BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemandirian Anak Usia Prasekolah. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 : 14).

BAB II LANDASAN TEORI. manusia yaitu kebutuhan untuk berdiri sendiri (need for autonomy) dan. kebutuhan untuk bergantung (needs for deference).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB II KAJIAN TEORI. awalan ke dan akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya anak usia dini merupakan masa-masa keemasan yang harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia : 2 tahun 5/6 th Masa Usia Pra Sekolah : Play group atau TK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dikembangkan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. baik secara ukuran (pertumbuhan) maupun secara perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

GAMBARAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN PADA ANAK PRASEKOLAH USIA 4-6 TAHUN DI TK AL- ISLAH UNGARAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat bagi perkembangan buah hatinya. Dengan demikian anak akan

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemandirian anak dalam melakukan aktivitas merupakan bagian yang teramat penting dalam upaya mendidik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014

MASA KANAK-KANAK AWAL. Masa ini dialami pada usia Masa Usia Pra Sekolah : 2-4 th Play group atau TK : 4 5,6 th

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang pada masa itu secara khusus memperlakukan wanita secara. konservatif. Meskipun banyak rintangan, Montessori adalah wanita

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

PENGARUH POLA ASUH IBU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Ketidakmandirian dan ketergantungan disiplin pada kontrol luar

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak pra sekolah yaitu anak dengan usia 4-6 tahun yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari hal hal yang telah ada, maupun perubahan karena timbulnya unsur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. Ibtidaiyah (MI) Sekecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek

Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung, Anak Tengah dan Anak Bungsu pada Siswa SMU Mulia Pratama Medan

POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK. Pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas intelektual berbasis keluarga

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

I. PENDAHULUAN. yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bagian otak yang memiliki spesifikasi berpikir, mengolah data seputar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan agar pribadi anak berkembang secara optimal. Tertunda atau

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari tiga ciri utama yaitu derajat kesehatan, pendidikan dan. bertumbuh dan berkembang (Narendra, 2005).

BAB V PENUTUP. teoritis dengan hasil penelitian di lapangan dan juga mengacu pada rumusan

BAB I PENDAHULUAN. begitu saja terjadi sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prasekolah dapat diartikan sebagai pendidikan sebelum sekolah, jadi berarti

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk

BAB I PENDAHULUAN. membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

: RIZKA RATNA NURVITASARI

BAB I PENDAHULUAN. interaksi anak dan kemampuan untuk menguasai keterampilan motorik dan

BAB I PENDAHULUAN. masa estetik. Pada masa vital anak menggunakan fungsi-fungsi biologisnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa sekolah bagi anak adalah masa yang paling dinantikan. Anak bisa

MASA KANAK-KANAK AWAL

BAB1 PENDAHULUAN. dalamnya pendidikan Taman Kanak-kanak. Hal ini di maksudkan selain mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. UNESCO dengan persetujuan negara-negara anggotanya membuat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan mengakibatkan timbulnya masalah. Taman kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Supartini, 2004). Masa prasekolah menurut Munandar (1992) merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak- kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal (Gunarsa, 2004). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997). Tim pengembangan Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK tahun 1989 dalam Suwarsiyah 1999) berpendapat bahwa pada masa prasekolah akan timbul dorongan yang sangat kuat untuk menuntut pengakuan dirinya. Kemauannya harus selalu dituruti dan emosinya sering meluap-luap disertai dengan perilaku agresif yang sangat kuat, terutama kalau keinginannya tidak dituruti, biasanya 7

8 anak akan sadar ingin melepaskan diri dari pengaruh ibunya dan mau berdiri sendiri, sebab didorong oleh gairah hidup yang positif dan kuat. Menurut Hurlock (1997) ciri-ciri anak usia prasekolah meliputi fisik, motorik, intelektual, dan sosial. Ciri fisik anak prasekolah yaitu otot otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi besar dan keras. Anak prasekolah mempergunakan gerak dasar seperti berlari, berjalan, memanjat, dan melompat sebagai bagian dari permainan mereka. Kemudian secara motorik anak mampu memanipulasi obyek kecil, menggunakan balok balok dan berbagai ukuran dan bentuk. Selain itu juga anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri, dan cemburu. Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman sebayanya. Sedangkan secara sosial anak mampu menjalani kontak sosial dengan orang-orang yang ada di luar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang orang dewasa, saudara kandung didalam keluarganya. 2. Kemandirian Anak Usia Prasekolah Subrata (dalam Suwarsiyah, 1999) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemandirian yaitu kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau mampu berdiri sendiri dalam berbagai hal. (Astiati,2007) memaknai Kemandirian sebagai suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki anak untuk melakukan segala sesuatunya sendiri, baik yang terkait dengan aktivitas bantu diri maupun aktivitas dalam kesehariannya, tanpa tergantung pada orang lain. Pada anak usia prasekolah menurut Kartono (1995), potensi yang harus dikembangkan adalah kemandirian, karena pada usia prasekolah ini anak sudah

