BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi seara berkesinambungan, meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan pemerataan pembangunan, berikut hasil-hasilnya serta memelihara kemantapan stabilitas nasional. 1 Dunia bisnis merupakan dunia yang paling ramai dibicarakan di berbagai forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Ramainya pembicaraan masalah ini disebabkan, salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara adalah dari kemajuan ekonominya dan tulang punggung dari kemajuan ekonomi adalah dunia bisnis. 2 Dengan semakin maraknya dunia bisnis, tidak bisa kita elakan lagi adanya kebutuhan dana yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya. 3 1 Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional dalam kerangka studi analitis, (Jakarta : penerbit Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.16. 2 Kasmir, Bank dan lembaga keuangan lainnya ed.revisi cet.11 (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm.1. 3 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Edisi Revisi (Jakarta: PT.RINEKA CIPTA, 2003), hlm 97. 1
Masalah pokok dan paling sering dihadapi oleh setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha apapun selalu tidak terlepas dari kebutuhan akan dana (modal) untuk membiayai usahanya. Kebutuhan akan dana ini diperlukan baik untuk modal investasi atau modal kerja. Dana memang dibutuhkan baik untuk baik untuk perusahaan yang baru berdiri maupun sudah berjalan bertahuntahun. 4 Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang keuangan atau yang sering kita sebut dengan lembaga keuangan. Kegiatan utama lembaga keuangan adalah membiayai permodalan suatu bidang usaha di samping usaha lain seperti menampung uang yang sementara waktu belum digunakan oleh pemiliknya. Selain itu, kegiatan lainnya lembaga keuangan tidak terlepas dari jasa keuangan. 5 Penambahan modal dalam suatu kegiatan bisnis umumnya dapat dilakukan melalui pinjaman di lembaga perbankan. Namun, karena lembaga ini memerlukan jaminan yang kadang-kala tidak bisa dipenuhi oleh badan usaha yang bersangkutan, maka diperlukan suatu upaya lain, yang tanpa jaminan dan mudah prosesnya. Upaya lain tersebut dapat dilakukan melalui suatu jenis badan usaha yang disebut lembaga pembiayaan. 6 Bank yang selama ini sudah dikenal luas oleh masyarakat ternyata tidak mampu memenuhi berbagai keperluan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kesulitan masyarakat mengakses dana dari bank ini disebabkan antara lain jangkauan penyebaran kredit bank yang belum merata, keharusan bank 4 Opcit, hlm 1. 5 Ibid, hlm 2. 6 Zaeni asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksaannya di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005), hlm 99. 2
menerapkan prinsip prudent banking, keharusan debitur untuk menyerahkan jaminan, dan terbatasnya kemampuan permodalan bank itu sendiri. Mengingat banyaknya kendala untuk memperoleh dana dari bank ini, lembaga pembiayaan merupakan salah satu sumber dana alternatif yang penting dan potensial yang patut dipertimbangkan. 7 Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan. Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan tersebut, lembaga pembiayaan mempunyai peran yang penting sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. 8 7 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm.47. 8 Ibid, hlm.2. 3
B. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka ada beberapa masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana fungsi PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon sebagai lembaga pembiayaan non bank dalam memberikan pinjaman kepada debitur? 2. Bagaimana akibat hukum dari hak kepemilikan atas obyek perjanjian bilamana debitur melakukan wanprestasi tarhadap PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon sebagai lembaga pembiayaan non bank? C. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis dapat merumuskan maksud dan tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui fungsi PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon sebagai lembaga pembiayaan non bank dalam memberikan pinjaman kepada debitur. 2. Untuk mengetahui akibat hukum dari hak kepemilikan atas obyek perjanjian bilamana debitur melakukan wanprestasi tarhadap PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon sebagai lembaga pembiayaan non bank. 4
D. KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian yang penulis lakukan ini di harapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut: 1. Bagi ilmu pengetahuan Dengan adanya penelitian ini penulis harapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan guna mengembangkan hukum, umumnya hukum perdata dan khususnya hukum lembaga-lembaga pembiayaan non bank. 2. Bagi masyarakat Dengan adanya penelitian ini penulis harapkan dapat membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau mungkin akan dihadapi. E. KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu tugas utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan dan pemberdayaan ekonomi nasional. Kesejahteraan masyarakat akan meningkat apabila tingkat pendapatan mereka meningkat. Hal itu secara tegas dan inheren dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Pasal 33 UUD 1945. Pembiayaan berasal dari bahasa Inggris yaitu Financing, yang berasal dari kata Finance yang artinya, jika sebagai kata benda ialah keuangan; soal keuangan yang besar, urusan keuangan tingkat tinggi: sedangkan sebagai kata kerja maknanya adalah membiayai atau membelanjakan. 5
Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan. Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan tersebut, lembaga pembiayaan mempunyai peran yang penting sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. 9 Berdasarkan pengertian lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud diatas, maka dalam lembaga pembiayaan terdapat unsur-unsur sebagai berikut : 10 a. Badan Usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan cara membiayai pihak-pihak atau sektor usaha yang dibutuhkan. c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan penyediaan uang untuk suatu keperluan. d. Barang Modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu atau barang lain, seperti mesin-mesin, peralatan pabrik, dan sebagainya. e. Tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking), artinya tidak mengambil uang secara langsung baik dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar kecuali hanya untuk dipakai sebagai jaminan hutang kepada bank yang menjadi krediturnya. 9 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 2. 10 Ibid, hlm 2. 6
f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat, yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Hingga saat ini di Indonesia belum ada peraturan khusus dalam bentuk undang-undang yang mengatur tentang lembaga pembiayaan, padahal peraturan tersebut sangat dibutuhkan mengingat perkembangan lembaga pembiayaan tersebut sangat pesat dewasa ini. Awal mula dibutuhkannya lembaga pembiayaan, pertama kali disebutkan di dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988, dan dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 18 Maret 2009 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 09 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Namun, semua peraturan perundangan-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. Dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 09 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. 7
Selain peraturan-peraturan tersebut, masih terdapat beberapa peraturan lainnya yang masih berlaku dalam rangka lebih meningkatkan pengembangan lembaga pembiayaan. Adapun peraturan-peraturan yang dimaksud adalah : 1. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tanggal 27 Oktober 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan. Peraturan ini merupakan dasar bagi pengembangan perusahaan pembiayaan. 2. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan No. 607/KMK.017/1995 dan Gubernur Bank Indonesia No.28/9/KEP/GBI tanggal 19 Desember 1995 tentang pelaksanaan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan. 3. Keputusan Menteri Keuangan No. 634/KMK.013/1990 tanggal 5 Juli 1990 tentang Penyediaan Barang Modal Berfasilitas melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha. Ketentuan ini dalam rangka mendukung pengembangan investasi dan ekspor non migas. 4. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, yang mana dalam keputusan ini diatur pula tentang Ketentuan Perpajakan Sewa Guna Usaha. 5. Surat Edaran Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan No. SE.1087/LK/1996 tanggal 27 Pebruari 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Sanksi Bagi Perusahaan Pembiayaan. Menyikapi perkembangan lembaga pembiayaan saat ini sudah tiba saatnya tersedia peraturan yang lebih memadai dan tidak hanya sekedar berbentuk Kepres dan Surat Keputusan Menteri. Sektor hukum diharapkan lebih berperan dalam mengantisipasi perkembangan dibidang ekonomi dan bisnis, termasuk perkembangan dalam bisnis lembaga pembiayaan, yang diharapkan disini adalah 8
adanya peraturan hukum yang berbentuk undang-undang mengatur lembaga pembiayaan, guna lebih menjamin kepastian hukum. Lembaga pembiayaan termasuk bagian dari lembaga keuangan. Dalam melakukan kegiatan usahanya, lembaga pembiayaan lebih menekankan pada fungsi pembiayaan. Istilah lembaga keuangan lebih luas dibandingkan dengan lembaga pembiyaan. Lembaga keuangan meliputi: 11 a. Badan usaha yang mempunyai kekayaan dalam bentuk aset keuangan yang disediakan untuk menjalankan usaha dibidang jasa keuangan termasuk juga pembiayaan. b. Badan usaha yang hanya menjalankan usaha dibidang jasa pembiayaan, menyediakan dana dan barang modal tanpa menarik dana secara langsung dari masyarakat. Adapun bidang-bidang usaha lembaga pembiayaan non bank antara lain meliputi bidang-bidang seperti : a. Sewa guna usaha (leasing company); Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. (Pasal 1 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 09 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan). 11 Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,(Yogyakarta, Grafika Ilmu, 2009), hlm 69. 9
