I. PENDAHULUAN. yang melibatkan para investor dan kontraktor asing. Kalau jumlah proyek-proyek skala besar yang berorientasi jangka panjang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan

I. PENDAHULUAN. pergeseran persepsi mengenai mobil sebagai suatu icon yang menandakan suatu

2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI ALAT BERAT DI INDONESIA

2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI ALAT BERAT DI INDONESIA

Lembaga Pembiayaan. Copyright by Dhoni Yusra

2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI ALAT BERAT DI INDONESIA

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN SUB SEKTOR LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA Sejarah Perusahaan Sub Sektor Lembaga Pembiayaan

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

Gerson Philipi Rianto F

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

I. PENDAHULUAN. berat Indonesia berkembang pesat. Bahkan untuk wilayah Asia Tenggara,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pembiayaan kepada masyarakat sesuai dengan. kebutuhannya.kehadiran industri pembiayaan (multifinance) di Indonesia

Universitas Tarumanagara 19 September 2014

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STIE DEWANTARA Manajemen Leasing, Dana Pensiun & Modal Ventura

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan?

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. ini terbukti dengan kinerja pembiayaan di tahun yang lalu.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga meningkatkan pula pendapatan perkapita masyarakat, walaupun. pemerintah untuk bersungguh sungguh mengatasinya agar tidak

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan aktiva tetap seperti peralatan, mesin, tanah, gedung, kendaraan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

I. PENDAHULUAN. usaha lembaga pembiayaan nonbank ini amat beragam dan sesuai dengan kebutuhan

I. LATAR BELAKANG PARA PIHAK Badan Usaha Pengambilalih: 1. Itochu Corporation (ITC)

2015 LAPORAN INDUSTRI KINERJA PERUSAHAAN ALAT BERAT

BAB I PENDAHULUAN. seperti leasing, factoring kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model

BAB I PENDAHULUAN. pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. ditahan, modal saham, dan lain-lain yang berasal dari sumber internal

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

Pegadaian dan sewa guna usaha (leasing)

BAB I PENDAHULUAN. satu tahun periode kebelakang, memperlihatkan posisi finansial perusahaan, dan


2018 Rp miliar. Laba bersih** (2) Laba bersih per saham (2) 31 Maret 2018 Rp miliar. Nilai aset bersih per saham***

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Multi Finance Tbk ( Adira Finance atau Perusahaan ) yang didirikan sejak tahun

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara perolehan aktiva operasi adalah dengan Sewa Guna Usaha (SGU) atau

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna

BAB III Hasil Penelitian dan Analisis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik. dalam segala aspek, terlebih dari aspek ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PINJAMAN BERJANGKA DAN SEWA GUNA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perusahaan dihadapkan pada tuntutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SK Menkeu No / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. a. Pengertian Lembaga Pembiayaan. Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. canggih sehingga tanpa disadari juga berpengaruh kedalam dunia usaha.

Bab IV Lembaga Pembiayaan Dalam Kegiatan Bisnis Hukum Bisnis Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10310

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. pembiayaan sebagai salah satu alternatif lembaga keuangan nonbank makin

Grafik 1. Permintaan Kredit Baru (SBT, %)

SUMBER-SUMBER PEMBELANJAAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN

LEASING (SEWA-GUNA-USAHA) Pengertian

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan Infrastruktur. Dijelaskan juga bahwa sampai dengan akhir tahun

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA LEASING DENGAN ANGSURAN (KREDIT) MOBIL PADA USAHA RENTAL MOBIL PT. WAHANA INDONESIA TRANSPORT

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsinya. Sehingga

SURVEI PERBANKAN * perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi untuk

Modul ke: Manajemen Perpajakan 06FEB. Samsuri, SH, MM. Fakultas. Program Studi Akuntansi

ABSTRAK. Keywords: peranan, sewa guna usaha (leasing), penerimaan pajak. vii. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

MAKALAH LEASING. Diajukan dan dipersentasikan. pada mata kuliah Seminar Manajemen Keuangan. Di bawah bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM

MODUL SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA & KONSEP SYARIAH. Oleh : Feni Fasta, SE, M.Si

