BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

xvii Universitas Sumatera Utara

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

2. Strongyloides stercoralis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia nematode usus sering disebut cacing perut, yang sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

N E M A T H E L M I N T H E S

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pribadi setiap harinya kita menghasilkan sampah yaitu melalui kegiatan makan,

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam. pemeriksaan metode pengendapan dengan sentrifugasi.

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS

PREVALENSI INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS BLIMBING MALANG. Oleh Ma rufah Prodi Analis Kesehatan-AAKMAL Malang ABSTRAK

SKRIPSI. Oleh: Dian Kurnia Dewi NIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

UNIVERSITAS INDONESIA

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan

KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN KEBERSIHAN PRIBADI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA DIAN NUSANTARA 2011

HUBUNGAN HYGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI KECACINGAN PADA PEMULUNG ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI TPA ANTANG MAKASSAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Timur. Terdapat bukti berupa lukisan pada kuburan Mesir kuno yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan atau personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani kuno sebagai dewi kebersihan. Yang dimaksud dengan Hygiene perorangan adalah suatu pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perorangan untuk dapat memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan serta mencegah timbulnya penyakit (Adam Sjamsunir, 1978). Didalam undang-undang Pokok Kesehatan pasal I, No. 9 th. 1996, dikatakan: tiap-tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah (Adam Sjamsunir, 1978). Yang dimaksud kesehatan di dalam UU Pokok Kesehatan tersebut adalah pengertian sehat yang sesuai dengan ketentuan yang telah didefinisikan oleh WHO (World Health Organisation), yang berbunyi: sehat adalah keadaan jasmani, rohani dan sosial yang sempurna dan bukan hanya bebas dari penyakit cacat dan kelemahan (Adam Sjamsunir, 1978). Sedangkan yang dimaksud sakit adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh bermacam-macam hal, bisa suatu kejadian, kelainan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap susunan jaringan tubuh, baik fungsi jaringan itu sendiri, maupun fungsi keseluruhan. Penyebab penyakit itu sendiri bermacam-macam, tapi dalam garis

besarnya dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu; yang berasal dari dalam (endogen) dan yang berasal dari luar (eksogen). Sesuai dengan definisi sehat, gangguan kesehatan bagi seseoarang meliputi 3 faktor penting yaitu; penyebab penyakit (agent), tuan rumah (host), dan lingkungan (environment). Ketiga faktor tersebut harus seimbang, karena ketidakseimbangan ketiga faktor tersebut akan menyebabkan gangguan kesehatan pada seseoarang (Adam Sjamsunir, 1978). B. Hygiene dan sanitasi lingkungan Yang dimaksud dengan hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Indan Entjang, 1986). Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan oleh WHO dengan penyelidikan-penyelidikan diseluruh dunia dimana didapatkan hasil bahwa angka kematian (mortaliti), angka perbandingan orang sakit (morbiliti) yang tinggi serta seringnya terjadi epidemi, terdapat ditempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi lingkungannya buruk yaitu tempat-tempat dimana terdapat banyak lalat, nyamuk, penbuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah tangga yang buruk, perumahan yang terlalu sesak dan keadaan sosial ekonomi yang jelek. Tetapi pada tempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi lingkungannya diperbaiki, mortaliti, morbiliti menurun dan wabah berkurang dengan sendirinya (Indan Entjang, 1986).

Menurut penyelidikan WHO bahwa di negara-negara yang sedang berkembang terdapat banyak penyakit kronis endemis, sering terjadi epidemi, masa hidup yang pendek, angka kematian bayi dan anak yang tinggi hal ini disebabkan oleh: pengotoran persediaan air rumah tangga, infeksi karena kontak langsung ataupun tidak langsung dengan feases manusia, infeksi yang disebabkan oleh arthropoda, rodent, molluska, dan vektor-vektor penyakit lainnya, perumahan yang terlalu sempit, penyakit hewan yang berhubungan dengan manusia (Indan Entjang, 1986). Pencegahan tehadap timbulnya berbagai penyakit, terutama masalah parasit usus hanyalah sekedar mencegah jangan sampai terjadi kontak langsung maupun tidak langsung dengan penyebab penyakit tersebut. Pencegahan terhadap infeksi cacing denagn transmisi melalui tanah sampai kini masih memberikan hasil yang kurang memuaskan. Berbeda dengan negara-negara yang sudah maju, mereka masalah tersebut diatas bukan masalah yang sepele. Bukti nyata yang telah mereka lakukan adalah dengan cara melaksanakan pemecahan masalah dengan berbagai tindakan yang dilaksanakan serentak, misalnya; pengarahan sanitasi lingkungan yang baik, perundangan kesehatan, pendidikan kesehatan dan peningkatan nilai kehidupan. tersebut : Ada 3 tindakan utama yang dapat ditegakkan dalam mengatasi masalah cacing 1. Pendidikan masyarakat mengenai kesehatan

2. Pembuangan faeces manusia secara sehat 3. Pengobatan masal (Indan Entjang, 1986). C. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. Klasifikasi Filum Nematohelminthes Kelas Nematoda Superfamili Ascaridoidea Trichineuosea Stongyloidea Rhabdiloidea Genus Ascaris Trichuris Ancylostoma Necator Strongyloides Spesies A. lumbricoides T. trichiura A. deudenale N. americanus S.stercolaris 2. Macam-macam sepsis Soil Transminthed Helminthes a. Ascaris lumbricoides (cacing gelang) 1. Morfologi dan Daur Hidup Morfologi: cacing jantan berukuram 10-30 cm, dengan eko melingkar dan memiliki spikula. Sedangkan cacing betina berukuran 22-35 cm, dengan ekor lurus dan pada 1/3 bagian antrior terdapat cincin kopulasi. Satu ekor cacing betina dapat memproduksi telur 100.000-