9 mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orang tuanya untuk memasuki suatu lingkungan yang lebih luas yaitu lingkungan taman kanak-kanak atau taman bermain. Pada umumnya anak mulai memasuki taman kanak-kanak dan mulai dituntut mengatasi ketergantungan pada orang tua atau pengasuhnya. Anak mulai monolong dirinya sendiri seperti menggunakan toilet, memakai baju, dan sepatu sendiri (Rumini dan Sundari dalam Suwarsiyah, 1999). Ketidak mandirian seorang anak identik dengan sikap bergantung yang terlalu berlebihan pada orangorang disekitarya (Kartono, 1995). Mengharapkan inisiatif dari anak yang tidak mandiri cukup sulit, karena anak membutuhkan peran orang-orang disekelilingnya untuk mengambil inisiatif bagi dirinya. Anak-anak ini bisaanya juga membutuhkan kedekatan fisik dengan orang tua dan pengasuhnya Coles (dalam Hurlock, 1990). Lebih lanjut bahwa tanda lain yang bisa muncul pada anak usia prasekolah yang masih sangat tergantung pada orang tua adalah seringnya ia menangis ketika ditinggal sebentar saja oleh ibunya. Untuk mendapat bantuan dari orang disekelilingnya, anak sering kali cengeng. Kecengengan ini bahkan bisa terbawa hingga masa akhir masa prasekolah dan menjadikan anak-anak ini rewel, merengek serta sering melontarkan protes bila menemui hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Tetapi bisaanya orang tua tidak merasa cemas dengan sikap anak meraka yang tidak mandiri (Heri, 2006). Pada umumnya sikap ini terbentuk karena pemanjaan berlebihan dengan cara melayani anak melewati batas usia, ketika anak

10 seharusnya sudah mulai dapat mengurus dirinya sendiri, serta kebebasan menjadi manusia dewasa pada saat nantinya (Hurlock, 1990). Ciri-ciri kemandirian anak pada usia prasekolah menurut Kartini Kartono (1995) yaitu anak dapat makan dan minum sendiri, anak mampu memakai pakaian dan sepatu sendiri, anak mampu merawat dirinya sendiri dalam hal mencuci muka, menyisir rambut, sikat gigi, anak mampu menggunakan toilet dan anak dapat memilih kegiatan yang disukai seperti menari, melukis, mewarnai dan disekolah TK tidak mau ditunggui oleh ibu atau pengasuhnya. Kemandirian anak usia prasekolah dapat ditumbuhkan dengan membiarkan anak memiliki pilihan dan mengungkapkan pilihannya sejak dini (Hurlock, 1990). Ibu dapat mendorongnya dengan menanyakan makanan apa yang diinginkannya, pakaian apa yang ingin dipakainya, atau permainan apa yang ingin dimainkan, serta menghargai setiap pilihan yang dibuatnya sendiri (Hurlock, 1990). Perkembangan kepribadian anak pada prasekolah sangat tergantung pada interaksi antar anak dan orang tua. Menurut Subrata (dalam Suwarsiyah, 1999), agar dapat berinteraksi dengan intensif, orang tua harus memperhatikan faktor lingkungan, pemberian pengarahan, menentukan pilihan, kebebasan berinisiatif, dan melatih tanggung jawab. Anak usia prasekolah membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana kemari dan mempelajari lingkungan, dengan diberi kesempatan dan didorong untuk melakukan semuanya dengan bebas, maka lingkungan yang penuh rangsangan ini akan membantu anak untuk mengembangkan rasa percaya diri.

