BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA

Modul ke: Kecanduan Obat. Fakultas PSIKOLOGI. Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI.

Lampiran I LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

NARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

NEUROTRANSMITTER. Kurnia Eka Wijayanti

MANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA (MANTAN) PECANDU TERHADAP KONDISI PSIKIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya

Aspek Medikologal LSD JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA (NAPZA/NARKOBA)

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

SAY NO TO DRUGS Nama : Nanda Abilla Aryaguna Nim : Prodi Akuntansi

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

Methadon sejak 1972 disetujui FDA telah terbukti secara klinis mengurangi jumlah orang kecanduan opiat dengan efek samping jangka panjang terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 31 Mengenal narkoba

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, maka populasi penduduk lansia juga akan meningkat. 2 Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi, jaringan pendukung gigi, rahang, sendi temporomandibuler, otot mastikasi,

Zat Adiktif dan Psikotropika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup seseorang (Navazesh dan Kumar, 2008; Amerongen, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

STUDI KASUS REMAJA GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT AMPHETAMINE ABUSE DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. palatum, lidah, dan gigi. Patologi pada gigi terbagi menjadi dua yakni karies dan

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan yang tidak terjamin atas prosedur perawatan. 2 Menurut penelitian, 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

Oleh : MASYKUR KHAIR. Definisi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Penurunan Kognitif pada Infeksi STH. Infeksi cacing dapat mempengaruhi kemampuan kognitif.

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

Efektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk Menekan Penyalahgunaan Narkotika

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

IDENTITAS RESPONDEN. Jenis kelamin : Laki-laki. Perempuan. Bersama Orangtua. Status Tempat Tinggal: Kost. Bersama Saudara/teman

HAL-HAL YANG BERPENGARUH PADA KOMPOSISI SEKRESI SALIVA. Departemen Biologi Oral FKG USU

Subtitle. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi. dita.lecture.ub.ac.id

11/3/2017. Subtitle. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi. dita.lecture.ub.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

BAB II LANDASAN TEORI. Mariyuana (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pekerja berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3. UU No 13

NEURON & HORMON. Unita Werdi Rahajeng Psikologi-FISIP UB

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NARKOBA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNA. Oleh : Andang Muryanta

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

NAPZA. Priya - PKBI. Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA.

LAPORAN KEGIATAN PPM DOSEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2008) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian Nair MA, ditemukan prevalensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Narkoba = Zat Adiktif

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 4. ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKALatihan Soal 4.2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB 1 PENDAHULUAN. dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007). Budiningsih (2005) juga

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Narkoba dan Penggolongannya Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya lainnya. Narkoba merupakan bahan atau zat yang dimasukkan ke tubuh manusia dengan cara diminum, dihirup, ataupun disuntikkan dapat mengubah pikiran, perasaan, perilaku, serta menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis. 9,10 Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan menimbulkan ketergantungan. 9-13 Narkotika digolongkan sebagai berikut: a. Golongan I: Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contohnya heroin, kokain, ganja. 12,13 Heroin memiliki rumus molekul C21H23NO5 dan nama lainnya diacetylmorphine. Narkotika jenis ini sangat adiktif dengan meniru endorfn pada sistem saraf pusat dengan mengganggu kemampuan tubuh untuk merasa sakit dengan cara menimbulkan perasaan senang untuk pengguna. Endorfin mengaktifkan reseptor tubuh opioid yang merupakan protein dalam sel membran. Opioid seperti heroin adalah agonis karena molekul heroin mengikat reseptor untuk memulai efek. Jumlah yang banyak dari reseptor ini terdapat di daerah limbik yang merupakan wilayah otak yang mengontrol memori, emosi, bau, dan rasa lapar. Reseptor opioid lainnya ditemukan di daerah lain dari tubuh termasuk sumsum tulang belakang, saluran pencernaan, dan daerah lain di otak seperti wilayah perikonduktal dan medula oblongata. 14 Opioid mengikat reseptor yang sama seperti endogen dimana tubuh secara alami memproduksi dan menggunakannya sebagai neurotransmitter. Reseptor yang diikat heroin untuk mempengaruhi apakah saluran ion akan terbuka, dimana pada beberapa kasus akan mengurangi rangsangan neuron dan menyebabkan efek euforia.

