BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut

TINJAUAN PUSTAKA. yang spesifik dari takut yang muncul di situasi tertentu, tidak bisa dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014).

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB II LANDASAN TEORITIS

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK

BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994).

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MATERI 7 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

Social Anxiety Disorder (Social Fobia)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sejak manusia

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan)

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dialami pada waktu tertentu oleh tiap individu tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

I. PENGANTAR. A. Latar Belakang. Ansietas atau kecemasan adalah keadaan mood yang berorientasi dan

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. dalam benak mereka, seperti Who am I?, Apa yang membuat saya berbeda

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya pada program strata satu (Kamus

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut:

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Setiap individu berhak mendapatk:an pendidikan yaitu dengan cara. orangtua tentang pentingnya sekolah, banyak orangtua memasukkan anak mereka

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI. Menderita penyakit yang belum ada obatnya adalah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan menyediakan sumber yang besar dari pengalaman emosional.

CLINICAL CHILD PSYCHOLOGY ISU UNIK PADA PSIKOLOGI KLINIS ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini. Sejarah kasus dari penyakit dan serangkaian treatment atau

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS

BAB I PEMBAHASAN. dapat berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan banyak dijumpai permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

Hesti Lestari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat RSUP Prof dr R.D. Kandou Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN SOMATISASI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka sangat reseptif dalam mengembangkan rasa takut pada hal-hal yang tidak dikenalnya (Gunawan, 2006). Anak-anak pada umumnya memiliki berbagai macam ketakutan dan kekhawatiran yang biasanya disebut dengan kecemasan. Pengalaman yang tidak baik dapat menyebabkan anak menjadi panik dan sangat ketakutan. Ketakutan ini dapat semakin buruk dan menyebabkan ganggguan dalam fungsi kehidupan sehari-hari (Mortweet & Christophersen, 2002). Penyebab munculnya ketakutan pada anak disebabkan oleh banyak hal, tetapi menurut Farley (dalam Romans, 2007) ketakutan dasar mungkin disebabkan oleh memori yang samar-samar dari ketidakberdayaan yang berhubungan dengan kondisi yang mengancam dalam kehidupan manusia, seperti diserang, dijatuhkan, dihancurkan dan ditinggalkan. Farley (dalam Romans, 2007) juga mengatakan bahwa genetik dan lingkungan berhubungan dengan ketakutan yang dialami oleh anak-anak. Sejarah keluarga yang berhubungan dengan kecemasan dan depresi kadang-kadang bisa mempengaruhi. Orangtua juga memiliki pengaruh yang besar terhadap anaknya. Jika orangtua memiliki kecemasan maka ia akan menceritakannya kepada anak. Allen (dalam Romans, 2007) setuju bahwa penyebab kecemasan pada anak bervariasi pada setiap usia. Anak yang lebih kecil

cenderung takut berpisah atau kehilangan orangtua. Pra remaja dan remaja takut ditolak oleh teman sebaya atau gagal di sekolah. Menurut Martin & Pear (2003) ketakutan dan kecemasan pada sesuatu yang tidak rasional, yang berlebihan dan intens membuat seseorang tidak mampu melakukan apa-apa disebut dengan fobia. Menurut Nevid (2005), bahwa seseorang bisa saja mempunyai ketakutan terhadap suatu objek tertentu, tetapi hanya bila ketakutan itu mengganggu kehidupan sehari-hari atau menyebabkan distres emosional yang signifikan maka barulah dapat didiagnosis sebagai gangguan fobia. Selaras dengan pernyataan Martin & Pear (2003), Smith (2011) juga mengatakan bahwa fobia adalah rasa takut yang intens dari sesuatu yang tidak atau sedikit menimbulkan bahaya aktual. Fobia atau ketakutan biasanya terhadap tempat yang tertutup, ketinggian, mengemudi di jalan raya, terbang, serangga, ular dan jarum. Namun, fobia dapat dikembangkan hampir pada semua benda atau situasi apapun. Fobia berkembang di masa kanak-kanak tetapi mereka juga dapat berkembang pada orang dewasa. Fobia termasuk dalam gangguan psikologis, apabila fobia tersebut secara signifikan mempengaruhi gaya hidup atau keberfungsian seseorang, atau menyebabkan distres yang signifikan (Nevid, 2005). Ada banyak teori tentang penyebab fobia, Gunawan (2006) mengatakan bahwa kebanyakan fobia terbentuk melalui dua proses. Proses pertama adalah sensitizing event (kejadian yang membuat seseorang menjadi sensitif), misalnya seorang ibu yang sedang membersihkan rumahnya, tiba-tiba ia melihat kecoa

