Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI. Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA. OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 92

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

MEMUTUSKAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN,

SALINAN NOMOR TENTANG. dan. Menimbang. Dasar : 1. Negara. Provinsi. Bangkaa. Indonesia Tahun Belitung (Lembaran 4268); Indonesia.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

KATA PENGANTAR. Pandeglang, 29 November 2013 KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN PANDEGLANG

Dr. Sugiri Syarief, MPA. ( Kepala BKKBN ) Disampaikan oleh Drs. Pranyoto, M.Sc. ( Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga )

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA

3. Seluruh ayggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian. 6. Paling kurang satu orang aggota keluarga berumur 15 tahun ke atas

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

III. METODOLOGI PENELITIAN. PENELITIAN YANG PENELITI LAKUKAN INI ADALAH KAJIAN MENGENAI KESEJAHTERAAN

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

Konsep Keluarga Sejahterah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

Kemiskinan di Indonesa

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang ditulis Hernawati tentang Upaya Meningkatkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

BAB II LANDASAN TEORI. menggunakan teknik-teknik dan alat tertentu.

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

Membangun dan Membina Keluarga Sejahtera Mandiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Kota Bandar

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil analisis tentang Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irma Susanti, 2013

1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG

._-" 'x'- '\~ ~ -.'\:.:,;.'.".;,~p,.. ",:,..;...:t;1l. -91.:'l;1. !JI~ f!i'~plj~ ~ wkkta~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam membahas analisis tingkat kesejahteraan, tentu kita harus

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah kajian mengenai kesejahteraan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang (11,22 %) dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT

BAB II TINJUAN PUSTAKA. saudara laki-laki dan perempuan, serta pemelihara kebudayaan bersama.

BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN PANDEGLANG

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Dengan mengukur efektivitas suatu program, berarti dapat menilai

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan

PEMBERDAYAAN KELUARGA UNTUK : MEMBANGUN MANUSIA MENGENTASKAN KEMISKINAN MELALUI POSDAYA

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 1;" TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Keluarga Sejahtera Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dengan anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Untuk mencapai keluarga sejahtera diperlukan tahapan yang menurut BKKBN Jakarta (1998:5) meliputi 3 (tiga) tahapan yaitu keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), Keluarga Sejahtera tahap I (KS I), Keluarga Sejahtera (KS). Keluarga Pra KS adalah mereka yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum (basic needs) seperti misalnya pangan, sandang, papan, kesehatan, dan ibadah. Menurut BKKBN Jakarta (2000:12), sebuah keluarga dikategorikan dalam Keluarga Pra KS apabila keluarga tersebut tidak mampu memenuhi salah 1 indikator Keluarga Sejahtera tahap I (KS1) yang meliputi beberapa hal berikut. 1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut keyakinkan dan agama masing-masing 2) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih 3) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda 4) Bagian terluas dari lantai bukan terbuat dari tanah 5) Bila anak sakit dan pasangan usia subur (PUS) ingin ber-kb dibawa kesarana pengobatan modern. 10

Sedangkan Keluarga Sejahtera tahap I (KS I) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasar psikologisnya seperti misalnya pendidikan, interaksi dalam keluarga, lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Indikator yang dipakai ukuran KS I adalah bila keluarga tersebut secara ekonomi belum dapat memenuhi salah satu indikator Keluarga Sejahtera tahap II (KS II) berikut. 1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama secara teratur 2) Paling sedikit sekali seminggu anggota keluarga makan daging, ikan atau telor, 3) Setahun terakhir anggota keluarga memperoleh pakaian baru 4) Luas lantai rumah minimal 8 meter persegi untuk setiap anggota keluarga 5) Tiga bulan terakhir anggota keluarga dalam keadaan sehat dan dapat melaksanakan tugasnya masing-masing 6) Ada anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas yang memiliki penghasilan tetap 7) Anggota keluarga yang berumur 10 60 tahun dapat baca tulis latin 8) Anak usia 7 15 tahun bersekolah saat ini 9) Pasangan usia subur dengan anak 2 orang saat ini menggunakan alat kontrasepsi Sedangkan indikator Keluarga Sejahtera tahap III (KS III) adalah sebagai berikut. 1) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama 2) Sebagian penghasilan keluarga ditabung 11

