PENDUGAAN PERKEMBANGAN DAERAH JELAJAH ELANG BRONTOK (Nisaetus cirrhatus) PASCA REHABILITASI DI PUSAT KONSERVASI ELANG KAMOJANG KAB.

dokumen-dokumen yang mirip
ESTIMASI LUASAN DAN PERKEMBANGAN DAERAH JELAJAH ELANG BRONTOK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

Karakteristik Pohon Bersarang Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) di Siak, Riau

Upaya Repopulasi Jenis Elang melalui pelepasliaran Elang hasil sitaan di Kawasan Panaruban Subang Jawa Barat.

STUDI POPULASI ELANG JAWA (Spizaetus bartelsi STRESEMANN, 1924) DI GUNUNG SALAK

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

Studi Populasi Elang Jawa (Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924) di Gunung Salak, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

THE 5TH SYMPOSIUM ON ASIAN RAPTORS. THE 5TH SYMPOSIUM ON ASIAN RAPTORS Raptor and Local People in Asia Tam Dao, Vietnam 3-6 April 2008

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

SMP NEGERI 3 MENGGALA

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Jenis Burung Pemangsa di Indonesia

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

MONITORING PERUBAHAN LANSEKAP DI SEGARA ANAKAN, CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN CITRA OPTIK DAN RADAR a. Lilik Budi Prasetyo. Abstrak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

IDENTIFIKASI KINERJA DAN KESENJANGAN STAKEHOLDER DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA [Spizaetus bartelsi]

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

III. KONDISI UMUM LOKASI

IV. METODE PENELITIAN

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL DISTRIBUSI SPASIAL HABITAT ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi) YANG TERSISA DI JAWA BARAT

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

GUNAWAN and Asman Adi Purwanto

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

APLIKASI PENGGUNAAN RADIO TELEMETRY PADA PENDUGAAN KARAKTERISTIK WILAYAH JELAJAH ELANG JAWA (Spizaetus bartelsi) DI GUNUNG SALAK, JAWA BARAT *

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPADATAN DAN FREKUENSI JENIS BURUNG PEMANGSA DI HUTAN GUNUNG EMPUNG, TOMOHON, SULAWESI UTARA

SAL-15 SEBARAN DAN FREKUENSI KEMUNCULAN BURUNG ELANG SULAWESI (Spizaetus (nisaetus) lanceolatus) DI HUTAN PENDIDIKAN UNHAS 1

PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK

Oleh : Pusat Sosial Ekonomi Kebijakan Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Camera Trap Theory, Methods, and Demonstration

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

LANSEKAP POTENSI ALAM HUTAN LINDUNG SIBAYAK II TAHURA BUKIT BARISAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

BAB III METODE PENELITIAN

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama mata kuliah : Konservasi Sumberdaya Perairan Kode mata kuliah : : Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel, M.

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

2 Indonesia Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3544); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

V. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

Overlay. Scoring. Classification

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC

ANALISIS SPASIAL KONVERSI LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus Kawasan Hulu Daerah Aliran Sungai Cimanuk ) 1) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

MANAJEMEN HABITAT DAN POPULASI SATWALIAR LANGKA PASCA BENCANA ALAM ERUPSI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

HABITAT DAN PERILAKU ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi ) DI SPTN 1 TEGALDLIMO TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 ( 5 April 2016).

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

Transkripsi:

PENDUGAAN PERKEMBANGAN DAERAH JELAJAH ELANG BRONTOK (Nisaetus cirrhatus) PASCA REHABILITASI DI PUSAT KONSERVASI ELANG KAMOJANG KAB. GARUT Rifki Muhammad Iqbal 1, Ana Widiana 2, Astri Yuliawati 3. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Jl. A. H. Nasution No.105 Cibiru, Bandung 40614 Email : rifkimuhammadiqbal@gmail.com ABSTRAK Elang atau raptor merupakan burung pemangsa yang berperan sebagai predator dalam suatu ekosistem. Namun ancaman perburuan, perdagangan dan pemeliharaan terhadap jenisjenis raptor juga sangat tinggi. Salah satu upaya untuk menjaga kelestarian populasinya di alam adalah dengan cara konservasi secara in-situ dan rehabilitasi untuk dikembalikan ke alam (return to the wild). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui estimasi luasan dan perkembangan daerah jelajah elang brontok yang dilepasliarkan setelah melewati masa rehabilitasi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Juni 3 Juli 2015 di sekitar kawasan CA/TWA Kamojang Desa Sukakarya Kec. Samarang Kab. Garut. Penelitian ini dilakukan selama 28 hari, keadaan musim dilapangan pada saat penelitian adalah musim kemarau. Pengamatan daerah jelajah dilakukan dengan menggunakan metode Spot-mapping (territory mapping) dan analisis data untuk menghitung luasan daerah jelajah dengan minimum poligon dan metode sel berpetak (grid cells method), dengan ukuran tiap kotak (cell) 100 m x 100 m. Estimasi luasan daerah jelajah Elang Brontok pasca rehabilitasi adalah sebesar + 740.000 m 2 (0,74 km 2 ) dengan 146 titik lokasi perjumpaan (contact point) selama 11 hari perjumpaan (contact time) dan perkembangan daerah jelajah yang teramati semakin hari semakin meluas, hal ini ditunjukan dengan jarak titik perjumpaan terjauh sekitar + 1500 m (1,5 km) dari kandang habituasi. Kata kunci : Elang Brontok, pasca rehabilitasi, pelepasliaran, daerah jelajah. ABSTRACT Eagle or raptor is a predator bird that have role as contoler in ecosystem. But the threat of poaching, trade and maintenance against those species of raptor is also very high. One of the efforts to maintain the sustainability of populations in nature is by means of in-situ conservation and rehabilitation to be returned to nature. Objective of this research are to know estimate size area and development of home range Changeable Hawk-Eagle after rehabilitation and release to nature. This research was conduct for 28 days from 6 June 3 July 2015 in area of CA/TWA Kamojang Sukakarya Kec. Samarang Kab.Garut with seasons in field at the time of the research was dry season. Observation of home range is doing by using Spot-mapping method (territory mapping) and to calculate size of home range area by using minimum polygon and grid cells method, with the size of cell 100 m x 100 m. Estimation size of home range Changeable Hawk-Eagle after rehabilitation is about + 740.000 m 2 (0,74 km 2 ) and 146 contact point for 11 days contact time and the development of home range size increasingly more and more widespread, it is indicated with the distance of the farthest point of the encounter is about + 1500 m (1.5 km) from habituation cage. Keywords : Changeable Hawk-Eagle, after rehabilitation, release, home range.

PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna. Kekayaan ini merupakan aset bangsa yang harus dijaga kelestariannya demi kepentingan masa depan Indonesia. Salah satu dari keanekaragaman fauna tersebut adalah burung elang atau biasa disebut raptor merupakan burung pemangsa yang berperan sebagai predator dalam suatu ekosistem. Salah satu upaya untuk menjaga kelestarian populasinya di alam adalah dengan cara konservasi secara in-situ dan rehabilitasi untuk dikembalikan ke alam (return to the wild). Elang Brontok yang telah melewati masa rehabilitasi dan dilepasliarkan pun kemungkinan perilaku alamiahnya akan berubah, mulai dari perilaku makan, berburu, terbang dan daerah jelajahnya. Daerah jelajah merupakan wilayah yang dijelajahi dalam jalur pergerakan aktifitas hariannya. Wilayah jelajah di dalamnya terdapat teritori (sebagai areal bersarang dan berkembangbiak), dan areal berburu. Teritori bertujuan untuk memonopoli sumberdaya, termasuk sumber daya makanan dan kemudahan dalam berkembangbiak serta dapat memainkan peranan sebagai mekanisme perlindungan dari pemangsa (Ehrlich, 1988). Oleh karena itu, penelitian mengenai daerah jelajah (home range) Elang Brontok rehabilitan pasca lepas liar ini perlu dilakukan untuk mengetahui perkembangan daerah jelajahnya setelah melewati masa rehabilitasi. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di sekitar kawasan CA/TWA Kamojang Desa Sukakarya Kec. Samarang Kab. Garut. Penelitian ini dilakukan selama 28 hari dari tanggal 6 Juni 3 Juli 2015 dengan keadaan musim dilapangan pada saat penelitian adalah musim kemarau dan turun hujan hanya satu kali selama pengamatan. Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu HT Voxter, binocular Nikon Monarch 10x42, GPS Garmin etrek 10 dan peta kawasan CA/TWA Kamojang. Objek penelitian ini yaitu Elang Brontok - light morph (Nisaetus cirrhatus) yang telah direhabilitasi dan memiliki nilai perilaku yang baik di Pusat Konservasi Elang Kamojang, Kab. Garut. Pelaksanaan penelitian dimulai dengan melakukan survey lapangan sekitar kandang habituasi elang yang akan dilepas liarkan dan mempelajari peta wilayah tersebut. Dari hasil survey didapatkan habitat pada umumnya merupakan perkebunan di bagian Barat dan Selatan dan hutan Cagar Alam Kamojang di bagian Timur dan Utara. Kemudian ditentukan titik-titik pengamatan dan dilakukan pengamatan langsung (direct research) daerah jelajah pada elang yang telah dilepasliarkan dengan menggunakan metode Spot-mapping (territory mapping) (Fuller, 1987) yaitu dengan menentukan titik-titik pergerakan elang pada peta area pengamatan untuk mengetahui gambaran area yang digunakan untuk daerah jelajah atau teritori elang. Analisis data pendugaan luas daerah jelajah menggunakan poligon minimum. Poligon minimum terbentuk dengan menghubungkan titik/ lokasi terluar untuk membentuk poligon, dan kemudian menghitung luasan arealnya dengan menggunakan metode sel berpetak (grid cells method). Metode sel berpetak adalah metode yang sangat sederhana untuk menganalisis wilayah jelajah. (Prawiradilaga dkk., 2003). Pada metode sel berpetak (grid cells method) untuk mengetahui luasan daerah jelajah adalah dengan cara menghitung banyaknya kotak yang terlewati oleh garis pergerakan poligon dan kemudian dikalikan dengan luas kotak tersebut, sehingga didapatkan hasil luasan daerah jelajah yang dicari. Ukuran kotak yang digunakan pada analisis daerah jelajah ini, yaitu 100 m x 100 m. Data daerah jelajah pada sel berpetak di hitung dengan menggunakan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan selama 28 hari, didapat 11 hari perjumpaan (contact time). Dari data pengamatan langsung didapatkan estimasi luasan 74 kotak x 10.000 m 2 = 740.000 m 2 (0,74 km 2 ) dengan 146 titik lokasi perjumpaan (contact point) (Gambar 1). Estimasi daerah jelajah objek yang memiliki luas 740.000 m 2 (0,74 km 2 ) ini lebih sempit bila dibandingkan dengan hasil penelitian penelitian Afianto dkk. (1999) yang menyebutkan daerah jelajah Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) liar didapatkan luas daerah jelajah seluas 3,047 km 2 dan menurut penelitian Widodo (2004) luasan daerah jelajah sebesar 3,06 km 2, hal ini menunjukan bahwa rata-rata daerah jelajah elang liar adalah 3 km 2. Sedangkan pada hasil penelitian ini kurang dari 3 km 2 dikarenakan elang objek merupakan elang rehabilitan yang kemungkinan sedikitnya perilaku terbang dan daya jelajahnya lebih kecil atau lebih rendah bila dibandingkan dengan elang liar. Namun perlu diketahui, menurut Afianto (1999) pada burung-burung pemangsa seperti elang, wilayah jelajah akan selalu berubah luasnya pada periode musim yang berbeda, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa luasan tersebut merupakan areal jelajah sepanjang hidupnya. Gambar 1 Peta Estimasi Luasan Daerah Jelajah Seluruh. Teritori dari objek belum dapat diketahui, karena menurut Widodo (2004) dalam menentukan lokasi dan luasan areal teritori diperlukan data yang memadai mengenai batas-batas areal yang dipertahankan dengan lebih intensif, yang dapat diketahui dari adanya aktifitas pengusiran terhadap individu elang lain (baik yang sejenis ataupun berbeda). Sedangkan, pada penelitian ini aktifitas pengusiran masih belum terlihat dan lokasi sarang pun belum diketahui, karena elang kemungkinan masih dalam masa pencarian wilayah yang kosong untuk dijadikan sarang dan wilayah teritori. Perkembangan luasan daerah jelajah objek dari hari pertama hingga hari ke-17 mengalami kenaikan (Gambar 2). Secara garis besar daerah jelajah objek dapat dikatakan baik karena pergerakan objek semakin meluas dan titik terjauh pergerakan objek setiap harinya semakin menjauh dari kandang habituasi (Gambar 3). Tipe komunitas yang paling sering digunakan oleh objek selama pengamatan adalah komunitas perkebunan (talun) yang berpohon, hutan dan semak di pinggiran perkebunan dan pemukiman warga dengan ketinggian antara 1300-1441 mdpl, hal ini sejalan dengan penelitian Nijman (2004) yang menyatakan elang brontok sering terlihat di tipe habitat terbuka seperti perkebunan, hutan tanaman, hutan pesisir, hutan jati, dan hutan gugur dengan ketinggian 0-1500 mdpl.