11 Setelah anak menyadari dirinya sebagai pribadi yang terpisah dari ibunya, anak tidak lagi menerima kontrol orang tua dengan mudah anak ingin menegaskan dirinya sebagai pribadi yang mandiri. Disisi lain kadang anak belum memahami banyak hal dan sering melakukan sesuatu diluar batas kemampuan fisik sehingga anak sering mengucapkan kata tidak sebenarnya kata tersebut merupakan ungkapan dari kemampuan yang baru saja ditemukan, yaitu kemampuan untuk memilih. Anak suka sekali melatih kemampuan untuk memilih meskipun anak tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan, misalnya memilih baju yang akan dipakai. Sebagai orang tua, dapat membantu anak mengatasi pilihan tersebut dengan menyederhanakan pilihan yang ada, tetapi anak pada usia prasekolah merasa dapat mandiri maka anak akan melakukan segala sesuatunya sendiri dan tidak mau kalau dibantu orang lain. Dalam hal ini orang tua memberi kesempatan pada anak untuk melakukannya sendiri (Subrata dalam Suwarsiyah, 1999). Dalam kemandirian anak usia prasekolah mulai berinisiatif, maka anak akan merasa penuh energi dan mampu berbuat sesuatu sehingga ingin bergerak kesana kemari dengan lebih bebas. Oleh karena itu orang tua harus lebih banyak mendengarkan, sehingga anak merasa mendapat tanggapan positif. Orang tua hanya memberikan kebebasan berinisiatif tetapi juga bisa membantu mengembangkannya agar anak bisa berlatih tanggung jawab karena anak pada usia prasekolah jika tidak dilatih tanggung jawab akan tetap tergantung pada orang lain dan tidak dapat mandiri. Oleh karena tanggung jawab ini berkembang sedikit demi sedikit maka orang tu hendaknya mulai memberikan tanggung jawab

12 atas tugas-tugas yang sederhana dan terus meningkat sampai usia anak bertambah (Subrata dalam Suwarsiyah, 1999). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian anak usia prasekolah adalah kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau mampu berdiri sendiri dalam berbagai hal dari hal-hal yang sederhana hingga mengurus dirinya sendiri dan juga anak sudah mulai belajar untuk memahami kebutuhan dirinya sendiri. 3. Aspek-aspek kemandirian anak usia prasekolah Menurut Kartono (1995) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu emosi yang ditunjukkan dengan kemampuan anak mengontrol dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orangtua, ekonomi yang ditunjukkan dengan kemampuan anak mengatur dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi dari orangtua, intelektual yang ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, sosial yang ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada orang lain. Ciri kemandirian menurut Suparmi (dalam Ariyanti, 2009) yakni: a. Lebih berani memutuskan hal-hal yang berkenaan dengan dirinya. b. Bebas dari pengaruh orang lain. c. Mampu berinisiatif. d. Dapat mengembangkan kreativitas e. Dapat merangsang untuk berprestasi lebih baik.

13 Havighurst (dalam Mu tadin, 2002) menyatakan bahwa kemandirian individu meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Aspek kemandirian menurut Gea (2002) yakni : a. aspek kognitif; yaitu aspek yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan dan keyakinan individu tentang sesuatu, misalnya pemahaman seorang anak tentang ketidak tergantungan pada orang tua atau pengasuhnya. b. aspek afektif; yaitu aspek yang berkaitan dengan perasaan individu terhadap sesuatu seperti halnya hasrat, keinginan atau pun kehendak yang kuat terhadap suatu kebutuhan, misalnya keinginan seorang anak untuk berhasil melakukan tugas sederhana, seperti memakai baju dan sepatu sendiri. c. aspek psikomotor; yaitu aspek yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan individu untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya tindakan anak yang berinisiatif belajar mengenakan sesuatu sendiri karena dia tidak ingin selalu tergantung pada orang tua atau pengasuhnya. Selanjutnya aspek-aspek kemandirian menurut Masrun (dalam Arianti 2009) antara lain: a. Bebas, yaitu ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri bukan karena orang lain. b. Progresif, yaitu ditunjukkan dengan usaha untuk mengejar berprestasi, penuh ketekunan, merencanakan serta mewujudkan harapan-harapannya. c. Inisiatif, yaitu adanya pemanfaatan berpikir dan bertindak secara orisinil, kreatif dan inisiatif.

