Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu:

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Lampiran 1 Rancangan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ph ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS. Dididihkan 5 menit. Didinginkan 5 menit

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia.

ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea)

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON METABOLIT ANTI PATOGEN PADA AKAR TUSAM AKIBAT PENGIMBASAN INTERAKSI SIMBIOTIK MIKORISA. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

4 Hasil dan Pembahasan

Kimia Analisis II. Annisa Fillaeli

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

Ion Exchange Chromatography Type of Chromatography. Annisa Fillaeli

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

4. HASIL DAN PEMBASAN

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia

ISOLASI DAN KARAKTERISASI AMILASE DARI BIJI DURIAN (DURIO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN

ILMU KIMIA ANALIT. Dr. Ir. Dwiyati Pujimulyani, MP

BAB I PENDAHULUAN. Protease adalah enzim yang memiliki daya katalitik yang spesifik dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN GULA, GARAM DAN ASAM. Disiapkan oleh: Siti Aminah

Transkripsi:

27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing 3 dan 7. Berdasarkan zona hambatan yang terbentuk dapat diketahui bahwa V. harveyi memiliki sensitivitas lebih tinggi dari pada E. coli terhadap antimikrob yang dihasilkan sp. Lts 40. Irina et al. (2001) melaporkan sp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan zat antimikrob berupa bakteriosin, seperti Cerein oleh B. cereus (Oscariz & Pisabarro 2000). Rachmaniar (1997) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya zona hambat zat antimikrob antara lain adalah aktivitas zat antimikrob gugus fungsi dari substansi sendiri, resistensi dari bakteri terhadap substansi zat antimikrob, kadar substansi aktif serta jumlah inokulum bakteri atau kepadatan bakteri uji. Pada cross streak method, sp. Lts 40 juga memiliki jarak penghambatan lebih besar dibandingkan sp. yang lain. Jarak penghambatan sp. Lts 40 terhadap E. coli (8 mm) dan V. harveyi (7 mm), dilihat secara secara statistik jarak penghambatannya tidak berbeda nyata. Ketiga sp. yang diuji, aktivitas penghambatan pada masing-masing isolat berbeda nyata. Hasil uji ini menunjukkan bahwa dengan adanya perbedaan isolat maka aktivitas penghambatannya juga akan berbeda dan pada metode ini sp. lebih dulu ditumbuhkan dari pada bakteri uji. Pada saat sp. menghasilkan zat antimikrob, V. harveyi dan E. coli baru memasuki fase pertumbuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikrob itu ialah 1) jenis, jumlah, umur dan latar belakang kehidupan bakteri, 2) konsentrasi zat antimikrob, 3) suhu dan waktu kontak dan 4) sifat fisiko-kimia substrat seperti ph, kadar air dan tegangan permukaan (Frazier & Westhoff 1981). Isolat yang mempunyai aktivitas penghambatan paling besarlah yang dipakai untuk uji selanjutnya yaitu sp. Lts 40.

