BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan tentang imunisasi sangat penting untuk ibu, terutama ibu

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Bayi adalah anak usia 0-2 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator kerjanya ditinjau dari angka

BAB I PENDAHULUAN. tombak pelayanan kesehatan masyarakat di pedesaan/kecamatan. pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (Kemenkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari capaian indikator

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam Sustainable Development Goals (SDG S). Tujuan ke ketiga SDGs adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Lienda Wati, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional (Budioro. B, 2010). Dalam lingkup pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya, selain indikator Angka Kematian Ibu (AKI), Angka

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. golongan usia memiliki resiko tinggi terserang penyakit-penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kelompok bayi dari difteri, pertusis, tetanus dan campak. Cakupan imunisasi di

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia telah menurun, dimana rata-rata

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. bayi dan kematian ibu melahirkan. Menitik beratkan pada pembangunan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010). Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 5 tahun walaupun. tidak sebanyak kematian yang disebabkan oleh malnutrisi dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mempersiapkannya diperlukan anak-anak Indonesia yang sehat baik fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Program kesehatan di Indonesia periode adalah Program

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat. menyerang anak dibawah usia lima tahun (Widodo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN : SURVEI KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BAYI UMUR 1-12 BULAN DI DESA PANCUR MAYONG JEPARA INTISARI

BAB 1 PENDAHULUAN. Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi lanjutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dari 17 program pokok pembangunan kesehatan adalah program

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan kesehatan tersebut difokuskan pada usaha promotif dan

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. imunisasi antara lain untuk menurunkan kesakitan dan kematian akibat penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut (Ranuh, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang

BAB I PENDAHULUAN. intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2013 : 1). neonatus sebagai individu yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tidak sedikit yang berujung pada kematian bayi (Achmadi, 2016). harus menyelesaikan jadwal imunisasi (Kemenkes RI, 2010).

Romy Wahyuny*, Linda Fadila**

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dicegah dengan imunisasi, yakni masing-masing 3 juta orang atau setiap 10

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga sebagai unit terkecil dari kehidupan bangsa. Kemandirian keluarga dalam

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN INFORMASI IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA ANAK 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS TITUE KABUPATEN PIDIE

BAB 1 PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa (Wijaya, 2005). tergolong rendah, 11 juta anak di bawah 5 tahun meninggal

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun menunjukkan adanya penurunan Angka Kematian Balita (AKABA) dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

BAB I PENDAHULUAN. agar terhindar dari penyakit sehingga tercapai kekebalan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BAYI 0-12 BULAN DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B-O DI WILAYAH PUSKESMAS KAYU KUNYIT BENGKULU SELATAN

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk

suatu penyakit, jika suatu saat dia terkena penyakit yang sama maka tubuhnya sudah kebal terhadap penyakit tersebut (Matondang & Siregar,

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

Sagacious Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Sosial Vol. 3 No. 2 Januari-Juni 2017

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KETEPATAN WAKTU MELAKUKAN IMUNISASI PADA BAYI DI BPS SRI MARTUTI, PIYUNGAN, BANTUL, YOGYAKARTA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunitas merupakan daya tahan tubuh. Sistem imun adalah jaringan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan dibidang kesehatan (Depkes, 2007). masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi adalah prosedur yang dilakukan untuk memberikan kekebalan. tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan seutuhnya untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. satu diantaranya adalah pencegahan penyakit. Sebagai upaya

Christopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai ciri khas yang berbeda-berbeda. Pertumbuhan balita akan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 ini masih jauh lebih baik dibandingkan dengan 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup 1,4 juta anak balita yang meninggal. Program Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak menjadi salah satu penyakit infeksi masih menjadi masalah bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama, dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak lainnya, karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011). Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Depkes RI, 2012). Jenis- jenis imunisasi dasar, yaitu: BCG, yaitu imunisasi dasar yang diberikan untuk mencegah penyakit TBC. Kemudian imunisasi dasar Hepatitis B, yang diberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B. Selanjutnya DPT, yaitu imunisasi dasar yang diberikan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Kemudian imunisasi dasar Campak, yang diberikan untuk mencegah penyakit campak dan yang terakhir imunisasi dasar Polio, yang diberikan untuk mencegah penyakit polio (IDAI, 2014). Imunisasi polio adalah suatu vaksin yang melindungi anak terhadap penyakit Poliomyelitis. Poliomyelitis adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh 1

