BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menurut undang undang nomor 5 tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Jenis-jenis industri menurut SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 diklasifikasikan menjadi industri kimia dasar, industri mesin dan logam dasar, industri kecil, dan aneka industri. Dalam perekonomian nasional, industri kecil merupakan suatu basis yang cukup besar dalam menunjang ekspor non migas, dan memperkuat struktur industri transformasi dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri (Irianto, 2006). Keberadaan beberapa industri kecil di suatu wilayah sangat membantu dalam peningkataan ekonomi wilayah tersebut. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu wilayah dengan potensi industri kecil di Indonesia. Menurut Marijan (2005), Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah industri kecil terbesar di Indonesia dengan 25,2%. Terdapat beberapa industri kecil di kota maupun kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Industri kecil tersebut salah satunya terdapat di Kabupaten Klaten yang mempunyai industri kecil seperti gerabah, mebel, konveksi, logam, batik dan tenun lurik. Kabupaten Klaten adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas 53 desa dan 103 kelurahan. Kabupaten Klaten adalah salah satu kabupaten yang mempunyai jumlah industri kecil yang cukup banyak di Jawa Tengah yaitu sekitar industri kecil. (Nugroho,2002). Selain itu, Kabupaten Klaten juga disebut sebagai sentra industri tekstil di Jawa Tengah antara lain konveksi, batik dan lurik (Bapedda, 2011). Industri kecil memperoleh presentase sebesar 42% jumlahnya daripada industri lainnya (BPS, 2011) sehingga industri tenun lurik menjadi yang terbesar di antara semua industri kecil lainnya di Klaten. Oleh karena itu, peran industri tenun lurik begitu penting untuk meningkatkan pendapatan masyarakat juga pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Klaten. Lokasi Kabupaten Klaten yang di antara dua kota besar yaitu Surakarta dan Yogyakarta membuat potensi pasar industri kecil menjadi sangat tinggi karena terdapatnya potensi pasar yang berdekatan. Salah satunya adalah industri kecil jenis tenun lurik. Industri tenun lurik commit merupakan to user industri kecil yang terbesar di Kabupaten 1

2 Klaten. Industri ini menjadi khas daerah Klaten karena menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) sehingga merupakan cara tradisional dan handmade dari para pengrajin. Kain tenun lurik adalah kain yang berpola bergaris garis sehingga disebut lurik (Sadilah, E. 2009). Lurik adalah simbol eksistensi masyarakat Jawa tetapi keberadaanya kalah dengan batik yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia pada tahun Sehingga keberadaanya kurang diminati oleh masyarakat yang cenderung memilih batik. Namun demikan, lurik tradisional khususnya di Klaten mencoba bertahan di tengah kembang kempis para pengerajin. Kehadiran industri tekstil pasca modernisasi dengan gelontoran pemodal besar tahun 1990 menyebabkan tidak sedikit pengrajin tenun lurik ATBM gulung tikar. Lurik yang berpusat di Pedan pernah jaya di bumi Jawa Tengah di era Gubernur HM Ismail tahun 1970-an. Karena itu, Jawa Tengah sempat kebanjiran order permintaan lurik Pedan, namun lurik jatuh meredup di kemudian hari karena tidak ada konsistensi dan keberlanjutan kebijakan. Kain dengan pola seperti ini sudah dikenal sejak zaman dahulu tepatnya pada tahun 1960an karena sering dipakai oleh para bangsawam dan kerajaan. Keberadaan industri lurik tersebut mulai surut sejak tahun 1990an. Para pengrajin lurik pun mulai berkurang dan mengalami kebangkrutan. Fenomena industri kecil tenun lurik mulai muncul dan menguat kembali setelah lama tidak diproduksi. Usaha ini meningkat sejak pasca gempa bumi pada tahun Beberapa pengrajin lurik mulai kembali menggeliatkan kegiatan usaha lurik mereka. Hal itu karena terdapatnya lembaga swadaya masyarakat yang ikut mendampingi untuk mengatasi perekonomian masyarakat melalui industri tenun lurik. Menurut data perkembangan industri dan pendapat masyarakat, jumlah usaha lurik terus meningkat tiap tahunnya. Bahkan terdapat para pekerja yang berpindah kerja sebagai pengrajin industri lurik dari industri tekstil konveksi maupun tenun non lurik. Sehingga usaha industri mulai terlihat kembali dan hasilnya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Meningkatnya jumlah usaha industri tenun maka terjadi peningkatan wilayah persebarannya. Pada awalnya persebaran industri lurik ATBM berpusat pada satu kecamatan yaitu Kecamatan Pedan saja tetapi sekarang indikasinya, industri kecil lurik menyebar ke beberapa wilayah sentra yaitu kecamatan Cawas, Bayat, Trucuk, hingga Karangdowo. Perkembangan persebaran sentra industri lurik ATBM dikabarkan telah banyak berkembang di Kecamatan Cawas bukan lagi di Kecamatan Pedan seperti zaman dahulu. Sentra industri kecil itu pun akhirnya tak lagi hanya berpusat di Pedan, tetapi juga merambah daerah lain, seperti Desa Tlingsing dan Desa Mlese di Cawas 2