keluar dari lemari. Ia kaget dan berteriak, anaknya yang saat itu juga berada dalam ruangan yang sama ikut kaget dan menjadi sensitif terhadap kecoa. Proses kedua adalah activating event (peristiwa yang mengaktifkan), misalnya seekor kecoa terbang ke arah wajah seorang anak, ia menjadi kaget dan takut sehingga setiap kali melihat atau mendengar kata kecoa ia akan sangat takut. Penyebab lain dari fobia adalah kejadian yang menakutkan pada masa kanakkanak. Selain itu juga dapat disebabkan oleh orangtua atau caretaker yang meninggalkan anak sendiri pada usia yang masih sangat kecil. Pikiran yang sadar mungkin tidak mengingat kejadian ini, tapi pikiran yang tidak sadar mengingat hal ini. Memori ini dapat menyebabkan ketakutan pada beberapa orang. Selain itu para ahli juga menduga bahwa fobia dapat disebabkan oleh genetik dan juga orang yang mengalami trauma (Orr, 1999). Menurut Gunawan (2006) ketakutan dan fobia tergantung pada karakter setiap orang. Ada orang yang mengalami peristiwa yang sama tetapi sama sekali tidak terpengaruh. Sebaliknya, ada yang begitu terpengaruh sehingga menjadi fobia. Orang yang fobia merasa terancam oleh sesuatu yang sebenarnya tidak berbahaya bagi hidupnya. Namun, karena situasi yang dihadapi dianggap berbahaya, orang ini akan mengalami reaksi fisik dan emosional yang sama seperti saat ia benarbenar dalam situasi berbahaya yang akhirnya membuat orang itu menjadi tegang. Penelitian yang dilakukan Anxiety Disorders Association of America (ADAA) (dalam Romans, 2007), menunjukkan bahwa ketakutan dapat menyebabkan anakanak memiliki performansi yang jelek di sekolah, memiliki kemampuan sosial yang tidak berkembang dan mudah diserang oleh penyalahgunaan zat-zat

terlarang. Sesuai dengan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV (dalam Martin & Pear, 2003), gangguan fobia biasanya dikarakteristikkan dengan ketakutan atau kecemasan yang dapat menyebabkan reaksi fisiologis seperti tangan basah, menggigil dan jantung yang berdebar, menghindar dari situasi yang dapat menyebabkan ketakutan muncul dan mempengaruhi perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari, hal ini terjadi baik pada anak-anak maupun dewasa. Menurut Hostetler (2007) fobia pada anak-anak dapat menyebabkan respon fisik seperti nafas yang pendek, detak jantung yang cepat, menjerit, lari dan kabur. Anak-anak mungkin akan menjadi takut untuk meninggalkan rumah sehingga mempengaruhi perkembangan sosial dan akademik mereka. Fobia juga dapat mempengaruhi aktivitas keluarga, menghalangi mereka menikmati sesuatu seperti liburan atau pergi ke tempat-tempat lain. Fobia atau ketakutan yang menetap dan berlebihan terhadap sesuatu objek atau situasi spesifik seperti ketakutan terhadap binatang, benda atau situasi tertentu disebut specific phobia (APA, 2000). Specific phobia sering bermula pada masa kanak-kanak. Banyak anak yang mengembangkan ketakutan terhadap objek atau situasi spesifik, tetapi hal ini akan berlalu; akan tetapi pada beberapa orang, ketakutan ini akan terus berlanjut menjadi fobia kronis yang signifikan secara klinis (Nevid, 2005). Specific phobia adalah salah satu gangguan yang paling banyak dialami oleh anak-anak. Flatt dan King (2008), menunjukkan bahwa fobia pada anak biasanya berupa fobia pada hewan atau situasi tertentu yang dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam menjalani hubungan dengan orang lain, sosial dan

kompetensi akademik. Karena itu sangat penting untuk menyembuhkan fobia pada anak-anak maupun orang dewasa secepatnya agar tidak menjadi lebih serius. Specific phobia adalah salah satu gangguan psikologis yang paling umum, sekitar 7-11% dari populasi umum (APA, 2000). Specific phobia cenderung berlangsung terus menerus selama bertahun-tahun atau selama beberapa dekade kecuali bila ditangani dengan baik, dan biasanya perempuan mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar dibandingkan laki-laki untuk mengalami specific phobia (Nevid, 2005). Specific phobia dapat dikembangkan hampir pada semua benda atau situasi apapun (Nevid, 2005). Ada beberapa penelitian mengenai specific phobia dengan objek fobia yang beragam, salah satunya adalah Nock (2002) yang meneliti fobia seorang anak laki-laki terhadap makanan. Anak tersebut memenuhi kriteria diagnostik specifik phobia dan setiap hendak makan anak tersebut muntah, sehingga jika dibiarkan akan mengganggu kesehatan anak. Nock mencoba beberapa treatment untuk mengurangi perilaku muntah anak tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi benda atau objek fobia juga berupa makanan yaitu nasi. Nasi merupakan sumber makanan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, khususnya Indonesia bagian barat. Nasi banyak mengandung karbohidrat dan air, sehingga nasi putih menjadi sumber tenaga utama yang cepat karena nasi mudah diserap tubuh. Selain itu kandungan yang terdapat pada nasi adalah protein. Walaupun kandungannya kecil namun nasi tetap mengandung protein sekitar 2 gram per 100 gram nasi. Protein dibutuhkan untuk membangun dan memperbaiki sel-sel yang rusak. Keunggulan nasi adalah