2 virus polio. Virus polio yang masuk melalui makanan akan berkembang biak di kelenjar getah bening saluran cerna, kemudian menyebar melalui darah ke sistem syaraf, dan mengakibatkan kelumpuhan serta cacat seumur hidup (Hadinegoro, 2011). Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (Polio I, II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan penetesan (dropper) yang baru (Proverawati dkk, 2010). Pemberian jangka pendek vaksin masih bersifat aman, namun dalam jangka panjang bisa berbahaya juga untuk tubuh, sehingga diberikan vaksin kedua, ketiga dan seterusnya dengan maksud untuk memperpanjang khasiat vaksin yang diberikan sebelumnya dan berguna untuk menghilangkan efek samping dari vaksin sebelumnya (Ranuh dkk, 2011). Salah satu dari 8 tujuan MDGs pada poin keempat adalah menurunkan angka kematian bayi dengan meningkatkan status imunisasi terutama imunisasi dasar lengkap pada bayi karena imunisasi merupakan hal yang wajib untuk melindungi bayi dari penyakit yang kerap menyerang. Namun, cakupan imunisasi dasar masih di bawah target, salah satunya yaitu imunisasi dasar polio (Priyono, 2010). Akibat kelengkapan imunisasi dasar polio masih dibawah target, muncul kasus polio di beberapa negara di dunia. Pada tahun 2014 masih terdapat 414 kasus polio di dunia, 359 diantaranya merupakan kasus polio impor, 3 negara menjadi negara endemik polio yaitu India, Pakistan dan Nigeria dan terdapat 7 negara yang terinfeksi virus polio impor,

3 sedangkan pada tahun 2015 terdapat 106 kasus polio 74 diantaranya kasus polio impor dan pada tahun 2016 terdapat 18 kasus polio 15 diantaranya kasus polio impor (Global and Regional Immunization Profile WHO, UNICEF 2014, 1015, 2016 ). Di Indonesia, setelah 10 tahun terbebas dari kasus polio impor pada bulan Mei 2005 muncul kembali kasus polio impor dari Sudan di daerah Cidahu, Sukabumi Jawa Barat (Hadinegoro, 2011). Dalam kurun waktu 8 bulan pada`periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006 telah ditemukan 305 orang anak yang mengalami poliomyelitis dengan kelumpuhan yang menetap yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat (59 kasus), Banten (160 kasus), Jawa Tengah (20 kasus), Lampung (26 kasus), Jakarta (4 kasus), Sumatera Utara (10 kasus), Jawa Timur (10 kasus), Sumatera Selatan (5 kasus), dan Nangroe Aceh Darussalam (5 kasus) (Hadinegoro, 2011). Kasus polio impor terakhir ditemukan pada seorang anak di Aceh Tenggara pada 16 Februari 2006. Di daerah Sumatera Barat memang tidak ditemukan kasus polio, namun penularan virus polio dari manusia ke manusia melalui infeksi droplet dari orofaring penderita (oral-oral), atau feses penderita infeksius (fekal-oral).virus polio tahan terhadap alkohol dan lisol dan pada keadaan beku dapat bertahan bertahuntahun. Virus polio dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan masih infeksius di tempat yang berkilometer dari sumber penularan (Depkes RI, 2015). Setelah itu pada tanggal 27 Maret 2014 Indonesia telah mendapat sertifikat bebas polio dari WHO (World Health Organization) dan harus mempertahankan status bebas polio ini. Indonesia juga mendukung program WHO untuk eradikasi

