BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENINGKATAN KEAMANAN, KETERTIBAN,

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

Data-Data Pembangunan Sektoral

BAGIAN II AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA

Tahun Sidang : Masa Persidangan : IV Rapat ke :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bidang: Politik Dalam Negeri dan Komunikasi

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak

MI STRATEGI

Peristiwa apa yang paling menonjol di tahun 2009, dan dianggap paling merugikan umat Islam?

PENANGGULANGAN KEJAHATAN TERORISME DENGAN PENDEKATAN HUMANIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kategori kejahatan kemanusiaan (crime of humanity),apalagi

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

BAB III PENUTUP. dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah: a. Langkah Preemtif yang meliputi: tindak pidana terorisme.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 3. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

RANCANGAN N RANCANGAN RANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

No Bahwa secara umum ruang lingkup dalam pengaturan Pengklasifikasian Informasi Publik yaitu mengenai: 1. ketentuan umum; 2. asas dan tujuan

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

- 1 - PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGKLASIFIKASIAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ketahanan nasional. Geostrategi Indonesia Pelaksanaan Geopolitik dalam negara Suatu cara atau pendekatan dalam memanfaatkan kondisi lingkungan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945;

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan

Oleh Juwono Sudarsono

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENELITIAN KORUPSI

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

8.15 Pengamat Sosial -Prof Tajjudin Nur Effendi-

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NO. JENIS/ SERIES ARSIP RETENSI KETERANGAN

I. PENDAHULUAN. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Transkripsi:

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung akan terpengaruh oleh arus perubahan ideologi, ekonomi, politik, dan keamanan internasional. Kebijakan keamanan internasional yang didominasi oleh negara-negara adidaya untuk memerangi terorisme, menyebabkan aksi-aksi terorisme tidak hanya menjadi permasalahan keamanan dalam negeri negara-negara adidaya penggagas kebijakan perang melawan terorisme, namun juga menjadi permasalahan bagi suatu negara yang memiliki hubungan dengan negara adidaya. Peledakan bom di Kedutaan Besar Australia, meskipun terjadi di Indonesia, namun hal tersebut mengindikasikan adanya pesan ketidaksenangan pelaku terorisme terhadap kebijakan luar negeri Australia. Demikian juga peledakan bom di Kedutaan Besar Indonesia di Perancis, mengindikasikan adanya pesan tertentu kepada Indonesia yang membuat kebijakan tidak menguntungkan bagi organisasi pelaku terorisme. Sementara itu, kegiatan terorisme yang bernuansa lokal atau domestik memiliki karakter yang lebih spesifik. Peledakan bom di rumah-rumah ibadah, perkantoran pemerintah, rumah pejabat penegak hukum, atau tempat-tempat umum lainnya cenderung bernuasa politik dan SARA. Giatnya proses hukum terhadap mantan pejabat eksekutif dan legislatif di daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi telah memunculkan serangkaian teror kepada aparat penegak hukum yang berisikan pesan untuk menghentikan proses hukum pelaku korupsi. Sedangkan peledakan bom di tempat-tempat ibadah seperti gereja-gereja atau masjid-masjid cenderung ditujukan untuk mengadu domba antara kelompok agama di masyarakat. Upaya adu domba tersebut sering kali berhasil membakar amarah kelompok penganut agama, sehingga konflik horisontal tidak dapat terelakkan. Meskipun saat ini kejadian terorisme lokal cenderung menurun, akan tetapi pelaksanaan proses hukum yang tidak dibarengi dengan pengawalan keamanannya berpotensi memunculkan aksi-aksi terorisme bom. Oleh karena itu, dalam setiap proses hukum kejahatan politik dan korupsi, pemerintah telah melakukan upaya pengamanan yang lebih ketat. Meskipun upaya-upaya penanggulangan aksi-aksi terorisme telah mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah Indonesia, namun potensi aksi-aksi terorisme yang diduga terkait dengan jaringan terorisme internasional masih merupakan