b. Usaha kartu kredit (credit card company); Kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. (Pasal 1 ayat (8) Peraturan Presiden Nomor 09 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan). c. Pembiayaan konsumen (consumers finance company). Kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. (Pasal 1 ayat (7) Peraturan Presiden Nomor 09 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan). F. METODE PENELITIAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA Untuk melengkapi Penulisan Skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain : 1. Metode Pendekatan a. Metode pendekatan yang di gunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang mengutamakan data kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Pendekatan Normatif yaitu mendekati masalah yang diteliti dengan mendasarkan pada norma yang berlaku, apakah masalah itu baik atau tidak. b. Pendekatan Yuridis yaitu pendekatan terhadap masalah-masalah yang diteliti dengan hubungan-hubungan hukum dari masalah tersebut. 10
2. Spesifikasi Penelitian Tipe kajian dalam penelitian ini lebih bersifat deskriptif, karena bermaksud menggambarkan secara jelas, tentang berbagai hal yang terkait dengan objek yang diteliti. 3. Jenis Data Bahan hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat 12, diantaranya Undang-Undang Dasar RI 1945, PERPRES No.9 Tahun 2009, SK Menkeu RI No. 1169/KMK.01/1991, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. a. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer 13, seperti : RUU, hasil penelitian atau pendapat pakar hukum. b. Bahan hukum tertier, yaitu badan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : Kamus (hukum), ensiklopedia. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder berupa: Perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, sejumlah buku-buku, artikel-artikel, baik dari surat kabar, majalah maupun media elektronik yang semuanya itu dimaksudkan untuk 12 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung, Alumni, 2006), hlm.134. 13 Ibid, hlm.134-144. 11
memperoleh data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar penelitian. b. Penelitian lapangan (field research), yaitu dengan melakukan penelitian lapangan untuk mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang aktual dari PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon. Untuk mengumpulkan data-data ini, penulis menggunakan sistem wawancara (interview) dan memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. 5. Metode Analisis Data Sistem primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan, dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan penelitian yang dirumuskan. 12
G. LOKASI PENELITIAN Penelitian ini akan dilakukan di PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon yang beralamat di Jalan Pemuda No.35 Kota Cirebon. Didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan, yaitu: pertama, karena di PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon merupakan salah satu lembaga pembiayaan non bank dalam hal pembiayaan konsumen, kedua, di dalam kepemilikan kendaraan bermotor secara kredit tersebut memuat aspek hukum dalam hal perjanjian diantara kedua belah pihak. H. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I, Pendahuluan yang berisikan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Lokasi Penelitian, Sistematika Penulisan. BAB II, Aspek-aspek yuridis perjanjian antara lembaga pembiayaan non bank dengan nasabah, pengertian perjanjian dalam dinamika pengaturan hukum, pengertian lembaga pembiayaan non bank dan aspek-aspek hukumnya, tinjauan terhadap hak kepemilikan obyek perjanjian dalam kaitannya dengan lembaga pembiayaan non bank. BAB III, Deskripsi umum PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon sebagai lembaga pembiayaan non bank, keberadaan PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon, mekanisme pembiayaan dan fungsi PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon sebagai lembaga pembiayaan non bank, 13
dasar-dasar yuridis pelaksanaan fungsi PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon sebagai perwujudan dari lembaga pembiayaan non bank. BAB IV, Konsekuensi yuridis terhadap fungsi lembaga pembiayaan non bank berkenaan dengan status hak kepemilikan obyek perjanjian di Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon, landasan hukum PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon dalam pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga pembiayaan non bank, implikasi yuridis dalam kaitannya dengan hak kepemilikan atas obyek perjanjian pada PT. Bentara Sinergies Multifinance Kota Cirebon. BAB V, Penutup, kesimpulan, saran yang berisi tentang beberapa pokok bahasan dalam bab-bab sebelumnya yang disertai dengan saran seperlunya. 14