BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
2013 PROGRAM BIMBINGAN KARIR BERDASARKAN PROFIL PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arihdya Caesar Pratikta,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhibbu Abivian, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sementara rekomendasi hasil penelitian difokuskan pada upaya sosialisasi hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

2014 EFEKTIVITAS KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK

KONTEKS TUGAS DAN EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

DEFINSI MODEL PERANGKAT ASUMSI, PROPORSI, ATAU PRINSIP YANG TERVERIFIKASI SECARA

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

Sigit Sanyata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muflihana Imanisa, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengalaman yang remaja peroleh dalam memantapkan

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

KEEFEKTIFAN KONSELING KELOMPOK CBT UNTUK MENINGKATKAN KEMANTAPAN PEMILIHAN KARIR PESERTA DIDIK KELAS XI UPTD SMA NEGERI 1 TANJUNGANOM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan karir merupakan salah satu aspek yang penting dalam. perkembangan karir individu. Kecakapan dalam mengambil keputusan,

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

1. Periode 18/ 19 tahun 20/ 21 tahun yaitu mahasiswa semester I s/ d semester IV. Pada periode ini tampak karakteristik sebagai berikut : Stabilitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Jurnal Anisah: 2015.) menyebutkan bahwa siswa SMA berada pada masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

Oleh : Sugiyatno, M.Pd

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menimbulkan banyak masalah bila manusia tidak mampu mengambil

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. juga komputer yang kini sudah mencapai generasi ke-lima (Ivan, 2003).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. hidup ini semakin rumit, menuntut berbagai aspek kehidupan untuk dapat mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurlela, 2015

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian tentang program bimbingan pribadi-sosial berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi. Kesemua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdullah Qurbi, 2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan mengenai hubungan

BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Praktik Pengalaman Lapangan Bimbingan dan Konseling

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan adalah serangkaian proses progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1980: 2). Manusia selalu dinamis dari semenjak pembuahan sampai ajal selalu terjadi perubahan. Dalam rentang kehidupannya, manusia melewati tahap-tahap perkembangan dimana setiap tahap memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai dan diselesaikan. Tugas perkembangan merupakan tugas yang harus dilakukan oleh individu pada fase-fase tertentu. Ketika individu berhasil melakukan tugas perkembangan pada fase sebelumnya maka akan menjadi sebuah batu loncatan bagi tugas perkembangan selanjutnya. Namun sebaliknya, jika individu tidak berhasil melakukan tugas perkembangan pada fase sebelumnya, ini akan menjadi sebuah hambatan bagi tugas perkembangan selanjutnya. Hurlock (1980: 10) mengemukakan tugas perkembangan remaja usia 15-18 tahun sebagai berikut: mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita, menerima keadaan fisiknya, mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional, mempersiapkan, mempersiapkan perkawinan dan keluarga. Pengambilan keputusan merupakan tugas perkembangan masa remaja yang berhubungan dengan aspek perkembangan. Tugas perkembangan remaja lainnya dikemukakan oleh Supriatna (2009: 22) yang menyebutkan bahwa tugas perkembangan siswa sekolah menengah berada pada tahap eksplorasi. Salah satu diantaranya adalah siswa mengenal keterampilan membuat keputusan dan memperoleh informasi yang relevan untuk membuat keputusan.

2 Tiedeman dan O Hara (Sharf, 1992: 303) mengemukakan bahwa pembuatan keputusan adalah upaya untuk membantu individu menyadari semua faktor yang melekat pada setiap mengambil keputusan, sehingga mampu membuat pilihan yang tepat didasari oleh pengetahuan tentang diri dan informasi eksternal yang sesuai. Sesuai dengan karakteristik perubahan yang terjadi pada masa remaja itu sendiri, remaja dihadapkan kepada berbagai masalah yang menyangkut berbagai aspek perkembangan. Setidaknya ada empat macam masalah yang sering dialami oleh siswa sekolah menengah atas menurut pendapat Gunawan (2012) adalah: keputusan meninggalkan sekolah, persoalan-persoalan belajar, pengambilan keputusan ke perguruan tinggi, problem sosial siswa sekolah menengah atas. Jika permasalahan ini dibiarkan berlalu begitu saja, tentunya akan menjadi penghambat individu dalam menghadapi tugas perkembangan selanjutnya. Dalam http://dewasamasakini-1993.blogspot.com/2011/11/ disebutkan bahwa permasalahan remaja yang berhubungan dengan atau pekerjaan yang sering dihadapi oleh remaja adalah hal-hal yang berkenaan dengan : (1) informasi, (2) keterampilan memasuki dunia, (3) informasi diri, (4) perencanaan masa depan dan, (5) penyesuaian. Menggaris bawahi mengenai permasalahan remaja dalam pengambilan keputusan, peserta didik dalam kehidupannya akan dihadapkan dengan sejumlah alternatif, baik yang berhubungan dengan kehidupan pribadi, sosial, belajar maupun nya. Adakalanya peserta didik mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan dalam menentukan alternatif mana yang sebaiknya dipilih. Kesulitan-kesulitan remaja dalam mengambil keputusan akan sering ditemukan dikarenakan masa remaja merupakan masa di mana pengambilan keputusan meningkat. Remaja mengambil keputusan-keputusan tentang masa