Efek ini juga melibatkan GABA dengan cara menghambat interneuron pada daerah tegmental ventral. Ketika heroin mengikat reseptor, sejumlah GABA yang dikeluarkkan berkurang. GABA biasanya mengurangi jumlah dopamin yang dikeluarkan di nucleus accumbens tapi heroin meningkatkan jumlah produksi dopamin dan menimbulkan perasaan senang. Konsumsi secara terus-menerus dari heroin menghambat produksi camp. Ketika heroin tidak dikonsumsi oleh pengguna, akan terjadi peningkatan camp yang menyebabkan hiperaktivitas saraf dan hasrat untuk mengonsumsi obat tersebut. 14 Kokain disalahgunakan dengan cara dihirup, yaitu membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian bergaris lurus diatas permukaan kaca atau benda yang mempunyai permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot atau gulungan kertas atau cara lain yang dapat digunakan dengan cara dibakar bersama tembakau. Efek dari pemakaian kokain ini membuat pemakai merasa segar, hilang nafsu makan, menambah rasa percaya diri, dan juga dapat menghilangkan rasa sakit serta lelah. 13 Kokain meningkatkan kadar dopamin yang hadir pada jarak diantara sel-sel saraf dengan menghalangi penghapusan kembali ke sel. Jumlah dopamin yang berlebihan menghasilkan reseptor dalam jumlah yang cukup banyak yang muncul pada beberapa sel-sel otak, menyebabkan efek hiperaktif dan menstimulasi otak sama kuatnya seperti mengaktifasi reward pathway yang menyebabkan perasaan senang dan menyebabkan kecanduan. Efek stimulan ini juga memberikan rasa tegang yang berlebihan pada jantung. 15 Kanabis nama lainnya ganja, marijuana, grass, cimeng, dan lain-lain. Ganja berasal dari tanaman Canabis sativa dan Canabis indica. Cara penggunaannya adalah dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau menggunakan pipa rokok. Efek ganja tergolong cepat, yaitu cenderung merasa lebih santai, rasa gembira berlebih atau euforia, sering berfantasi, aktif berkomunikasi, selera akan tinggi, sensitif, kering pada mulut dan tenggorokan. 13 Bahan aktif dalam ganja, delta-9-tetrahydrocannabinol (THC), hanya ditemukan dalam porsi kecil dari tanaman ganja, di puncuk bunga dan di beberapa

daun. THC merangsang reseptor cannabinoid (CBRs), yang terletak di permukaan neuron untuk menghasilkan efek psikoaktif. CBRs merupakan bagian dari sistem endocannabinoid, sebuah jaringan komunikasi di otak yang berperan dalam pengembangan dan fungsi saraf. CBRs biasanya diaktifkan secara alami oleh neurotransmitter dan anandamid. THC meniru anandamid dengan mengikat CBRs dan mengaktifkan neuron, tetapi efek dari THC yang lebih kuat dan lebih lama aktif daripada neurotransmitter endogen. CBRs tersebar luas di otak, tapi sangat lazim di hipocampus, cerebelum, korteks prefrontal, dan amygdala yang merupakan daerah otak yang terlibat dalam kesenangan, kognisi, konsentrasi, memori, persepsi nyeri, dan koordinasi motorik. 16 Reseptor CBRs mengatur aktivasi pelepasan beberapa neurotransmiter, termasuk noradrenalin, GABA, serotonin, dan dopamin. Beberapa penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa paparan THC meningkatkan pelepasan noradrenalin yang menyebabkan perilaku kecemasan pada hewan pengerat. Salah satu efek keuntungan yang mungkin dari efek ganja yaitu meningkatkan jumlah serotonin sedangkan GABA bertanggung jawab atas defisit memori dilakukan oleh THC sama seperti stres. 16 b. Golongan II: Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat juga digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya morfin. 12,13 Morfin merupakan salah satu analgesik opioid psikoaktif yang kuat. Morfin dapat menjadi suatu zat yang sangat adiktif yang dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis. Morfin bekerja dengan mengikat mu opioid, kappa opioid, dan reseptor nosiseptin di sumsum otak dan tulang belakang (terutama pada substantia gelatinosa yang merupakan tempat perasaan nyeri pertama kali diproses), serta delta reseptor di otak. Ini menghambat transmisi sinyal nyeri dari neuron pada sistem saraf perifer dan juga menghasilkan efek di tanduk dorsal untuk merangsang neuron dan jalur lainnya. 17