3) Kebiasaan keluarga makin bersama pulang kurang sekali sehari dan dimanfaatkan untuk berkomunikasi 4) Keluarga sering ikut dalam kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya 5) Keluarga berekreasi di luar rumah paling kurang sekali dalam enam bulan 6) Keluarga memperoleh berita surat kabar / radio televisi / majalah 7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi setempat. Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dapat dipenuhi oleh rumah tangga, maka rumah tangga tersebut dikategorikan sebagai keluarga sejahtera tahap II (KS II). Selanjutnya kriteria Keluarga Sejahtera tahap III plus (KS III+) adalah sebagai berikut. 1) Keluarga secara teratur secara sukarela memberikan sumbangan material untuk kegiatan sosial 2) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan yayasan atau institusi masyarakat. Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka keluarga tersebut termasuk dalam kategori Keluarga Sejahtera tahap III. BKKBN mengelompokkan pertahapan Keluarga Sejahtera menjadi 5 (lima) tahap, yaitu: pertama, keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need) secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Kedua, Keluarga Sejahtera tahap I (KS I), yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya (socio psychological need), seperti kebutuhan akan 12

pendidikan keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. Ketiga, Keluarga Sejahtera tahap II (KS II) adalah keluarga yang disamping telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan perkembangannya (developmental need), seperti misalnya kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Keempat, Keluarga Sejahtera tahap III (KS III) yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi yang maksimal) terhadap masyarakat secara teratur (waktu tertentu). Memberikan sumbangan dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial, kemasyarakatan, serta berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga permasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, dan pendidikan. Kelima, Keluarga Sejahtera Tahap III Plus (KS III+) yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik dari sifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan, serta telah dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat (BKKBN Jakarta, 2000:12). Sedangkan yang dimaksud dengan Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk atas dasar Perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup secara spiritual maupun material serta psikis mental spiritual guna hidup mandiri serta harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin keluarga dengan masyarakat lingkungannya (BKKBN Jakarta, 1998:5). 13

2.1.2 Arti Penting Membangun Keluarga Sejahtera Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan upaya menyeluruh dan terpadu yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat meningkatkan fungsinya secara optimal. Sedangkan yang dimaksudkan dengan kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup pendidikan kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar mencapai keluarga sejahtera (BKKBN Jakarta, 1998:1). Upaya-upaya mewujudkan Keluarga Sejahtera telah dimulai diantaranya melalui gerakan Keluarga Berencana (KB) nasional, dimana pada tahap awalnya lebih ditekankan pada penanaman norma keluarga kecil sebagai cara hidup yang layak untuk mencapai keluarga sejahtera, serta mendorong kepedulian serta peran serta setiap keluarga dalam membangun keluarganya terutama dalam menciptakan keluarga sejahtera dan bahagia. Sasaran yang dituju dari program keluarga sejahtera adalah keluarga secara utuh khususnya kaum ibu dan wanita dengan alasan bahwa kaum ibu dan wanita adalah kaum yang sangat rentan dengan berbagai resiko kodrati yang tidak dimiliki oleh kaum lain, disamping itu bahwa ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan keluarga yang sejahtera dan mandiri yang selama ini belum mendapat perhatian. Untuk menciptakan keluarga mandiri paling tidak dibutuhkan pilar utama yaitu: Pertama keluarga kecil, agar bebannya tidak terlalu berat sehingga relatif mudah ditanggung. Kedua adalah keluarga sejahtera dengan daya topang ekonomi yang kuat dan mandiri perlu ada program ekonomi produktif melalui pelaksanaan 14

Program UPPKS yang telah dimulai sejak tahun1979. Prinsip pembangunan keluarga sejahtera adalah peningkatan dan pemberdayaan kemampuan kelompok Pra KS dan KS I di bidang pendapatan menuju kemandirian, terbebas dari kemiskinan. 2.1.3 Kemiskinan dan Berbagai Program Penanggulangan Kemiskinan memiliki pengertian seperti yang dijelaskan beberapa definisi berikut ini menurut Mubyarto (1997:4), kemiskinan adalah suatu situasi serba kekurangan, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi dan terbatasnya kesempatan berperan dalam pembangunan. Rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat miskin akan berpengaruh pada rendahnya pendapatan yang akhirnya berpengaruh pula secara turunan kepada pendidikan dan kesehatan, yang pada akhirnya rendah pula produktivitas kerjanya sehingga menimbulkan beban ketergantungan yang tinggi kepada masyarakat lainnya. Selanjutnya Todaro (2000:200) mengatakan, bahwa penduduk yang berada pada jurang kemiskinan adalah mereka yang identik dengan tinggal di daerah pedesaan, mata pencaharian di bidang pertanian serta sektor ekonomi tradisional lainnya. Pengukuran kemiskinan dapat dilihat dari beberapa dimensi seperti yang dijelaskan berikut ini: 1) Indikator kemiskinan absolut Konsep ini menggunakan faktor kecukupan sebagai batas kemiskinan yang diukur dari luas tanah garapan, yakni sebuah rumah tangga dianggap berkecukupan apabila luas tanah garapan yang dikuasai 15