3 Peningkatan persebaran jumlah industri tenun lurik di Kecamatan Cawas tersebut banyak bermunculan setelah pasca gempa bumi karena adanya bantuan dari lembaga swadaya masyarakat. Selain itu pada tahun 2008 terdapat kebijakan kebijakan yang dapat meningkatkan usaha produksi industri tenun lurik ATBM. Oleh karena itu, sekarang industri lurik menyebar beberapa desa di selatan wilayah Kabupaten Klaten. Menurut survey awal penelitian, persebaran industri lurik ATBM diketahui membentuk pola - pola yang berbeda tiap wilayah. Persebarannya tersebut terjadi di lokasi - lokasi yang terletak jauh dari pusat kota yaitu menyebar ke wilayah perbatasan yang merupakan kawasan yang terisolasi dari kawasan perkotaan keberadaan fasilitas bahkan aksesbilitas dan transportasi menjadi sangat sulit diakses. Padahal menurut prinsip teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau biayanya paling murah atau minimal (least cost location) yaitu tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya minimum, tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum yang cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa yang menjadi factor dominan apa yang mempengaruhi pertumbuhan lokasi industri kecil lurik ATBM di wilayah tersebut sehingga mengalami penyebaran yang cukup luas dengan pola persebaran yang berbeda beda. 1.2.Rumusan Masalah Dari latar belakang pemilihan tema terdapat fenomena perkembangan lurik yang dulunya pernah bangkrut tetapi sekarang meningkat kembali dan tidak hanya di Kecamatan Pedan tetapi perkembangan terjadi di beberapa wilayah Kabupaten Klaten. Adanya fenomena perkembangan tersebut tentunya dapat menjadi salah satu acuan untuk tetap dipertahankan dan dijaga keberlanjutannya berdasarkan potensi wilayahnya masing masing. Perkembangan industri tenun lurik ATBM tersebut diketahui membentuk pola persebaran yang berbeda beda, ada yang mengelompok dan ada yang menyebar atau tidak berkelompok di tiap wilayahya. Untuk itu perlu diteliti bagaimana pola persebaran industri lurik dan apa faktor factor dominan yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten menurut pola persebarannya. 3

4 1.3.Tujuan dan Sasaran Tujuan Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten menurut pola persebaran Sasaran a. Untuk mengetahui pola persebaran industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten. b. Untuk mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten menurut pola persebarannya c. Untuk menganalisis faktor faktor dominan yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten menurut pola persebarannya. 1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Ruang Lingkup Penelitian ini terdiri dari ruang lingkup materi dan lokasi Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materinya adalah mengetahui bentuk pola persebaran industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten menurut teori lokasi industri dan mengetahui faktor faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri menurut pola persebarannya menurut teori lokasi industri Ruang Lingkup Area Penelitian Ruang lingkup area penelitian adalah seluruh desa yang mempunyai industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten. Tabel 1.1 Ruang Lingkup Area Penelitian No. Kecamatan Desa 1. Cawas a. Tlingsing b. Mlese c. Tirtomarto d. Pakisan e. Baran 2. Pedan a. Jetiswetan b. Temuwangi 3. Bayat a. Jambakan b. Talang c. Dukuh d. Tegalrejo 4. Trucuk a. Mandong b. Gadhen 5. Karangdowo a. Tulas f. Bendungan g. Barepan h. Plosowangi i. Tugu Sumber: Bapedda dan commit Disperindagkop to user Kabupaten Klaten,