Hasilnya bahwa morfin memblok sinyal sakit dari kedua sistem saraf pusat dan perifer. Lebih jauh lagi, obat tidak berhenti menransmisi rasa sakit, melainkan mengubah persepsi rasa sakit pengguna. Efek euforia yang dihasilkan oleh morfin merupakan bagian dari mekanisme lain yang melibatkan inhibitor gammaaminobutyric acid (GABA) dan neuron masing-masing. Dalam kondisi selular, GABA mengurangi jumlah dopamin yang merupakan neurotransmitter di otak yang berhubungan dengan kesenangan dan dikeluarkan di otak. Morfin menghambat jumlah GABA yang dilepaskan di otak. 17 Seiring waktu, secara bertahap akan meningkatkan tingkat dopamin otak yang menghasilkan perasaan euforia. Selain itu, penggunaan jangka panjang morfin menghambat produksi siklik adenosin monofosfat (camp). Ketika morfin tiba-tiba menjadi tidak tersedia, tubuh manusia memproduksi lebih camp sebagai hasil yang mengarah ke hiperaktif dan rasa ingin mengonsumsi obat tersebut. 17 c. Golongan III: Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya kodein. 12,13 Narkotika yang sering disalahgunakan adalah: a. Opiat : morfin, heroin. b. Ganja. c. Kokain. 13 Psikotropika adalah zat atau obat, alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat. Psikotropika dapat menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. 9,12,13 Psikotropika digolongkan sebagai berikut:

a. Golongan I: psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya ekstasi, shabu. 13 MDMA (3,4 - methylenedioxy-- methamphetamine) populer sebagai ekstasi atau lebih sering sebagai Molly merupakan sintetis atau obat psikoaktif yang menimbulkan perasaan euforia, emosional, empati kepada orang lain, dan distorsi pada persepsi indrawi dan waktu. Ekstasi dikonsumsi secara oral, biasanya dalam bentuk tablet atau kapsul. 18 Mekanisme keja ekstasi dengan cara meningkatkan aktifitas dari tiga neurotransmiter, yaitu serotonin, dopamin, dan norepinefrin. Efek emosional dan lebih sosial akibat penggunaan ekstasi biasanya dikarenakan secara langsung atau tidak langsung oleh pelepasan serotonin dalam jumlah yang cukup besar yang mempengaruhi suasana hati seperti fungsi lainnya untuk meningkatkan nafsu makan dan tidur. Serotonin juga memicu pelepasan hormon oksitosin dan vasopressin yang mempunyai peranan penting dalam hal kasih sayang, kepercayaan, gairah seksual, dan hubungan sosial. 18 Shabu merupakan zat adiktif yang cepat dan ampuh menstimulasi sistem saraf pusat yang menyebabkan pelepasan norepinefrin dan dopamin pada celah sinaptik serta saat memblokir reuptake. Ini mengakibatkan menipisnya neurotransmiter yang tersedia dan kemungkinan berkontribusi untuk toleransi yang cepat dan akhirnya terjadi gejala withdrawal. Shabu secara struktural terkait dengan epinefrin dan akan menyebabkan meningkatnya tekanan darah baik sistolik maupun diastolik yang biasanya disertai dengan refleks bradikardia. 19 Shabu bertindak dengan mengubah tingkat neurotransmiter sistem saraf pusat. Aktivitas ini merangsang pelepasan dan menghalangi reuptake dopamin, norepiefrin, dan serotonin di beberapa daerah otak, termasuk nucleus accumbens, prefrontal korteks, dan striatum (area otak yang terlibat dalam aktivitas pergerakan) yang mengarah ke degenerasi neuron dan neurotoksisitas. Tindakan ini mengakibatkan konsentrasi yang tinggi dari neurotransmiter pada daerah sinaps. Konsentrasi dopamin yang tinggi menyebabkan perasaan senang dan euforia, kelebihan

