BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME"

Transkripsi

1 BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME Pencegahan dan penanggulangan terorisme telah menunjukkan hal yang signifikan selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Hal itu ditandai dengan tidak adanya lagi peristiwa peledakan besar seperti halnya kurun waktu Namun, aksi terorisme perlu tetap diwaspadai karena sifat dan perilaku gerakannya dapat bermutasi dengan cepat, dari aksi yang terang-terangan menjadi aksi yang bersifat tidak terlihat, nonaktif, dan regeneratif. bahkan berkembang biak untuk menunggu saat yang tepat untuk beraksi. Sulitnya pencegahan dan penanggulangan terorisme disebabkan oleh kombinasi motif perilaku yang sangat kuat secara ideologis, kemampuan teknik serangan asimetris yang jitu mengekspoitasi titik kelemahan sistem keamanan, organisasi yang berlapis-lapis dengan mobilitas yang sangat tinggi, pendanaan yang relatif kecil dibandingkan dengan dampaknya, dan tidak adanya kejelasan waktu dan perkiraan lokasi yang dijadikan target. Keberhasilan tindakan represif dalam meredam gerakan terorisme selama kurun waktu tiga tahun tersebut perlu disyukuri tetapi upaya kewaspadaan, pencegahan, serta pengungkapan jaringan yang tersembunyi tetap perlu dilaksanakan secara intensif.

2 I. Permasalahan yang Dihadapi Di dunia internasional, modus-modus serangan bom oleh aktor nonnegara masih marak akibat kerasnya pertarungan politik dalam kerangka perang global menghadapi terorisme. Secara konstitusi, politik luar negeri Indonesia menganut paham bebas aktif yang berarti tidak memiliki posisi konflik terhadap kelompok mana pun, tetapi imbas kejadian terorisme internasional kadang mencapai wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Pada Juli 2008, Kedutaan Besar RI (KBRI) Afghanistan di Kabul terkena dampak sampingan ledakan bom mobil bunuh diri di Kedubes India. Akibatnya, 5 petugas keamanan KBRI tewas dan 2 diplomat luka-luka dan 60% kaca dan pintu hancur, serta bangunan KBRI di Kabul rusak parah. Selain dari kejadian yang bersifat dampak sampingan tersebut, hasil penyelidikan dan penyidikan tindak terorisme besar yang pernah terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa motif pelaku memiliki keterkaitan langsung dengan konflik di dunia internasional atau regional. Masih belum tertangkapnya beberapa tokoh kunci aksi terorisme di Indonesia, seperti Dulmatin, Umar Patek, dan Noordin M. Top hingga semester I 2008 membuktikan bahwa kekuatan berbaur, militansi, mobilitas, dan adaptasi para tokoh terorisme sangat kuat. Sisa jaringan yang melakukan aksi peledakan besar sepanjang seperti bom Bali pada tahun 2002, bom di JW Marriot pada tahun 2003, bom di depan Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004, dan bom Bali II pada tahun 2005 masih berkembang biak di Nusantara, yaitu dengan perekrutan dan penambahan anggota jaringan baru dalam kerangka kaderisasi organisasi. Jaringan tersebut juga diindikasikan masih memiliki sejumlah senjata api, amunisi, dan bahan peledak yang sangat berbahaya. Strategi yang lebih pasif dari jaringan terorisme, dengan sementara tidak melakukan aksi kekerasan, diindikasikan dilaksanakan untuk melakukan konsolidasi sebagai proses pemulihan sebagian jaringan yang telah berhasil dilumpuhkan dan diceraiberaikan. Proses kaderisasi berlanjut dari jaringan terorisme juga bertujuan mentransfer dan mengembangkan ilmu-ilmu kunci dari para tokoh kepada anggota baru. Di samping itu, terdapat 06-2