5 Gambar 1.1 Peta Area Lingkup Penelitian Industri Sumber : Bappeda dan Disperindagkop Kabupaten Klaten, Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan praktis Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri tenun lurik ATBM menurut pola persebarannya Manfaat Praktis Manfaat praktis yang didapatkan adalah sebagai masukan terhadap perumusan kebijakan pemerintah terkait pengembangan industri kecil untuk meningkatkan produktivitas sesuai pola persebaran masing masing wilayah Posisi Penelitian Tabel 1.2 menunjukkan posisi penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya. 5

6 Tabel 1.2 Posisi Penelitian Judul Penelitian Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Industri Batik Di Kawasan Sentra Batik Laweyan Solo. Tahun Penelitian Nama Peneliti Tujuan Penelitian Hasil Institusi 2007 Siswanti Tujuan penelitian ini untuk Faktor-faktor yang mempengaruhi Universitas mengetahui: 1) faktor-faktor perkembangan industri batik meliputi Negeri apa saja yang mempengaruhi faktor manajemen keuangan dan Semarang perkembangan industri batik di permodalan, faktor Produksi, faktor Kawasan sentra industri batik sumber daya manusia, dan faktor Laweyan Solo. 2) Seberapa pemasaran. Modal yang digunakan relatif besar faktor-faktor tersebut kecil berkisar antara1-5 juta didapat dari mempengaruhi perkembangan keluarga dan tabungan pribadi. industri batik di Kawasan Kekurangan modal yang dihadapi sentra industri batik Laweyan disebabkan karena syarat-syarat Solo. 3) Upaya apa sajakah peminjaman yang sulit seperti harus yang dilakukan pemerintah adanya barang jaminan, ijin usaha maupun dalam mengembangkan usaha bukti pembayaran pajak. Manajemen batik di Kawasan sentra keuangan masih dilakukan dengan industri batik Laweyan Solo. pembukuan yang sederhana. Keterampilan membatik yang masih mengandalkan warisan leluhur menjadi kendala dalam faktor produksi dan sumber daya manusia. Persaingan dengan produk serupa dalam harga dan kualitas menjadi permasalahan dalam pemasaran. Peran pemerintah dalam pengembangan usaha yaitu: 1) Sebagai fasilitator. 2) Memberikan pelatihan 3) Pemerintah memberikan perlindungan hak paten motif batik khas daerah. 4) Pemerintah memberikan penerapan standart mutu produk 5) Pemerintah menerapkan patokan keseragaman harga, 6) Pemerintah juga ikut berperan memperluas pemasaran 6

7 Judul Penelitian Identifikasi Faktor Penentu Lokasi Industri Di Kota Semarang Dan Daerah Yang Berbatasan Pola persebaran industri di koridor Jalan raya bogor Faktor Faktor yang Tahun Penelitian Nama Peneliti Tujuan Penelitian Hasil Institusi 2004 Fahrial Farid Penelitian Orientasi terhadap Universitas ini bertujuan untuk infrastruktur transportasi memiliki tipologi Diponegoro mengidentifikasi faktor-faktor yang berbeda antara industri di dalam dan penentu lokasi aktivitas industri di luar kawasan menurut preferensi pelaku industri. Industri di dalam kawasan yang industri. Sementara itu, di sisi dominan berada di Kota Semarang lebih lain dalam menentukan arahan berorientasi pada peruntukan lokasi industri, Pelabuhan Laut Tanjung Emas sedangkan pemerintah industri di luar kawasan berorientasi pada terutama berkepentingan jalan raya yang dengan pelestarian lingkungan. menghubungkandaerah-daerah Dalam hal ini faktor-faktor antarkota/kabupaten. penentu yang diidentifikasi juga dikaitkan dengan faktor-faktor pembatas berupa berbagai aturan normatif yang mengatur mengenai lokasi industri Mangapul P. Tumbuan 2013 Testianto Hanung F.P Mengetahui lokasi industri sedang dan pola ke-ruang-an (spasial) persebaran industrinya di sepanjang Jalan Raya Bogor dan Jumlah tenaga lokal terserap pada kegiatan industri sedang mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan Hasil analisis Tetangga terdekat (nearness neighborhood analysis) diperoleh kesimpulan pola persebaran industri: mengelompok (cluster pattern) di wilayah kelurahan cisalak pasar, cilangkap, dan cisalak; tidak merata/acak (random) di wilayah Kelurahan tugu, mekarsari, sukamaju baru dan jatijajar; merata (dispersed pattern/uniform) di wilayah kelurahan Susukan, ciracas, pekayon, curug dan sukamaju. faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri tenun lurik Universitas Indoneisa Perencanaan Wilayah dan 7