seluas 0,7 hektar sawah tadah hujan dan 0,7 hektar pekarangan. Sedangkan menurut kriteria yang dikembangkan Sajogio (dalam Subagio, 2000:13) menggunakan nilai beras untuk mengukur pendapatan perkapita dengan membedakan daerah perkotaan dengan pedesaan. Penduduk yang tergolong miskin adalah mereka dengan konsumsi beras kurang dari 240 kg perkapita pertahunnya untuk daerah pedesaan dan 360 kg untuk daerah perkotaan. 2) Indikator Kemiskinan Relatif Pengukuran kemiskinan menggunakan indikator diantaranya adalah: Indikator yang dikemukakan Todaro (2000:182), bahwa kemiskinan relatif terkait dengan distribusi pendapatan perorangan. Karena itu dipakai indikator gini ratio sebagai ukuran derajat ketimpang pendapatan masyarakat yakni menurut rekomendasi Bank Dunia, bila koefisien gini mencapai angka 0,50-0,70 termasuk kategori ketimpangan tinggi. Sedangkan ketimpangan sedang 0,30-0,49, dan ketimpangan rendah bila mencapai 0,20-0,36. Konsep pengukuran lain dapat dilakukan dengan menafsir pendapatan totalnya, yakni berdasarkan kriteria Bank Dunia (Arsyad, 1997:215), bahwa; 1) Jika 40% penduduk berpendapatan terendah menerima kurang dari 12% pendapatan totalnya, maka distribusi pendapatan dikatakan sangat tidak merata, 2) jika 40% penduduk berpendapatan terendah menerima antara 12 17% pendapatan totalnya maka distribusinya dikatakan tidak merata sedang, 3) bila 40% penduduk 16

berpendapatan terendah menerima lebih dari 17% pendapatan totalnya maka ketidak merataan dikatakan rendah. 2.1.4 Program UPPKS Sebagai Salah Satu Cara Penanggulangan Kemiskinan. Program UPPKS adalah program kelompok ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatan keluarga yang bertujuan untuk menciptakan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, yang beranggotakan wanita dan golongan keluarga pra KS, KS1, KS2, KS3, dan KS3+. Program ini mulai dirintis untuk pertama kalinya pada tahun 1979 berdasarkan instruksi menteri negara kependudukan/kepala badan koordinasi keluarga berencana nasional nomor:80/hk.011/e3/95 (BKKBN Jakarta, 1995:1). Ketentuan ini selanjutnya dijadikan pedoman pelaksanaan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia, swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN, lembaga swadaya masyarakat, serta instruksi masyarakat lainnya yang terkait dengan pelaksanaan program ini). Tujuan kelompok UPPKS untuk memberdayakan Ibu-ibu/wanita di bidang ekonomi sebagai upaya peningkatan penanggulangan kemiskinan dalam rangka membangun kemandirian dan ketahanan keluarga untuk menciptakan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut. 1) Meningkatkan pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi 2) Mendorong peranan wanita untuk melakukan kegiatan wirausaha 3) Meningkatkan dinamika kehidupan keluarga 4) Meningkatkan peran serta keluarga dalam pelaksanaan pembangunan di lingkungannya 17

