POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

KARAKTERISTIK JARINGAN USAHA PADA KLASTER INDUSTRI KERAJINAN TEMBAGA DESA TUMANG KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TUGAS AKHIR

PENGELOMPOKAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG TUGAS AKHIR

PERAN PEREMPUAN DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL (Studi Kasus: Perempuan dalam Industri Batik di Kabupaten Banyumas) TUGAS AKHIR

PERAN STAKEHOLDER DALAM UPAYA PENCIPTAAN EFISIENSI KOLEKTIF PADA KLASTER JAMBU AIR MERAH DELIMA DI KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

STUDI POLA RUANG ALIRAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI BANTEN TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dan berkembang begitu pesatnya seiring dengan adanya. mengembangkan ekonomi dan industri di Indonesia yaitu dengan

ALTERNATIF POLA HUBUNGAN KOTA TEGAL DALAM KONTEKS KAWASAN BREGAS TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Pertalian Usaha Klaster Pariwisata Borobudur

PERAN FORUM LINTAS PELAKU KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN DALAM PENGEMBANGAN KLASTER PARIWISATA SELO-SAWANGAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB 1 PENDAHULUAN. persaingan yang semakin ketat diantara perusahaan-perusahaan leassing di

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh:

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI DI KOTA SEMARANG DAN DAERAH YANG BERBATASAN TUGAS AKHIR. Oleh: FAHRIAL FARID L2D

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL

ANALISIS USAHA INDUSTRI MEUBEL DI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2001 DAN TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

Oleh : Warseno K BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 KAJIAN LITERATUR

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

PENGEMBANGAN MODEL KONSENTRASI SPASIAL PENGUATAN USAHA KECIL MENENGAH (Kasus Industri Kecil Menengah di Pantura Jawa Tengah)

PERAN INSTITUSI LOKAL DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH (Studi Kasus: Proses Difusi Inovasi Produksi Pada Industri Gerabah Kasongan Bantul, DIY)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENGUSAHA INDUSTRI KECIL MEBEL DI KOTA SURAKARTA

ANALISIS PERKEMBANGAN USAHA INDUSTRI GITAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2003 DAN TAHUN 2008

KEMITRAAN USAHA DALAM KLASTER INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA TUGAS AKHIR

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sjafrizal (2009), perencanaan pembangunan merupakan cara atau

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor industri sebagai bagian dari proses pembangunan

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN KLASTER INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : INDRA CAHYANA L2D

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

ARAHAN PEMANFAATAN KEMBALI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH (Studi Kasus: TPA Putri Cempo, Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. banyak pengetahuan yang dimiliki oleh stakeholder dari sebuah perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

EVALUASI SALURAN DISTRIBUSI DALAM USAHA PENINGKATAN VOLUME PENJUALAN DAN LABA PADA CV. ITA DI SURAKARTA SKRIPSI

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. konsumen untuk membeli produknya. Kebutuhan konsumen yang. Dalam persaingan yang tajam seperti ini, keberhasilan

KARAKTERISTIK STRUKTUR RUANG INTERNAL KOTA DELANGGU SEBAGAI KOTA KECIL DI KORIDOR SURAKARTA - YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan berkelanjutan menjadi isu penting dalam menanggapi proses. yang strategis baik secara ekonomi maupun sosial politis.

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan, sebab pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Meningkatnya

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING UMKM

EVALUASI PELETAKAN TERMINAL BANYUMANIK DAN TERMINAL PENGGARON DALAM MENDUKUNG SISTEM AKTIVITAS SEKITAR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

EVALUASI PERAN FORUM KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN (FCSS) DALAM PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI LOGAM TUMANG BOYOLALI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

ALTERNATIF BENTUK PENATAAN WILAYAH DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

I. PENDAHULUAN. yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satu strateginya adalah melalui

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. pembangunan (Bintarto, 1991: 30). pendekatannya. Bintarto dan Surastopo Hadisumarmo ( 1991: 12-24),

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun

ANALISIS POSISI STRATEGIS USAHA KECIL MENENGAH (UKM) PERLOGAMAN DI KOTA TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 Perekonomian Indonesia mengalami pasang surut hingga

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor nonpertanian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D 097 460 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2002

