dalam sistem SDH terdapat Synchronous Transfer Module (STM) yang memiliki kecepatan data rate 155.52 Mbps. Sedangkan pada PT TEKOM digunakan STM-4 yang mempunyai kecepatan 4 x 155.52 4 x 155.52 Mbps yaitu 622.08 Mbps. Pada sistem ini juga terdapat Add Drop Multiplexer (ADM) yang merupakan sebuah terminal yang berfungsi untuk meningkatkan dan menurunkan kecepatan yang kemudian disalurkan ke Digital oop Carrier (DC). Digital oop Carrier merupakan akses menuju pesawat telepon ataupun ISDN melalui kabel serat optik pelanggan PT TEKOM. Antara STM pengirim dan STM penerima, media transmisi yang digunakan berupa kabel serat optik dengan tipe singlemode. Konfigurasi SDH pada PT TEKOM Jakarta Barat dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. 28

Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty ADM STM-4 ADM STM-4 DC Phone STO Fiber Optic Cable Gambar 1 Konfigurasi SDH Pada PT TEKOM Jakarta Barat (PT. Telkom, nd: 155-622) ISDN 4. Ring-1 Sentral Telepon Otomat (Sto) Gatot Subroto Untuk memudahkan instalasi dan transmisi dari sentral ke pelanggan, maka dibuatlah sebuah ring dengan STO Gatot Subroto sebagai sentral dimana sinyal ditransmisikan melalui serat optik kepada receiver dengan membentuk sebuah lingkaran atau cincin yang kurang lebih dapat dilihat pada konfigurasi Gambar 2 pada halaman berikut. Perlu diketahui bahwa pada jarak yang tertera seperti pada Gambar 2 bukan merupakan jarak fisik yang ada sesungguhnya di lapangan melainkan jarak rute yang harus ditempuh dari satu node asal ke node tujuan pada Area Ring-1 STO Gatot Subroto. Jarak fiber yang digunakan adalah jarak pada area ring pertama dari Jarlokaf STO Gatot Subroto seperti terlihat pada Tabel 1 pada halaman berikut. 5. Hasil Perhitungan Dan Analisis Dispersion Power Penalty yang terjadi Area Ring-1 pada STO Gatot Subroto dihitung dengan menggunakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dari serat optik yang digunakan oleh PT TEKOM Jakarta Barat. Diantara faktor-faktor tersebut adalah jarak fiber, panjang 29

JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25-36, ISSN 1412-0372 gelombang dan data rate. Panjang gelombang yang digunakan yaitu 1310 nm dan 1550 nm. Sedangkan data rate yang digunakan adalah 155.52 Mbps dan 622.08 Mbps sesuai dengan tipe STM yang ada. 8.241 Km 1.626 Km Gedung TIFA Gedung Elektrindo 7.955 Km STO Gatot Subroto 1.769 Km 9.387 Km UMAWAR Palma Citra Gambar 2 Topologi Ring-1 STO Gatot Subroto Tabel 1 Jarak Panjang Fiber pada Area Ring-1 STO Gatot Subroto No. Dari Ke Jarak (km) 1 STO Gatot Subroto Palma Citra 1.769 2 Palma Citra UMAWAR 9.387 3 UMAWAR Gedung Elektrindo 7.955 4 Gedung Elektrindo Gedung TIFA 8.241 5 Gedung TIFA STO Gatot Subroto 1.626 30

Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty Tabel 2 dibawah ini memperlihatkan besar dispersi berdasarkan panjang gelombang No. Tabel 2 Besar Dispersi Berdasarkan Panjang Gelombang Panjang Gelombang Dispersi D 1 1310 nm 0.092 ps/nm.km 2 1550 nm 17.405 ps/nm.km Tabel 3 berikut ini memperlihatkan hasil perhitungan Dispersion Power Penalty Ring-1 STO Gatot Subroto secara keseluruhan Tabel 3 Hasil Perhitungan Dispersion Power Penalty pada Ring-1 STO Gatot Subroto Data db No. Rute Jarak (km) Rate (nm) (Mbps) (db) 1 2 3 4 5 STO Gatot Subroto Palma Citra Palma Citra UMAWAR UMAWAR Gedung Elektrindo Gedung Elektrindo Gedung TIFA Gedung TIFA STO Gatot Subroto 1.769 9.387 7.955 8.241 1.626 1310 1550 1310 1550 1310 1550 1310 1550 1310 1550 155.52 1.446 x10-7 622.08 7.139x10-7 155.52 5.171x10-3 622.08 0.025 155.52 4.072x10-6 622.08 2.010x10-5 155.52 0.143 622.08 0.666 155.52 2.924 x10-6 622.08 1.444 x10-5 155.52 0.103 622.08 0.488 155.52 3.138 x10-6 622.08 1.549 x10-5 155.52 0.110 622.08 0.522 155.52 1.221x10-7 622.08 6.032x10-7 155.52 4.369 x10-3 622.08 0.021 31

JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25-36, ISSN 1412-0372 5.1. Analisis Dispersion Power Penalty Terhadap Jarak Tabel 4 Dispersion Power Penalty Terhadap Jarak Fiber No Jarak (km) = 1310 nm = 1310 nm = 1550 nm Dispersion Power Penalty ( db ) = 1550 nm F R =622.08Mbps F R =155.52Mbps F R =622.08Mbps F R =155.52Mbps 1 1.626 6.032 x 10-7 1.221 x 10-7 0.021 4.369 x 10-3 2 1.769 7.139 x 10-7 1.446 x 10-7 0.025 5.171 x 10-3 3 7.955 1.444 x 10-5 2.924 x 10-6 0.488 0.103 4 8.241 1.549 x 10-5 3.138 x 10-6 0.522 0.110 5 9.387 2.010 x 10-5 4.072 x 10-6 0.666 0.143 Seperti dilihat pada Tabel 4 di atas bahwa jarak terpanjang dari Ring- 1 STO Gatot Subroto adalah 9.387 km yaitu kabel yang menghubungkan Apartemen Palma Citra dengan Gedung Umawar. Sedangkan jarak terpendek adalah 1.626 km yaitu kabel dari Gedung TIFA ke STO Gatot Subroto. Apabila dilihat dari perbandingan jarak fiber terpanjang dengan yang terpendek dapat diketahui bahwa dispersion power penalty yang terjadi pada kedua panjang fiber tersebut lebih besar pada jarak 9.387 km yaitu dari Gedung TIFA ke STO Gatot Subroto dengan besar dispersion power penalty mencapai 2.010 x 10-5 db bila menggunakan panjang gelombang 1310 nm dan data rate 622.08 Mbps. Sedangkan dengan kondisi yang sama pada jarak terpendek 1.626 km yang menhubungkan Apartemen Palma Citra dengan Gedung Umawar hanya memiliki dispersion power penalty sebesar 6.032 x 10-7 db. Maka dapat diketahui bahwa semakin panjang fiber length atau panjang jarak kabel serat optik yang digunakan, semakin besar Dispersion Power Penalty yang terjadi. 32

Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty 5.2. Analisis Dispersion Power Penalty Terhadap Panjang Gelombang ( ) Tabel 5 Dispersion Power Penalty Terhadap Panjang Gelombang ( ) No. Rute F R (Mbps) = 1310 nm db (db) = 1550 nm 1 2 3 4 5 STO Gatot Subroto Palma Citra Palma Citra UMAWAR UMAWAR Gedung Elektrindo Gedung Elektrindo Gedung TIFA Gedung TIFA STO Gatot Subroto 155.52 1.446x10-7 5.171x10-3 622.08 7.139x10-7 0.025 155.52 4.072x10-6 0.143 622.08 2.010x10-5 0.666 155.52 2.924x10-6 0.103 622.08 1.444x10-5 0.488 155.52 3.138x10-6 0.110 622.08 1.549x10-5 0.522 155.52 1.221x10-7 4.369 x10-3 622.08 6.032x10-7 0.021 Dari Tabel 5 di atas yang menggunakan perbandingan panjang gelombang yang digunakan yaitu 1310 nm dan 1550 nm, dispersion power penalty terbesar terjadi pada panjang gelombang 1550 nm yaitu pada fiber optik yang menghubungkan Apartemen Palma Citra dengan Gedung Umawar dengan besar dispersion power penalty 0.666 db dengan besar data rate 622.08 Mbps dan 0.143 db dengan data rate 155.52 Mbps. Sedangkan pada panjang gelombang 1310 nm dispersion power penalty yang terbesar juga terjadi pada rute yang menghubungkan Apartemen Palma Citra dengan Gedung Umawar, hanya saja besar dispersion power penalty yang terjadi tidak sebesar pada panjang 33

JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25-36, ISSN 1412-0372 gelombang 1510 mm yaitu 4.072 x 10-6 db dengan data rate 155.52 Mbps dan 2.010 x 10-5 db dengan data rate 622.08 Mbps. Hal ini dapat terjadi karena pada panjang gelombang 1310 nm besar koefisien dispersi sangat kecil bila dibandingkan dengan pada kondisi panjang gelombang 1550 nm. Besar dispersi pada panjang gelombang 1310 nm yaitu sebesar 0.092 ps/nm.km, sedangkan pada panjang gelombang 1550 nm sebesar 17.405 ps/nm.km Pada panjang gelombang 1310 nm disebut juga dengan zero dispersion karena memiliki karakterisitik yang mendekati nilai nol (0). 5.3. Analisis Dispersion Power Penalty Terhadap Data Rate Tabel 6 Dispersion Power Penalty Terhadap Data Rate (F F ) No. Rute (nm) F R =155.52Mbps db (db) F R =622.08Mbps 1 2 3 4 5 STO Gatot Subroto Palma Citra Palma Citra UMAWAR UMAWAR Gedung Elektrindo Gedung Elektrindo Gedung TIFA Gedung TIFA STO Gatot Subroto 1310 1.446 x 10-7 7.139 x 10-7 1550 5.171 x 10-3 0.025 1310 4.072 x 10-6 2.010 x 10-5 1550 0.143 0.666 1310 2.924 x 10-6 1.444 x 10-5 1550 0.103 0.488 1310 3.138 x 10-6 1.549 x 10-5 1550 0.110 0.522 1310 1.221 x 10-7 6.032 x 10-7 1550 4.369 x 10-3 0.021 34

Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty Dengan melihat Tabel 6 di atas dapat diketahui besar dispersion power penalty yang terjadi apabila menggunakan data rate 155.52 Mbps lebih kecil daripada apabila menggunakan data rate 622.08 Mbps. Dapat dilihat dari tabel bahwa dispersion penalty yang terbesar dengan menggunakan data rate 155.52 Mbps adalah 4.072 x 10-6 db (pada panjang gelombang 1310 nm) dan bila menggunakan data rate 622.08 Mbps dengan kondisi yang sama adalah 2.010 x 10-5 db. Akan tetapi apabila menggunakan data rate 155.52 Mbps data yang ditransmisikan tidak dapat sebanyak apabila menggunakan data rate 622.08 Mbps. Oleh karena itu data rate yang sebaiknya digunakan adalah 622.08 Mbps. 5.4. Analisis Dispersion Power Penalty Secara Keseluruhan Dari ketiga perhitungan diatas yang dilakukan terhadap panjang fiber, panjang gelombang, dan besar data rate didapat dispersion power penalty yang terbesar terjadi pada rute Palma Citra Umawar yang berjarak 9.387 km dengan kondisi =1550 nm dan data rate 622.08 Mbps yaitu sebesar 0.666 db. Sedangkan yang terkecil terjadi pada rute Tifa STO Gatot Subroto yang berjarak 1.626 km dengan kondisi = 1310 nm dan data rate 155.52 Mbps yaitu sebesar 1.221 x 10-7 db. Hal ini menandakan bahwa besar dispersion power penalty yang terbesar pada area ring-1 STO Gatot Subroto masih dibawah besar dispersion power penalty maksimum yang diijinkan yaitu sebesar 2 db. Semakin besar panjang fiber, panjang gelombang, dan besar data rate maka makin besar dispersion power penalty yang terjadi. Jadi besar panjang fiber, panjang gelombang, dan data rate berbanding lurus dengan besar dispersion power penalty. 6. Kesimpulan 1. Dispersion power penalty yang terjadi pada area ring-1 STO Gatot Subroto yang terbesar terjadi pada rute Apartemen Palma Citra Gedung Umawar yang memiliki jarak rute 9.387 km dengan menggunakan panjang gelombang 1550 nm dengan data rate 622.08 Mbps. 35

JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25-36, ISSN 1412-0372 2. Sedangkan dispersion power penalty terkecil terjadi pada rute Gedung Tifa STO Gatot Subroto yang memiliki panjang rute 1.626 km dengan menggunakan panjang gelombang 1310 nm dan data rate 155.52 Mbps. 3. Pada perhitungan dispersion power penalty terhadap besar data rate didapat dispersion power penalty dengan kondisi yang menggunakan data rate 622.08 Mbps lebih besar bila dibandingkan jika menggunakan data rate 155.52 Mbps. 4. Dari perhitungan dan analisis dapat diketahui bahwa besar dispersion power penalty sangat dipengaruhi oleh panjang fiber, panjang gelombang, dan besar data rate. Semakin panjang fiber, panjang gelombang, dan besar data rate yang digunakan maka semakin besar dispersion power penalty. Jadi panjang fiber, panjang gelombang, dan besar data rate berbanding lurus dengan besar dispersion power penalty. Daftar Pustaka 1. J.W Senior. 1992. Optical Fiber Communicati. New Jersey: Prentice Hall International Series in Optoelectronics. 2. Kolimbris, Harold. 2004. Fiber Optics Communications. Pearson Prentice Hall International Edition 3. PT. TEKOM. 2002. Mbit/s Synchronous Digital ADD/Drop Multiplexer Equipment Manual Volume 1 & 2. Ericsson. 36