4 polio yaitu penghapusan penyakit polio di negara-negara di dunia pada tahun 2020. Langkah- langkah yang harus dilakukan Indonesia untuk mendukung program WHO dan mempertahankan status bebas polio, yaitu: PIN polio, dan AFP (Acute Flaccid Paralysis) surveilence (penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layu pada usia di bawah 15 tahun dan diperiksa fesesnya) dan yang terutama mencegah penyakit polio pada bayi dengan imunisasi dasar polio lengkap (Dinkes, 2015). Oleh karena itu, diharapkan penyakit polio tidak akan muncul lagi di Indonesia. Dari beberapa data di atas terlihat apabila imunisasi dasar polio tidak lengkap atau cakupannya masih dibawah target, akan mengakibatkan munculnya kembali kasus polio karena penularan virus polio dari manusia ke manusia sangatlah mudah. Namun, cakupan imunisasi dasar polio di negara-negara anggota WHO baru mencapai 86% masih terdapat 4 % bayi yang belum sepenuhnya mendapatkan vaksinasi dan tetap beresiko terkena penyakit polio di dunia. Target bayi yang diberikan imunisisasi dasar polio di dunia tahun 2014 sebanyak 133.918 juta bayi (90%) dari jumlah total bayi di dunia. (Global and Regional Immunization Profile WHO, UNICEF 2015). Upaya imunisasi dasar polio di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan, namun dari Survei Kesehatan Dan Demografi Indonesia (SDKI) diketahui bahwa pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006 cakupan imunisasi polio menurun yaitu sebesar 71% dari target 90 %, sehingga muncul kasus polio impor dari negara Sudan di Sukabumi, Jawa Barat (Hadinegoro, 2011).

5 Pada tahun 2013 di Indonesia target bayi diimunisasi polio adalah 90%, untuk Imunisasi Polio 1 (97,92%), Polio 2 (93,76%) sudah mencapai target UCI (Universal Child Immunization), sedangkan untuk Polio 3 (85,43%), Polio 4 (87,51%) secara keseluruhan belum mencapai target UCI (Profile Kesehatan Indonesia Kemenkes RI, 2013). Pada tahun 2014 di Indonesia target bayi diimunisasi polio adalah 95% namun, pencapaian baru 86, 9 % (Profile Kesehatan Indonesia Kemenkes RI, 2014) dan pada tahun 2015 target bayi diimunisasi polio 96,5 %, namun pencapaian baru 92, 3 % (Profile Kesehatan Indonesia Kemenkes RI, 2015). Cakupan imunisasi dasar (termasuk imunisasi dasar polio didalamnya) di Provinsi Sumatera Barat baru mencapai 82,6% sedangkan target imunisasi polio 1-4, 90% (Profile Kesehatan Provinsi Sumbar, 2013). Cakupan imunisasi polio tahun 2014 baru mencapai 90,4% sedangkan target imunisasi dasar polio 1-4, 95 % (Profile Kesehatan Provinsi Sumbar, 2014). Cakupan imunisasi polio tahun 2015 baru mencapai 93,4% sedangkan target 96,5 % (Profile Kesehatan Provinsi Sumbar, 2015). Dari data diatas terlihat cakupan imunisasi dasar polio masih belum mencapai target. Kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor-faktor di luar perilaku (non perilaku) seperti tersedianya sarana pelayanan imunisasi dan faktor perilaku. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat. Orang tua khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan bagi bayi mereka. Lengkap atau tidaknya imunisasi dasar polio bayi sangat tergantung pada perilaku ibu dalam mengimunisasikan bayinya (Notoatmodjo, 2012).

6 Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. (Notoatmodjo, 2012) Menurut teori Lawrence Green, faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors,) tersedianya pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya sedangkan faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan. Green menyatakan bahwa pendidikan kesehatan marupakan peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar sejalan dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku dalam bentuk tindakan positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya (Sarwono, 2007). Seorang ibu yang tidak mengimunisasikan anaknya ke posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors) atau karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasi anaknya (enabling factors). Sebab lain mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya (reinforcing factor) (Notoadmodjo, 2012).

