BAB 3 METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR. Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Peleburan AC4B GBF. Holding Furnace LPDC. Inject: 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam. Chipping Cutting Blasting

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 Metode Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

BAB III. dan RX-KING ditujukan pada diagram dibawah ini yaitu diagram alir penelitian. Rumah Kopling F1-ZR. Rumah Kopling RX-KING.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Scanned by CamScanner

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. oksidasi yang dilakukan dengan metode OM ( Optic Microscope) dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI. Langkah-langkah Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Diagram alir penelitian selama proses penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini : Mulai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Scanned by CamScanner

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. Start

BAB III METODE PENELITIAN dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

III.METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan. Proses Pengecoran. Hasil Coran. Analisis. Pembahasan Hasil Pengujian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro.

Please refer as: Nike Lestari, Suryadi, Bondan T. Sofyan, Pengaruh Kombinasi Penambahan 0.1 wt. % Ti dan Variasi 0.003, 0.018, dan wt.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Proses pengujian dapat dilihat pada diagram alir berikut ini:

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

III.METODOLOGI PENELITIAN. 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Please refer as: M. Fani Indarto dan Bondan T. Sofyan, Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Perlakuan Pelarutan Terhadap Pengerasan Penuaan Paduan

Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : KELAS : 4IC04

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Pemotongan Sampel. Degreasing dengan larutan Acetone

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR MANGAN PADA PADUAN ALUMINIUM 7wt% SILIKON TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

Transkripsi:

28 28 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Mulai Penambahan Al- 5Ti-1B dengan 0.081 dan 0.115 wt. % Ti Peleburan AC4B GBF Holding Furnace Uji Komposisi LPDC Sampel Tarik: Uji Tarik Inject: 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam Sampel Tipis dan Tebal: Hardness Mikrostruktur OM, SEM & EDAX Mikrostruktur SEM & EDAX Chipping Cutting Blasting Machining Uji Bocor Analisa dan Penarikan Kesimpulan Selesai

29 3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian ini menggunakan bahan-bahan: 1. Ingot paduan aluminium AC4B, 2. Scrap paduan aluminium AC4B, 3. Penghalus butir Al-5Ti-1B merek HOESCH dalam bentuk batangan (rod), 4. Kertas amplas dengan ukuran mesh 120 1500, 5. Kain poles, 6. Zat poles alumina, dan 7. Zat etsa (HF 5 %) dan Reagen Tucker (15 ml HNO 3 + 45 ml HCl + 15 ml HF (45 %) + 25 ml H 2 O). 3.2.2 Peralatan Penelitian ini menggunakan peralatan: 1. Dapur peleburan FCECO dengan spesifikasi: Model HM - 150T buatan Furnace Kakoki Co.Ltd Kapasitas 1500 kg Melting rate 750 kg/jam 2. Mesin GBF(Gas Bubble Flotation) dengan spesifikasi: Model Smart Clean buatan PT. Ostenko Promitra Jaya Kapasitas 350 kg/6 menit 3. Mesin Low Pressure Die Casting dengan spesifikasi: Model OG - LFR - 500P buatan Osaka Giken Co.Ltd Kapasitas 500 kg 4. Ladle dengan kapasitas 250 kg 5. Lounder 6. Alat uji porositas Ostek 7. Neraca 8. Forklift 9. Sludging rod 10. Skimmer 11. Cleaning Rod

30 3.3 PROSES PENGECORAN 3.3.1 Perhitungan Material Balance Kandungan Ti yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah 0.08 wt. % dan 0.1 wt. %. Untuk mendapatkan kandungan Ti yang tepat maka dilakukan perhitungan material balance. Data-data yang terkait dengan perhitungan material balance adalah sebagai berikut: Kapasitas holding furnace Berat ladle Berat 1 shot (2 part) Berat Sampel: Uji Vacuum Uji Komposisi Uji K-Mold Uji tarik = 450 kg = 571 kg = 3.6 kg = 0.15 kg = 0.075 kg = 0.26 kg = @ 0.5 kg 4 = 2 kg Dengan mengabaikan berat aluminium cair yang terbawa dross dan yang terdapat pada Al-5Ti-1B, maka jumlah yang harus ditambahkan adalah: Variable kadar 0.08 wt. % Ti Sisa Al cair yang terdapat dalam holding furnace setelah 40 shots + pengambilan sample-sample uji adalah = Kapasitas holding furnace (40 shots + sample uji) = 450 kg ((40 shots 3.6 kg) + 2.485 kg) = 450 kg (144 kg + 2.485 kg) = 303.515 kg Karena kadar Ti yang terdapat pada holding furnace dianggap 0,05 % maka kadar Ti aktual jika holding furnace dipenuhkan hingga 450 kg adalah = 303.515 kg / 450 kg 0.05 % = 0.0337239 % ~ 0.034 %. Sedangkan Ti yang harus ditambahkan adalah agar mencapai 0,08 % adalah

