HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

MAKALAH PANCASILA OLEH : MIKHAEL ALEXIUS WAHIDMA NIM : : SYSTEM INFORMASI(S1-SI) DOSEN. : MOHAMMAD IDRIS.P,Drs,MM

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak termasuk golongan dewasa dan juga bukan golongan anak-anak, tetapi remaja

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR PANCASILA PERKELAHIAN ANTAR REMAJA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha mencapai tujuan bangsa Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

FAJAR DWI ATMOKO F

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. dengan masa remaja, kemudian masa dewasa. Masa remaja adalah masa. fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun

PENGARUH KONDISI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT KENAKALAN SISWA SMPN 1 PRAMBON TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA KARENA KENAKALAN REMAJA DI RT RW VI KELURAHAN DARMO SURABAYA

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

Rio Jamaludin F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga pendidikan dasar dan menengah dijajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. merupakan peralihan transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama dalam. terhadap pembentukan kepribadian dan perkembangan tingkah laku anak

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan

BAB I PENDAHULUAN. terbitan kota Medan seperti Waspada, Posmetro dan lain sebagainya tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

Bab 5. Ringkasan. suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akan memberikan rasa dekat dengan Tuhan, rasa bahwa doa-doa yang dipanjatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rupa sehingga menjadi tingkah laku yang diinginkan (Gunarsa, 1987). Di sini

BAB 1 PENDAHULUAN. Kenakalan remaja adalah perilaku jahat secara social pada anak-anak dan

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hasil pembagunan baik fisik maupun mental sosial. tanggungjawab dan bermanfaat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

PERILAKU MENYIMPANG.

RASA BERSALAH PADA REMAJA NAKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pemakaian obat yang bukan

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KOMUNIKASI KELOMPOK DENGAN RESOLUSI KONFLIK PADA SISWA SLTA S K R I P S I

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock,

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri atau disebut dengan identitas ego (ego Identity). Ini terjadi karena masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa. Masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang tersebut pada kondisi tertentu akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Perspektif perilaku menyimpang dalam masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem

sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang. Latar belakang perilaku menyimpang dapat dibedakan dari adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada, perilaku menyimpang yang disengaja, bukan karena pelaku tidak mengetahui aturan. Becker (dalam Maria, 2007) mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Perbuatan menyimpang lebih disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang yang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang. Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 21 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, membawa senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa (Amalia, 2005).

Kasus kenakalan remaja sering kali muncul dalam media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan. Salah satu wujud dari kenakalan remaja adalah tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Data di Jakarta tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Tambunan, 2001). Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja, selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak angka 30% dari 40-150.000, dan Irwanto menyebut angka 87.000 pelacur anak atau 50% dari total penjaja seks (Dep. Sos, 2004). Data UNICEF Indonesia (2009) berdasarkan dari data kepolisian menyebutkan bahwa pada tahun 2000 terdapat 11.344 kasus kenakalan remaja. Bulan Januari sampai dengan Mei 2002 mengalami kenaikan sebanyak 4.325 kasus kenakalan remaja. Kenakalan yang terdeteksi oleh Depsos dan lembaga kemasyarakatan yang dilakukan oleh orang dewasa dan anak remaja mengalami kenaikan sebesar 84,2%. Data ini belum termasuk data yang ada di Polsek, Polres,

Polda, dan Mabes. Selama periode Januari dampai dengan Mei 2002, terdapat 9.465 anak remaja yang terdaftar di panti rehabilitasi seperti Depsos dan lembaga kemasyarakatan. Terjadinya kenakalan remaja pada umumnya tidak disebabkan oleh karena sebab yang tunggal, namun karena sebab yang kompleks dan beruntun. Sebab yang kompleks berarti bahwa suatu sebab dapat menimbulkan sebab yang lain dan sebabsebab itu berkaitan antara satu dengan yang lainnya (Walgito, 1989). Faktor yang mempengaruhi perilaku kenakalan pada remaja adalah konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan. Shavelson dan Roger (1982) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan tingkah laku dirinya. Bagaimana orang lain memperlakukan individu dan apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan dijadikan acuan untuk menilai dirinya sendiri. Masa remaja merupakan saat individu mengalami kesadaran akan dirinya tentang bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya. Kesadaran dalam diri remaja timbul karena kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja tidak hanya mampu membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam pikirannya, namun remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang lain tentang dirinya dapat berpengaruh pada bagaimana individu menilai dirinya sendiri.