14 d. Pengendalian diri, yaitu adanya perasaan mampu untuk mengatasi masalahnya, mempu mengendalikan serta mampu mempengaruhi lingkungan atas usahanya. e. Kemampuan diri, yaitu mencakup rasa percaya diri terhadap kemampuan sendiri, menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek kemandirian anak meliputi aspek bebas, progresif, inisiatif, pengendalian diri, kemampuan diri. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian anak usia prasekolah Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemandirian anak usia prasekolah terbagi menjadi dua, meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Soetjiningsih, 1995). Faktor internal merupakan faktor yang ada dari diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual. Faktor emosi ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi orang tua. Sedangkan faktor intelektual diperlihatkan dengan kemampuan untu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Sementara itu faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada di luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi lingkungan, karakteristik, sosial, stimulasi, pola asuh, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi anak dan orang tua, dan pendidikan orang tua dan status pekerjaan ibu (Soetjiningsih, 1995). Berdasarkan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua maka akan menghasilkan karakteristik tertentu pada kepribadian anak (Hurlock, 1993), sebagai berikut: Pola asuh demokratis mempunyai karakteristik anak mandiri,

15 dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain. Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya tingkat kemandirian anak usia prasekolah, sehingga lingkungan yang baik meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak. Selain itu karakteristik sosial juga dapat mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak dari keluarga kaya, akan tetapi yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang atau mendapat stimulasi. Selain itu anak yang mandiri akan membutuhkan dukungan dan dorongan peran orang tua sebagai pengasuh sangat diperlukan, oleh karena itu pola pengasuhan merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan kemandirian anak (Soetjiningsih, 1995). Rasa cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena ini akan mempengaruhi mutu kemandirian anak, bila diberikan berlebihan sehingga anak menjadi kurang mandiri. Namun semua itu dapat diatasi bila interaksi antara anak dan orang tua berjalan dengan lancar dan baik, karena interaksi dua arah anak-orang tua yang baik menyebabkan anak menjadi mandiri. Orang tua akan memberikan informasi yang baik jika orang tua tersebut mempunyai pendidikan, karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang mendidik anak agar anak menjadi mandiri. Status pekerjaan ibu atau orang tua juga akan mempengaruhi tingkat kemandirian anak, apabila orang tua khususnya ibu bekerja

16 keluar rumah untuk mencari nafkah, ibu tidak bisa melihat perkembangan anaknya, apakah anak sudah bisa mandiri atau belum. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, ibu bisa melihat langsung perkembangan anaknya mengenai kemandirian dan bisa mendidiknya secara langsung (Soetjiningsih, 1995). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian anak dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Faktor Internal, yang terdiri dari kondisi fisiologis dan kondisi psikologis, yang diuraikan sebagai berikut: a) Kondisi fisiologis Kondisi fisiologis yang berpengaruh antara lain keadaan tubuh, kesehatan jasmani dan jenis kelamin. Pada umumnya anak yang sakit lebih bersikap tergantung daripada orang yang tidak sakit (Walgito, 2000). Selain itu sering dan lamanya anak sakit pada masa bayi menjadikan orang tua sangat memperhatikannya, anak yang menderita sakit atau lemah otak mengundang kasihan yang berlebihan dibanding yang lain sehingga dia mendapatkan pemeliharaan yang lebih (Prasetyo dan Sutoyo, 2003). Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kemandirian anak. Simandjuntak dan Pasaribu (1984) mengemukakan bahwa pada anak perempuan terdapat dorongan untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, tetapi dengan statusnya sebagai gadis mereka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda dengan anak lelaki yang agresif dan ekspansif, akibatnya anak perempuan berada lebih lama dalam ketergantungan daripada anak laki-laki.

