BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata rata Pertambahan Jumlah Moina sp. (Ind/200ml) Rata rata pertambahan jumlah populasi Moina sp.

TINJAUAN PUSTAKA. antena dorsal dan 2 buah antenna lateral. Pada ujung antenna biasanya terdapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan makanan pada saat masa penggantian dari makanan kuning telur ke

BAB 3 BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Brachionus plicatilis menurut Edmonson (1963) adalah

SKRIPSI ANDI PRANATA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

PERBANDINGAN LAJU PERTUMBUHAN POPULASI (B. plicatilis ) SETELAH DIBERIKAN PENAMBAHAN MAKANAN PADA MEDIA PERLAKUAN SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang-layang atau mengambang di

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan di suatu perairan. Uji hayati (bio assay) adalah suatu metode

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

daging atau susu tetapi juga menghasilkan pupuk kandang. Kotoran sapi memiliki

Tingkat Kelangsungan Hidup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN POPULASI ROTIFERA (Brachionus plicatilis) SESUDAH DIBERIKAN PENAMBAHAN MAKANAN PADA MEDIA PERLAKUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakcoy merupakan tanaman dari keluarga Cruciferae yang masih berada

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

PENDAHULUAN. Untuk mendukung usaha tersebut dibutuhkan Balai Benih Ikan. ikan. Ketika usaha pemeliharaan atau pembesaran berkembang dibutuhkan bibit

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan salah satu sumber gizi penting untuk proses kelangsungan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.

PERTUMBUHAN TANAMAN Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii keris) PADA MEDIA CAMPURAN ARANG SEKAM DAN PUPUK KANDANG DENGAN PENAMBAHAN STARBIO SKRIPSI

Ilmu Tanah dan Tanaman

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

II. TINJAUAN PUSTAKA

Nur Solikin Dosen Fakultas Peternakan UNP Kediri

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

ikan yang relatif lebih murah dibanding sumber protein hewani lainnya, maka permintaan akan komoditas ikan terus meningkat dari waktu ke waktu.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

I. PENDAHULUAN. Budidaya merupakan suatu kegiatan pemeliharaan sumber daya hayati yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. devisa negara. Dalam budidaya ikan, faktor utama yang mendukung peningkatan

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Brachionus plicatilis O. F. Muller Djarijah (1995) mengatakan bahwa Brachionus plicatilis merupakan organisme eukariot akuatik yang termasuk ke dalam zooplankton yang bersifat filter feeder yaitu mengambil makannya dengan cara menyaring partikel dari media tempat hidupnya. Zooplankton dari genera Brachionus ini mempunyai variasi ukuran tubuh, yaitu antara 50-300 mikron. Ukuran tubuh yang bervariasi ini juga dibedakan berdasarkan tipe, yaitu untuk yang berukuran besar (230-400 mikron) digolongkan kedalam tipe L, sedangkan yang berukuran kecil (50-220 mikron) digolongkan kedalam tipe S. Dahril (1996) mengatakan bahwa bentuk dan ukuran tubuh Rotifera berbeda antara jantan dan betinanya, dimana ukuran tubuh Rotifera jantan jauh lebih kecil dengan bentuk tubuh agak meruncing ke bagian bawah bila dibandingkan dengan betina (Gambar 2.1). Gambar 2.1. Bentuk Morfologi Brachionus plicatilis A. Betina ; B. Jantan (Mujiman, 2002)

