Bab III Karakteristik Desa Dabung

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KONDISI UMUM BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

IV. KONDISI UMUM LOKASI

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

III. KEADAAN UMUM LOKASI

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Pematang Pasir menjadi desa definitif relatif masih baru yaitu pada tahun

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. daerah transit kegiatan perekonomian antara Pulau Sumatera dan Jawa, B. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

PENENTUAN LOKASI BALAI BENIH KEPITING BAKAU DI KABUPETAN INDRAGIRI HILIR. oleh:

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. jumlah kepala keluarga dan jumlah jiwa orang. 1

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

4 KONDISI UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Timur Provinsi Lampung. Desa ini memiliki luas hektar. Desa yang terdiri

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

Transkripsi:

Bab III Karakteristik Desa Dabung III.1. Kondisi Fisik Wilayah III.1.1. Letak Wilayah Lokasi penelitian berada di Desa Dabung yang merupakan salah satu desa dari 18 desa yang terdapat di Kecamatan Kubu Kabupaten Pontianak. Secara administasi batas Desa Dabung adalah : Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan lindung bakau Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Padang Tikar Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Muara Kubu Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Natuna/Teluk Pakedai Desa ini berada pada kawasan hutan lindung bakau yang terletak di antara muara Sungai Kapuas dan Pesisir Selat Padang Tikar yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna. Dengan letak seperti ini menyebabkan perairannya menjadi tempat pertemuan antara air tawar dari Sungai Kapuas dan air asin dari Selat Padang Tikar. Perairan seperti ini merupakan perairan yang cocok bagi perkembangbiakkan udang dan jenis ikan ekonomis lainnya, sehingga hutan lindung bakau di kawasan ini rentan untuk dikonversi masyarakat menjadi tambak-tambak budidaya udang dan ikan. III.1.2. Aksesibilitas Desa Dabung merupakan desa yang berada di daerah pesisir Kabupaten Pontianak yang belum dapat diakses secara langsung melalui jalan darat. Sarana transportasi yang tersedia adalah melalui sungai dengan menggunakan kapal/motor kayu atau speed boat. Bagi masyarakat umum tersedia trayek reguler Rasau Jaya Seruat/Padang Tikar yang dapat dimanfaatkan untuk mobilisasi barang dan jasa. Selain itu terdapat pula kendaraan air sewa/carteran yang tersedia cukup banyak di pangkalan speed boat Rasau Jaya. 54

Jarak tempuh dari desa ke ibukota kecamatan adalah 1 1,5 jam dengan menggunakan kapal penumpang/kapal motor kayu. Sedangkan jika menggunakan speed boat dapat ditempuh hanya dalam waktu 20 menit. Jarak ibukota Kecamatan Kubu dan ibukota kecamatan terdekat lainnya (Rasau Jaya, tempat transit penduduk ke ibukota kabupaten / provinsi) adalahg 5 6 jam perjalanan dengan menggunakan kapal motor penumpang dan 3 jam dengan menggunakan speed boat. III.1.3. Tata Guna Lahan Desa Dabung terletak pada areal seluas 23.600 ha. Perubahan yang cukup berarti dalam penggunaan lahan di desa ini adalah adanya peningkatan luas areal pertambakan selama kurun waktu 3 tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan luas hutan bakau yang semula 10.000 Ha (hasil wawancara dengan Kepala Desa Dabung, 2006) menjadi berkurang. Berikut rincian pengunaan lahan di Desa Dabung : Tabel III.1 Tata Guna Lahan Desa Dabung Penggunaan Wilayah Luas (Ha) Semak belukar 12.900 Hutan Bakau 9.650 Sawah 361 Pertambakan 350 Perkebunan 242 Perumahan 88 Fasilitas Umum 9 Sumber: Kantor Kepala Desa Dabung dan Hasil Analisa Data, 2006 III.1.4. Topografi Lahan Seluruh wilayah Desa Dabung merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 0 2 m dari permukaan laut. Pemukiman penduduk berada pada kawasan pematang, yang komposisi tanahnya adalah pada permukaan hingga kedalaman 1-1,5 m berpasir, pada tingkat kedalaman lebih besar komposisi tanah adalah tanah liat. Desa ini merupakan wilayah pesisir yang sebagian besar merupakan tanah rawa asin sehingga areal pertanian pangan sangat sempit (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2004). 56