norepinefrin bertanggung jawab untuk kewaspadaan dan efek anti-kelelahan, serta serotonin dapat menyebabkan kerusakan kognitif yang akhirnya depresi. 20 b. Golongan II: psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya metilfenidat atau ritalin. 13 c. Golongan III: psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya fenobarbital, flunitrazepam. 13 d. Golongan IV: psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya diazepam, bromazepam, dan lain-lain. 13. Psikotropika yang sering disalahgunakan yaitu ekstasi dan shabu 13. Bahan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan, contohnya kelompok alkohol dan inhalasi. Minuman beralkohol mengandung etanol yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat. Jika diigunakan sebagai campuran dengan narkotika ataupun psikotropika akan memperkuat pengaruh zat tersebut didalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol, yaitu 1. Golongan A : kadar etanol 1-5% 2. Golongan B : kadar etanol 5-20% 3. Golongan C : kadar etanol 20-45% Sedangkan contoh yang termasuk bahan inhalasi antara lain lem kayu, tinner, penghapus cair, cat, dan bensin yang dapat memabukkan saat dihirup. 13

2.2 Dampak Penggunaan Narkoba Pada Tubuh 2.2.1 Dampak Pada Kesehatan Umum Dampak penyalahgunaan narkoba seseorang sangat bergantung pada jenis narkotika yang dipakai, kepribadian pemakai, dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum dampak kecanduan narkotika dapat terlihat pada fisik, psikis, maupun sosial seseorang. 12 Dampak fisik yang terjadi dapat berupa gangguan pada sistem saraf atau neurologis, gangguan pada jantung dan pembuluh darah, gangguan pada kulit atau dermatologis, gangguan pada paru-paru atau pulmoner, sering sakit kepala, mualmual dan muntah, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati, serta sulit tidur. 12 Selanjutnya dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan pada endokrin, gangguan fungsi seksual, kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe atau tidak haid. 12 Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal jika terjadi kelebihan dosis yaitu konsumsi narkotika melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya sehingga kelebihan dosis bisa menyebabkan kematian. 12 Dampak psikologi dan sosial yang ditimbulkan yaitu sering tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga, menjadi pemarah, sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan, cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman bahkan bunuh diri, dikucilkan oleh lingkungan, pendidikan menjadi terganggu, serta masa depan yang suram. 12

2.2.2 Dampak Pada Kesehatan Rongga Mulut Efek kesehatan mulut dari narkoba dapat dijelaskan dengan gambaran klinis dan proses patologis yang sering terihat pada rongga mulut. Orang dewasa dengan penyalahgunaan narkoba lebih rentan terhadap berbagai jenis penyakit mulut termasuk penyakit periodontal dan karies gigi. 20 Terjadi peningkatan kerusakan gigi dan kelainan gusi karena pengabaian diri, merokok, kebersihan mulut yang buruk, dan gizi yang kurang sehingga frekuensi makan dan menyikat gigi menjadi tidak teratur disamping mempunyai kebiasaan mengemil yang sangat berhubungan dengan terjadinya penyakit pada rongga mulut dan gigi. 21 Beberapa dampak yang terjadi antara lain: A. Xerostomia Shabu merupakan stimulan adiktif yang kuat yang dapat memberikan efek terhadap sistem saraf pusat. Shabu merupakan amin simpatomimetik yang bekerja pada reseptor α dan β adrenergik. Stimulasi dari reseptor α pada vaskularisasi kelenjar saliva menghasilkan vasokontriksi dan menurunkan laju aliran saliva. Hiposalivasi ini meminimalkan kemampuan normal protektif dari saliva dan meningkatkan risiko karies dan demineralisasi. 20 Xerostomia mempunyai beberapa kemungkinan penyebabnya. Obat yang paling sering berhubungan yaitu shabu, ekstasi, antipsikotik seperti phenothiazines, penekan nafsu makan, atropin, benzodiazepin, hypnotic, opioid, dan obat terlarang lainnya. 22 Metadon juga dapat mengakibatkan xerostomia atau mulut kering. 21,23 Opioid dikenal menyebabkan hipofungsi salivasi yang mengakibatkan xerostomia. Ganja dan ekstasi (3,4 methylenedioxy methamphetamine; MDMA) juga dapat menyebabkan mulut kering. 22,23