Conger (1997) menyatakan bahwa remaja nakal biasanya mempunyai sifat memberontak, ambivalen terhadap otoritas, mendendam, curiga, implusif dan menunjukan kontrol batin yang kurang. Sifat-sifat tersebut mendukung perkembangan konsep diri yang negatif. Rais (1983) mengatakan bahwa remaja yang didefinisikan sebagai anak nakal biasanya mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan anak yang tidak bermasalah. Remaja yang memiliki konsep diri negatif biasanya tidak berfikir panjang jika ingin melakukan sesuatu tetapi lebih banyak menggunakan emosi. Konsep diri pada hakikatnya merupakan suatu pengalaman individu yang sifatnya subyektif yang diperoleh individu dari hasil interaksi individu dengan individu yang lain (Gunarsa, 1988). Pada kenyataannya, tidak setiap remaja dapat memenuhi kebutuhan akan konsep dirinya, sehingga konsep diri remaja tersebut menjadi negatif. Konsep diri yang negatif mempengaruhi tingkah laku yang bertentangan, berlawanan dengan norma-norma dalam masyarakat. Remaja dengan konsep diri negatif akan menunjukkan kondisi psikis dan sosial yang negatif pula, yang meliputi kecemasan, depresi, dan kenakalan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Semarang, Hariyadi (dalam Amalia, 2005) mengatakan bahwa bentuk-bentuk kenakalan remaja sangat beragam; bohong, membolos, kabur dan menentang orang tua, keluyuran, bersenjata tajam, pergaulan yang tidak baik, berpesta dan berhura-hura, membaca pornografi, mengkompas, melacurkan diri, sampai berpakaian tidak pantas dan berpenampilan fisik berbeda dari para remaja lainnya termasuk memakai tindik dan tato. Marianto,

kepala peneliti di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang secara konsisten dan kontinyu melakukan penelitian mengenai tato di Indonesia khususnya Yogyakarta mengatakan bahwa kedudukan tato di Indonesia sudah bergeser. Mereka mengatakan bahwa tato yang pada sekitar tahun 1983-1984 diidentikkan dengan kriminalitas, saat ini (era tahun 2000-an) jauh lebih baik kedudukannya di mata masyarakat menjadi kenakalan atau penyimpangan sosial anak muda perkotaan yang dapat dimaafkan dan identik dengan semangat pemberontakan remaja meskipun belum sepenuhnya dapat diterima sebagai salah satu cabang seni murni (Marianto, 2001). Keterangan dari Marianto ini sesuai dengan pra penelitian yang dilakukan peneliti terhadap pemakai tato di Kota Surakarta yang mengatakan bahwa mereka mentato tubuh hanya untuk sekedar gaya, mengikuti tren mode, serta bisa masuk dan diterima di lingkungan pergaulan mereka. Berdasar pra survey pula peneliti mengetahui bahwa para remaja bertato ini mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindak kenakalan, meski tidak sampai pada tingkat kejahatan dengan pelanggaran hukum yang berat. Bentuk kenakalan yang mereka lakukan adalah membolos, ngebut di jalan raya, berpenampilan berbeda dari kebanyakan remaja lain, merokok, dan mencoba minuman beralkohol dengan kandungan alkohol ringan. Penelitian mengenai hubungan antara konsep diri dengan kenakalan pada pelaku tato remaja, sejauh yang diketahui penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Peneliti sejenis yang pernah dilakukan adalah penelitian oleh Booth et.al. (2008) tentang perbedaan kenakalan yang dilakukan anak laki-laki dan