5) Meningkatkan kemandirian dan ketahanan keluarga 6) Meningkatkan penanggulangan kemiskinan 2.1.5 Pengorganisasian dan tahapan kelompok UPPKS Koordinasi program di tingkat pusat dilakukan oleh Kantor menteri Negara Perencanaan Pembangunan dan Kepala BKKBN. Sedangkan di tingkat Daerah oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Di tingkat Desa dibentuk Pembangunan Masyarakat Desa (PMD). Sedangkan di tingkat Kecamatan, dan atau Kelurahan dibentuk Kelompok Kerja Nasional (Pukjanas). Penanggung jawab tingkat Kecamatan adalah camat dengan ketua program Sekretaris Kecamatan (Sekjen) dibantu oleh sekretaris dari Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Demikian juga di tingkat desa penanggung jawabnya adalah kepala desa/lurah dengan ketua lembaga keamanan masyarakat desa (LKMD) Tahapan UPPKS terdiri dari; tahapan dasar, berkembang dan mandiri. Pada tahapan dasar modal berasal dari iuran anggota hasil produksi dikonsumsi masyarakat disekelilingnya, pengelolaan usaha hanya menggunakan buku kas umum dikelola oleh ibu-ibu / wanita yang meminjam modal pada kelompok tersebut, pengurus terdiri atas ketua, sekretaris dan bendahara, sisa hasil usaha dikonsumsi oleh keluarga dan pembina hanya dilakukan oleh BKKBN. Pada tahapan berkembang modal yang digunakan adalah pinjaman berbunga digunakan adalah penjelmaan berbunga relatif rendah seperti Kukesra. Hasil produksi sudah mulai dipasarkan keluar lingkungan pembukaan menggunakan lebih dari satu buku, kepengurusan terdiri atas ketua, sekretaris, 18

bendahara, dilengkapi seksi-seksi, sisa hasil usaha mulai ditabung atau digunakan untuk modal usaha, pembinaan oleh BKKBN dan instansi terkait dengan keanggotaan terdiri dari 50% anggota Pra KS dan KS I. Pada tahap mandiri modal yang digunakan adalah kredit luar, anggota yang memanfaatkan sekitar 75%, hasil produksi mulai dikembangkan dengan kemitraan, pembukaan dengan buku-buku sesuai dengan fungsinya, tenaga kerja yang terlibat adalah anggota keluarga. Kepengurusan sudah dilengkapi dengan sekai-sekai sesuai dengan kebutuhan organisasi, sisa hasil usaha diarahkan untuk menambah modal usaha, pembinaan dilakukan oleh BKKBN dengan instansi terkait dan Lembaga Sosial Organisasi Masyarakat (LSOM), keanggotaan 25% terdiri atas keluarga pra KS dan KS I. Sedangkan pada tahap paripurna modal berasal dari kredit usaha lain selain Kukesra, dengan anggota yang memanfaatkan Kukesra mencapai 100% dimana 25% anggota telah menggunakan Kukesra lebih dari 2 kali. Kegiatan produksi sudah memperhatikan kebutuhan konsumen, pangsa pasar, dana pengembangan kemitraan usaha menurut kebutuhan, pengelolaan administrasi secara optimal, SHU (Sisa Hasil Usaha) digunakan sebagai modal pengembangan usaha, pembinaan dilakukan oleh BKKBN dan instansi terkait sesuai dengan permintaan kelompok, dan keanggotaan kurang dari 15 % terdiri atas kelurahan Pra KS dan KS I. 19

2.1.6 Pokok-Pokok Kegiatan UPPKS Pokok-pokok kegiatan yang dilaksanakan kelompok UPPKS meliputi beberapa hal berikut: 1) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Tujuannya adalah membuktikan kepedulian dan komitmen berbagai unsur pembangunan untuk mengembangkan partisipasi dan pelaksanaan pembinaan keluarga sejahtera, informasi yang disampaikan terkait dengan pembangunan keluarga sejahtera, pemberdayaan keluarga bidang ekonomi, kegiatan UPPKS, pengorganisasian UPPKS, penerapan teknologi tepat guna, permodalan, pemasaran, dan wirausaha. 2) Pendataan Keluarga Sejahtera Dilakukan bersama masyarakat untuk memperoleh data lengkap mengenai tingkat kesejahteraan keluarga sehingga segera dapat diambil langkahlangkah berikutnya. 3) Bimbingan Usaha Ekonomi Produktif Jenis bimbingan meliputi: pelaju keluarga ( olah, jual, dan untung oleh keluarga ). Pemaju keluarga (proses, kemas, jual, dan untuk oleh keluarga), dan jasa seperti salon kecantikan, tukang banten, dan tukang pijat. 4) Kemitraan Usaha Kelompok kerja nasional di tingkat desa yang lebih tinggi berusaha mencarikan mitra usaha kerja yang berupa sub kontrak, waralaba dagangan umum dan usaha bersama. 20

