KESIMPULAN. Berdasarkan analisis data dapatlah dikemukakan kesimpulan-kesimpulan. 1.1 Pelaksanaan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB V PENUTUP. Administratif di Badan Pertimbangan Kepegawaian dan Pengadilan Tata. Usaha Negara jika dilihat dari Tata Cara sebagai berikut :

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN. kedaulatan yang meliputi teori kedaulatan tuhan, teori kedaulatan negara, teori

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si *

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB IV PENUTUP. bertentangan dengan Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA yang menetapkan

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

Hukum Administrasi Negara

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

QUO VADIS KEPUTUSAN FIKTIF NEGATIF? (Catatan Pinggir pasca berlakunya UU KIP)

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

Pajak Kontemporer Peradilan Pajak

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

ANALISA PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA NOMOR 40/G/2008/PTUN-JKT

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Modul 2 Modul 3 Modul 4

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

Bahkan perkembangan perundang-undanganundangan ini akan membawa perubahan signifikan dan prinsipiil pada kewenangan hakim dan kewenangan peradilan tat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

RechtsVinding Online

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2. 1 TAHUN 2002

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSAALAM NOMOR : 21TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun yang. perolehan pajak bagi APBN dari tahun ke tahun.

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B A B I P E N D A H U L U A N. membutuhkan materi atau uang seperti halnya pemerintahan-pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Peradilan Adminitrasi Pajak

Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. legislatif dengan masyarakat dalam suatu Negara. kebutuhan-kebutuhannya yang vital (Ni matul Huda, 2010: 54).

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Positive. Personality. OLEH-OLEH DARI MEDAN hal. 4. Disiplin Tanpa Batas

16 MASALAH POKOK Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Pemerintah, 9 Mei 2011 Terhadap RUU BPJS Sistem Jaminan Sosial Nasional

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EFEKTIFITAS EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA. Maisara Sunge Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KARAKTERISTIK PENGAWASAN PERADILAN ADMINISTRASI TERHADAP TINDAKAN PEMERINTAH. Oleh : Fitria, S.H., M.H 1 ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

Transkripsi:

171 KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dapatlah dikemukakan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan melalui penelitian disertasi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1.1 Pelaksanaan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan yang obyeknya izin pemanfaatan hutan belum dapat dilaksanakan secara optimal sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah negara RI yaitu Pancasila yaitu perlindungan terhadap hak-hak perseorangan yang sekaligus melindungi hak-hak masyarakat. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : a. Dari aspek keadilan substantif, pelaksanaan fungsi PTUN dalam menyelesaikan Sengketa TUN yang obyeknya izin pemanfaatan hutan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta maupun Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya hanya mampu memberikan perlindungan hukum bagi hak-hak perseorangan atau individu saja, akan tetapi belum mampu mewujudkan keselarasan dan keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat.

172 b. Dari aspek keadilan prosedural, fungsi PTUN telah dapat dilaksanakan sesuai prosedur yang adil, hanya pelaksanaan fungsi tersebut belum sepenuhnya optimal, karena tidak diaturnya upaya perdamaian dan batas waktu penyelesaian sengketa sampai tingkat kasasi, serta tidak maksimalnya pemberian nasihat oleh hakim dalam tahap pemeriksaan persiapan. 1.2 Pelaksanaan fungsi PTUN yang belum memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan serta mampu mengakomodir kepentingan masyarakat maupun pelestarian hutan sesuai karakteristik dari obyek sengketanya yaitu izin pemanfaatan hutan, menunjukkan bahwa tujuan diterapkannya teori pemisahan kekuasaan belum terwujud di Indonesia. Tujuan digunakannya teori pemisahan kekuasaan disesuaikan dengan tujuan negara masing-masing negara. Tujuan diadakannya pemisahan kekuasaan di Indonesia adalah untuk memberikan perlindungan rakyat dan mewujudkan kesejahteraan rakyat khususnya dalam pemanfaatan hutan. Penyelesaian sengketa izin pemanfaatan hutan oleh PTUN masih menyisakan berbagai persoalan di dalam masyarakat, hal ini menunjukkan bawa PTUN sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman belum mampu memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuan negara yaitu kesejahteraan rakyat. Hal ini disebabkan asas-asas yang berlaku dalam hukum lingkungan pada umumnya dan hukum kehutanan pada khususnya seperti asas pembangunan berkelanjutan dan asasasas kehati-hatian serta nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya tercermin