17 b) Kondisi psikologis Walaupun kecerdasan atau kemampuan berpikir seseorang dapat diubah atau dikembangkan melalui lingkungan, sebagian ahli berpendapat bahwa faktor bawaan juga berpengaruh terhadap keberhasilan lingkungan dalam mengembangkan kecerdasan seseorang. Kecerdasan atau kemampuan kognitif berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian seseorang. Kemampuan bertindak dan mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain hanya mungkin dimiliki oleh orang yang mampu berpikir dengan seksama tentang tindakannya (Basri, 2000), demikian halnya dalam pemecahan masalah. Hal tersebut menunjukkan kemampuan kognitif yang dimiliki berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian anak. 2) Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga Lingkungan keluarga berperan penting dalam penanaman nilai-nilai pada diri seorang anak, termasuk nilai kemandirian. Penanaman nilai kemandirian tersebut tidak lepas dari peran orang tua dan pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak. Bila seorang anak sejak kecil sudah dilatih untuk mandiri maka ketika ia harus keluar dari asuhan orang tuanya untuk hidup mandiri ia tidak akan merasa kesulitan (Prawironoto, 1994). Pengaruh keluarga terhadap kemandirian anak terkait dengan peranan orang tua. Dalam hal ini ayah dan ibu mempunyai peran nyata seperti yang dinyatakan Partowisastro (1983) berikut : Bila karena rasa kasih sayang dan rasa kuatirnya seorang ibu tidak berani melepaskan anaknya untuk berdiri sendiri menjadikan anak tersebut harus selalu ditolong, terlalu terikat pada ibu karena dimanjakan, tidak dapat menyesuaikan diri dan perkembangan

18 wataknya mengarah pada keragu-raguan. Sikap ayah yang keras menjadikan anak kehilangan rasa percaya diri sementara pemanjaan dari ayah menjadikan anak kurang berani menghadapi masyarakat luas. Pengasuhan yang diberikan orang tua juga turut membentuk kemandirian seseorang. Toleransi yang berlebihan, pemeliharaan berlebihan dan orang tua yang terlalu keras kepada anak menghambat pencapaian kemandiriannya (Prasetyo dan Sutoyo, 2003). Sementara Alwisol (2004) menyatakan bahwa pemanjaan yang berlebihan dan pengabaian orang tua terhadap anak mengakibatkan terhambatnya kemandirian anak. 3) Faktor Pengalaman dalam Kehidupan Pengalaman dalam kehidupan anak selanjutnya meliputi pengalaman di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Lingkungan sekolah berpengaruh terhadap pembentukan kemandirian seorang anak, baik melalui hubungan dengan teman maupun dengan guru. Interaksi dengan teman sebaya di lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap kemandirian seseorang, seperti halnya pengaruh teman sebaya di sekolah. Dalam perkembangan sosialnya anak mulai memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman sebaya dan pada saat itu anak telah memulai perjuangan memperoleh kebebasan (Haryadi dalam Rahmawati, 2005). Menurut Hurlock (1997) melalui hubungan dengan teman sebaya anak belajar berpikir mandiri. Demikian halnya dengan lingkungan masyarakat, terkait dengan faktor budaya dan kelas sosial. Dalam tempat tinggalnya seorang anak mengalami

19 tekanan untuk mengembangkan suatu pola kepribadian yang sesuai dengan standard yang ditentukan budayanya (Hurlock, 1997). Pengaruh budaya terhadap kemandirian terlihat pada masyarakat Jawa dan Sunda. Masyarakat Jawa pada umumnya menanamkan nilai kemandirian melalui keluarga sebagai nilai budaya, di samping nilai tata krama, disiplin, tanggung jawab, keagamaan dan kerukunan (Prawironoto, 1994). Sedangkan keluarga Sunda tidak bermaksud menghasilkan individu yang mandiri sebab dianggap cenderung bertindak individual sehingga akan menghambat tercapainya masyarakat yang selaras dan seimbang (Kartawijaya, 2004). Mencapai kebebasan dengan mengurangi ketergantungan pada orang tua dan orang dewasa sangat dipengaruhi oleh kelas sosialnya termasuk kelas ekonomi, maupun kelas pendidikan (Mappiare, 1982). Pengaruh kelas sosial terhaadap pembentukan kemandirian terlihat dari golongan priyayi dan non priyayi pada masyarakat Jawa. Anak-anak dalam keluarga non priyayi sejak berusia 12 tahun lebih mandiri dari anak-anak dalam keluarga priyayi (Prawironoto, 1994). Dari uraian diatas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia prasekolah dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor, yaitu Faktor internal merupakan faktor yang ada dari diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual. Sementara itu faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada di luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi lingkungan, meliputi kesehatan jasmani, jenis kelamin, kondisi psikologis pola asuh orang tua, peran guru, pengaruh teman sebaya di sekolah dan di lingkungan sekitar tempat tinggal