perempuan. Penelitian ini menunjukkan perbedaan perlakuan berdasarkan gender sejak anak-anak dan pengawasan yang diperolehnya. Hasilnya adalah anak perempuan memiliki kontrol diri yang lebih kuat dari pada anak laki-laki. Penelitian memperlihatkan laki-laki lebih signifikan melakukan kenakalan setelah self dan sosial kontrolnya juga diteliti. Itulah yang menyebabkan anak laki-laki lebih nakal daripada anak perempuan jika dilihat dari sudut pandang kontrol diri. Penelitian oleh Rachim dan Nashori (2007) tentang Nilai Budaya Jawa dan Perilaku Nakal Remaja Jawa yang ditujukan untuk mengetahui tinggi rendahnya pemahaman terhadap nilai budaya Jawa pada kalangan remaja Jawa yang berakibat pada meningkatnya perilaku-perilaku menyimpang pada remaja Jawa. Penelitian tersebut meyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara nilai budaya Jawa dengan perilaku nakal remaja Jawa. Semakin tinggi sikap dan perilaku yang sesuai dengan budaya Jawa maka semakin sedikit perilaku nakal yang ada pada remaja Jawa. Sebaliknya semakin sedikit sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai budaya Jawa maka semakin tinggi tingkat perilaku nakal yang ada pada remaja Jawa. Penelitian oleh Ulfah (2007) tentang Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri terhadap Kecederungan Kenakalan Remaja yang ditujukan untuk mengetahui peran persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada peran persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Konsep diri sangat mempunyai peranan penting dimana anak

mulai mencari jati diri pada masa ini sehingga konsep dirinya belum begitu jelas atau masih labil, apabila remaja mempunyai konsep diri yang positif maka ia akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. Adapun Armstrong dan McConnel (dalam Lynne dan Roxanne, 2002) menemukan bahwa dari 624 sampel anak muda pelaku tato yang ditelitinya hampir semua termotivasi melakukan tato karena ingin mendapatkan citra positif dari lingkungan dan menemukan identitas diri. Mereka juga mendapatkan angka yang kurang untuk skala konsep diri. Berdasarkan hasil penelitian, data, dan pra survey di atas, yang menyebutkan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan Medan sering terjadi kenakalan remaja, termasuk kenakalan yang dilakukan oleh remaja bertato di mana remaja bertato ini sering diidentikkan dengan remaja yang memiliki konsep diri yang rendah. Peneliti tertarik melakukan penelitian ini di Kota Surakarta. Selain karena di Kota Surakarta ditemukan banyak remaja yang menggunakan tato, juga karena menurut keterangan beberapa kelompok remaja di Kota Surakarta yang mengatakan meskipun remaja bertato biasanya diidentikkan dengan kenakalan dan percaya diri (konsep diri) yang rendah, namun pada kenyataannya di sekitar mereka justru banyak remaja bertato yang bersekolah di sekolah favorit, berprestasi akademis, maupun berprestasi di bidang yang lain seperti seni dan olah raga.

Berdasarkan pada uraian latar belakang penelitian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara konsep diri dengan kenakalan remaja pelaku tato. B. Tujuan Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mencari, menggali, menghubungkan dan meramalkan suatu kejadian. Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kenakalan remaja pelaku tato. 2. Mengetahui peran konsep diri terhadap kenakalan remaja pelaku tato. 3. Mengetahui tingkat konsep diri dan kenakalan remaja pelaku tato. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan gambaran dan kontribusi keilmuan bagi psikologi kepribadian dan khususnya psikologi sosial. Penelitian ini sebagai bahan kajian ilmiah tentang suatu gejala sosial mengenai kenakalan remaja pelaku tato dan aspek-aspek kepribadian bagi pelakunya yaitu konsep diri. 2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang hubungan antara konsep diri dan kenakalan remaja pelaku tato, sehingga dari hasil pengujian hipotesis ini dapat menjadi bahan informasi dan introspeksi bagi para remaja tentang bagaimana hubungan pembentukan konsep diri dan kenakalan remaja pada dirinya. Penelitian ini diharapkan juga mampu memberi gambaran aspek sosial dan budaya dan dampaknya, baik bagi pelaku maupun bagi masyarakat agar lebih proporsional dalam menilai perilaku kenakalan remaja pelaku tato.