TINJAUAN TENTANG ASPEK JAMINAN DALAM PEMBIAYAAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR MELALUI PT. ADIRA FINANCE DENGAN DAELER TIMBUL JAYA MOTOR

PERLAKUAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA CAPITAL LEASE DALAM RANGKA PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN FISKAL SKRIPSI

Pendapatan bersih (7) Laba bersih* (22) Laba bersih per saham (22) 31 Maret 2016 Rp miliar

BAB II LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian lndonesia pasca krisis ekonomi masih belum. sepenuhnya pulih, namun berdasarkan Laporan Statistik Perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya maupun pertahanan dan keamanan. Salah satu indikasi

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. dibidang pembiayaan konsumen (consumer finance), anjak piutang (factoring)

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN IV I II III IV I II III IV

(%, SBT) (%, qtq)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian global persaingan ekonomi semakin kompetitif. Semua

BAB I PENDAHULUAN. mampu dari segi finansial dan secara otomatis telah meningkatkan daya beli

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam. perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bawah naungan PT Astra International Tbk, dengan struktur kepemilikan mayoritas

(%, SBT) (%, qtq)

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

MEKANISME PEMANFAATAN LEASING DALAM PRAKTIKNYA Oleh : Taufik Effendy

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir, lahan usaha alat-alat besar tersebut di sektor konstruksi, pertambangan, kehutanan dan sebagainya cenderung bertambah. Bahkan, mulai pertengahan tahun ini, pemerintah membuat tender sejumlah proyek infrastruktur skala besar, yang melibatkan para investor dan kontraktor asing. Kalau jumlah proyek-proyek skala besar yang berorientasi jangka panjang bertambah, maka permintaan alat-alat baru pun cenderung naik. Peningkatan permintaan alat-alat berat tersebut tidak selamanya dapat ditunjang oleh kemampuan modal sendiri. Alternatif yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan untuk berkembang yaitu pembiayaan alat berat. Untuk memenuhi pembiayaan dunia usaha maka negara menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan baik dengan sistem perbankan maupun sistem lembaga keuangan bukan bank. Lembaga pembiayaan (multi finance company) adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan non bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan dan pengelolaan salah satu sumber dana pembangunan di Indonesia. Kegiatan lembaga atau perusahaan pembiayaan dilakukan dalam bentuk penyediaan dana dan / atau barang modal serta barang kebutuhan konsumen dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat (non-deposit taking activity). Walaupun kehadiran perusahaan pembiayaan di Indonesia tergolong relatif baru dibandingkan negara-negara lain khususnya negara maju, industri ini 1

telah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Dimulai pada tahun 1974 yang dilandasi oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri Keuangan, Menteri Industri dan Menteri Perdagangan), pada tahun 1988 melalui Surat Keputusan Presiden (Keppres) No. 61/1988, yang ditindak lanjuti oleh SK Menteri Keuangan No. 125/KMK.013/1988, jenis usaha bisnis pembiayaan diperluas menjadi leasing (sewa guna usaha), factoring (anjak piutang), consumer finance (pembiayaan konsumen), modal ventura dan kartu kredit. Perkembangan industri pembiayaan yang cukup pesat tidak lepas dari dukungan lingkungan ekonomi yang kondusif, antara lain karena peningkatan konsumsi total dan konsumsi masyarakat serta suku bunga SBI yang cenderung stabil. Tabel 1. Besar Pembiayaan per Jenis Pembiayaan (miliar rupiah) Jenis Pembiayaan 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 (Mar) Anjak Piutang 6.407 6.553 3.277 3.181 3.180 2.537 1.495 Kartu Kredit 337 403 796 1.147 809 1.526 1.848 Pembiayaan Konsumen 4.323 8.515 12.361 16.594 22.666 35.958 40.249 Sewa Guna Usaha 10.928 13.731 14.133 12.576 11.594 14.484 16.173 Pembiayaan Lainnya 236 189 278 439 79 392 282 Total Pembiayaan 22.231 29.391 30.845 33.937 38.328 54.897 60.047 Sumber: Data Statistik Bank Indoneisa, diolah kembali (Economic Review Journal No. 201, September 2005) Sewa Guna Usaha berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 didefinisikan sebagai kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hal opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Industri sewa guna usaha dewasa ini peranannya cukup besar sebagai alternatif sumber pembiayaan dalam dunia usaha terutama dalam hal penyediaan barang modal yang dibutuhkan unit-unit usaha. 2