8 Judul Penelitian Tahun Penelitian Nama Peneliti Mempengaruhi Persebaran Lokasi Industri Lurik ATBM di Klaten Sumber : diolah dari berbagai sumber, 2013 Tujuan Penelitian Hasil Institusi lokasi industri lurik ATBM di Kabupaten Klaten menurut pola persebarannya ATBM menurut pola persebarannya di Kabupaten Klaten Kota Universitas Sebelas Maret 8

9 Dari tabel terlihat bahwa penelitian yang dilakukan hanya mengimplementasi faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan industri tanpa menghubungkan dengan lokasi sedangkan penelitian ini mengeksplor tentang lokasi. Penelitian ini mengeksplorasi faktor faktor yang mempengaruhi lokasi industri tenun ATBM di Kabupaten Klaten. Berdasarkan penelitian dari beberapa peneliti sebelumnya mengenai industri lurik dan lokasi industri, belum terdapat yang penelitiannya mempunyai tujuan ingin mengetahui faktor faktor lokasi dari industri lurik menurut pola persebarannya sehingga sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya. Jadi dapat dikatakan bahwa posisi peneliti berada di awal dalam penelitian secara khusus mengenai industri lurik di Kabupaten Klaten Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, sistematika penulisan dan alur piker penelitian. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai teori pengertian industri, tipologi persebaran lokasi industri, teori lokasi, faktor faktor yang menentukan persebaran lokasi, dan sintesa teori BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai jenis metode penelitian, jenis pendekatan penelitian, populasi dan sampel, teknik analisis, instrument survey, kerangka analisis dan kebutuhan data. BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KARAKTERISTIK FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN LOKASI 9

10 BAB V BAB VI INDUSTRI TENUN LURIK ATBM DI KABUPATEN KLATEN Bab ini menjelaskan mengenai hasil pencarian data baik yang berasal dari data primer maupun data sekunder. Meliputi data karakteristik faktor faktor yang mempengaruhi pola persebaran industri tenun ATBM ANALISIS FAKTOR DOMINAN Bab ini menjelaskan proses analiasis data yaitu analisis deskriptif kuantitatif (pembobotan) untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dan analisis faktor dari data data yang telah didapatkan untuk mengetahui prioritas dan nilai faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian ini. 10

11 1.8 Alur Pikir Penelitian LATAR BELAKANG Industri lurik berkembang kembali dan menjadi yang terbesar di Klaten Adanya pemberdayaan pasca gempa bumi Mengalami bangkrut karena adanya modernisasi Industri Lurik di kabupaten Klaten bertambah produksi maupun jumlah lokasi sebarannya Berkembang menyebar ke lima kecamatan dan mencapai 18 desa persebaran Terdapat keunikan dalam pola sebarannya yaitu ada yang membentuk kelompok dan ada yang berbaur atau menyebar di dalam suatu wilayah Industri lurik berjaya pada tahun 1980-an RUMUSAN MASALAH Apakah faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten menurut pola persebarannya TUJUAN DAN SASARAN Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri tenun lurik ATBM di Kabupaten Klaten menurut pola persebarannya Mengidentifikasi pola persebaran industri tenun lurik ATBM Mengidentifikasi karakteristik pemilihan lokasi industri Menganalisis pemilihan lokasi industri menurut pola persebaran Analisis tetangga terdekat (mengkelompok dan tidak mengelompok) Analisis deskripsi dan distribusi frekuensi faktor fakor lokasi industri METODE Analisis pembobotan dan analisis faktor untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri menurut pola persebarannya. HASIL Faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri menurut pola persebarannya Gambar 1.2 Alur Pikir Penelitian Sumber : Peneliti,

IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI DI KOTA SEMARANG DAN DAERAH YANG BERBATASAN TUGAS AKHIR. Oleh: FAHRIAL FARID L2D

IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI DI KOTA SEMARANG DAN DAERAH YANG BERBATASAN TUGAS AKHIR. Oleh: FAHRIAL FARID L2D IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI DI KOTA SEMARANG DAN DAERAH YANG BERBATASAN TUGAS AKHIR Oleh: FAHRIAL FARID L2D 098 429 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Hubungan Industri Dengan Lingkungan Sosial Masyarakat Menetap (Studi Kasus: Tipologi Lingkungan Industri Sedang di Jalan Raya Bogor)