3 depan, teman-teman mana yang dipilih, apakah harus kuliah, apakah harus bekerja, dan sebagainya. Remaja yang lebih tua lebih kompeten daripada remaja yang lebih muda, sekaligus lebih kompeten daripada anak-anak (Santrock, 2007:13). Akan tetapi dalam kenyataannya, seorang remaja ketika menentukan pilihan seringkali tidak dilakukan sendiri. Seringkali penentuan dan pemilihan seorang remaja ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya: orangtua, teman-teman, gender dan karakteristik diri sendiri. Kemampuan membuat keputusan menjadi sebuah kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Kehidupan dengan segala perubahan dan permasalahannya menuntut kepada keharusan seseorang membuat keputusan secara tepat, cerdas dan bertanggung jawab. Suatu keputusan yang dianggap tepat adalah jika keputusan tersebut didasarkan pada sejumlah pertimbangan yang memperhatikan segala faktor. Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh Santrock (2007: 362) bahwa membuat keputusan adalah sebuah pemikiran dimana individu mengevaluasi berbagai pilihan dan memutuskan pilihan dari sekian banyak pilihan. Peserta didik usia 15-18 tahun diharapkan sudah mampu membuat keputusan mengenai masa depan tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Akan tetapi pada kenyataannya tidak sedikit peserta didik yang mengalami hambatan dalam membuat keputusan, dalam hal ini mengenai kelanjutan pendidikan atau pekerjaan yang akan diambilnya setelah lulus dari SMA/SMK/MA. Kebanyakan dari mereka mengalami kebingungan dalam menentukan kelanjutan pendidikan atau pekerjaan karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang muncul dari internal dan lingkungan yang semakin maju dan berkembang pesat. Hal tersebut dikarenakan membuat keputusan bukan merupakan hal yang mudah

4 bagi peserta didik. Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Santrock (2007: 485) bahwa banyak remaja yang berada dalam kebimbangan, ketidakpastian dan stress dalam membuat keputusan. Pendapat tersebut diyakinkan oleh penelitian Budiamin (2002:260) menyebutkan dalam hasil temuannya bahwa 90% peserta didik tingkat SMA di Kabupaten Bandung menyatakan bingung dalam memilih di masa depan. Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa masih banyak peserta didik tingkat SMA yang mengalami kesulitan dalam membuat keputusan. Hasil penelitian Fathonah (2011) tentang kemampuan pembuatan keputusan peserta didik kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011 menunjukkan bahwa profil kemampuan pembuatan keputusan peserta didik secara umum berada pada kategori sedang/cukup mampu pada setiap aspeknya (34-66%). Hasil penelitian Rachmaniar (2012) tentang kemampuan pembuatan keputusan peserta didik kelas XI SMA Negeri 19 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 menunjukkan bahwa profil kemampuan pembuatan keputusan peserta didik secara umum berada pada kategori baik. Friedman (Gati, 2001:331) pada tahun 1991 melakukan studi terhadap 1843 remaja di Israel tentang jenis keputusan yang dihadapi remaja kelas IX, X, dan XI. Pengambilan keputusan tersebut berkaitan dengan memilih sekolah lanjutan (bagi peserta didik kelas IX), memilih jurusan (peserta didik kelas X), dan menentukan pilihan pekerjaan dalam dunia militer (peserta didik kelas XI). Hasil penelitiannya antara lain menyimpulkan bahwa masalah yang banyak dihadapi peserta didik adalah masalah kependidikan (43% seputar pendidikan dan ). Masalah pendidikan dan yang dihadapi oleh peserta didik adalah