31 = 450 kg (0.08 % - 0.034 %) = 450 kg 0.046 % = 0.207 kg Al-5Ti-1B yang ditambahkan adalah = 100 % / 5 % 0.207 kg = 4.14 kg Variable kadar 0.1 wt. % Ti Dengan menganggap penghalus butir sudah habis pada hoding furnace maka: Ti yang ditambahkan adalah = 0.1 % 450 kg = 0.45 kg Al-5Ti-1B yang ditambahkan adalah = 100 % / 5 % 0.45 kg = 9 kg 3.3.2 Peleburan Gambar 3.1 Dapur peleburan FCECO Proses pengecoran diawali dengan melebur paduan aluminium AC4B menggunakan dapur peleburan FCECO seperti yang tampak pada Gambar 3.1.

32 Suhu peleburan berkisar sekitar 800 o C. Proses peleburan melibatkan proses pemberian flux dimana kotoran pada aluminium terangkat dan kemudian dibuang dari molten. Selanjutnya, penuangan (tapping) dilakukan ketika stok aluminium pada mesin LPDC sudah hampir habis. Sebelum aluminium cair dituang ke dalam ladle terlebih dahulu ladle dipanaskan dengan burner pada suhu minimal 100 o C, baru setelah itu proses GBF dilakukan untuk menghilangkan hidrogen yang larut pada molten. Proses ini menggunakan gas argon dengan debit 20 liter/menit selama 8 menit dan dengan kecepatan rotor 300 400 rpm. Sebelum proses, dilakukan pembuangan lapisan oksida aluminium yang terbentuk pada permukaan molten, begitu juga setelah proses GBF selesai. Pada awal proses GBF, penghalus butir dimasukan ke dalam molten. 3.3.3 LPDC Gambar 3.2 Mesin LPDC Setelah proses GBF, molten diangkut dengan menggunakan forklift ke mesin LPDC seperti terlihat pada Gambar 3.2. Penuangan aluminium cair ke

33 dalam holding furnace dilakukan dengan bantuan lounder yang terlebih dahulu dilakukan preheat. Molten yang sudah dituang ke dalam holding furnace kemudian dibersihkan dari oksida aluminium yang berada di permukaan dengan menggunakan skimmer. Dies yang digunakan dalam LPDC kali ini adalah dies 39 dan 40 yang persentase reject bocor dan keroposnya cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir. Proses LPDC dimulai ketika temperatur molten minimal (700 o C) terpenuhi. Dua atau tiga shot pertama adalah trial sedangkan produk selanjutnya dihitung sebgai produk jadi. Marking terhadap produk cylinder head dilakukan dengan memberikan cap logam pada cylinder head yang masih panas. Pencatatan tekanan LPDC dilakukan ketika panel penunjuk tekanan menunjukan angka yang konstan. Sedangkan daerah waktu pencatatan suhu dies dilakukan ketika dies mulai tertutup hingga tekanan LPDC konstan. Proses LPDC ini dilakukan selama kurang lebih 4 jam sebanyak 45 shot. 3.4 KARAKTERISASI SAMPEL 3.4.1 Pengujian Komposisi Kimia (a) Gambar 3.3 (a) Mesin uji spektrometri, (b) Sampel uji spektrometri (b) Pengujian komposisi kimia dilakukan setelah supply dengan mengambil molten pada holding furnace dan mencetaknya pada cetakan uji komposisi seperti