kecilnya kandungan lemak jenuh, kolesterol dan sodium, bahkan tidak ada sama sekali. Nasi juga merupakan sumber yang baik untuk zat Mangan yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga akan lebih baik jika fobia terhadap nasi ini segera ditangani karena dikhawatirkan akan sangat mempengaruhi kesehatan individu yang mengalami fobia terhadap nasi. Menurut Satriana (2012) fobia dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dengan berbagai cara, diantaranya dengan terapi obat-obatan dan psikoterapi. Terapi obat-obatan yang dilakukan untuk mengurangi fobia pada umumnya hampir sama dengan terapi obat-obatan untuk kecemasan. Pada umumnya dokter menyarankan penggunaan obat psikoleptik, yaitu benzodiazepines dalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini adalah Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam, Klobazam, Bromazepam, Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam. Psikoterapi yang dapat digunakan untuk mengurangi fobia seperti behavior modification, cognitive behavioural therapy (CBT), rational emotive behavior therapy (REBT), hypnotherapy, talk therapy dan neuro linguistic programming (NLP). Pada penelitian ini, peneliti memilih menggunakan rational emotive behavior therapy (terapi rasional emotif tingkah laku) pada subjek penelitian yang mengalami specific phobia, yaitu ketakutan atau fobia terhadap nasi. Terapi rasional emotif tingkah laku adalah suatu pendekatan dalam membantu memecahkan masalah-masalah yang dikarenakan oleh pola pikir yang bermasalah (Ellis, 1997). Peneliti menggunakan terapi ini karena terapi rasional emotif tingkah laku, menggabungkan tiga teknik yaitu kognitif, emotif dan tingkah laku,

sehingga pemikiran-pemikiran irrasional subjek akan diubah menjadi pemikiran yang rasional dan juga mengubah emosi negatif subjek menjadi emosi yang positif dan keduanya akan terlihat dari perilaku yang ditunjukkan subjek (Ellis, 2007). Subjek yang berpikir irrasional mengenai objek fobianya, yaitu nasi, akan diubah menjadi rasional dan dapat mengendalikan emosinya saat berhadapan dengan objek fobianya yang terlihat dari perilaku yang subjek perlihatkan. Selain menggabungkan tiga teknik (kognitif, emotif dan tingkah laku), terapi rasional emotif tingkah laku juga memiliki ciri terapisnya harus berperan lebih aktif dibanding subjek dalam upaya mengatasi masalah yang dihadapi subjek (Ellis, 1997). Hal ini juga menjadi salah satu alasan kenapa peneliti menggunakan terapi rasional emotif tingkah laku, mengingat yang menjadi subjek penelitian adalah anak-anak yang masih memerlukan bimbingan dan arahan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penerapan terapi rasional emotif tingkah laku terhadap anak yang mengalami specific phobia terhadap nasi. 2. Bagaimana perilaku anak yang mengalami specific phobia terhadap nasi setelah penerapan terapi rasional emotif tingkah laku.

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan terapi rasional emotif tingkah laku dalam mengurangi perilaku fobia anak yang mengalami specific phobia terhadap nasi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat secara teoritis, metodologis maupun praktis. 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan sumber informasi bagi disiplin psikologi di bidang psikologi klinis anak, khususnya mengenai konsep terapi rasional emotif tingkah laku dan teori specific phobia. 2. Secara metodologis, dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan peneliti dalam melaksanakan penelitian studi kasus. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu para psikolog dalam menangani kasus-kasus serupa. Dan juga diharapkan dapat membantu orangtua yang memiliki anak dengan gangguan specific phobia terhadap nasi, agar dapat menyadari dan memahami sedini mungkin gangguan yang dialami anaknya, sehingga dapat secepatnya meminta pertolongan kepada ahlinya.

E. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan terbagi atas beberapa bab, yaitu: Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik secara teoritis, metodologis maupun secara praktis, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka. Bab ini terdiri dari teori kepustakaan mengenai specific phobia dan terapi rasional emotif tingkah laku. Bab III Metode penelitian. Bab ini menguraikan tentang pendekatan kualitatif, subjek penelitian, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian, dan metode analisis data. Bab IV Hasil dan pembahasan. Bab ini berisi analisi dan interpretasi data hasil penelitian serta pembahasan data-data hasil penelitian dengan teori yang relevan. Bab V Kesimpulan dan saran. Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan saran yang berisikan saran-saran praktis sesuai hasil dan masalah-masalah penelitian, dan saran-saran metodologis untuk pihak-pihak yang ingin membuat penelitian lanjutan. BAB II