B. Kelainan Pengecapan Obat dapat merusak pengecapan rasa. Obat mungkin menyebabkan hilangnya ketajaman rasa atau hypogeusia, penyimpangan rasa atau dysgeusia, serta hilangnya sensasi rasa atau augesia walaupun ini jarang terjadi. 22 Dalam hal ini opioid 23, shabu, dan kokain dapat menyebabkan gangguan dalam pengecapan rasa. 22 Efek dari kebiasaan cara penggunaan opioid juga diartikan secara langsung oleh reseptor pusat opioid, kebanyakan terjadi pada reseptor kappa dan mu. Beberapa perubahan termasuk perantaraan dari peningkatan kenikmatan dan penghargaan terhadap aspek substansi manis oleh pengguna opioid dimana opioid ini lebih menginduksi rasa manis, terlebih untuk sukrosa. Konsekuensi dari kemampuan opioid untuk langsung menginduksi secara cepat rasa manis dari karbohidrat mungkin menjadi faktor yang berkontribusi secara signifikan. 24 C. Kelainan Mukosa 1. Ulserasi mukosa Merokok kokain dapat menyebabkan ulserasi atau lesi eksopitik pada palatum. Lesi ini kemungkinan disebabkan oleh panas secara langsung pada mukosa karena merokok dibandingkan efek bahan kimia lainnya. Efek oral dari penggunaan kokain berhubungan dengan jalur masuknya obat secara inhalasi nasal, merokok, dan pengolesan langsung pada oral mukosa, terutama gingiva. Kokain mempunyai efek vasokontriksi yang dapat menyebabkan ulserasi dan atrofi dari jaringan. Itu mungkin juga menjadi efek stimulan pada otot wajah dan pengunyahan. 25 Ulserasi oral dan infeksi sering terjadi di kalangan pengguna shabu. Ketika merokok atau dihisap, bahan kaustik yang terkandung mengenai permukaan rongga mulut, mengiritasi, dan membakar jaringan rongga mulut. Hal ini menyebabkan terjadinya ulserasi mulut dan infeksi secara signifikan. Hal ini juga disebabkan oleh mulut kering yang parah yang menyertai penggunaan shabu. Xerostomia disebabkan oleh vasokonstriksi dan penurunan fungsi kelenjar ludah. Lidah dan lapisan mulut dapat menjadi kering dan kesat tanpa adanya kontak dengan air liur. Hal ini dapat

menyebabkan infeksi sekunder dan membuat kemampuan terbatas untuk berbicara dan makan. 26 2. Pigmentasi mukosa Perubahan warna transient superfisial dorsum lidah, jaringan lunak lainnya, dan gigi mungkin terjadi dalam berbagai warna, biasanya kekuningan atau coklat, serta mungkin disebabkan oleh beberapa kebiasaan seperti tembakau, sirih, penggunaan kokain, beberapa obat seperti iron salts, bismut, klorheksidin atau antibiotik, terutama jika ini juga menyebabkan xerostomia (agen seperti psikotropika) serta heroin juga dapat menyebabkan pigmentasi pada mukosa oral. 22 3. Kanker rongga mulut Ganja dapat berhubungan dengan terjadinya kanker rongga mulut dimana biasanya terjadi pada bagian depan dasar mulut dan lidah. Mekanisme yang terjadi pada penggunaan ganja dengan cara merokok bekerja seperti zat karsinogen yang berhubungan dengan hadirnya aromatik hidrokarbon, benzopyrene, dan nitrosamine dalam jumlah 50% lebih besar dibandingkan jumlah yang terkandung dalam rokok tembakau. 27 4. Kandidiasis oral Pada pengguna ganja dengan cara merokok terjadi peningkatan insiden kandidiasis rongga mulut yang disebabkan adanya hidrokarbon yang terkandung, dimana ini sebagai sumber energi bagi candida. Faktor lain yang dapat mempengaruhi seperti respon imun yang turun disebabkan oleh penggunaan secara kronis, kebersihan gigi tiruan yang jelek, dan faktor nutrisi juga turut berpengaruh. 27,28

