BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

xvii Universitas Sumatera Utara

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Rusmartini, 2009). Cacing ini ditularkan melalui telur cacing yang

2. Strongyloides stercoralis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

Distribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH (Soil Transmitted Helminth) adalah cacing golongan nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia nematode usus sering disebut cacing perut, yang sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pribadi setiap harinya kita menghasilkan sampah yaitu melalui kegiatan makan,

N E M A T H E L M I N T H E S

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera.

SKRIPSI. Oleh: Dian Kurnia Dewi NIM

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam. pemeriksaan metode pengendapan dengan sentrifugasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes dan mempunyai kelas Nematoda, sedangkan superfamili maupun genusnya berbeda. A.lumbricoides mempunyai superfamili Ascaridoidea, genus Ascaris; T.trichiura mempunyai superfamili Trichineuosea, genus Trichuris; A. duodenale mempunyai superfamili Strongyloidea, genus Ancylostoma; N. americanus mempunyai superfamili Strongyloidea, genus Necator; S. stercoralis mempunyai superfamili Rhabdiloidea, genus Strongyloides. 2. Macam-macam spesies Soil Transmitted Helminths a. Ascaris lumbricoides (Cacing gelang) 1) Morfologi dan daur hidup Morfologi: cacing jantan berukuran 10 31 cm, dengan ekor melingkar serta memiliki 2 spikula. Sedangkan cacing betina berukuran 22 35 cm, ekor lurus dan pada 1/3 bagian anterior memiliki cincin kopulasi. Satu ekor cacing betina dapat memproduksi 100.000 200.000 butir telur per hari, terdiri dari telur yag dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. 5

6 Siklus hidup : telur tertelan manusia di dalam usus halus berubah menjadi larva masuk pembuluh darah/lapisan limpa beredar ke jantung, paru-paru, dinding alveolus, trakea, faring, eksofagus, usus halus (dewasa). Dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000) 2) Patologi dan gejala klinik Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh larva dan cacing dewasa. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat di paru-paru disertai batuk, demam dan eosinifilia. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya bersifat ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000) 3) Epidemologi Telur Ascaris berkembang baik pada tanah liat yang mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30 C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu. (Jankung Samidjo, 2000) b. Trichuris trichiura (Cacing cambuk) 1) Morfologi dan daur hidup Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk, dengan bagian anterior (kepala) lebih panjang (3/5 bagian tubuh), berbentuk langsing seperti rambut. Sedangkan bagian posterior (ekor) lebih pendek (2/5

7 bagian tubuh) dan lebih tebal. Cacing jantan panjangnya berkisar antara 3-4 cm dengan bagian ekor melingkar. Pada cacing betina panjangnya berkisar antara 4-5 cm, dengan ekor tumpul seperti koma. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000) Bentuk telur Trichuris trichiura sangat khas, mirip tempayan dengan kedua ujungnya dilengkapi tutup (operkulum) dari bahan mokus yang jernih. Kulit bagian luarnya berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur Trichuris trichiura mempunyai ukuran 50-54 32 mikron. Telur yang sudah dibuahi dikeluarkan dari hospesnya bersama tinja, dan menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu tanah yang lembab dan tempat yang teduh. (Jankung Samidjo, 2000) Manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang (berisi larva dan merupakan bentuk infektif), kemudian telur ini menetas di usus halus. Larva keluar dari dindng telur dan masuk kedalam usus halus. Setelah menjadi dewasa turun ke usus bagian distal dan masuk kedalam kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 3 bulan. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000)

8 2) Patologi dan gejala klinik Cacing Trichuris trichiura pada manusia hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon askenden. Pada infeksi berat, cacing dapat menyebabkan perdarahan ditempat perlekatan dan dapat menyebabkan anemi. Pada anak, infeksi terjadi menahun dan berat (hiperinfeksi), dan dapat menyebabkan disentri, anemia, sakit perut, mual dan muntah. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000) 3) Epidemologi Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30 C. Frekuensi infeksi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan. Frekuensinya berkisar antara 30% - 90%. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak-anak. (Jankung Samidjo, 2001) c. Strongyloides stercoralis 1) Morfologi dan daur hidup Cacing yang terdapat pada manusia hanya yang berjenis betina, yang hidup sebagai parasit di vulvus duodenum dan jejenum. Cacing betina filariform, halus tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm. Daur hidup cacing ini lebih komplek dibandingkan dengan nematoda yang lainnya. Cacing ini berkembang biak secara partenogenesis, telurnya berbentuk lonjong, ukurannya 50-58 30-34