Hubungan Industri Dengan Lingkungan Sosial Masyarakat Menetap (Studi Kasus: Tipologi Lingkungan Industri Sedang di Jalan Raya Bogor) Universitas Indonesia Library >> UI - Tesis (Membership) Hubungan Industri Dengan Lingkungan Sosial Masyarakat Menetap (Studi Kasus: Tipologi Lingkungan Industri Sedang di Jalan Raya Bogor) Deskripsi Dokumen:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah dalam skala nasional cenderung berorientasi pada sistem top down yang di dalam penerapannya memiliki berbagai kekurangan. Menurut Wahyuni (2013),

Lebih terperinci

KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN

KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN (Studi Kasus: Pembangunan Kawasan Sentra Industri Mebel Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang

BAB I PENDAHULUAN. penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mesin penggulung benang tradisional adalah suatu mesin dengan penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang sudah di pilin atau digintir. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat 15 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia mengalami kegoncangan sejak adanya krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat luas dan mempengaruhi

Lebih terperinci

POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D

POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D 097 460 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Inka Dwi Fitriana Sari. Pendidikan Sosiologi Antropologi. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Inka Dwi Fitriana Sari. Pendidikan Sosiologi Antropologi. Universitas Sebelas Maret Surakarta PERANAN UKM (USAHA KECIL MENENGAH ) TENUN LURIK UNTUK MENYERAP TENAGA KERJA PEREMPUAN (Studi Kasus Kelompok Tenun Sumber Rejeki Tex, Dusun Cabeyan, Desa Mlese, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten) Inka Dwi

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL

PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN KASONGAN DI BANTUL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh : BOGI DWI CAHYANTO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini sektor Usaha kecil menengah semakin menggeliat sebagai penopang ekonomi nasional. Hal tersebut terlihat dari pengalaman yang mampu melewati masa krisis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami dinamika. Dinamika pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2011 hingga 2016 cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju perkembangan sistem teknologi informasi di era globalisasi ini berjalan dengan pesat seiring dengan kebutuhan manusia akan informasi. Lahirnya

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR Oleh : SURYO PRATOMO L2D 004 354 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu

Lebih terperinci

Tugas Akhir FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI LURIK ATBM DI KABUPATEN KLATEN MENURUT POLA PERSEBARANNYA

Tugas Akhir FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI LURIK ATBM DI KABUPATEN KLATEN MENURUT POLA PERSEBARANNYA Tugas Akhir FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI LURIK ATBM DI KABUPATEN KLATEN MENURUT POLA PERSEBARANNYA Oleh TESTIANTO HANUNG FAJAR PRABOWO I0609029 Diajukan Sebagai Syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan bertambahnya luas areal untuk bangunan. Kejadian ini

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan bertambahnya luas areal untuk bangunan. Kejadian ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang subur dengan sumber daya alam yang beraneka ragam, termasuk diantaranya adalah potensi perkebunan dan pertanian. Meskipun demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Pengembangan

Lebih terperinci

PASAR SANDANG PEKALONGAN

PASAR SANDANG PEKALONGAN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR SANDANG PEKALONGAN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : NUR HUDANTO L2B 000 256

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya untuk kepentingan seni dan budaya sertadigunakan sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. hanya untuk kepentingan seni dan budaya sertadigunakan sendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di berbagai daerah di Indonesia industri yang tergolong dalam industri rumah tangga sudah dikenal sejak lama bahkan ketika Indonesia masih dalam tangan penjajahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni.

BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni. BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang ndonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau besar dan kecil dan 6.000 diantaranya tidak berpenghuni. Wilayah ndonesia terbentang antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan UMKM di Jawa Timur Priode Uraian

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan UMKM di Jawa Timur Priode Uraian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan yang dihadapi para pelaku usaha semakin beragam pada saat ini persaingan bisnis yang semakin kompleks dan kompetitif adalah salah satunya strategi yang diterapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama setiap pembangunan daerah adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama setiap pembangunan daerah adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama setiap pembangunan daerah adalah untuk mensejahterakan masyarakatnya, yaitu dengan memberikan kepuasan pada setiap invidu masyarakat yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik sudah diakui masyarakat internasional sebagai warisan budaya Indonesia. Selain sebagai karya kreatif yang sudah berkembang sejak jaman dahulu serta sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan framework penyusunan laporan secara keseluruhan. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkupnya yang