28 Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. harveyi (81,8%) sedangkan persentase penghambatan terhadap E. coli (85,5%). Zat antimikrob selain terdapat di dalam sel, juga merupakan komponen permukaan sel yang dihasilkan pada kondisi tertentu dan dilepas dari sel ke dalam lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu sel bakteri yang telah ditumbuhkan di dalam media cair akan melepaskan zat antimikrobnya ke dalam media. Fase cair yang diperoleh setelah dipisahkan dari media sudah merupakan antimikrob ekstraseluler. sp. Lts 40 menghasilkan zat antimikrob selama fase pertumbuhan dan produksi optimum pada umur 3 hari dengan besar zona penghambatan pada E. coli 12 mm dan pada V. harveyi 11 mm. Pada umumnya bakteriosin diproduksi pada fase pertumbuhan eksponensial dan disintesis di ribosom dengan menghasilkan senyawa metabolit berupa protein atau polipeptida (Ray & Daeschel 1992). Pada inkubasi lebih dari 3 hari terlihat aktivitas antimikrobnya menurun. Penyebab menurunnya aktivitas antimikrob pada inkubasi yang terlalu lama, hal ini diduga karena pengaruh senyawa penghambat aktivitas antimikrob, enzim pencernaan atau sifat reabsorbsi antimikrob oleh sel produsen (Dajani & Wannamaker (1969), atau terbebasnya protease dari sel autolisis (Jo et al. 1996). Setelah mendapatkan ekstrak kasar dalam larutan yang bebas dari bentuk sel, tahap selanjutnya adalah pemurnian. Preparasi ektrak kasar mula-mula dipekatkan dengan fraksi presipitasi dengan amonium sulfat. Pada hasil pengendapan amonium sulfat secara bertahap menunjukkan fraksi endapan aktivitas penghambatan paling tinggi diperoleh pada pengendapan 30-40 % terhadap bakteri indikator E.coli dengan zona penghambatannya meningkat dari 12 mm menjadi 19 mm sedangkan pada bakteri indikator V. harveyi diperoleh pada pengendapan 60-70 % dengan zona penghambatannya juga meningkat dari 11 mm menjadi 22 mm. Terjadinya peningkatan aktivitas penghambatan pada V. harveyi dan E. coli karena tujuan dari pengendapan ini ialah untuk meningkatkan konsentrasi protein dan untuk memperoleh zat antimikrob dalam jumlah yang banyak.

29 Tahap selanjutnya adalah untuk menghilangkan molekul garam amonium sulfat dan ion pengganggu lain yang berpengaruh terhadap kestabilan molekul protein yaitu dengan proses dialisis. Konsentrasi amonium sulfat 30-40% pada E. coli aktivitas penghambatan sebelum dialisis 19 mm dengan kadar protein 0,0192 mg dan setelah dialisis 18 mm dengan kadar protein 0,0077 mg sedangkan pengendapan 60-70% pada V. harveyi aktivitas penghambatan sebelum dialisis 35 mm dengan kadar protein 0,1653 mg dan setelah dialisis 30 mm dengan kadar protein 0,1104 mg. Hasil dari uji secara statistik aktivitas penghambatan sebelum dan setelah dialisis tidak berbeda nyata baik terhadap V. harveyi maupun E. coli. Setelah protein dipisahkan, dilakukan fraksinasi untuk memisahkan protein berdasarkan berat molekul yaitu dengan filtrasi gel. Prinsip dari kromatografi filtrasi gel dimana protein yang ukuran besar tidak dapat merembes melewati pori sehingga akan dibasuh ke luar, mengalir turun sepanjang kolom dengan cepat. Sedangkan protein dengan ukuran molekul yang lebih kecil akan masuk ke pori sehingga alirannya tertahan atau lambat sekali. Pada tahap ini di lakukan presipitasi dengan amonium sulfat sampai kadar akhir 60-70%, selanjutnya didialisis semalam dan dilanjutkan ke kromatografi filtrasi gel. Dari 13 fraksi yang mewakili puncak yang ada, fraksi yang memiliki aktivitas penghambatan paling besar terdapat pada fraksi no 21 dengan zona penghambatan sebesar 30 mm terhadap bakteri V. harveyi sedangkan fraksi no 29 memiliki zona penghambatan pada E. coli sebesar 20 mm. Dari hasil uji karakterisasi pemurnian zat antimikrob menunjukkan bahwa sp. Lts 40 menghasilkan zat antimikrob polipeptida yang termasuk dalam kelompok bakteriosin. Hal ini terlihat dari berat molekul yang dihasilkan oleh zat antimikrob sp. Lts 40 terhadap V. harveyi adalah 47,38 dan pada E. coli berat molekul yang dihasilkannya adalah 34,83. Beberapa peneliti juga telah mengkarakterisasi bakteriosin berdasarkan berat molekul yang dihasilkan seperti yang terdapat pada Tabel 6.