9 mikron dan dindingnya tipis. Telur diletakan di mukosa usus yang kemudian menetas menjadi larva rabditiform yang masuk kerongga usus dan serta dikeluarkan bersama tinja. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000) 2) Patologi Klinis Bila larva filariform dalam jumlah yang besar menembus kulit, maka menimbulkan kelainan kulit yang disebut creeping eruption yang serig disertai dengan gatal yang hebat. Sedangkan pada cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda yang dapat menimbulkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigostrum tengah dan tidak menjalar dan serta memungkinkan terjadinya mual, muntah, diare dan konstipasi saling bergantian. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000) 3) Epidemologi Di daerah panas yang mempunyai kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang sangat mengutungkan cacing Strongyloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Larva tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, berpasir dan humus. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000)

10 d. Cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) 1) Morfologi dan daur hidup Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator americanus setiap hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale mengeluarkan telur tiap harinya kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantann kurang lebih 0.8 cm. Bentuk badan Necator americanus menyerupai huruf "S", sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf "C". Cacing Necator americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulariksi. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000) Telur akan dikeluarkan bersama tinja dan setelah menetas, dalam waktu 1-1.5 hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira tiga hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7 8 minggu di tanah. Daur hidup cacing ini adalah sebagai berikut : Telur menjadi larva rabditiform kemudian larva filariform menembus kulit masuk kapiler darah menyebar ke jantung kanan, paru-paru, bronkus, trakea, laring, dan usus halus. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000)

11 2) Patologi dan gejala klinik Apabila larva filariform dalam jumlah yang besar dapat menembus kulit, maka akan menimbulkan gatal-gatal dan perubahan kulit yang disebut Graund itch. Pada stadium dewasa, cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0.005 0.1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale 0.08 0.34 cc. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan prestasi kerja menurun. (Jankung Samidjo, 2001) 3) Epidemologi Cacing tambang berkembang baik pada tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari secara langsung. Suhu optimum untuk pertumbuhan larva Necator americanus adalah 28-30 C, sedangkan suhu optimum Ancylostoma duodenale adalah 23-25 C. (Jankung Samidjo, 2001) B. Kuda 1. Klasifikasi kuda Dalam dunia hewan, kuda memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum Kelas Ordo Suku : Chordata : Mamalia : Perissodactyla : Equidae

12 Marga : Equus Spesies : Equus cabalus (www.wikipedia/ensiklopedia/indonesia/ternak kuda.com) 2. Peranan kuda Indonesia terkenal memiliki cukup banyak jenis kuda lokal yang selalu dikembangkan sebagian rakyat sebagai hewan kesayangan atau hewan pembantu pencari nafkah keluarga. Diluar Jawa, kuda mempunyai fungsi sosial yang cukup tinggi, disamping berfungsi ekonomis, terutama bagi daerah-daerah terpencil. Peranan kuda masih cukup penting sebagai alat angkut yang sangat praktis dan murah. (Jacob,1994) Hasil survei yang dilakukan oleh Direktorat Bina Program Peternakan menunjukkan bahwa 57% pemilik kuda adalah petani, 30% selain pemilik juga bekerja di belakang kuda sebagai kusir dan hanya 13% yang memelihara sebagai kerja sambilan atau kesenangan. Mereka memperoleh pendapatan dari mempekerjakan kuda yang dipeliharanya, yaitu untuk menarik gerobak atau berfungsi sebagai andong. (Jacob,1994) 3. Makanan kuda Salah satu faktor yang menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan kuda yaitu makanan. Makanan pokok kuda adalah rumput, sedangkan makanan tambahan berupa konsentrat, terdiri dari jagung, gabah, dan kacang-kacangan. Konsentrat atau penguat yang banyak dipergunakan di Indonesia ialah padi dan gabah. Kuda yang ringan pekerjaannya cukup diberi kurang lebih 1½kg gabah sehari,