20 serta budaya dan kelas social, karakteristik, stimulasi, pola asuh, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi anak dan orang tua, dan pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua. B. Pola Asuh Demokratis 1. Pengertian pola asuh demokratis Pola asuh di lihat dari segi bahasa terdiri dari kata pola dan asuh. Pola berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap). Sedang kata asuh mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat berdiri sendiri. Adapun pengertian pola asuh itu sendiri adalah suatu proses yang dilakukan orang tua untuk mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Menurut Hurlock (1993) bahwa pola asuh demokratis secara garis besar memberikan kebebasan pada anak tapi juga diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga masih dapat bertanggung jawab kepada diri sendiri. Bahwa pola asuh demokratis ini akan menghasilkan anak-anak mempunyai karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain. Thoha (1996) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi

21 penting untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal. Menurut Kohn (dalam Astuti, 2005), pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Tarmudji (2004) menyatakan bahwa pola asuh merupakan interaksi antara orangtua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Pola asuh demokratis menurut Dariyo (2004) dikatakan bahwa kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orangtua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang

22 mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatif, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, selalu merasa benar, anak akan cenderung mengandalkan orang lain, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan anak dan orang tua. Selanjutnya menurut Hurlock dalam Thoha (1996) bahwa pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orangtua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Pola asuh adlah interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan untuk membentuk anak menjadi yang terbaik sesuai dengan apa yang dianggap ideal oleh para orangtua. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan pola asuh demokratis yaitu secara garis besar memberikan kebebasan pada anak tapi juga diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga bertanggung jawab kepada diri sendiri. 2. Aspek-aspek pola asuh demokratis Dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, individu banyak dipengaruhi oleh peranan orangtua dan lingkungan lainnya. Peranan orangtua tersebut akan memberikan lingkungan yang memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya.

23 Adapun aspek pola asuh demokratis mengacu pada pendapat Waruan (Utami, 2009), mengemukakan ada beberapa aspek dalam pola asuh orangtua, yaitu : a. Kasih sayang, yaitu penuh kehangatan, cinta, perawatan dan perasaan kasih, serta keterlibatan yang meliputi penghargaan dan pujian terhadap prestasi anak. b. Komunikasi anak dan orangtua, dijalinnya komunikasi yang baik antara anak dan orangtua, yaitu orangtua selalu menanyakan bagaimana pendapat dan perasaan anak bila mempunyai persoalan yang harus dipecahkan. c. Kontrol, merupakan usaha mempengaruhi aktivitas anak secara seimbang untuk mencapai tujuan, sehingga tidak menimbulkan ketergantungan pada anak, menjadikan anak bertanggung jawab, serta ditaatinya aturan orangtua dengan kesadaran penuh. d. Tuntutan kedewasaan, yaitu memberi pengertian kepada anak untuk mencapai suatu tingkat kemampuan secara intelektual, sosial dan emosional dan selalu memberi kesempatan pada anak untuk berdiskusi. Hurlock (1993) berpendapat bahwa pola pengasuhan orang tua dapat dikethaui ciri-ciri dari setiap pola asuh. Dari ciri-ciri tersebut dapat dijadikan aspek-aspek dari pola asuh itu sendiri: a. Aspek pandangan orang tua terhadap anak, yaitu bagaimana orang tua memandang dan memberikan penilaian kepada anaknya. b. Aspek komunikasi, yaitu bentuk komunikasi yang diterapkan orang tua. Cara untuk menyampaikan keinginan, harapan, keluh kesah dan cara berdialog dalam keluarga.