permasalahan keamanan dalam negeri Indonesia. Kekhawatiran ini didukung oleh sulitnya menangkap aktor dan pelaku utama berbagai aksi terorisme di berbagai wilayah Indonesia sebagai akibat terbatasnya kualitas dan kapasitas institusi intelijen. Keberhasilan menangkap dan mengungkap indentitas pelaku peledakan bom Bali, Hotel J.W. Marriot, atau Kedutaan Besar Australia oleh aparat keamanan saat ini diprediksikan masih terbatas pada jaring-jaring kecil dan belum menyentuh jaring-jaring besar. Perburuan terhadap tokoh teroris Dr. Azahari dan Nurdin Muh Top yang diduga kuat sebagai otak utama serangkaian aksi terorisme di Indonesia, sampai saat ini masih belum berhasil. Dengan demikian, dikhawatirkan masih akan terjadi serangkaian aksi terorisme dan pengungkapan jaringan dan sel terorisme belum dapat dituntaskan sampai ke akar-akarnya. Aksi terorisme internasional dalam jangka pendek seringkali berdampak cukup signifikan terhadap upaya-upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif di dalam negeri. Oleh karena itu, kemampuan menangani dan menangkap pelaku serta mengungkapkan jaringan dan sel terorisme dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan mengamankan aktivitas dunia usaha. Belum tertangkapnya tokoh kunci terorisme merupakan tantangan bagi upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pembentukan modal asing. Ketidakpastian jaminan keamanan dalam negeri dari ancaman terorisme, barangkali merupakan salah satu jawaban utama mengapa pertumbuhan investasi asing di bidang industri masih berjalan di tempat, yaitu hanya berkisar 3 4 persen selama tiga tahun terakhir dan mengapa World Invesment Report menempatkan Indonesia pada posisi ke-139 dari 144 negara yang layak menjadi tujuan investasi dunia. B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 Sasaran pokok yang akan dicapai dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia pada tahun 2006 adalah sebagai berikut: 1. Tertangkapnya tokoh kunci dan 2. Menurunnya kejadian tindak terorisme di wilayah hukum Indonesia. C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 Arah kebijakan yang akan ditempuh dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan terorisme pada tahun 2006 adalah sebagai berikut : 1. Penguatan koordinasi dan kerjasama diantara lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan 2. Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan teroris; II.5-2

3. Memantapkan operasional penanggulangan terorisme dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi-potensi aksi 4. Penguatan peran aktif rakyat dan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan dan 5. Melakukan sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi terorisme. II.5-3

D. MATRIKS PROGRAM PEMBANGUNAN TAHUN 2006 No. Program Pengembangan Penyelidikan, Pengamanan dan Penggalangan Keamanan Negara 1. Peningkatan upaya investigasi atas peledakan bom baik motif, pelaku dan jaringan; 2. Peningkatan kerjasama internasional dalam rangka pengungkapan jaringan terorisme internasional, Meningkatkan kerjasama koordinasi dalam bidang intelijen dan penegakan; 3. Pengkajian, analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen; dan 4. Pembangunan jaringan komunikasi pusat dan daerah guna menunjang kelancaran arus informasi intelijen secara cepat, tepat dan aman. Badan Intelijen Negara 350.000,0 1. Program Pengembangan Penyelidikan, Pengamanan dan Penggalangan Keamanan Negara 1. Operasi intelijen termasuk pencegahan, penindakan dan penanggulangan 2. Koordinasi seluruh badanbadan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah NKRI dalam pelaksanaan operasi intelijen yang melingkupi pencegahan, penindakan dan penanggulangan 3. Pengkajian, analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen; dan 4. Pengadaan sarana dan prasarana operasional intelijen di pusat dan daerah. Menurunnya kejadian tindak terorisme di wilayah hukum Indonesia 2. Program Pengembangan Pengamanan Rahasia Negara 1. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan SDM persandian kontra Program Pengembangan Pengamanan Rahasia Negara 1. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan pendidikan ahli sandi untuk mendukung operasi kontra Menurunnya kejadian tindak terorisme di wilayah hukum Indonesia Lembaga Sandi Negara 350.000,0 II.5-4