ABSTRAK Sebagai salah satu pusat industri kecil di Jawa Tengah, Kabupaten Klaten mempunyai jumlah industri cukup banyak dengan jenis yang beragam. Umumnya industri kecil tersebut mengelompok membentuk sentra. Perkembangan industri kecil di Kabupaten Klaten terus meningkat ditandai dengan munculnya industri kecil baru. Hal ini berdampak pada meluasnya sebaran sentra tiap kecamatan, namun kecenderungan ini belum terjadi di seluruh wilayah. Sentra-sentra tersebut tumbuh secara spontan pada wilayah tertentu. Adanya sebaran semacam ini akan berpotensi menimbulkan permasalahan antara lain terbentuknya konfigurasi ruang yang kurang efektif dan ketidakmerataan kemajuan tiap wilayah. Agar tidak berdampak lebih luas, maka diperlukan arahan penataan yang jelas dengan memperhatikan karakteristik aktivitas industri kecil di tiap wilayah termasuk pola keruangannya. Beranjak dari latar belakang dan permasalahan tersebut maka penelitian ini diarahkan untuk mengetahui pola keruangan sentra industri kecil dan faktor-faktor lokasi industri di Kabupaten Klaten. Penelitian ini dibagi menjadi beberapa analisis, pertama yaitu analisis perkembangan dan persebaran sentra industri kecil dengan metode kualitatif diskriptif. Kedua adalah analisis pola keruangan sentra industri kecil dengan metode analisis tetangga dekat. Analisis ini akan menghasilkan pola atau bentuk sebaran sentra yang dapat dibedakan menjadi pola mengelompok, pola tersebar acak dan pola tersebar merata. Analisis ketiga yaitu analisis faktor-faktor lokasi industri kecil berdasarkan preferensi pengusaha dengan metode Green s Succesive Categories. Analisis ini akan menghasilkan urutan prioritas pemilihan lokasi industri. Sedangkan analisis keempat yaitu sintesa faktor lokasi dengan pola keruangan sentra industri kecil menggunakan metode kualitatif diskriptif. Setelah dilakukan proses analisis ternyata dapat disimpulkan bahwa pola keruangan sentra industri kecil di Kabupaten Klaten adalah pola tersebar acak. Hal ini disebabkan tidak semua desa di Kabupaten Klaten memiliki sentra industri kecil. Faktor-faktor yang teridentifikasi sebagai faktor penentu lokasi industri kecil di Kabupaten Klaten yaitu: (a) faktor potensi bahan baku; (b) faktor historis dan sosial; (c) faktor aglomerasi; serta (d) faktor potensi tenaga kerja. Dengan adanya kekhususan faktor-faktor lokasi tiap jenis industri tersebut maka secara tidak langsung akan mempengaruhi pola sebaran industri yang terbentuk. Mengacu pada hasil analisis di atas maka sebagai upaya penanganan industri kecil di Kabupaten Klaten perlu dilakukan pengaturan lokasi industri dengan tetap memperhatikan faktor-faktor lokasi. Termasuk aspek potensi suatu wilayah dan aspek sosio-historis seperti perilaku pengusaha kecil. Hal ini agar secara spasial persebarannya menjadi efektif dan efisien. Sementara itu, hal lain yang perlu diperhatikan kaitannya dengan pembahasan mengenai faktor-faktor lokasi industri adalah perlunya memperhatikan kekhususan tempat, waktu dan jenis industri karena tiap jenis industri tidak sama.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sensus penduduk tahun 1990, antara tahun 1985-1990 proporsi terbesar pekerja di bidang manufaktur terus berada pada sektor usaha kecil yaitu hampir 61%. Hal ini menunjukkan sektor usaha kecil manufaktur mempunyai potensi yang cukup besar dalam perekonomian di tanah air, yaitu menjadi salah satu penyedia lapangan kerja bagi penduduk. Hal lainnya yang juga menjadi potensi industri kecil yaitu kemampuannya menyediakan barangbarang yang murah dan sesuai dengan kebutuhan konsumen dan produsen yang bermodal kecil. Industri semacam ini banyak berkembang di daerah pedesaan sehingga dapat menciptakan pekerjaan tersendiri di luar sektor primer bagi masyarakat pedesaan. Namun demikian, banyak masalah di seputar industri kecil pedesaan tersebut diantaranya yaitu lokasi yang terisolasi. Terisolasinya lokasi tidak hanya dibatasi oleh tipe produksi tetapi juga jumlah barang yang dihasilkan, akses terhadap komunikasi, serta keuangan dan institusi yang kurang memadai. Sebagai upaya melindungi keberadaannya agar tetap bisa bertahan hidup, industri kecil mempunyai karakteristik yang cukup unik dalam perkembangannya yaitu munculnya suatu fenomena aglomerasi. Aglomerasi terbentuk karena adanya perusahaanperusahaan kecil yang saling terkait membentuk konsentrasi spasial dengan ditandai oleh membesarnya skala ekonomi maupun membesarnya lokasi. Keterkaitan antar industri satu dengan industri lain ditunjukkan oleh hubungan antar pelaku industri yang cukup erat dan terjalin dengan baik. Hal ini terjadi karena usaha kecil dalam perkembangannya dapat memanfaatkan ekonomi eksternal yang diberikan oleh jaringan usaha lokal, termasuk hubungan kelembagaan serta hubungan nonekonomi melalui kekerabatan dan asosiasi (Sadoko, et.al, 1995). 1