Jenis transaksi sewa guna usaha yang banyak dilakukan di Indonesia adalah direct financial lease yaitu transaksi sewa guna usaha dimana lessor membeli suatu barang modal atas permintaan pihak lessee dan sekaligus menyewaguna usahakan barang modal tersebut kepada lessee yang bersangkutan. Spesifikasi barang modal yang akan disewaguna usahakan tersebut termasuk penentuan harga dan suplier biasanya ditentukan oleh lessee. Dengan demikian lessor atas nama lessee akan membeli barang tersebut secara langsung kepada supplier dengan menggunakan nama lessor sebagai pemilik barang modal. Umumnya, kalangan investor alat berat yang lebih suka menggunakan jasa perusahaan pembiayaan. Alasan mereka menggunakan jasa ini adalah karena prosesnya yang lebih cepat. Disamping proses yang relatif cepat, tidak adanya persyaratan agunan karena barang itu sendiri sudah merupakan jaminan. Hal lain yang menarik adalah karena angsuran sewa guna usaha yang terdiri dari pokok dan bunga itu oleh pihak perpajakan dianggap sebagai biaya. Selain itu, hadirnya perusahaan sewa guna usaha asing dalam bentuk usaha patungan (joint venture) dengan perusahaan-perusahaan nasional atau dengan pemodal individu lainnya telah semakin mempopulerkan dan menambah kiprah bisnis sewa guna usaha sebagai sumber pembiayaan di samping pembiayaan konvesional yang umum dikenal melalui perbankan. PT. X didirikan sebagai usaha patungan antara X Corporation Jepang, Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia dan PT. Bina Usaha Indonesia. Sejak berkiprah didalam bidang sewa guna usaha pada bulan April 1975, PT. X telah menjadi pelopor dalam jasa sewa guna usaha di Indonesia. Setelah berkiprah selama 31 tahun kini PT. X memiliki 120 ribu nasabah yang terdiri dari 10% perorangan dan 90% lainnya korporasi. Dari 90% nasabah 3

korporasi sebagian besar menggunakan jasa Sewa Guna Usaha Finansial (Direct Finance Lease atau Sale and Lease Back) dan sisanya Operating Lease. Pada saat ini PT. X menyediakan jasa pembiayaan untuk beraneka macam barang jasa termasuk komputer, peralatan dan mesin-mesin industri serta alat transportasi seperti kendaraan penumpang dan kendaraan niaga. Tabel 2. Portofolio Pembiayaan PT. X RECEIVABLE (x Rp.1,000,000,000) LEASE ITEM 2003 2004 2005 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Automobile 592 639 680 710 732 737 757 751 770 808 888 932 H. Equipment 120 115 131 125 129 149 194 276 340 378 417 416 Machinery 290 299 311 322 325 364 434 425 485 605 680 709 T O T A L 1,002 1,053 1,122 1,157 1,186 1,250 1,385 1,452 1,595 1,791 1,985 2,057 Sumber: Dokumentasi PT. X Dengan semakin ketatnya persaingan di sektor kendaraan (pembiayaan konsumen), strategi PT. X adalah dengan meningkatkan portofolio di bidang peralatan dan mesin-mesin industri terutama alat berat (sektor korporat). Dibandingkan sektor konsumen, sektor korporat tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh dua alasan utama yaitu tingginya cost of fund yang membuat perusahaan pembiayaan sulit bersaing dengan perbankan yang menawarkan bunga yang lebih rendah, serta sangat diperlukannya sumber daya manusia dengan keahlian khusus yaitu analisa yang tajam serta pengetahuan industri yang baik. Penyebab lain yang tak kalah pentingnya adalah tingginya resiko pada sektor korporat. Namun demikian, sektor korporat mempunyai potensi untuk berkembang seiring dengan membaiknya ekonomi makro. Saat ini pembiayaan untuk sektor alat berat baru mencapai sekitar 20% dari total fasilitas pembiayaan yang telah diberikan oleh PT. X (Tabel 2). Di samping itu dari 230 perusahaan multifinance yang memiliki 4