173 dalam hukum acara PTUN maupun putusan-putusan Hakim TUN dalam perkara pemanfaatan hutan. 2. Adanya sejumlah kendala dalam pelaksanaan fungsi PTUN menyebabkan PTUN tidak dapat memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi pencari keadilan yang obyeknya izin pemanfaatan hutan. Kendala-kendala tersebut muncul karena teori pengawasan dipahami terlalu sempit. Pengawasan yang dilakukan oleh PTUN hanya terbatas mengawasi saja, tidak disertai kegiatan untuk memberikan koreksi dari hasil pengawasan. Pemahaman makna pengawasan yang sempit ini tercermin dalam pengaturan mengenai fungsi PTUN dan putusan-putusan PTUN. Kendala-kendala tersebut meliputi : 1.1 Kendala substansi hukum a. Kendala terhadap peraturan perundang-undangan Peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan hakim yang terbatas dalam mengadili yaitu terbatas menyatakan ketidakabsahan KTUN yang digugat, hal ini dikarenakan pengawasan hanya dipahami sebagai kegiatan mengawasi yang tidak disertai tindakan korektif. Hakim tidak diberikan kewenangan untuk melakukan revisi terhadap KTUN yang menjadi obyek sengketa. Hal ini menjadi kendala PTUN dalam memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi pencari keadilan yaitu terpenuhinya hak pencari keadilan tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat maupun kepentingan kelestarian hutan.

174 b. Kendala sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan. AAUPB merupakan alat uji hakim dalam pengujian KTUN sebagai obyek sengketa. AAUPB tersebut juga merupakan kaidah atau pedoman bagi pejabat pemerintah dalam membuat kebijakan atau mengeluarkan KTUN. Dalam bidang kehutanan terdapat asas pembangunan berkelanjutan yang dijadikan pedoman atau kaidah bagi pejabat pemerintah di dalam mengeluarkan KTUN izin pemanfaatan. Asas ini tidak dijadikan alat uji bagi hakim dalam menyelesaikan sengketa yang obyeknya izin pemanfaatan hutan. Hal ini menyebabkan tidak adanya sinkronisasi UU PTUN dengan Pasal 33 ayat (4) UUD Negara RI 1945, dan tidak ada harmonisasi UU PTUN dengan UU Kehutanan, sehingga Putusan PTUN belum mampu memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan sekaligus perlindungan terhadap kelestarian hutan. c. Kendala pelaksana hukum Dalam pelaksanaan fungsi PTUN tidak terdapat eksekutor atau pelaksana yang mampu memaksa pejabat untuk melaksanakan Putusan PTUN, hal ini juga disebabkan oleh pemahaman teori pengawasan yang sempit. PTUN hanya melakukan kegiatan mengawasi, sedangkan tindakan koreksi termasuk penerapan sanksi bukan bagian dari kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh PTUN. Kewenangan melaksanakan putusan adalah kewenangan eksekutif, dalam hal PTUN yang

175 melaksanakan putusan maka PTUN dianggap duduk di kursi eksekutif. Hal inilah yang menyebabkan hingga sekarang belum ada peraturan pelaksanaan dari ketentuan yang mengatur mengenai uang paksa, dan peraturan pemerintah yang merupakan pedoman bagi presiden dalam memberikan sanksi bagi pejabat yang tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan. Hal ini menyebabkan perlindungan hukum bagi pencari keadilan menjadi tidak optimal, karena dalam hal pejabat atau badan TUN tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan maka pencari keadilan tidak dapat menikmati kemenangannya. 1.2 Kendala kelembagaan hukum a. Belum terpenuhinya keberadaan Pengadilan TUN di tiap kabupaten/kota dan PT TUN di tiap provinsi menjadi kendala tersendiri bagi pencari keadilan. Dalam perkara TUN yang obyeknya izin pemanfaatan hutan, seringkali pencari keadilan adalah masyarakat di sekitar hutan yang penghidupannya dari sumber daya yang ada di hutan atau masyarakat hukum adat yang tinggal di dalam hutan. Tidak terpenuhinya keberadaan Pengadilan TUN dan PT TUN sesuai dengan ketentuan, menyebabkan akses masyarakat untuk mendapatkan keadilan melalui PTUN menjadi sangat kecil. b. Kendala lainnya adalah berkaitan dengan pemahaman hakim berkaitan dengan persoalan-persoalan di bidang kehutanan. Persoalan kehutanan tidak hanya persoalan perorangan saja tetapi menyangkut persoalan-