2 Pengelompokan semacam ini akan mendatangkan berbagai keuntungan bagi industri yang tergabung didalamnya. Industri yang mengelompok akan dengan mudah mendapatkan bahan baku, karena para pemasok bahan baku jumlahnya cukup banyak. Terhadap pasar pun akan semakin mudah karena selain dengan pemasaran bersama, para pengusaha juga dapat memanfaatkan para penampung yang ada di wilayah tersebut. Akses terhadap institusi permodalan semacam perbankan juga semakin terbuka luas disebabkan telah terbentuknya asosiasi. Bahkan dalam menghadapi berbagai permasalahan akan dapat dengan mudah dipecahkan secara bersama-sama. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Schmitz (1997) bahwa pengelompokan ruang akan mendatangkan efisiensi secara kolektif. Ditinjau dari sisi lain, pengelompokan industri juga dapat mencirikan kekhasan suatu tempat sehingga dapat menciptakan spesialisasi produk unggulan wilayah setempat. Sementara itu, bagi kepentingan pengembangan wilayah, terbentuknya pengelompokan industri diharapkan dapat mendorong/menciptakan efek berantai bagi wilayah sekitarnya seperti tumbuhnya berbagai aktivitas ekonomi dan meningkatnya pendapatan penduduk yang disebabkan oleh perubahan aktivitas penduduk dari pekerjaan sektor primer yang mempunyai imbalan rendah ke pekerjaan dengan imbalan tinggi. Penelitian ini akan membahas keberadaan industri kecil yang mengelompok (meng-cluster) membentuk sentra di Kabupaten Klaten. Hal ini didasari oleh banyaknya sentra industri kecil di Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten sering disebut sebagai pusat industri kecil di Jawa Tengah, sebab Kabupaten Klaten termasuk kabupaten yang banyak memiliki sentra industri kecil disamping Kotamadya Tegal. Sentra-sentra tersebut mempunyai potensi yang cukup besar untuk terus berkembang. Sampai dengan saat ini, jumlah sentra industri kecil di Kabupaten Klaten tercatat sebanyak 300 sentra dengan ± 45 jenis industri, sementara itu di Jawa Tengah jumlah sentra industri kecil tercatat ada 4.400 sentra. (Diperindag, 2000). Ini berarti 6,81% sentra industri kecil di Jawa Tengah terdapat di Kabupaten Klaten. Bila dilihat dari letaknya, Kabupaten Klaten berada di antara dua kota besar Yogyakarta dan Surakarta dengan dilintasi jalur transportasi utama Yogya Solo.

3 Letak yang strategis tersebut memungkinkan akses industri kecil terhadap bahan baku maupun pasar menjadi semakin mudah. Hal ini tentunya akan sangat mempengaruhi perkembangan industri di sana. Berdasarkan pengamatan, gejala pengelompokan industri kecil di Kabupaten Klaten terjadi secara spontan pada wilayah-wilayah tertentu dengan kondisi yang bermacam-macam. Sentra-sentra tersebut telah ada sejak lama dan banyak berada di daerah pedesaan yang relatif jauh dari pusat kota. Dilihat dari perkembangannya, ada wilayah yang sentra industri kecilnya berkembang dengan baik, namun ada pula yang perkembangannya stagnan bahkan ada yang cenderung terus menurun. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan/variasi ketersediaan SDA dan SDM serta keterbatasanketerbatasan dalam perkembangannya di tiap kecamatan. Secara teoritis sebaran industri berkaitan dengan ketersediaan faktor lokasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Renner (1963), Bale (1981) dan Smith (1981). Sebaran sentra industri kecil yang terbentuk secara spontan dan hanya terjadi pada wilayah tertentu akan berpotensi menimbulkan dampak negatif berupa ketidakteraturan ruang karena kegiatan ekonomi hanya terkonsentrasi pada wilayah tertentu saja. Lebih lanjut pola ketidakteraturan akan menimbulkan ruang wilayah menjadi kurang efektif dan efisien. Kondisi semacam itu juga akan berpotensi menimbulkan permasalahan lain yaitu ketidakmerataan kemajuan tiap wilayah. Gejala tersebut akan semakin bersifat kontraproduktif jika dalam perkembangannya mengalami titik jenuh atau titik balik. Jika hal itu dibiarkan terus-menerus dan tidak ada upaya penanganan maka akan berimplikasi luas terhadap konfigurasi ruang yang terbentuk dan dapat menyulitkan perencanaan selanjutnya. Dengan demikian, indikasi potensi masalah tersebut tidak mungkin dibiarkan karena dapat mengganggu kinerja perekonomian wilayah. Studi tentang pola keruangan sentra industri kecil dan faktor-faktor lokasi industri kecil menjadi menarik untuk dikaji mengingat urgensinya untuk menstrukturkan kesempatan-kesempatan ekonomi dan merumuskan strategi-strategi pembangunan regional (Glasson, 1977). Lebih lanjut informasi tersebut sangat berguna