No. 2. Penyelenggaraan operasional persandian anti 3. Penggelaran jaringan komunikasi sandi di daerah rawan; dan 4. Perluasan pembangunan Jaringan Komunikasi Sandi Nasional dalam rangka kontra-terorisme. 2. Penyelenggaraan operasional persandian anti 3. Pengadaan dan pengembangan peralatan persandian pendukung operasional anti teror; dan 4. Perluasan Jaringan Komunikasi Sandi dalam rangka kontra-terorisme. 3. Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri 1. Peningkatan keberadaan Desk Terorisme untuk masalah penyiapan kebijakan dan koordinasi penanggulangan terorisme untuk disinergikan dengan pembangunan kapasitas masing-masing lembaga dan institusi keamanan; 2. Peningkatan kemampuan komponen kekuatan pertahanan dan keamanan bangsa dalam menangani tindak 3. Restrukturisasi operasional institusi keamanan dalam penanganan terorisme termasuk pengembangan standar operasional dan Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri 1. Peningkatan keberadaan Desk Terorisme untuk masalah penyiapan kebijakan dan koordinasi penanggulangan terorisme untuk disinergikan dengan pembangunan kapasitas masing-masing lembaga dan institusi keamanan; 2. Peningkatan kemampuan komponen kekuatan pertahanan dan keamanan bangsa dalam menangani tindak 3. Restrukturisasi operasional institusi keamanan dalam penanganan terorisme termasuk pengembangan standar operasional dan prosedur pelaksanaan latihan bersama; 4. Peningkatan pengamanan terbuka simbol-simbol negara untuk meminimalkan kemungkinan 1. Tertangkapnya tokoh kunci dan 2. Menurunnya kejadian tindak terorisme di wilayah hukum Indonesia Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Dep. Kehutanan 34.000,0 II.5-5

No. terjadinya aksi terorisme dan memberikan rasa aman bagi kehidupan bernegara dan berbangsa; 5. Peningkatan pengamanan tertutup area-area publik untuk mengoptimalkan kemampuan deteksi dini dan pencegahan langsung di lapangan; 6. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meminimalkan efek 7. Komunikasi dan dialog serta pemberdayaan kelompok masyarakat secara intensif dalam kerangka menjembatani aspirasi, mencegah berkembangnya potensi terorisme, serta secara tidak langsung melakukan delegitimasi motif teror; 8. Peningkatan kerjasama regional negara-nagara ASEAN dalam upaya menangkal dan menanggulangi aksi 9. Penanganan terorisme secara multilateral di bawah PBB, termasuk peredaran senjata konvensional dan Weapon of Mass Destruction (WMD); 10. Penangkapan dan pemrosesan secara hukum tokoh-tokoh kunci prosedur pelaksanaan latihan bersama; 4. Peningkatan pengamanan terbuka simbol-simbol negara untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya aksi terorisme dan memberikan rasa aman bagi kehidupan bernegara dan berbangsa; 5. Peningkatan pengamanan tertutup area-area publik untuk mengoptimalkan kemampuan deteksi dini dan pencegahan langsung di lapangan; 6. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meminimalkan efek 7. Komunikasi dan dialog serta pemberdayaan kelompok masyarakat secara intensif dalam kerangka menjembatani aspirasi, mencegah berkembangnya potensi terorisme, serta secara tidak langsung melakukan delegitimasi motif teror; 8. Peningkatan kerjasama regional negara-nagara ASEAN dalam upaya II.5-6

No. operasional 11. Pengawasan lalu lintas uang dan pemblokiran aset kelompok teroris; 12. Peningkatan pengawasan keimigrasian serta upaya interdiksi darat, laut, dan udara; dan 13. Peningkatan pengawasan produksi dan peredaran serta pelucutan senjata dan bahan peledak sebagai bagian global disarmament. menangkal dan menanggulangi aksi 9. Penanganan terorisme secara multilateral di bawah PBB, termasuk peredaran senjata konvensional dan Weapon of Mass Destruction (WMD); 10. Penangkapan dan pemrosesan secara hukum tokoh-tokoh kunci operasional 11. Pengawasan lalu lintas uang dan pemblokiran asset kelompok teroris; 12. Peningkatan pengawasan keimigrasian serta upaya interdiksi darat, laut, dan udara; dan 13. Peningkatan pengawasan produksi dan peredaran serta pelucutan senjata dan bahan peledak sebagai bagian global disarmament. II.5-7