30 Tabel 6 Karakterisasi bakteriosin dari beberapa isolat bakteri Isolat BM Kestabilan Pemurnian Referensi Brevibacterium linens 95 sampai 45 0 C 60, pada 60 0 C tidak ada aktivitas antimikrob (Kato et al. 1991) brevis Pediococcus acidilactici 10-30 3,6 coagulans I 4 3-4 & kisaran ph yang luas 100 0 C 40, stabil ph 2-11 60 0 C 90, stabil pada kisaran ph 4-8 Pertukaran ion Pertukaran ion, kromatografi hidrofobik, HPLC, SDS- PAGE (Benoit et al. 1994) (Cintas et al. 1995) (Hyronimus et al. 1998) acidophilus 30SC 3,5 121 0 C 20, stabil ph 3-10 Kromatografi hidrofobik,sds -PAGE (Oh et al. 2000) polyfermentucus 14,3 labil terhadap panas, diatas 70 0 C tidak ada aktivitas antimikrob, stabil pada kisaran ph 2-9 (Lee et al. 2001) licheniformis 2 100 0 C, stabil pada kisaran ph yang luas (Martirani et al. 2002) cereus 1-8 75 0 C 15, stabil pada kisaran ph 3-10 (Torkar & Matijasic. 2003) palntarum F1 brevis OG1 & 1-10 121 0 C 10, stabil ph 2-6 Ultrafiltrasi (Ogunbanwo et al. 2003) Streptococcus thermophilus ACA- DC 0001 30 Stabil 50 0 C 10, dan satbil pada ph 2-10 pertukaran ion dan SDS- PAGE (Anastasios & George 2003)

31 amyloliquefaciens 5 100 0 C 60, stabil ph 2-8 (Lisboa et al. 2006) Zat antimikrob dari sp. Lts 40 hasil dialisis stabil pada kisaran ph 3-11, yang ditunjukkan dengan masih ada aktivitas penghambatan pada ph 11 sebesar 14 mm terhadap V. harveyi dan 15 mm terhadap E. coli. Dari hasil statistik dengan selang kepercayaan 95% tidak berbeda nyata pada kisaran ph 3-11. Aktivitas penghambatan sp. Lts 40 terhadap V. harveyi dan E. coli terlihat zat antimikrob ini bersifat stabil pada kondisi asam dan basa. Kemungkinan stabilnya zat antimikrob pada kisaran ph yang luas karena komposisi asam aminonya banyak mengandung sistein sehingga akan membentuk ikatan disulfida dan situs aktif zat antimikrob terhadap target tidak hanya satu. Jika terjadi perubahan pada ph dapat menyebabkan perubahan derajat ionisasi gugus ionik dari asam amino pada rantai protein. Peningkatan aktivitas antimikrob disebabkan ionisasi gugus ionik pada sisi aktif yang menyebabkan konformasi sisi aktif lebih stabil efektifitasnya (Denniston et al. 2001). Hasil uji stabilitas aktivitas zat antimikrob terhadap perlakuan setelah dialisis menunjukkan bahwa zat antimikrob dari sp. Lts 40 bersifat tahan terhadap perlakuan panas sampai suhu 100 0 C selama 20 menit, hal ini terlihat dari zona penghambatan oleh zat antimikrob tersebut terhadap bakteri indikator V. harveyi dan E. coli sebesar 15 mm dan 22 mm. Kemungkinan susunan asam amino zat antimikrob secara alamiah mendukung stabilitasnya dan berada dalam keadaan kompleks. Ikatan sulfidanya lebih banyak sehingga akan menyebabkan zat antimikrob ini lebih stabil terhadap panas. Bhunia et al. (1988), Ahn & Stiles (1990) melaporkan bahwa bakteriosin pada umumnya mempunyai sifat tahan terhadap panas dan asam, misalnya pada pemanasan 100 0 C selama 30 menit, aktivitasnya masih tetap ada. Hal yang sama juga dinyatakan Kone & Fung (1992), bahwa bakteriosin pada ph rendah lebih toleran terhadap panas.