D. Kelainan Gigi 1. Karies Akibat mulut kering yang disebabkan oleh metadon dapat menyebabkan peningkatan risiko karies gigi atau berpotensi terkena infeksi candida. Tingginya kandungan gula atau asam dalam metadon dapat berkontribusi terhadap kerusakan atau erosi langsung dari enamel, baik yang mengandung gula ataupun bebas gula dapat menghambat sekresi saliva yang merupakan salah satu pertahanan alami tubuh terhadap plak. 21 Berkontak lama dengan metadon yang mengandung gula berhubungan dengan kerusakan gigi dan karies gigi. Bukan hanya metadon yang menyebabkan karies yang parah tetapi buruknya kebersihan rongga mulut dikalangan pecandu opioid dan pengguna metadon dapat memperburuk masalah yang sudah ada daripada memicu masalah baru. 21 Pengguna heroin menunjukkan kesehatan mulut yang buruk dalam hal karies dan penyakit periodontal. Sebuah studi pada heroin injektor melaporkan bahwa terlepas dari kebersihan mulut mereka, pasien-pasien ini menderita progresif karies gigi. Daerah ini meliputi area yang lebih luas daripada tipe lesi servikal, karies pada pasien ini lebih gelap dan biasanya terbatas pada permukaan bukal dan labial. Pola ini mungkin menjadi patognomonik untuk penyalahgunaan heroin. 23 Pada penggunaan ganja, gaya hidup yang dikombinasikan dengan penurunan jumlah saliva membuat sangat rentan terjadi karies halus pada permukaan gigi. Pada pengguna shabu menghadapi peningkatan risiko karies yang lebih dikenal sebagai meth-mouth, terkait dengan kurangnya kebersihan mulut, tinggi asupan gula, dan penurunan sekresi saliva. 23 Perasaan sindrom mulut kering dapat menyebabkan pengguna shabu untuk mengonsumsi minuman bersoda yang akan membuat suasana rongga mulut menjadi asam. Xerostomia dan peningkatan suasana asam dari minuman bersoda akan menciptakan lingkungan yang sempurna untuk meningkatkan terjadinya karies pada pengguna shabu, terutama mereka yang mengabaikan kebersihan mulut. 29

Pada penggunaan ekstasi berhubungan dengan konsumsi minuman bersoda yang berlebihan. Gula pada minuman mengandung asam yang dapat meningkatkan terjadinya karies dan gigi lebih berpotensi menjadi erosi. Risiko erosi enamel meningkat dengan berkurangnya sekresi saliva dan kapasitas buffer saliva. Mual dan muntah akibat efek ekstasi juga dapat meningkatkan erosi enamel pada gigi. 30 Pada opioid, ketidakpedulian terhadap kebersihan rongga mulutnya mengakibatkan status oral higiene yang jelek dan perubahan rasa yang lebih menyukai makanan manis berpengaruh pada perkembangan lesi karies dan juga disebabkan oleh xerostomia akibat efek opioid dan obat lainnya. 24 2. Bruxism Mengasah atau mengertakkan gigi dapat terjadi akibat penggunaan ekstasi, shabu, dan kokain. Pada pengguna shabu mengasah atau mengertakkan gigi terjadi karena peningkatan aktivitas motorik. Beberapa pengguna shabu yang menderita bruxism terjadi keretakan pada setengah gigi, terutama pada gigi seri atas lateral, gigi taring, dan premolar pertama. 29 Penggunaan shabu dapat menyebabkan pengguna merasa cemas dan gugup, sehingga menyebabkan mengertakkan dan mengasah gigi. Tanda-tanda bruxism, termasuk fraktur gigi dan erosi yang parah sering terjadi. Vasokonstriksi juga dapat mempengaruhi vitalitas gigi yang dapat meningkatkan kemungkinan fraktur enamel. 26 Mengasah gigi dikenal sebagai bruxism dan dapat menjadi ekstrim, terutama bila dikombinasikan dengan mulut kering. Hal ini dapat menyebabkan gigi retak dan patah serta mengakibatkan kerusakan saraf. 31

2.3 Kerangka Teori NARKOBA Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif Lainnya Pengaruh Terhadap Kesehatan Tubuh Kesehatan Umum Kesehatan Rongga Mulut Xerostomia Kelainan Pengecapan Kelainan Mukosa Kelainan Gigi

2.4 Kerangka Konsep Manifestasi oral Narkoba 1. Xerostomia 2. Kelainan pengecapan 3. Kelainan Mukosa 4. Kelainan Gigi 1. Jenis narkoba 2. Jumlah narkoba 3. Frekuensi penggunaan 4. Cara Pemakaian 5. Lama Pemakaian 6. Kebersihan Rongga Mulut 7. Diet