Jarak (m) Luasan (Ha) 70 60 50 40 30 28 31 33 39 50 53 55 58 58 59 20 10 0 12 1 2 3 4 6 12 13 14 15 16 17 Hari Ke- Gambar 2 Perkembangan Luasan Daerah Jelajah. 1600 1400 1500 1340 1380 1400 1370 1310 1200 1000 800 610 600 400 390 227 185 200 81 0 1 2 3 4 6 12 13 14 15 16 17 Hari Ke- Gambar 3 Jarak Titik Terjauh dari Kandang Habituasi. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Daerah jelajah Elang Brontok pasca rehabilitasi yang teramati yaitu 11 hari perjumpaan (contact time) dari 28 hari pengamatan, dengan estimasi luasan + 740.000 m 2 (0,74 km 2 ) dengan 146 titik lokasi perjumpaan (contact point). Perkembangan daerah jelajah Elang Brontok pasca rehabilitasi yang teramati semakin hari semakin meluas, ditunjukan dengan jarak titik perjumpaan terjauh sekitar + 1500 m (1,5 km) dari kandang habituasi. Saran Dilakukan penelitian lanjutan tentang daerah jelajah Elang Brontok pasca rehabilitasi dengan waktu penelitian yang lebih lama untuk mengetahui letak sarang dan daerah teritori (core area), daerah berburu dan daerah jelajah pada musim yang berbeda.

UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ana Widiana, M.Si dan Ibu Astri Yuliawati, M.Si atas saran dan evaluasinya terhadap jurnal hasil penelitian, kepada pihak Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK) Kab. Garut serta kepada pihak Pertamina Geothermal Energy (PGE) Kamojang, Kab. Bandung yang telah mendukung dan membantu selama penelitian ini berlangsung. DAFTAR PUSTAKA Afianto, Y. M., Herwono, J. B, Prawiradilaga, D. M. 1999. Aplikasi Penggunaan Radio Telemetry Pada Pendugaan Karakteristik Wilayah Jelajah Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) di Gunung Salak, Jawa Barat. Jurnal Seminar Penerapan Sistem Informasi Geografi dan RadioTracking Untuk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. IPB-Darmaga. hlm 7. Prawiradilaga D. M., Muratte T, Muzakkir A, Inoue T, Kuswandono, Adam A. S, Ekawati D, Afianto M. Y, Hapsoro, Ozawa T, dan Noriaki S. 2003. Panduan Survei Lapangan dan Pemantauan Burung-burung Pemangsa. Biodiversity Conservation Project-JICA. Japan Internacional Cooperation Agency. Widodo, Tri. 2004. Populasi dan Wilayah Jelajah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924) di Gunung Kendeng Resort Cikaniki Taman Nasional Gunung Halimun. [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. hlm 12-36. Ehrlich, P. R, David S. Dobkin, dan Darryl Wheye. 1988. Territoriality. [Online]. Diakses pada 05 September 2015.Tersedia dari : https://web.stanford.edu/group/stanford birds/text/essays/territoriality.html. Fuller, M. R., and J. A. Mosher. 1987. Raptor Survey Techniques. Page 37-66 dalam B. A. Giron Pendleton, B. A. Millsap, K. W. Cline, and D. M. Bird, eds. Raptor Management Techniques Manual. Natl. Wildl. Fed., Washington, D.C. Nijman, Vincent. 2004. Habitat Segregation in Two Congeneric Hawk-eagles (Spizaetus bartelsi and Spizaetus cirrhatus) in Java, Indonesia. Institute for Biodiversity and Ecosystem Dynamics, Zoological Museum, University of Amsterdam, Amsterdam, The Netherlands. Journal of Tropical Ecology (2004) 20:105 111. Cambridge University Press.