Lebih terperinci

MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG

MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG TA 107 ( Periode April September 2009 ) LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai penduduk terbesar di dunia. Masalah kependudukan merupakan salah satu masalah dalam pembangunan secara nasional di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dengan motif yang berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dengan motif yang berbedabeda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan hasil kerajinan yang memiliki nilai seni yang tinggi. Batik Indonesia diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dengan motif yang berbedabeda. Saat

Lebih terperinci

KAIN LURIK PEDAN DAN UPAYA PELESTARIAN (Kasus Industri Kain Lurik Pedan Yu Siti Desa Burikan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten)

KAIN LURIK PEDAN DAN UPAYA PELESTARIAN (Kasus Industri Kain Lurik Pedan Yu Siti Desa Burikan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten) 1 KAIN LURIK PEDAN DAN UPAYA PELESTARIAN (Kasus Industri Kain Lurik Pedan Yu Siti Desa Burikan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten) SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi & Antropologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat Penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karanganyar. Secara astronomi Kabupaten Karanganyar terletak antara 110 40 110 70

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada negara berkembang salah satu yang menjadi prioritas utama dalam melaksanakan kegiatan negaranya adalah pembangunan nasional di segala bidang, tidak terkecuali

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENGUSAHA INDUSTRI KECIL MEBEL DI KOTA SURAKARTA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENGUSAHA INDUSTRI KECIL MEBEL DI KOTA SURAKARTA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENGUSAHA INDUSTRI KECIL MEBEL DI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Strata 1 Pada Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan

I. PENDAHULUAN. meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia menjadi titik berat dalam pembangunan bidang ekonomi. Konsep pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PROFIL INDUSTRI KECIL TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI KABUPATEN KLATEN

PROFIL INDUSTRI KECIL TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI KABUPATEN KLATEN Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 91 104 PROFIL INDUSTRI KECIL TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI KABUPATEN KLATEN Nur Feriyanto Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan sektor perdagangan di perkotaan merupakan basis utama, hal ini dikarenakan kegiatan penghasil barang lebih dibatasi dalam perkotaan. Kota umumnya

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI LURIK SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH KLATEN LURIK INDUSTRY DEVELOPMENT STRATEGY AS KLATEN S SUPERIOR PRODUCT

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI LURIK SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH KLATEN LURIK INDUSTRY DEVELOPMENT STRATEGY AS KLATEN S SUPERIOR PRODUCT STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI LURIK SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH KLATEN LURIK INDUSTRY DEVELOPMENT STRATEGY AS KLATEN S SUPERIOR PRODUCT Liana Mangifera Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang diprioritaskan untuk dikembangkan karena memiliki peran penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai penyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang Penataan Kawasan Kampung Jenggot Pekalongan sebagai BAB I PENDAHULUAN Kota Pekalongan secara geografis memiliki posisi yang strategis. Secara geografis dan ekonomis Kota Pekalongan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan salah satu komponen yang mempunyai sumbangan cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pemerataan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di wilayah ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pekalongan merupakan kota yang strategis secara geografis. Kota ini juga menjadi pusat jaringan jalan darat yang menghubungkan bagian barat dan timur Pulau Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia, pemerintah membuat kebijakan salah satunya dengan cara mengedepankan sektor industri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti saat ini, usaha kecil dan menengah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti saat ini, usaha kecil dan menengah semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti saat ini, usaha kecil dan menengah semakin penting dan memiliki peranan sentral dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 Perekonomian Indonesia mengalami pasang surut hingga

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 Perekonomian Indonesia mengalami pasang surut hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1997 Perekonomian Indonesia mengalami pasang surut hingga mencapai krisis multidimensi. Sehingga berdampak kepada stabilitas perekonomian negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tasikmalaya telah lama dikenal sebagai penghasil barang-barang kerajinan tradisional. Salah satu produk khas yang menjadi andalan pengrajin Tasikmalaya adalah

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG TUGAS AKHIR

PENGELOMPOKAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG TUGAS AKHIR PENGELOMPOKAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG TUGAS AKHIR Oleh: PATI GAMALA L2D 002 427 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

2015 PENGUASAAN PENGETAHUAN PEMBUATAN BATIK CAP PADA PESERTA DIDIK SMKN 14 BANDUNG

2015 PENGUASAAN PENGETAHUAN PEMBUATAN BATIK CAP PADA PESERTA DIDIK SMKN 14 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenjang pendidikan menengah yang bertujuan untuk mengembangkan aspek keterampilan peserta didik. Keterampilan yang