13 kuda yang biasa pekerjaannya dapat diberi 2 kg atau lebih, dan kuda yang berat pekerjaannya memerlukan lebih banyak kurang lebih 3-4 kg. (Lubis, 1963) 4. Tindakan hygiene dan sanitasi kandang Tindakan hygiene adalah usaha penjagaan kesehatan melalui kebersihan agar ternak bebas dari suatu infeksi penyakit baik bakteri, virus, maupun parasit. Tindakan hygiene yang dilakukan sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan dengan cara menyucihamakan peralatan dan kandang, yaitu dengan disemprot, disiram, atau direndam dengan cairan desinfektan, dijemur langsung pada cahaya matahari, disiram atau direndam dengan air mendidih, dikapur dinding kandangnya dengan cairan kapur kental atau dicat bagian-bagian tertentu dengan eter. b. Menjaga kebersihan di dalam dan di luar kandang Kelembaban udara dan lantai harus dihindarkan dengan cara ventilasi kandang diatur secara sempurna dan sinar matahari pagi diusahakan bisa masuk ke dalam kandang, kotoran harus rajin dibersihkan. Kotoran ditampung ditempat penampungan khusus yang letaknya agak jauh dari kandang sehingga mengurangi lalat, sisa-sisa pakan yang mungkin berserakan dan juga semak-semak yang tumbuh di sekitar kandang harus dibersihkan. Pakan dan air minum harus bersih dan tidak terkontaminasi atau tercemari bibit penyakit. c. Kebersihan kulit ternak yang dipelihara Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang berfungsi untuk melindungi

14 badan terhadap penyakit, mengatur suhu badan, dan melepas sisa-sisa pertukaran zat seperti yang merugikan tubuh lewat kelenjar keringat. Kulit menjadi kotor akibat kotoran seperti kulit ari yang mengelupas, serta debu dan lumpur yang melekat bersama keringat dan lemak kulit. Oleh karena itu, untuk menjaga kebersihan kulit, ternak perlu dimandikan dan disikat. Dan bulu yang panjang harus sering dipotong. (Sugeng, 1996) d. Kebersihan bahan pakan dan kandungan racun Bahan pakan yang kotor dan beracun akan mengganggu kesehatan ternak. Pakan yang kotor seperti rumput yang bercampur lumpur karena terkena banjir, pakan yang sakit akibat hama ulat, serta pakan yang sudah busuk akan merugiakan kehidupan ternak. Hijauan yang beracun yang terjadi secara alamiah ataupun racun kimia sangat berbahaya bagi kesehatan ternak. (Sugeng, 1996) C. Hygiene perorangan Hygiene perorangan disebut juga "kebersihan diri", kesehatan perorangan atau "personal hygiene". Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani kuno sebagai dewi kebersihan. Hygiene perorangan adalah suatu pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perorangan untuk dapat memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan serta mencegah timbulnya penyakit. (Adam Sjamsunir, 1978) Kesehatan adalah sumber dari kesenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan. Oleh karena itu sangat bijaksana bila kita selalu memelihara dan meningkatkan

15 kesehatan pribadi. Usaha kesehatan yang dapat dilakukan yaitu dengan memelihara kebersihan diri, rumah, dan lingkungan. Kebersihan diri meliputi makan dengan menu yang seimbang, olah raga teratur, tidak merokok, tidak minum-minuman keras dan narkoba, perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, melakukan pemeriksaan kesehatan. (Indan Enjtang, 2003) Keadaan sakit merupakan penghambat bagi kemajuan karier seseorang. Keadaan sakit disamping merupakan pengeluaran biaya, untuk perawatan dan pengobatan juga menimbulkan penderitaan. Hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan hidup yang kurang sehat misalnya merokok, jarang mandi, membuang sampah disembarang tempat. Sebelum tubuh sakit dapat dilakuakn suatu tindakan pencegahan misalnya dengan merubah pola hidup atau kebiasaan yang kurang baik, memperhatikan kebersihan lingkungan, meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan melalui penyuluhan-penyuluhan kesehatan. (Indan Enjtang, 2003)

16