34 yang nampak pada Gambar 3.3b. Sampel berbentuk lingkaran dengan sebuah pegangan silinder kecil yang memiliki berat kurang lebih 75 gram. Sampel uji komposisi tersebut kemudian dilakukan uji komposisi dengan mesin uji spektrometri seperti terlihat pada Gambar 3.3a. Hasil dari uji komposisi ini adalah berupa unsur-unsur paduan yang tedapat pada sampel tadi beserta persentasenya. 3.4.2 Pengujian Kebocoran Pengujian kebocoran dilakukan setelah cylinder head dilakukan proses chipping, cutting, blasting dan machining. Mesin pengujian kebocoran yang digunakan terlihat pada Gambar 3.4. Pengujian yang bertujuan untuk melihat adanya kebocoran fluida karena keropos ini dilakukan dengan menutup semua lubang yang ada pada cylinder head lalu dimasukan udara dengan tekanan tertentu. Tekanan yang drop mengindikasikan bahwa cylinder head memiliki tingkat keropos yang buruk. Pada variabel 0.081 wt. % Ti, jumlah cylinder head yang dilakukan uji bocor adalah sebanyak 59 buah sedangkan untuk variabel 0.115 wt. % Ti, jumlah cylinder head yang diuji bocor adalah sebanyak 51 buah. Gambar 3.4 Mesin uji bocor

35 3.4.3 Pengujian Tarik Setelah 45 shot LPDC, holding furnace dibuka dan sampel uji tarik dibuat dengan menuangkan molten ke cetakan uji tarik yang sebelumnya sudah dicoating dan dipreheat. Sampel uji tarik hasil pencetakan belum standar untuk dilakukan pengujian tarik. Untuk itu sampel dilakukan pemotongan dan machining terlebih dahulu untuk memenuhi standar ASTM E8. Menurut standar tersebut, besarnya diameter penampang batang uji tarik yaitu sekitar 12.8 mm, reduced section sekitar 60 mm, gauge length sekitar 50 mm, dan radius penyusutan penampang sekitar 9 mm seperti yang terlihat pada Gambar 3.5. Reduced section 60 mm Diameter 12,8 mm 50 mm Gauge length Radius 9 mm Gambar 3.5 Bentuk dan ukuran sampel uji tarik yang disesuaikan dengan standar ASTM E8 Jumlah sampel yang dilakukan uji tarik adalah sebanyak empat buah, masing-masing untuk variabel 0.08 dan 0.1 % Ti. Pengujian tarik dilakukan dengan mesin Shimadzu dengan cara menjepit kedua ujung sampel agar sampel tidak terlepas dari mesin ketika dilakukan penarikan. Salah satu ujung dihubungkan dengan pengukur beban dari mesin uji dan ujung lainnya dihubungkan dengan perangkat peregang. Kemudian sampel diberi beban tarik uniaxial atau searah yang bertambah besar secara terus-menerus sesuai deformasi yang terjadi. Mesin secara otomatis mencatat besar beban yang diberikan pada sampel dan disisi lain mesin juga mencatat perpanjangan yang dialami benda uji. Sehingga, data yang didapat dari pengujian ini berupa grafik beban versus perubahan panjang. 3.4.4 Proses Preparasi Sampel Tebal dan Tipis Sampel untuk pengamatan struktur mikro dibuat dengan memotong cylinder head pada bagian yang paling tebal dan tipis dan dibentuk balok dengan ukuran sekitar 0,7 1,5 4 cm. Daerah pemotongan cylinder head diperlihatkan

36 pada Gambar 3.6. Pemotongan cylinder head dilakukan dengan mesin potong abrasif di PT AHM, gergaji besi biasa serta mesin bor Pris hingga mendapatkan sampel yang berbentuk balok. Sampel yang telah dipotong diamplas dengan menggunakan kertas amplas nomor 120, 400, 600, 800, 1000, 1200 dan 1500, yang terbuat dari silikon karbida. Pengamplasan ini dilakukan dengan menggunakan mesin amplas putar otomatis dan mesin amplas tangan Metaserv seperti yang terlihat pada Gambar 3.6a dan Gambar 3.6b. Setelah pengamplasan nomor 1500 sampel dipoles dengan menggunakan mesin poles putar otomatis dan kain beludru yang diberikan serbuk alumina. Sesudah permukaan sampel tampak mengkilap seperti kaca, pengetsaan terhadap seluruh sampel dilakukan dengan menggunakan larutan HF 5 % yangg dilanjutkan dengan Reagen Tucker (15 ml HNO 3 + 45 ml HCl + 15 ml HF (45 %) + 25 ml H 2 O) untuk mendapatkan struktur mikro dendrit yang jelas. Gambar 3.6 Daerah pemotongan sampel pada cylinder head (a) Gambar 3.7 (a) Mesin amplas tangan, (b) mesin poles (b)