Gambar III.2. Desa Dabung dari kejauhan III.1.5. Iklim Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan diketahui bahwa daerah penelitian menurut Koppen termasuk pada tipe iklim Afaw, yaitu iklim tropika berhujan tanpa bulan kering dengan curah hujan tahunan 2.787 mm. Sedangkan berdasarkan klasifikasi tipe hujan Schmidt dan Fergusson Desa Dabung termasuk ke dalam tipe hujan A yaitu basah. Penyimpangan iklim kadang-kadang terjadi yaitu tingginya curah hujan di mana seharusnya hujan relatif rendah dan hari hujan lebih sedikit. Pada kondisi ini bulan-bulan kemarau tidak ada atau terjadi hujan sepanjang tahun. Sebaliknya meskipun di daerah penelitian dikatakan tidak ada batas yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau, tetapi kadang-kadang terjadi musim kemarau yang panjang sehingga terjadi kekeringan di mana-mana dan air sungai menyusut tajam. III.1.6. Fasilitas Umum Untuk menunjang kegiatan pemerintahan dan masyarakat sehari-hari Desa Dabung memiliki berbagai fasilitas umum antara lain: a. Fasilitas pendidikan Desa Dabung memiliki Sekolah Dasar yang berjumlah 5 buah yaitu 3 buah SD negeri dan 2 buah SD swasta, dengan jumlah siswa 540 orang dan jumlah guru sebanyak 7 orang. 57

b. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Dabung adalah satu buah posyandu dan satu buah polindes. c. Sarana Angkutan Sarana angkutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa adalah : 1). Angkutan umum berupa motor air berjumlah 2 buah. Angkutan air ini digunakan sebagai sarana transportasi dari Desa Dabung ke desa-desa lain atau ke Kota Pontianak. 2). Angkutan pribadi berupa : a). Speed boat sebanyak enam buah yang digunakan oleh agen pengumpul lokal dan warga yang memiliki usaha pertambakan. b). Sepeda sebanyak 26 buah, digunakan oleh penduduk yang menetap di daerah bukan pinggiran sungai untuk memudahkan transportasi. c). Kapal nelayan sebanyak 18 buah, digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan. d. Sarana komunikasi Di Desa Dabung terdapat televisi sebanyak 207 buah dan HT sebanyak 94 buah. Beberapa penduduk juga memiliki telpon selular yang dapat dimanfaatkan jika ada sinyal. e. Sarana Air Bersih Hingga saat ini fasilitas PDAM belum terpasang di desa ini. Air bersih diperoleh masyarakat dengan menampung air hujan pada bak atau tong semen dan fiber glass. Sedangkan jika musim kemarau masyarakat mengandalkan air dari sumur galian untuk keperluan mandi, mencuci dan kakus. Air dari sumur galian ini berwarna kekuningan dan kadangkadang terintrusi air laut. III.2. Kondisi Sosial Ekonomi III.2.1. Mata Pencaharian Penduduk Pada awalnya mata pencaharian penduduk Desa Dabung yang berjumlah 1.329 jiwa dengan 313 kepala keluarga sebagian besar adalah nelayan 58

(BPS, 2002). Namun melihat potensi tambak cukup menjanjikan maka penduduk mulai mengalihkan profesinya dari nelayan ke petani tambak. Perubahan komposisi mata pencaharian wilayah ini juga dapat dikarenakan adanya program transmigrasi oleh pemerintah berdasarkan SK Gubernur Provinsi Kalimantan Barat No. 233 tanggal 9 September 2005 di mana sebagian besar transmigran bermata pencaharian sebagai petani pangan. Komposisi penduduk Desa Dabung pada tahun 2006 menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel III.2. Mata Pencaharian Penduduk Desa Dabung Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase 2002 2006 2002 2006 Petani 86 165 22 52,72 Nelayan 227 90 58 28,75 Pedagang 39 30 10 9,6 Pegawai Negeri Sipil 20 18 5 5,8 Buruh 19 10 5 3,13 Jumlah 391 313 100 100 Sumber: BPS, Kantor Kepala Desa Dabung dan Hasil Analisa Data, 2006 III.2.2. Tingkat pendidikan Berdasarkan catatan administrasi Desa Dabung, sebagian besar penduduk Desa Dabung hanya memperoleh tingkat pendidikan sampai sekolah dasar dan hanya sedikit saja yang bersekolah hingga SLTP dan SLTA, bahkan ada yang tidak pernah menempuh pendidikan. Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian bagi pemerintah terutama untuk mendukung proyek silvofishery yang telah direncanakan. Rendahnya tingkat pendidikan perlu diantisipasi oleh pemerintah dengan meningkatkan ketrampilan masyarakat dalam teknik budidaya perikanan serta kepedulian mereka akan kelestarian hutan mangrove melalui penyebarluasan informasi tentang manfaat dan fungsi hutan mangrove bagi kehidupan. 59