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PEMASARAN KAIN LURIK

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PEMASARAN KAIN LURIK KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PEMASARAN KAIN LURIK Nama : Rizka Febri Hartanto NIM : 11.12.6171 Kelas : S1 SI 12 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 1. ABSTRAK Di era modern seperti ini perkembangan indrusti sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Landasan teori merupakan konsepsional bagi penulis mengenai cara yang akan digunakan dalam memecahkan masalah yang akan diteliti. Untuk lebih

Lebih terperinci

JURUSAN KRIYA SENI/TEKSTIL FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user

JURUSAN KRIYA SENI/TEKSTIL FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user PENGEMBANGAN DESAIN TEKSTIL TENUN TRADISIONAL PRODUKSI CV. WARISAN MULTI TENUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Kriya Seni/ Tekstil Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Definisi industri Definisi industri menurut para ahli, dewasa ini perkembangan zaman semakin pesat ditandai perkembangan teknologi yang semakin maju ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan global dalam transformasi ekonomi, baik secara regional maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu dari era pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang akan mengalami pertumbuhan lebih lambat dari pada yang. tumpuan harapan bagi pembangunan (Purnama, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang akan mengalami pertumbuhan lebih lambat dari pada yang. tumpuan harapan bagi pembangunan (Purnama, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri bagi suatu negara merupakan sektor yang menimbulkan perkembangan jauh lebih pesat untuk pertumbuhan ekonomi. Analisis teoritis dan penyelidikan empiris

Lebih terperinci

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan merupakan sektor yang mempunyai konstribusi cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun 2012 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan, beras, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan, beras, dan lain 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kabupaten klaten merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan, beras, dan lain sebagainya. Terdapat banyak kerajinan

Lebih terperinci

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH TUGAS AKHIR 111 Periode April September 2010 LAPORAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH DI KECAMATAN TUNTANG, KABUPATEN SEMARANG Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan batiknya. Kerajinan batik telah secara turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terhadap Perekonomian Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terhadap Perekonomian Provinsi BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini akan membahas tentang analisis peran PT Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat. Bab ini menguraikan tentang

Lebih terperinci

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR Oleh : AULIA LATIF L2D 002 389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandung merupakan kota kecil yang terletak di sebelah selatan Ibu Kota Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai citarum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 berisikan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang diangkatnya penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika dalam penulisan laporan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya persediaan yang memadahi diperusahaan maka akan terancam kegagalan

BAB I PENDAHULUAN. adanya persediaan yang memadahi diperusahaan maka akan terancam kegagalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum perusahaan manufaktur dewasa ini disuatu perusahaan baik dari skala besar, menengah, maupun kecil sangat diperlukan bahan baku. Tanpa adanya persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: HENDRA YUDHO PRAKOSO L2D 004 318 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai jenis kain tradisional yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan kain-kain tersebut termasuk salah satu bagian dari kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Tabel 1.1 Omzet Penjualan Sektor Food And Beverage Tahun (dalam Triliun Rupiah) Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Tabel 1.1 Omzet Penjualan Sektor Food And Beverage Tahun (dalam Triliun Rupiah) Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dalam Undang-Undang No.3 tahun 2014 tentang perindustrian Pasal 1 disebutkan bahwa Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH Oleh Dr.Ir.H.Saputera,Msi (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Makanan Tradisional dan Tanaman Obatobatan Lemlit

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi usaha kecil dalam perekonomian Indonesia menjadi semakin penting terutama setelah krisis melanda Indonesia. Kelompok usaha kecil pada saat krisis ekonomi dipandang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian meliputi Kelurahan Paoman Kabupaten Indramayu,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian meliputi Kelurahan Paoman Kabupaten Indramayu, 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Lokasi, Populasi dan Sempel 1. Desain Lokasi Lokasi penelitian meliputi Kelurahan Paoman Kabupaten Indramayu, karena daerah tersebut merupakan sentra Industri Batik

Lebih terperinci

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaruan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian Perindustrian Depperindagkop Kota Pekalongan). Begitu dalam pengaruh batik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Bagian Perindustrian Depperindagkop Kota Pekalongan). Begitu dalam pengaruh batik bagi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Kebijakan Sistem Perwilayahan Pembangunan di Jawa Tengah, Kota Pekalongan termasuk dalam Wilayah Pembangunan II bersama-sama dengan Kabupaten Pekalongan, Kabupaten