Tubuh Brachionus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, badan, dan kaki atau ekor. Pemisahan antara kepala dan badan tidak jelas, sedangkan bagian kaki dan ekor berakhir dengan belahan yang disebut jari. Badan Brachionus dilapisi oleh kutikula yang tebal dan pada bagian kepala terdapat enam duri, sepasang duri diantaranya merupakan duri yang paling panjang dan terdapat di tengah. Di bagian ujung tubuhnya terdapat gelang-gelang silia berbentuk seperti spiral dan berfungsi untuk memasukkan makanan ke mulutnnya (Priyambodo dan Tri, 2001). 2.2 Klasifikasi Brachionus plicatilis Ciri khas yang merupakan dasar pemberian nama Rotatoria atau Rotifera adalah terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini bentuknya bulat dan berbulu-bulu getar, yang memberikan gambaran seperti sebuah roda (Mujiman, 1998; Djarijah, 1995). Brachionus plicatilis merupakan salah satu Rotifera yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat hirarkinya Edmonson (1963) sebagai berikut: Phylum Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Rotifera : Monogonata : Ploima : Brachionidae : Brachionus : Brachionus plicatilis O. F. Muller Brachionus termasuk salah satu genus yang sangat populer diantara sekian banyak jenis Rotifera. Genus ini terdiri dari 34 spesies (Dahril, 1996). Menurut Mudjiman (2002) bahwa selain Brachionus plicatilis dikenal juga beberapa spesies dari genus Brachionus, antara lain: Brachionus pala, Brachionus punctatus, Brachionus abgularis, dan Brachionus moliis.

2.3 Biologi Brachionus plicatilis Brachionus ditemukan di perairan tawar, payau, atau laut, tergantung jenisnya (Mudjiman, 1998). Menurut Dahril (1996) pertumbuhan populasi Brachionus sp. Dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, ph, salinitas, konsentrasi oksigen terlarut, konsentrasi nitrit dan konsentrasi amonia. Brachionus sp. dapat berkembang dengan baik jika dipelihara di tempat yang mendapat sinar matahari (Mujiman, 1998). Brachionus plicatilis bersifat euthermal. Pada suhu 15 C Brachionus plicatilis masih dapat tumbuh, tetapi tidak dapat bereproduksi, sedangkan pada suhu di bawah 10 C akan terbentuk telur istirahat. Kenaikan suhu antara 15-35 C akan menaikkan laju reproduksinya. Kisaran suhu antara 22-30 C merupakan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi, disamping itu Brachionus plicatilis juga bersifat euryhalin. Betina dengan telurnya dapat bertahan hidup pada salinitas 98 ppt, sedangkan salinitas optimalnya adalah 10-35 ppt. Keasaman air turut mempengaruhi kehidupannya. Rotifera ini masih dapat bertahan hidup pada ph 5 dan ph 10, sedangkan ph optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi berkisar antara 7,5-8,0 (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Brachionus sp. Umumnya bersifat omnivora dan suka memakan jasad-jasad renik yang mempunyai ukuran tubuh kecil dari dirinya, seperti : alga, ragi, bakteri dan protozoa (Pennak, 1978). Brachionus plicatilis bersifat penyaring tidak selektif (non selective filter-feeder). Pakan diambil secara terus menerus sambil berenang (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Sistem reproduksi rotifera terjadi secara seksual (kawin) dan aseksual (parthenogenesis). Secara seksual, organ reproduksi betina terdiri dari ovarium, yolk gland dan oviduct, sedangkan organ reproduksi pada jantan terdiri dari satu testis yang dihubungkan oleh saluran sperma ke penis (Djuhanda, 1980). Menurut Priyambodo & Tri (2001), dalam keadaan normal, spesies ini dapat berkembang biak secara parthenogenesis (bertelur tanpa kawin). Ada dua tipe Branchionus betina, yaitu betina amiktik dan betina miktik. Isnansetyo & Kurniastuty

(1995) mengatakan bahwa betina miktik adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang dihasilkan betina miktik akan menetas menjadi jantan. Jantan ini akan membuahi betina miktik dan menghasilkan 1-2 telur istirahat. Telur ini mengalami masa istirahat sebelum menetas menjadi betina amiktik. Betina amiktik adalah betina yang tidak dapat dibuahi. Dari betina amiktik yang terjadi ini maka reproduksi secara aseksual akan terjadi lagi antara betina miktik dan amiktik tidak dapat dibedakan secara eksternal. Selanjutnya Mujiman (1998) mengatakan bahwa Brachionus plicatilis yang jantan hanya muncul pada musim-musim tertentu saja sehingga yang betina hampir selamanya berkembang biak secara parthenogenesis (tanpa kawin) dan dalam banyak hal yang jantan jarang sekali muncul, bahkan banyak di antara jenisnya tidak dikenal pejantannya. Untuk lebih jelasnya siklus hidup Rotifera B. plicatilis dapat dilihat pada Gambar. 2.2 dibawah ini : Gambar 2.2 Daur hidup Brachionus plicatilis (modified from Hoff and Snell, 1987)