2.1.7 Program Pendampingan Usaha Kelompok UPPKS Program pendampingan dilakukan oleh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) meliputi 5 aspek berikut: 1) Aspek organisasi agar dapat menemukan identitasnya dan dapat bekerja berdasarkan prinsip-prinsip UPPKS 2) Aspek administrasi, agar mampu membuat tertib organisasi agar dapat dipertanggung jawabkan secara tertulis. 3) Aspek permodalan untuk menunjang peningkatan usaha 4) Aspek usaha produktif untuk memperoleh pengetahuan tentang kegiatan yang dapat mendatangkan penghasilan usaha. 5) Aspek pengembangan jaringan agar dapat menjalin hubungan fungsional dengan lembaga/istansi untuk pengembangan kelompok. 2.1.8 Pengertian Pendapatan Pendapatan adalah balas jasa yang diterima seseorang atas keikut sertaannya dalam proses produksi barang dan jasa, pendapatan ini disebut pendapatan dari kerja (laba income), sedangkan pendapatan yang dilakukan tidak dari kerja diantaranya adalah: pemberian orang lain, pendapatan bunga uang, pendapatan dari usaha yang dijalankan orang lain dan pendapatan persewaan kamar/rumah (Yasa, 1993:163). Selanjutnya menurut Sukirno (2000:43) pendapatan individu adalah pendapatan yang diterima seluruh rumah tangga dalam perekonomian dari pembayaran atas penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki dan juga dari 21

sumber lain. Sedangkan konsep perhitungan pendapatan menurut Putong (2000:113) dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: 1) Pendekatan produksi (Production approach), yaitu dengan menghitung seluruh nilai tambah produksi barang dan atau jasa yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu. 2) Pendekatan pendapatan (income approach) yaitu dengan menghitung seluruh nilai balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi dalam kurun waktu tertentu. 3) Pendekatan pengeluaran (expenditures approach), yaitu dengan menghitung seluruh pengeluaran dalam waktu tertentu. Pendapatan merupakan salah satu tolok ukur kemajuan ekonomi masyarakat yang sering digunakan dalam melihat keberhasilan suatu proses pembangunan, pada penelitian ini pendapatan anggota kelompok akan tercipta melalui penggunaan faktor produksi modal dan tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi. Peningkatan output selanjutnya akan merupakan tolok ukur untuk meningkatkan pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok UPPKS. 2.1.9 Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan Efektivitas mengandung pengertian kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan (Subagyo, 2000:23). Artinya, efektivitas mencerminkan keberhasilan kinerja aparat dalam mencapai rencana yang telah ditetapkan. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila rasio efektivitas mencapai angka 1 50 22

persen dari target semula dikatakan kategori rendah, sedangkan 51 100 persen dikatakan efektivitas tinggi. Efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi karena dikehendaki, kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu dan memang dikehendaki, maka pekerjaan orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki sebelumnya (Gie,1997:108). Menurut Richard Steer dalam Halim (2001:5158), Efektivitas, bukan atas dasar konsep tujuan yang maksimum. Pengukuran efektivitas menurut ukuran seberapa jauh organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai sebelumnya. Pengukuran efektivitas meliputi variabel input, variabel proses, variabel output dan outcome. Variabel input yang diteliti meliputi: Sosialisasi program, ketepatan bantuan dengan kebutuhan, kecepatan waktu pemberian bantuan, ketepatan jumlah bantuan dan ketepatan sasaran program, variabel proses meliputi: pembinaan/pendampingan pelatihan, pembinaan lanjutan, kecepatan respon petugas terhadap keluhan, serta evaluasi dan monitoring, variabel output dan outcome meliputi: kesejahteraan keluarga, pendapatan keluarga, dan kesempatan kerja. Hasil yang diharapkan adalah bahwa rasio efektivitas semakin tinggi yaitu mencapai angka 100 persen yang menunjukkan tingkat capaian tujuan yang tinggi sebagai ukuran keberhasilan program yang dilaksanakan. Efektivitas diukur dengan menggunakan standar sesuai acuan Litbang Depdagri 1991 (Prapta, 2007:28) seperti pada Tabel 2.1 23