7 Menurut Newcomb, ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Petugas kesehatan adalah sumber daya manusia yang utama yang dimiliki puskesmas. Sesuai dengan sistem manajemen modern, staf Puskesmas merupakan faktor produksi utama untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu, sehingga dukungan petugas kesehatan sangat berpengaruh terhadap perubahan tindakan ibu dalam memengimunisasikan polio bayinya (Notoatmodjo, 2012). Adanya dukungan dari keluarga baik suami maupun orang tua akan mempengaruhi ibu dalam mengimunisasikan bayinya dengan lengkap (Notoatmodjo, 2012). Teori di atas juga dibuktikan dari beberapa penelitian sebelumnya, yaitu yang dilakukan oleh beberapa peneliti luar negeri, diantaranya penelitian oleh Omoyemi tentang pengetahuan, sikap, dan kepercayaan orang tua terhadap anak dengan penyakit polio di daerah Zamfare, Nigeria tahun 2012 didapatkan 65,4% berpengetahaun tinggi, 23,8% berpengetahuan sedang, dan 11,0% berpengetahuan rendah dan 55,3% bersikap mendukung dan 44.7% bersikap tidak mendukung. Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku ibu dalam memberikan imunisasi polio dan ada hubungan sikap dengan perilaku ibu dalam memberikan imunisasi polio pada bayinya. Berikutnya, oleh Shehu Dalhatu tahun 2015 melakukan review jurnal tentang imunisasi polio terhadap 52 jurnal dan terdapat 18 jurnal yang membahas tentang faktor-faktor efektif partisipasi orang tua dalam imunisasi dasar polio di Nigeria dan 18 jurnal ini menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku ibu. Selanjutnya, penelitian Muhammad

8 Umair Khan tahun 2015 tentang hubungan pengetahuan, sikap terhadap perilaku ibu dalam memberikan imunisasi dasar polio. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan dengan perilaku dan terdapat hubungan sikap dengan perilaku ibu. Penelitian yang sama juga dilakukan di Indonesia, yaitu oleh Sri Aminingsih pada tahun 2014 tentang hubungan tingkat pengetahuan tentang imunisasi polio dengan tindakan mengimunisasi polio di posyandu Aggrek Desa Langenharjo Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan tindakan ibu`dan terdapat 9,09% yang tidak lengkap mengimunisasi polio bayinya. Berikutnya, oleh Ulidatun Saliha tahun 2014 tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Kota Padang dengan hasil 58,5% bayi memiliki status imunisasi tidak lengkap dan 41,5% bayi memiliki status imunisasi lengkap. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku ibu melengkapi imunisasi polio bayinya. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Fitriyanti Ismet pada tahun 2013 tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan imunisasi dasar lengkap pada balita di desa Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango dengan hasil ibu yang memiliki sikap positif (90,7%) dan sikap negatif (9,3%). (58,3%) ibu mendapat dukungan dan (41,7%) ibu tidak mendapat dukungan. (94,4%) dukungan petugas baik dan (5,6%) dukungan petugas kurang baik. Terdapat hubungan sikap dengan perilaku ibu dalam melengkapi imunisasi bayinya, ada hubungan dukungan sosial terhadap perilaku ibu

9 dalam melengkapi imunisasi bayinya dan ada hubungan dukungan petugas kesehatan dengan perilaku ibu melengkapi imunisasi bayinya. Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2014, dari 22 Puskesmas di Kota Padang ada 5 Puskesmas yang pencapaian target imunisasi polio di bawah 90 %, yaitu Puskesmas Seberang Padang (77%), Puskesmas Rawang Barat (77,4 %), Puskesmas Belimbing (79,9%), Lubuk Kilangan (80, 1%), dan Puskesmas Nanggalo (88,4%). Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2015, dari 22 Puskesmas di Kota Padang ada 5 Puskesmas yang pencapaian target imunisasi polio dibawah 95%, yaitu Puskesmas Seberang Padang (90,05%), Puskesmas Pemancungan (90,85%), Puskesmas Lapai (91,45%), Puskesmas Pegambiran (93%), dan Puskesmas Alai (92, 2%). Salah satu Puskesmas yang pencapaian dibawah target adalah Puskesmas Seberang Padang. Pada tahun 2014 Puskesmas Seberang Padang memiliki angka Drop Out Polio 1-4 (Imunisasi Polio 1-4 tidak lengkap) yaitu 33 %, no 4 tertinggi di Kota Padang setelah Puskesmas Ulak Karang, Bungus, dan Air Dingin (DKK Padang, 2014) sedangkan tahun 2015 angka Drop Out Polio 1-4 semakin meningkat, yaitu 61, 5%, tertinggi di Kota Padang. Kondisi ini merupakan masalah kesehatan karena pada tahun 2014 Indonesia telah mendapat sertifikat bebas polio dan imunisasi dasar polio di Indonesia seharusnya sudah mencapai target. Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Seberang Padang dari bulan Januari sampai bulan April 2016, sasaran bayi yang mendapat imunisasi polio sebanyak 336 bayi usia 0-11 bulan dan didapatkan data sebanyak 24 (7%) bayi yang