Lebih terperinci

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL TUGAS AKHIR O l e h : E k o P r a s e t y o L2D 000 415 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, baik berupa perdagangan barang maupun jasa. pasar yang mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri besar dan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, baik berupa perdagangan barang maupun jasa. pasar yang mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri besar dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indikator kemandirian daerah adalah besarnya pendapatan asli daerah (PAD), semakin besar PAD maka daerah tersebut akan semakin mandiri. Salah satu sektor yang dapat

Lebih terperinci

POLA PERSEBARAN INDUSTRI DI KORIDOR JALAN RAYA BOGOR

POLA PERSEBARAN INDUSTRI DI KORIDOR JALAN RAYA BOGOR MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 3, DESEMBER 2002 POLA PERSEBARAN INDSTRI DI KORIDOR JALAN RAYA BOGOR Mangapul P.Tambunan Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, niversitas Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu warisan budaya Indonesia yang berasal dari daerah Kalimantan Barat adalah tenun ikat Dayak. Tenun ikat Dayak merupakan salah satu kerajinan tradisional yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LP3A TA 115 SENTRA TENUN ATBM MEDONO PEKALONGAN KATA PENGANTAR

LP3A TA 115 SENTRA TENUN ATBM MEDONO PEKALONGAN KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur () ini untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sektor industri tetapi banyak berkembangnya sektor industri kecil

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sektor industri tetapi banyak berkembangnya sektor industri kecil BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Sektor industri merupakan sektor yang banyak dikembangkan oleh pemerintah karena sektor industri banyak membantu pertumbuhan ekonomi negara. Pada saat ini, bukan hanya

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP- 481 Oleh: RINAWATI NUZULA L2D 000 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Salah satu keanekaragaman yang tumbuh di masyarakat adalah keanekaragaman hasil karya seni. Batik merupakan salah satu produk hasil karya seni sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah banyak berkontribusi dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional dan penyerapan tenaga

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh: SESARIA HADIANI L2D 005 401 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

INDUSTRI PERMINTALAN SERAT SINTETIS PT. TEXMACO DI KAWASAN INDUSTRI TUGU WIJAYAKUSUMA SEMARANG

INDUSTRI PERMINTALAN SERAT SINTETIS PT. TEXMACO DI KAWASAN INDUSTRI TUGU WIJAYAKUSUMA SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR INDUSTRI PERMINTALAN SERAT SINTETIS PT. TEXMACO DI KAWASAN INDUSTRI TUGU WIJAYAKUSUMA SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri non-migas di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5.21% pada triwulan pertama di tahun 2015, pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak pihak yang membutuhkan aliran informasi yang cepat dan murah.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak pihak yang membutuhkan aliran informasi yang cepat dan murah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Informasi telah menjadi gerbang bagi manusia menuju era baru tanpa terhalang oleh adanya batas-batas geografis dan geopolitis, yang pada akhirnya tercipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian baik industri, perdagangan maupun jasa. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian baik industri, perdagangan maupun jasa. Perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia usaha dewasa ini ditandai dengan semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan-perusahaan yang ada. Persaingan ini terjadi di dalam semua sektor perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara yang berpaham walfare state, Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara yang berpaham walfare state, Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang berpaham walfare state, Negara Republik Indonesia mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya. Dasar konstutisional bahwa Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada kelompok usaha kecil dan menengah semakin meningkat karena berbagai studi

BAB I PENDAHULUAN. kepada kelompok usaha kecil dan menengah semakin meningkat karena berbagai studi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, perhatian kepada kelompok usaha kecil dan menengah semakin meningkat karena berbagai studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ragam hias merupakan ciri khas dari setiap suku yang memilikinya. Indonesia yang merupakan negara dengan suku bangsa yang beraneka ragam tentulah juga menjadi negara

Lebih terperinci

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA Oleh : BOBY REYNOLD HUTAGALUNG L2D 098 415 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL INDUSTRI MEBEL KAYU DI KABUPATEN BANTUL. Indiarto M. Baiquni

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL INDUSTRI MEBEL KAYU DI KABUPATEN BANTUL. Indiarto M. Baiquni KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL INDUSTRI MEBEL KAYU DI KABUPATEN BANTUL Indiarto indiarto@mail.ugm.ac.id M. Baiquni baiquni99@gmail.com Abstract The purpose of this research is (1) To identify spatial distribution

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengakuan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) untuk batik Indonesia sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyak kota di Indonesia yang memproduksi batik dan tiap kota memiliki ciri tersendiri akan batik yang diproduksinya, seperti di Solo, Yogyakarta, Cirebon

Lebih terperinci