5 permasalahan dalam memilih jurusan sebesar 46% dan memilih sekolah menengah sebesar 26%. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, menggambarkan bahwa masih terdapatnya peserta didik kelas XI yang mengalami kesulitan dalam membuat keputusan mengenai kelanjutan pendidikan atau pekerjaan yang dipilihnya selepas SMA/SMK/MA terutama untuk daerah Kabupaten Bandung hasil penelitian yang dilakukan Budiamin pada tahun 2002. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka yang terjadi pada peserta didik adalah pembuatan keputusan tanpa alasan yang tepat, dan hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap nya di masa depan. Salah satu bentuk bantuan di sekolah untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik seperti diuraikan di atas adalah melalui layanan bimbingan dan konseling, hal itu dikarenakan bimbingan dan konseling merupakan suatu bagian integral pendidikan yang menyediakan bantuan bagi individu untuk dapat berkembang secara optimal, memahami diri, lingkungan dan dapat merencanakan masa depan. Dalam hal ini upaya bimbingan dan konseling yang diberikan berupa konseling kelompok yang dapat membantu peserta didik agar mampu membuat keputusan yang tepat sebagai bekal untuk merencanakan nya di masa depan. Rochman Natawidja (1987) (Rusmana, 2009:29) menyebutkan bahwa Konseling Kelompok diartikan sebagai upaya bantuan kepada individu (beberapa individu) yang dilakukan dalam situasi kelompok, bersifat pencegahan dan penyembuhan serta bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam berbagai aspek perkembangan dan pertumbuhannya. Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan pendekatan konseling yang didasarkan atas konseptualisasi atau pemahaman pada setiap konseli, yaitu

6 pada keyakinan khusus konseli dan pola perilaku konseli. Proses konseling dengan cara memahami konseli didasarkan pada restrukturisasi kognitif yang menyimpang, keyakinan konseli untuk membawa perubahan emosi dan strategi perilaku ke arah yang lebih baik. Oleh sebab itu CBT merupakan salah satu pendekatan yang lebih integratif dalam konseling (Alford & Beck, 1997). Karakteristik CBT yang tidak hanya menekankan pada perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif namun memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap sebagai pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. CBT memiliki tiga asumsi dasar yaitu: (1) aktivitas kognitif akan berakibat terhadap perilaku, (2) aktivitas kognitif dapat diidentifikasi dan diubah, dan (3) perubahan perilaku yang diinginkan disebabkan oleh perubahan kognitif (Dobson & Dozois, 2010:3). Keunggulan CBT dibandingkan dengan pendekatan lainnya menurut Kim (Caldwell & Cunningham, 2010: 5) adalah CBT secara empiris terbukti efektif dan fleksibel diterapkan di berbagai budaya dan populasi. Mahoney dan Arnkoff (Dobson & Dozois, 2010: 11) menyatakan CBT dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: (1) Restrukturisasi Kognitif, (2) Coping Skills, (3) Problem Solving. Restrukturisasi kognitif berasumsi adanya tekanan emosional merupakan hasil dari pikiran yang maladaptif sehingga tujuan dari restrukturisasi kognitif adalah untuk menguji dan menantang pola pikir yang maladaptif, dan membuat pola pikir yang lebih maladaptif. Berbeda dengan coping skills yang berfokus pada pengembangan daftar kemampuan yang didesain untuk membantu konseli menyelesaikan beberapa situasi yang membuat stres. Problem solving sendiri merupakan suatu metode yang mengombinasikan antara restrukturisasi kognitif dan coping skills. Problem solving menekankan pada pengembangan strategi untuk menghadapi berbagai macam masalah pribadi dan