2.4 Peranan Pupuk dalam Pembudidayaan Brachionus plicatilis Rotifera Brachionus plicatilis dapat tumbuh dengan baik jika dipelihara bersamaan dengan Chlorella sp. yang ditumbuhkan dengan beberapa jenis pupuk. Jadi pupuk diberikan untuk memberikan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton yang merupakan makanan Rotifera Brachionus plicatilis. Dengan menggunakan pupuk kotoran ayam akan dihasilkan kepadatan Chlorella sp. yang paling tinggi dibandingkan dengan pupuk kotoran ternak lainnya, hal ini dikarenakan tinggi dan lengkapnya kandungan unsur hara kotoran ayam tersebut (Balai Penelitian & Pengembangan Budidaya Laut, 1985). Kadarini (1997) mengatakan bahwa jenis pupuk dibedakan menjadi dua macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan atau peruraian sisa-sisa (serasah) tanaman dan hewan misalnya pupuk kandang, pupuk hijau dan sebagainya sedangkan pupuk anorganik atau pupuk buatan, yaitu pupuk yang merupakan hasil industri pabrikpabrik pembuat pupuk misalnya pupuk Urea, TSP, Diamonium Phospat (DAP) dan sebagainya. Menurut Saifuddin (1985) dan Setyamidjaja (1986) bahwa pemakaian pupuk organik yaitu kotoran ternak dapat merangsang pertumbuhan populasi mikroorganisme. Selanjutnya Sutejo (1995) dan Mujiman (1998) juga menjelaskan bahwa kotoran ternak terutama kotoran ayam merupakan pupuk organik yang banyak dimanfaatkan dalam usaha bercocok tanam dan pada masa kini banyak dimanfaatkan juga dalam usaha perkembangan perikanan, misalnya digunakan dalam pembudidayaan pakan alami ikan, yaitu Brachionus plicatilis. Dari hasil penelitian Sachlan (1980) menunjukkan bahwa Rotifera dapat tumbuh banyak jika kolam dipupuk dengan pupuk kandang. Kemudian Setyamidjaja (1986) dan Hardjowigeno (1987) mengatakan bahwa pupuk kotoran ayam mempunyai kandungan unsur hara yang cukup tinggi, karena bagian yang padat bercampur dengan bagian yang cair (urine). Selain itu pupuk kotoran ayam adalah pupuk yang lengkap karena mengandung hampir semua unsur hara yang bekerja secara perlahan-lahan

dalam jangka waktu yang lama (Hardjinomo dalam Rafnida, 1986). Bahkan dari hasil penelitian Anindiastuti dalam Setiabudiningsih (1989) menunjukkan bahwa pemupuk an dengan menggunakan kotoran ayam cenderung memberikan kandungan unsur hara yang lebih lengkap sehingga meningkatkan produktivitas primer perairan. Menurut Lingga (1995) pupuk yang banyak digunakan baik dalam usaha pembudidayaan tanaman maupun perikanan adalah pupuk Urea dan TSP, karena kandungan unsur hara kedua pupuk ini tinggi dan termasuk pupuk tunggal yaitu pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur saja, dimana pupuk Urea hanya mengandung nitrogen dan pupuk TSP hanya mengandung fosfor. Adapun komposisi mineral dan kandungan air dari kotoran ayam dibandingkan dengan kotoran ternak lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Komposisi Mineral dan Kandungan Air Beberapa Jenis Kotoran Ternak dan Unggas Jenis Ternak Nitrogen Fosfor Kalium Air Kuda - padat 0,55 0,30 0,40 75 - cair 1,40 0,02 1,60 90 Sapi -padat 0,40 0,20 0,10 85 -cair 1,00 0,50 1,50 92 Kerbau -padat 0,60 0,30 0,34 85 -cair 1,00 0,15 1,50 92 Kambing -padat 0,60 0,30 0,17 60 -cair 1,50 0,13 1,80 85 Domba -padat 0,75 0,50 0,45 60 -cair 1,35 0,05 2,10 85 Babi -padat 0,95 0,35 0,40 80 - cair 0,40 0,10 0,45 87 Ayam - padat dan cair 1,00 0,80 0,40 55 Sumber: Lingga (1995)