Tabel 2.1 Standar Pengukuran Efektivitas Rasio Efektivitas (%) < 40 41 60 61 80 > 80 Sumber: Prapta (2007:28) Tingkat efektivitas Sangat tidak efektif Tidak efektif Cukup efektif Sangat efektif Menurut Richard M. Steers dalam (Halim, 2001:58) faktor-faktor yang menentukan efektivitas diantaranya adalah sebagai berikut. 1) SDM, seperti tenaga kerja, kemampuan kerja sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat kerja dan keuangan. 2) Struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil dari organisasi baik yang bersifat struktural maupun fungsional 3) Teknologi yang dipergunakan dalam pekerjaan 4) Dukungan kepada aparat pelaksananya baik pimpinan maupun masyarakatnya 5) Pemimpin, yaitu kemampuan untuk mengkondisikan keempat faktor sebelumnya dalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang ditentukan. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Dalam berbagai penelitian mengenai efektivitas program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan, mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik ini disebabkan karena situasi dan kondisi yang berbeda. 24

(1) Penelitian yang telah dilakukan oleh Subagyo (2000) dengan judul Efektivitas Penanggulangan Kemiskinan dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan (Studi kasus di Kab. Kediri Jawa Timur), dengan variabel yang dipergunakan yaitu tujuan program, ketepatan sasaran, ketepatan penggunaan dana, pengembalian dana tingkat bunga dan pelatihan. Obyek penelitian dalam hal ini adalah masyarakat yang mendapatkan bantuan program IDT dan program keluarga sejahtera (PKS) dalam bentuk pemberian kredit keluarga sejahtera. Dalam penelitian ini dibandingkan efektivitas dan dampaknya antara program IDT dan PKS dengan teknik analisa yang digunakan adalah efektivitas program dan uji statistik dengan menggunakan uji t dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa bantuan dana yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk program IDT dan PKS, memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan terhadap peningkatan kesempatan kerja pada masyarakat, juga berdampak positif terhadap peningkatan kepedulian penduduk kaya pada penduduk miskin. (2) Penelitian yang lain dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten Badung (2002) dengan judul Evaluasi program pengentasan kemiskinan bagi keluarga pra sejahtera di Kabupaten Badung, dengan menggunakan analisis deskriptif hasilnya adalah ada pengaruh positif bantuan pemerintah terhadap kepedulian masyarakat miskin dari masyarakat sekitarnya, selanjutnya dikatakan bahwa meskipun secara fisik sudah ada peningkatan keluarga Pra sejahtera ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi namun secara ekonomi perlu dilakukan penelitian lebih dalam. 25

(3) Penelitian juga dilakukan oleh Aswitari (2007) dengan judul Efektivitas program usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS) di Kabupaten. Klungkung, menggunakan analisis deskriptif, hasil penelitiannya adalah bahwa program UPPKS di Kabupaten. Klungkung adalah efektif. Artinya, hipotesis kerja yang menyatakan bahwa efektivitas Program UPPKS di Kabupaten. Klungkung adalah efektif. Artinya, dapat diterima. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa ada peningkatan nyata penghasilan keluarga beserta program UPPKS sesudah mengikuti program juga dapat diterima. Dari beberapa penelitian di atas, memang ada kesamaannya, dengan penelitian yang saya lakukan yaitu membahas tentang efektivitas program penanggulangan kemiskinan, namun yang membedakan terletak pada lokasi, periode waktu dan objek penelitiannya. Penelitian yang saya lakukan adalah Efektivitas program usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Desa Tegallalang Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar, dimana judul penelitian ini memang pernah digunakan oleh Luh Putu Aswitari dengan judul Efektivitas Program Usaha peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera Di Kabupaten Klungkung. Namun yang membedakan disini terletak pada lokasi penelitian. Dimana penelitian yang saya lakukan mengambil lokasi di Desa Tegallalang Kecamatan Tegallalang. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya yang membedakan dengan penelitian saya telah terletak pada variabel dan program kegiatan yang dilakukan. Seperti misalnya pada penelitian yang membahas tentang Efektivitas penanggulangan kemiskinan dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan yang dilakukan oleh Subagyo dan Penelitian yang dilakukan Dinas Sosial Kabupaten Badung (2002) 26

dengan Judul Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Bagi Keluarga Pra Sejahtera di Kabupaten Badung. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka selanjutnya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1). Terjadi peningkatan pendapatan keluarga sesudah mengikuti Program UPPKS di Desa Tegallalang Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar 2). Terjadi peningkatan kesempatan kerja keluarga sesudah mengikuti Program UPPKS di Desa Tegallalang Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. 27