III.3. Kondisi Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya Kawasan Ekosistem Mangrove di Desa Dabung merupakan bagian dari ekosistem mangrove kawasan Batu Ampar Kabupaten Pontianak yang meliputi Kecamatan Kubu, Kecamatan Teluk Pakedai Dan Kecamatan Batu Ampar yang meliputi areal seluas 65.000 ha. Luas kawasan mangrove di kawasan ini adalah yang terluas di Provinsi Kalimantan Barat dengan kondisi yang masih relatif bagus dengan riap pertumbuhan yang cukup baik. Itulah sebabnya pemerintah menetapkan kawasan ini menjadi Pusat Pengelolaan Mangrove Batu Ampar. Ekosistem mangrove di Desa Dabung ini terletak pada daerah muara yang terlindung dari pengaruh angin dan ombak sehingga vegetasi mangrove dapat tumbuh dengan subur. Berdasarkan Laporan akhir proyek pembangunan tambak silvofishery yang dibuat oleh Dinas kelautan dan perikanan Propinsi Kalimantan barat tahun 2004 diketahui bahwa pada kawasan ini tumbuh berbagai vegetasi khas ekosistem mangrove seperti Tumu (Bruguiera gymnorhiza), Bakau (Rhizophora apiculata), Blukap (Rhizophora mucronata), Nyirih (Xylocarpus granatum) dan Nipah (Nyipa fruticans). Potensi tegakan tingkat pohon berkisar antara 240 batang/ha 760 batang/ha (volume 78,19 m3-147,53m3), sedangkan potensi tingkat pancang antara berkisar 2.400 batang/ha-9.440 batang/ ha, dan tingkat semai berkisar antara 9.167 batang/ha-102.500 batang/ha. Pada kawasan Muara Dabung dan Desa Dabung ini juga dijumpai cukup banyak udang dan ikan ekonomis penting seperti ikan kerapu Lumpur (Epinephelus gauvina, E.suillus), udang windu (Penaeus monodon), ikan kakap putih (Lates calcaliver), banding (Chanos chanos), udang galah (Macrobrachium rosenbergi de Man) dan kepiting bakau (Scyla serrata Forskal). 60

Gambar III.3. Hutan Mangrove di Desa Dabung Berdasarkan hasil survey ke lapangan kondisi hutan mangrove di kawasan ini memang masih tergolong bagus. Gangguan utama yang mengancam kelestarian mangrove di daerah ini adalah pembukaan areal untuk pertambakan yang semakin meningkat dari tahun. Peningkatan usaha pertambakan membuat luas hutan mangrove di kawasan ini semakin berkurang. Pertama kali kawasan mangrove diubah menjadi tambak pada tahun 1997 seluas 6,2 ha. Pada tahun 2003 jumlah tersebut meningkat menjadi 209 Ha. Data terakhir yang diperoleh pada tahun 2006 diketahui bahwa luas tambak di Desa Dabung sudah mencapai 350 ha. Ini berarti bahwa luas hutan mangrove yang semula 10.000 ha sekarang telah berkurang menjadi tinggal 9.650 ha. Adanya peningkatan luas areal tambak pada hutan mangrove ini dikarenakan masyarakat menilai bahwa usaha tersebut lebih menjanjikan dan berpeluang untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Hal ini dibuktikan dengan beralihnya profesi mereka dari nelayan menjadi petani tambak seperti yang dilakukan oleh Bapak Syukur, salah seorang responden dalam penelitian ini dan sekaligus perintis pertambakan di hutan mangrove Desa Dabung. Beliau menyatakan bahwa menjadi petani tambak lebih menguntungkan karena produksi setiap tahunnya relatif 61

stabil dibandingkan menjadi nelayan yang penghasilannya tidak menentu dan sangat tergantung pada musim. Meningkatnya usaha pertambakan ini juga didukung oleh kondisi hutan mangrove yang masih rimbun dan lebat. Kondisi mangrove yang seperti ini merupakan habitat dan lahan makanan yang sangat baik bagi perkembangbiakkan udang dan ikan. Selain itu hutan mangrove yang masih lebat ini dapat melindungi tambak-tambak dari hempasan gelombang dan menjadi biofilter yang efektif bagi polutan dan limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambakan. 62