200.000 butir telor per hari, yang terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Siklus hidup: telur tertelan manusia larva (dalam usus halus) pembuluh darah/lapisan limpa jantung paru-paru dinding alveolus trakhea farink (iritasi) oksefagus usus halus (dewasa). Dar telur matang yang tertelan sampai cacing dewasa membutuhkan waktu 2 bulan (Arjatmo Tjokronegoro, 2000). 2. Patologi dan gejala Klinik Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh larva dan cacing dewasa. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat di paruparu yang disertai batuk, demam dan eosinofilia. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya bersifat ringan seperti mual, nafsu makan berkuarang, diere atau konstipasi (Arjatmo Tjokronegoro, 2000). 3. Epidemologi Telur Ascaris berkembang baik pada tanah liat yang mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30 o C. pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu (Jankung Samidjo, 2001). b. Trichuris trichiura (Cacing Cambuk) 1. Morfologi dan Daur Hidup

Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk, dengan bagian anterior (kepala) lebih panjang (3/5 bagian tubuh), berbentuk langsing seperti rambut. Sedangkan bagian posterior (ekor) lebih pendek (2/5 bagian tubuh) dan lebih tebal. Cacing jantan panjangnya berkisar antara 3-4 cm dengan bagian ekor melingkar. pada cacing betina panjangnya berkisar antara 4-5 cm dengan ekor tumpul seperti koma (Arjatmo Tjokronegoro, 2000). Bentuk telur Trichuris trichiura sangat khas, mirip tempayan dengan kedua ujungnya dilengkapi tutup (operkulum) dari bahan mokus yang jernih. Kulit bagian luarnya berwana kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur Trichuris trichiura mempunyai ukuran 50-54x32 mikron. Telur yang sudah dibuahi dikeluarkan dari hospesnya bersama tinja, dan menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu tanah yang lembab dan tempat yang teduh (Jankung Samidjo, 2001). Manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang (berisi larva dan merupakan bentuk infektif), kemudian telur ini menetas di usus halus. Larva keluar dari dinding telur dan masuk kedalam usus halus. Setelah menjadi dewasa, cacing dewasa turun ke usus bagian distal dan masuk kedalam kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 3 bulan. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000).

2. Patologi dan Gejala Klinik Cacing Trichuris trichiura pada manusia hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asenden. Pada infeksi berat, cacing dapat menyebabkan pendarahan ditempat perlekatan dan dapat menyebabkan anemi. Pada anak, infeksi terjadi menahun dan berat (hiperinfeksi). Gejala-gejala yang timbul adalah diare disertai dengan sindrom disentri, anemia, prolopsus, rektal, dan berat badan turun. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000). 3. Epidemiologi Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30 0 C. Frekuensi infeksi di Indonesia tinggi, terutama didaerah pedesaan. Frekuensinya berkisar antara 30%- 90%. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak-anak. (Jankung Samidjo, 2001) c. Strongyloides stercoralis 1. Morfologi dan Daur Hidup Cacing yang terdapat pada manusia hanya yang berjenis betina, yang hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan jejenum. Cacing betina filariform, halus tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2mm. Daur hidup cacing ini lebih komplek dibandingkan dengan nematoda usus yang lainnya. Cacing ini berkembang biak secara partenogenesis, telurnya berbentuk lonjong, ukurannya 50-58 x 30-34 mikron dan dindingnya tipis. Telur diletakan di mukosa usus yang kemudian metetas menjadi larva rabditiform yang masuk kerongga usus dan serta dikeluarkan bersama tinja (Arjatmo Tjokronegoro, 2000). 2. Patologi dan Gejala Klinis

Bila larva filariform dalam jumlah yang besar menembus kulit, maka akan timbul kelainan kulit yang disebut creeping eruption yang sering disertai dengan gatal yang hebat. Sedangkan pada cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda yang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigostrium tengah dan tidak menjalar serta kemungkinan dapat terjadi mual dan muntah, diare dan konstipasi saling bergantian (Arjatmo Tjokronegoro, 2000). 3. Epidemiologi Di daerah panas yang mempunyai kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang sangat menguntungkan cacing Strongyloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Larva tumuh dengan baik pada tanah gembur, berpasir, dan humus (Arjatmo Tjokronegoro, 2000). d. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) 1. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator americanus setip hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale mengelurkan telur tiap harinya kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0.8 cm.bentuk badan Necator americanus biasanya berbentuk huruf S, sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C. Cacing Necator americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks (Arjatmo Tjokronegoro, 2000). Telur akan dikeluarkan bersama tinja dan setelah menetas, dalam waktu 1-1.5 hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira tiga hari larva rabditifom tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah. Daur hidup cacing ini adalah sebagai berikut ; Telur - larva rabditform larva filariform menembus kulit kapiler darah jantung kanan paru bronkus trakea laring usus halus. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000) 2. Patologi dan Gejala Klinik Apabila larva filariform dalam jumlah yang besar dapat menembus kulit, maka akan menimbulkan gatal-gatal dan perubahan kulit yang disebut Graund itch. Pada stadium dewasa cacing Necator americanus menyebebkan kehilangan darah sebanyak 0.005-0.1 cc sehari, sadangkan Ancylostoma duodenale 0.08-0.34 cc. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan prestasi kerja turun (Jankung Samidjo, 2001).

3. Epidemiologi Cacing tambang berkembang baik pada tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari langsung. Suhu optimum untuk pertumbuhan larva Necator americanus adalah 28 0-30 0 C, sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan larva Ancylostoma duodenale adalah 23 0-25 0 C. (Jankung Samidjo, 2001).