Menurut Dahril (1996) fitoplankton secara umum dapat mempengaruhi pertumbuhan Rotifera, karena dengan meningkatnya jumlah fitoplankton di suatu perairan maka akan meningkatkan pula pertumbuhan Rotifera Brachionus plicatilis tersebut. Unsur hara esensial yang harus ada di perairan dan merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan fitoplankton adalah unsur phospat dan nitrogen (Shasmand, 1986). Berdasarkan kandungan unsur hara, pupuk urea dan TSP termasuk pupuk tunggal, karena hanya mengandung satu macam unsur hara. Urea hanya mengandung N sedangkan TSP hanya mengandung P. Pupuk Urea dan TSP termasuk pupuk buatan (pupuk anorganik) yang berkadar hara tinggi (Sutejo, 1995). Urea terbuat dari gas amoniak dan gas asam arang yang mengandung zat N 46%. TSP berupa bubuk berwarna abu-abu dan mengandung zat P 14-20% (Lingga, 1995). Berikut dicantumkan beberapa jenis pupuk nitrogen dan fosfor beserta kadar haranya. Tabel 2.2 Beberapa Jenis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Beserta Kadar Haranya Jenis Pupuk Kadar N (%) Kadar P (%) Zwavelzure ammoniak 20-21 - Urea 46 - Chilisalpeter 14-16 - Natronsalpeter 16 Kalkammonsalpeter 20 - Kalkstikastof 20-21 - Superposfat/ Enkel uperposfat (ES) - 18-20 Dubble Superposfat (DS) - 36-40 Triple Superposfat (TSP) - 48-54 Posfat Cirebon - 25-28 Fused Magnesium posfat (EMP) - 19 Sumber: Lingga (1995) 2.5 Peranan Vitamin C bagi Rotifera Zat-zat gizi yang merupakan bagian terbesar dalam diet manusia maupun hewan adalah protein, karbohidrat dan lemak. Walaupun demikian, ada pula zat gizi lain yang juga mempunyai peranan penting dalam fungsi sel tubuh. Zat tersebut tidak bisa

disintesis oleh tubuh, berperan penting sehingga harus diberikan dari luar agar fungsi sel dalam tubuh dapat berjalan sehingga kesehatan dapat tercapai. Zat tersebut adalah vitamin (Prawirokusumo, 1991). Vitamin dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi harus ada dalam pakan. Vitamin merupakan senyawa organik kompleks yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perawatan dan reproduksi. Ada sekitar empat vitamin larut lemak dan 11 vitamin larut air yang dibutuhkan oleh organisme akuatik. Beberapa fungsi vitamin larut dalam air baik secara langsung maupun bentuk modifikasinya sebagai koenzim aminotransferase. Tidak ada vitamin larut dalam lemak yang diketahui berfungsi sebagai coenzim (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Marzuqi et al. (2001) menjelaskan bahwa vitamin dibutuhkan untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh, dan reproduksi. Vitamin dibagi menjadi 2 bagian yaitu vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E dan K) dan vitamin yang larut didalam air yaitu riboflavin, thiamin, vitamin C dan lain-lain. Selanjutnya Grant et al (1989) menyatakan bahwa Vitamin C adalah antioksidan (asam askorbat) yang positif mempengaruhi sistem kekebalan tubuh ikan dan beberapa hewan akuatik (zooplankton). Vitamin C secara alami terjadi di lingkungan akuatik, dan ada data yang kuat dari para ilmuwan, bahwa dosis vitamin C memiliki banyak efek positif pada kehidupan akuatik.