10 sudah diimunisasi polio 1, sebanyak 25 bayi (7,4 %) diimunisasi polio 2, sebanyak 27 bayi (8%) diimunisasi polio 3 dan sebanyak 31 bayi (9,3%) diimunisasi polio 4. Berdasarkan survey awal pada tanggal 11 Mei 2016 dari 10 orang ibu yang memiliki bayi, 30% dari 10 bayi belum lengkap imunisasi polionya karena ibu tidak membawa bayinya ke posyandu atau puskesmas untuk melengkapi imunisasi polio bayinya sebanyak 4 kali. Ibu mengatakan tidak membawa bayinya ke posyandu atau puskesmas karena beberapa alasan, yaitu: pertama, ibu tidak tahu apa itu penyakit polio, tujuan imunisasi polio, jenis imunisasi polio, manfaat imunisasi polio, kontraindikasi dari pemberian imunisasi polio, efek samping, serta jadwal pemberian imunisasi polio. Alasan kedua ibu tidak membawa bayinya ke posyandu karena ibu sibuk. Alasan ketiga kedua ibu tidak membawa bayinya ke posyandu karena dilarang suami dan orang tua. Alasan keempat karena ada beberapa petugas kesehatan yang bersikap tidak ramah dalam melayani. Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan ibu dalam melengkapi imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016.

11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang seperti yang telah diuraikan, maka permasalahannya adalah bayi tidak mendapatkan imunisasi polio secara lengkap di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang. Hal ini dapat disebabkan oleh tindakan ibu. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan tindakan ibu dalam melengkapi imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. C. Tujuan Penelitian 1.Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan ibu dalam melengkapi imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. 2.Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi sikap ibu tentang imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga tentang imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016.

12 d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dukungan petugas kesehatan tentang imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. e. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tindakan ibu tentang imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. f. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan tindakan ibu dalam melengkapi imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. g. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan tindakan ibu dalam melengkapi imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. h. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tindakan ibu dalam melengkapi imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. i. Untuk mengetahui hubungan dukungan petugas kesehatan dengan tindakan ibu dalam melengkapi imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016. j. Untuk mengetahui faktor yang dominan terhadap tindakan ibu dalam melengkapi imunisasi dasar polio pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2016.

13 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Sebagai bahan informasi dan masukan dalam perencanaan dan pelaksanaan program imunisasi polio agar semua bayi mendapat imunisasi polio lengkap sesuai target UCI (Universal Child Immunization). 2. Bagi Puskesmas Sebagai masukan supaya cakupan program imunisasi polio lebih ditingkatkan agar tidak ada lagi bayi yang mendapat imunisasi polio tidak lengkap di wilayah kerja puskesmas. 3. Bagi Orang Tua Sebagai informasi dan menambah pemahaman orang tua tentang imunisasi polio sehingga orang tua dapat berperilaku aktif dalam memberikan imunisasi polio pada bayinya. 4. Bagi Ilmu keperawatan Sebagai sumbagan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada anak. 5. Bagi Mahasiswa Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan ibu dalam melengkapi imunisasi polio pada bayinya dan sebagai tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.