ijin, hanya sekitar 10 perusahaan saja yang tetap konsisten di pembiayaan alat berat. Hal ini menunjukkan potensi untuk mengembangankan pembiayaan pada sektor alat berat sebenarnya masih sangat tinggi. Tabel 3. Produksi Alat Berat di Indonesia Alat Berat 2000 2001 2002 2003 2004 2005 (Sep) Hydraulic Excavator 950 471 917 1.149 2.145 1.936 Motor Grader 55 44 79 91 70 87 Wheel Loader 41 24 15 23 15 0 Bulldozer 524 269 114 372 581 709 Off Highway Dump Truck 12 3 6 3 17 64 T O T A L 1.585 811 1.131 1.638 2.828 2.796 Sumber: HINABI (Himpunan Industri Alat Berat Indonesia), diolah kembali (Kontan No.5 Tahun X, 31 Otober 2005 Hal.4) Mengingat peningkatan permintaan fasilitas pembiayaan tidak dapat tergantung hanya pada pelanggan tetap yang melakukan penambahan fasilitas pembiayaan, maka strategi perusahaan adalah melakukan pendekatan pada supplier alat berat, dalam hal ini para salesman alat berat. Diharapkan dengan cara ini akan diperoleh informasi pasar sedini mungkin dan lebih jauh, para salesman alat berat akan merekomendasikan para pelanggan baru kepada PT. X sebagai penyedia fasilitas pembiayaan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dan kegiatan pembiayaan alat berat oleh PT. X Divisi Equipment Lease, maka permasalahan di bidang pemasaran yang dihadapi saat ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik dan segmentasi dari salesman alat berat berdasarkan sejumlah atribut produk layanan perusahaan pembiayaan. 5

2. Bagaimana cara yang efektif dalam melakukan pendekatan dengan salesman alat berat dalam rangka meningkatkan pangsa pasar pembiayaan alat berat. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Menganalisis atribut-atribut layanan yang mempengaruhi salesman alat berat dalam merekomendasikan perusahaan pembiayaan alat berat. 2. Menganalisis segmentasi salesman alat berat yang terbentuk berdasarkan sejumlah atribut layanan. 3. Merumuskan strategi dalam melakukan pendekatan terhadap salesman alat berat. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian bagi perusahaan pembiayaan adalah : 1. Dapat menjadi masukan positif dan bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam merumuskan strategi pemasaran. 2. Dapat mempererat hubungan kerjasama dengan suplier suplier alat berat. 3. Dapat lebih memahami kondisi internal dan eksternal perusahaan dalam rangka menghadapi persaingan pembaiayan alat berat. 1.5. Batasan Penelitian Dalam penelitian ini ada batasan yang dihadapi yaitu data yang ditampilkan hanya sebatas data pembiayaan alat berat oleh PT. X untuk periode 3 tahun terakhir. Data penjualan alat berat diperoleh dari dokumentasi PT. X dan 6

hasil wawancara dengan salesman alat berat. Data penjualan alat berat dari masing-masing supplier alat berat hanya untuk melengkapi karena sifatnya hanya lisan dan disampaikan secara rata-rata dalam satu tahun, karena menyangkut kerahasiaan perusahaan. Dalam penelitian ini, yang menjadi batasan responden adalah seluruh salesman alat berat di Jakarta yang berasal dari 7 supplier alat berat (authorized dealer) terbesar, yaitu : PT. United Tractors Tbk., PT. Trakindo Utama, PT. Hexindo Adiperkasa Tbk., PT. Intraco Penta Tbk., PT. Daya Kobelco Machinery Construction Indonesia, PT. Kobexindo Tractors dan PT. Swadaya Traktor Nusantara. Mereka memberikan kontribusi penjualan alat berat paling besar karena pada umumnya para pelanggan / pengguna alat berat memiliki kantor di Jakarta walaupun pada prakteknya alat berat tersebut dioperasikan di luar kota atau bahkan di luar pulau. 7