7 stres serta menekankan pada kolaborasi aktif antara konseli dan konselor dalam merencakanan program intervensi. D Zurilla & Goldfried (Hecker & Thorpe, 2005) mengatakan, problem solving efektif untuk diaplikasikan dalam berbagai permasalahan konseli karena problem solving mendorong konseli untuk bersikap aktif di dalam permasalahan kehidupannya sehingga konseli dapat memikirkan permasalahannya, mendefinisikan, memunculkan solusi alternatif, membuat keputusan, dan mempraktikkan solusi yang telah dibuatnya. Fokus permasalahan pada penelitian ini adalah pilihan kelanjutan pendidikan atau pekerjaan. Dengan diketahuinya tingkat kemampuan peserta didik dalam membuat keputusan maka hal tersebut dijadikan landasan dalam pengembangan program bimbingan dalam hal ini layanan konseling kelompok yang dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan kemampuan membuat keputusan. B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Identifikasi Masalah Sesungguhnya manusia akan terus menerus menentukan pilihan hidup dari waktu ke waktu sampai akhir kehidupan. Proses inilah yang disebut dengan pengambilan keputusan (Sharf, 1992: 303). Namun yang menjadi permasalahan adalah ada individu yang mampu dalam mengambil keputusan dengan tepat dan ada juga yang tidak mampu dalam mengambil keputusan secara tepat. Peserta didik usia 15-18 tahun diharapkan sudah mampu membuat keputusan mengenai masa depan tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Akan tetapi pada kenyataannya tidak sedikit peserta didik yang mengalami hambatan dalam membuat keputusan, dalam hal ini mengenai kelanjutan pendidikan

8 atau pekerjaan yang akan diambilnya setelah lulus dari SMA/SMK/MA. Kebanyakan dari mereka mengalami kebingungan dalam menentukan kelanjutan pendidikan atau pekerjaan karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang muncul dari internal dan lingkungan yang semakin maju dan berkembang pesat. Hal tersebut dikarenakan membuat keputusan bukan merupakan hal yang mudah bagi peserta didik. Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Santrock (2007: 485) bahwa banyak remaja yang berada dalam kebimbangan, ketidakpastian dan stress dalam membuat keputusan. Hal tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja karena bisa berdampak terhadap perkembangan dalam bidang belajar, pribadi, sosial dan khusunya di masa depannya. Upaya pengentasan masalah-masalah konseli (peserta didik) menjadi salah satu tugas konselor sekolah. Menurut DEPDIKNAS (2008: 219), orientasi layanan bimbingan dan konseling tidak hanya pada perangkat tugas perkembangan (kompetensi/kecakapan hidup, nilai dan moral peserta didik) dan tataran tujuan bimbingan dan konseling (penyadaran, akomodasi, tindakan), tetapi juga berorientasi pada permasalahan yang perlu dientaskan/diselesaikan. Upaya bantuan yang dilakukan konselor untuk mengintervensi masalahmasalah atau kepedulian pribadi konseli (peserta didik) yang muncul segera dan dirasakan saat itu berkaitan dengan masalah pribadi, sosial, belajar, dan karier adalah layanan responsif. Layanan responsif merupakan layanan bantuan kepada peserta didik yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera. Layanan responsif bertujuan membantu peserta didik agar dapat memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dialami peserta didik atau membantu konseli yang mengalami hambatan dan kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Strategi yang digunakan dalam layanan

9 responsif yaitu: konseling individual, konseling krisis, konsultasi dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain (DEPDIKNAS, 2008: 209). 2. Pertanyaan Penelitian Masalah utama yang harus segera dijawab melalui penelitian ini adalah layanan konseling seperti apa yang dapat meningkatkan kemampuan pembuatan keputusan peserta didik? Masalah pokok tersebut secara rinci dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum kemampuan pembuatan keputusan peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Soreang Tahun Ajaran 2013/2014? 2. Bagaimana rumusan layanan konseling kognitif perilaku dengan teknik problem solving yang layak menurut para pakar dan praktisi? 3. Bagaimana gambaran efektivitas konseling kognitif perilaku dengan teknik problem solving untuk meningkatkan kemampuan pembuatan keputusan peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Soreang Tahun Ajaran 2013/2014? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian memperoleh gambaran empirik mengenai: 1. Gambaran umum kemampuan pembuatan keputusan peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Soreang Tahun Ajaran 2013/2014. 2. Rumusan layanan konseling kognitif perilaku dengan teknik problem solving yang layak menurut para pakar dan praktisi. 3. Gambaran efektivitas konseling kognitif perilaku dengan teknik problem solving untuk meningkatkan kemampuan pembuatan keputusan peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Soreang Tahun Ajaran 2013/2014.

10 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan menjadi pedoman bagi konselor menggunakan problem solving untuk meningkatkan kemampuan pembuatan keputusan peserta didik. E. Struktur Organisasi Pada bab 1 dibahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi skripsi. Pada bab 2 dibahas mengenai kajian teoritis, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Pada bab 3 dibahas mengenai metode penelitian. Pada bab 4 dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab 5 dibahas mengenai kesimpulan dan rekomendasi.