37 3.4.5 Pengamatan Struktur Mikro dengan Mikroskop Optik Pengamatan foto mikro untuk melihat struktur dendrit sampel tipis dan tebal dilakukan dengan mikroskop optik Olympus. Gambar 3.8 menunjukan mikroskop optik Olympus yang digunakan. Sebelum diamati dan difoto, sampel dilekatkan dengan menggunakan lilin dan dilakukan clamping agar permukaan yang diamati benar-benar tegak lurus dengan arah cahaya. Sampel yang telah rata kemudian diletakan dibawah lensa objektif dari mikroskop dan tingkat intensitas cahaya yang masuk diatur agar mendapatkan gambar yang jelas. Pengamatan dimulai dengan menggunakan perbesaran yang paling kecil terlebih dahulu yaitu 50, baru kemudian setelah mendapatkan daerah yang bagus dan bersih dari goreasan, perbesaran dilanjutkan ke tingkat perbesaran 100, 200 dan seterusnya. Foto diambil dengan perbesaran 50 dan 200 untuk setiap sampel. Gambar 3.8 Mikroskop optik Sampel foto mikro dengan perbesaran 200 digunakan untuk mengukur lebar SDAS. Jumlah SDAS yang diukur pada penelitian ini adalah sebanyak 7 buah. Pengukuran SDAS dilakukan dengan menghitung jarak dari garis tengah lengan dendrit ke lengan dendrit disebelahnya seperti terlihat pada Gambar 3.9.

38 Gambar 3.9 Pengukuran secondary dendrite arm spacing (SDAS) 3.4.6 Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan setelah pengamatan mikrostruktur dilakukan. Sampel yang masih berbentuk balok dengan ukuran 0.8 1.5 4 cm diamplas kembali dengan amplas nomor 400 untuk bagian bawah dan amplas 1500 untuk bagian permukaan yang akan dijejak. Tujuan dari pengamplasan ini adalah untuk meyakinkan bahwa permukaan sampel benar-benar sudah rata dan sejajar antara permukaan dan bagian bawahnya. (a) Gambar 3.10 (a) Alat uji kekerasan, (b) Mikroskop pengukur jejak (b)

39 Apabila sampel telah rata dan sejajar, sampel diberikan penjejakan sebanyak 7 penjejakan dengan jarak tiap penjejakan minimal 5 mm. Mesin uji kekerasan yang digunakan adalah mesin Hoytom seperti terlihat pada Gambar 3.10a. Sebelumnya mesin uji kekerasan dikalibrasi dengan sampel standar terlebih dahulu untuk melihat derajat penyimpangannya. Penjejakan dilakukan dengan memberikan beban sebesar 31.25 kg sesuai standar diameter bola indentor yang digunakan pada mesin Hoytom. Sampel yang telah dijejak kemudian dilakukan pengukuran diameter lubang hasil penjejakan dengan menggunakan mikroskop ukur Nikon seperti terlihat pada Gambar 3.10b. Hasil penjejakan sebelumnya dibubuhi dengan warna merah agar mudah dibedakan dengan daerah di sekitarnya pada pengamatan mikroskop. Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak tempuh garis bantu pada lensa sepanjang diameter jejak. Gambar 3.11 Scanning Electron Microscope (SEM) 3.4.7 Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive X-Rax Analysis (EDAX) Pengujian SEM dilakukan terhadap 16 sempel tebal dan tipis dengan menggunakan mesin SEM LEO 420i seperti terlihat pada Gambar 3.11. Pengujian ini dilakuakn dengan collector bias sebesar 400 kv, kontras 40 %, brightness 30 %, dan EHT (M) sebesar 12 kv. Tujuan dari dilakukannya SEM adalah untuk mengamati perubahan struktur mikro selama proses LPDC. Selain itu juga untuk mencari fasa Al 3 Ti dan TiB 2 sebagai partikel pembentuk inti. Pengamatan SEM dimulai dari sampel yang memiliki komposisi Ti yang paling tinggi yaitu pada

40 variabel 0,1 % berat pada jam pertama. Pencarian fasa Al 3 Ti dan TiB 2 dimulai dengan perbesaran yang rendah lalu ke perbesaran yang lebih tinggi. Bentuk fasa yang diduga sebagai Al 3 Ti dan TiB 2 ditembak untuk dilakukan EDX. Jika nilai komposisinya menunjukan komposisi Al 3 Ti dan TiB 2 maka fasa tersebut diambil gambarnya.