176 persoalan yang lebih seperti persoalan akses masyarakat yang tinggal di sekitar hutan terhadap sumberdaya hutan, persoalan keseimbangan antara pemaanfaatan hutan dan kelestariannya, persoalan kelestarian satwa dan tumbuhan langka, persoalan hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dunia, dan sebagainya. Dalam memutus sengketa bidang kehutanan, hakim harus mempertimbangkan persoalan-persoalan tersebut dalam putusannya. Jika tidak demikian, putusan hakim akan cenderung memberikan keadilan bagi hak perseorangan saja dan mengabaikan hakhak masyarakat. 2. Langkah-langkah hukum diperlukan untuk memperbaiki fungsi PTUN agar PTUN Mampu Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pencari Keadilan yang Obyek Sengketanya Izin Pemanfaatan Hutan. Langkah hukum yang diambil berpijak pada kendala-kendala yang menyebabkan PTUN tidak mampu memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi pencari keadilan. Dalam mengadakan pembaharuan fungsi PTUN ini berlandaskan pada teori keadilan Pancasila yaitu keadilan yang didasarkan pada sila kelima Pancasila yang dijiwai pula oleh sila-sila lainnya. 3.1 Langkah untuk mengatasi kendala substansi hukum. a. Langkah untuk mengatasi kendala peraturan perundang-undangan. Diperlukan penguatan fungsi PTUN dalam memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan yang obyeknya izin pemanfaatan dengan memberikan kewenangan kepada hakim PTUN untuk dapat melakukan

177 revisi terhadap KTUN yang digugat dalam putusannnya. Kewenangan hakim merevisi obyek sengketa izin pemanfaatan hutan, akan memperbesar keleluasaan hakim untuk mewujudkan keadilan berdasarkan sila kelima Pancasila. b. Langkah untuk mengatasi kendala sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Perlu dilakukan pengembangan AAUPB sesuai dengan berkembangnya Sengketa TUN dari berbagai sektor termasuk di sektor kehutanan. Dalam Sengketa TUN yang obyeknya izin pemanfaatan hutan, perlu dikembangkan asas pembangunan berkelanjutan sebagai AAUPB melalui pengaturan dalam peraturan perundang-undangan atau melalui putusan hakim. Sehingga terjadi sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai asas yang digunakan sebagai kaidah atau pedoman pejabat dalam mengeluarkan KTUN izin pemanfaatan hutan dengan asas yang digunakan sebagai alat pengujian hakim dalam penyelesaian sengketa yang obyeknya izin pemanfaatan hutan. Pengujian izin pemanfaatan hutan dengan menggunakan asas pembangunan berkelanjutan akan lebih bisa mengakomodir nilai-nilai dalam Pancasila ke dalam Putusan Hakim. c. Langkah untuk mengatasi kendala pelaksana hukum Harus ada eksekutor untuk melaksanakan putusan pengadilan dalam hal pejabat TUN tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan, selain

178 itu perlu segera dikeluarkan peraturan pelaksanaan sebagai pedoman bagi eksekutor dalam melaksanakan wewenangnya sebagai eksekutor atau pelaksana Putusan Pengadilan TUN. Upaya memperkuat kewenangan eksekutor dalam pelaksanaan PTUN harus memperhatikan nilai-nilai dalam Pancasila sehingga kepentingan umum/publik tidak dikorbankan. 3.2 Langkah untuk mengatasi kendala kelembagaan hukum a. Hakim yang mengadili perkara yang obyeknya izin pemanfaatan hutan seharusnya tidak hanya menguasai hukum administrasi saja, tetapi juga memahami hukum kehutanan, sehingga Hakim PTUN dapat memproduksi putusan yang mempunyai pertimbangan untuk kepentingan pelestarian hutan. b. Keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mudah diakses oleh rakyat pencari keadilan, sehingga rakyat tidak mengalami kesulitan ketika hendak memperjuangkan hak-haknya melalui peradilan tata usaha negara. B. Saran 1. Perlu lebih diperkuat landasan filosofis Pancasila dalam proses penyelesaian Sengketa TUN yang obyeknya izin pemanfaatan dan dalam Putusan Hakim, sehingga PTUN mampu mewujudkan perlindungan hukum yang optimal bagi pencari keadilan dan perlindungan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan maupun perlindungan terhadap kelestarian hutan. 2. Perlu dilakukan penyempurnaan terhadap fungsi PTUN terutama mengenai kewenangan hakim dalam memutus, dasar pengujian KTUN bagi hakim,

179 pengaturan yang jelas mengenai eksekutor putusan PTUN dan kewenangannya, susunan majelis hakim dalam sengketa izin pemanfaatan, diberikannya ruang perdamaian bagi para pihak, pengadaan lembaga Pengadilan TUN dan Pengadilan Tinggi TUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, sehingga PTUN mampu memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan baik keadilan prosedural dan keadilan substansial. 3. Perlu diterbitkan UU PTUN yang baru untuk menggantikan UU PTUN sebelumnya, yang lebih memberikan penguatan Fungsi PTUN sebagai lembaga pengawasan, sehingga dalam menjalankan fungsinya lebih mempunyai kreativitas dan inovasi dalam penyelesaian Sengketa TUN mengenai izin pemanfaatan hutan, yang pada akhirnya dengan penguatan fungsi PTUN tersebut diharapkan PTUN mampu memberikan perlindungan yang optimal bagi rakyat berdasarkan Pancasila sebagai falsafah Negara RI.