24 c. Aspek penerapan disiplin, yaitu cara yang dipakai orang tua dalam menerapkan disiplin pada anaknya, control orang tua terhadap perilaku anak dan aturan yang dibuat melalui hukuman maupun hadiah yang diterapkan. d. Aspek pemenuhan kebutuhan anak, yaitu orang tua dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan anak. Kesimpangsiuran hubungan orangtua dan anak ini sebagai suatu peristiwa yang tidak terelakan, sebagai suatu jurang pemisah atau generation gap yang dapat menimbulkan konflik dalam keluarga, yang menurut Gunarsa (1995), diantaranya kurangnya pengertian dari pihak orangtua yang kurang mau diajak mengikuti liku-liku perkembangan pikiran anak. Mussen (1989), mengatakan bahwa orangtua yang memberikan pola asuh secara negatif lebih mengandalkan penegasan kekuasaan, disiplin keras, mereka juga kurang hangat, kurang mengacuhkan, kurang mengasihi dan kurang simpatik kepada anak-anaknya. Karena menggunakan kontrol dan kekuasaan penuh, tidak memberikan kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapatnya, dan tidak mendorong anak-anaknya untuk mengemukakan ketidaksetujuan atas keputusan atau peraturan orangtua dan mereka hanya memberikan sedikit kehangatan. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek dalam pola asuh orangtua antara lain komunikasi, kasih sayang, control, tuntutan kedewasaan, peraturan, hukuman, hadiah, perhatian, dan tanggapan.

25 C. Tingkat Kemandirian Anak Ditinjau Dari Pola Asuh Demokratis Setiap orang tua menginginkan bahwa anaknya kelak tumbuh menjadi seorang anak yang baik, dan salah satunya menjadi anak yang mandiri, terlebih ketika anak sudah mulai menginjak sekolah. Kemandirian anak usia prasekolah adalah kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau mampu berdiri sendiri dalam berbagai hal dari hal-hal yang sederhana hingga mengurus dirinya sendiri dan juga anak sudah mulai belajar untuk memahami kebutuhan dirinya sendiri. Kemandirian anak bukanlah sifat pembawaan lahir melainkan melalui proses belajar, dengan demikian peran orang tua sangatlah dibutuhkan. Namun terkadang dari posisi kelahiran dapat menentukan tingkat kemandirian anak, misalnya anak sulung atau pun anak bungsu merupakan posisi yang istimewa dalam keluarga. Subrata (dalam Suwarsiyah, 1999) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemandirian yaitu kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau mampu berdiri sendiri dalam berbagai hal. Pada anak usia prasekolah menurut Kartono (1995), potensi yang harus dikembangkan adalah kemandirian, karena pada usia prasekolah ini anak sudah mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orang tuanya untuk memasuki suatu lingkungan yang lebih luas yaitu lingkungan taman kanak-kanak atau taman bermain. Sebenarnya sejak dini, secara alamiah anak sudah mempunyai dorongan untuk mandiri atas dirinya sendiri. Mereka terkadang lebih senang untuk bisa

26 mengurus dirinya sendiri daripada dilayani. Seorang anak yang mempunyai rasa mandiri yang memadai akan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan dapat mengatasi kesulitan yang terjadi. Disamping itu anak yang mempunyai kemandirian yang tinggi akan memiliki stabilitas emosional dan ketahanan yang mantap dalam menghadapi tantangan dan tekanan. Ciri-ciri kemandirian anak usia prasekolah menurut Kartono (1995) meliputi anak dapat makan dan minum sendiri, anak mampu memakai pakaian dan sepatu sendiri, anak mampu merawat diri sendiri (mencuci muka, menyisir rambut, sikat gigi), anak mampu menggunakan toilet, anak dapat memilih kegiatan yang disukai( menari, melukis, mewarnai), dan di sekolah TK tidak mau ditunggu oleh ibu atau pengasuhnya. Namun munculnya kemandirian tidak terjadi begitu saja, karena banyak faktor yang mempengaruhi kemunculan kemandirian, salah satunya yakni dari pola asuh yang diterapkan oleh orang tua (Prawironoto, 1994). Thoha (1996) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Selanjutnya menurut Kohn (dalam Astuti, 2005), pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Menurut Hurlock (1993) bahwa pola asuh demokratis ini akan menghasilkan anak-anak mempunyai karakteristik anak yang mandiri, dapat

27 mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain. Pola asuh akan membentuk karakteristik kepribadian anak, dan banyak pendapat yang mengemukakan bahwa pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian mandiri pada anak, karena dalam pola asuh demokratis anak diberi kebebasan anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal dan anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua serta turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemandirian anak akan tinggi bila diasuh dengan model asuh demokratis. D. Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini yaitu Ada hubungan antara Pola asuh demokratis dengan tingkat kemandirian anak usia prasekolah. Jadi, semakin tinggi tingkat pola asuh demokratis maka semakin tinggi tingkat kemandirian anak. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat pola asuh demokratis maka semakin rendah pula tingkat kemandirian anak.