3 indikasi lain bahwa jaringan terorisme yang ada sedang berusaha bergabung dengan kelompok lama yang mengakar dan memiliki sel-sel tidur cukup luas di beberapa daerah. Hal tersebut apabila tidak diwaspadai dapat bangkit dan berkembang menjadi besar serta berpotensi menyerang melalui pemanfaatan kelalaian pemerintah dan masyarakat. Jaringan tersebut secara tertutup dan sistematis juga memanfaatkan situasi tingkat kemiskinan yang masih tinggi, kesenjangan sosial yang semakin melebar, permasalahan demokrasi yang belum tuntas, serta pemahaman yang sempit dan radikal terhadap keyakinan dan ideologi sebagai media tumbuh suburnya sel-sel organisasi terorisme di Indonesia. Ketersediaan teknologi penting, khususnya bahan baku yang dapat dikumpulkan karena celah pengawasan lalu lintasnya, adanya teroris yang memiliki kemampuan ilmuwan, dan kemudahan transportasi global memungkinkan jaringan terorisme lebih mudah menguasai, membuat, menyebarkan, dan memulai serangannya. Kemajuan teknologi juga sangat dimanfaatkan oleh jaringan terorisme untuk menopang jalannya organisasi, merencanakan, dan mengimplementasikan aksinya. Sudah menjadi modus terbuka bagi para anggota jaringan terorisme untuk dapat saling berinteraksi tanpa hambatan melalui jaringan internet dan komunikasi selular yang sangat mudah diperoleh. Sifat aksi terorisme memiliki karakteristik khusus, yaitu segi perencanaan, persiapan, dan mobilisasi memakan waktu yang tidak tentu dan sulit terdeteksi, tetapi aksinya akan berlangsung secara singkat, sporadis, dan berdampak besar. Dari segi payung hukum, institusi keamanan nasional mengalami masalah karena keberadaan UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme belum cukup memayungi operasi pencegahan dalam bentuk operasi intelijen dan tindakan proaktif di awal. Keberadaan unit dan satuan pencegahan serta penanggulangan terorisme yang tersebar di beberapa institusi juga menjadi kendala rantai koordinasi yang belum padu di tingkat lapangan. Dapat dikatakan bahwa institusi keamanan nasional secara kemampuan represif mempunyai keunggulan dibandingkan dengan jaringan terorisme, tetapi sulit untuk menjangkau pembangunan ideologi dan perkembangan 06-3

4 dinamik jaringan terorisme sehingga pemberantasan akar-akar terorisme belum sepenuhnya berhasil. II. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai A. Langkah Kebijakan Arah kebijakan yang ditempuh dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan terorisme pada tahun adalah sebagai berikut: 1. peningkatan sistem koordinasi dan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme; 2. penguatan kesatuan antiteror dalam mencegah, menindak, dan mengevakuasi aksi terorisme; 3. penegakan hukum dalam penanggulangan terorisme berdasarkan prinsip demokrasi dan HAM; 4. peningkatan kegiatan dan operasi penggulangan aksi terorisme melalui antisipasi dan penanganan serta penangkapan tokoh utama pelaku terorisme; 5. peningkatan ketahanan masyarakat dalam penanggulangan aksi terorisme. B. Hasil yang Dicapai Dalam mengupayakan pencegahan dan penanggulangan terorisme, Badan Intelijen Negara telah menerapkan strategi supremasi hukum, indiskriminasi, independensi, koordinasi, demokrasi, dan partisipasi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme. Melalui strategi supremasi hukum, upaya penegakan hukum dalam memerangi terorisme dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Strategi indiskriminasi yang mensyaratkan upaya pencegahan dan penanggulangan diberlakukan tanpa pandang bulu, serta tidak mengarah pada penciptaan citra negatif kepada kelompok masyarakat tertentu. Prinsip indepedensi juga dilaksanakan untuk tujuan menegakkan ketertiban umum dan melindungi masyarakat tanpa terpengaruh tekanan negara asing dan kelompok tertentu. Penanggulangan 06-4

5 terorisme dilaksanakan dengan melakukan koordinasi antara instansi terkait dan komunitas intelijen serta partisipasi aktif dari komponen masyarakat. Strategi demokrasi diterapkan dengan memberikan peluang kepada masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dalam rangka meredam potensi gejolak radikalisme dan terorisme. Upaya penggalangan melalui pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama moderat, dan yang cenderung radikal terus dilaksanakan, terutama untuk membentuk pola pikir yang lebih moderat dan pemahaman yang benar tentang keyakinan. Hasil operasi intelijen yang telah dicapai dalam perwujudan strategi tersebut adalah pengungkapan jaringan pelaku terorisme lanjutan, pemutusan mata rantai dukungan dana dari dalam dan luar negeri, dan upaya mempersempit ruang gerak jaringan terorisme. Keberhasilan operasi intelijen dan kontraintelijen tersebut telah berdampak positif dengan tidak adanya aksi peledakan bom terorisme sejak semester II tahun 2006 hingga semester I tahun Keberadaan Densus 88 dan Satuan Tugas Khusus telah melakukan tugas pelacakan yang intensif terhadap para tersangka dan pengawasan aktivitas jaringan terorisme. Keberadaaan lembaga pelatihan antiteror Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) dan Platina dengan bantuan dan kerja sama pemerintah Australia, Amerika, Belanda, dan Jepang telah mendukung upaya peningkatan kapasitas kelembagaan Polri dalam menanggulangi terorisme. Upaya peningkatan kemampuan Polri tersebut telah berperan serta pada serangkaian keberhasilan penangkapan kelompok terorisme. Pada bulan Juli 2008 telah berhasil ditangkap sepuluh tersangka jaringan terorisme dan ditemukan dua puluh bom serta bahan peledak lainnya yang menggemparkan suasana Palembang yang relatif aman menyambut program Visit Musi 2008 dan kesibukan pilkada gubernur pada bulan September Para teroris tersebut telah berhasil menyembunyikan jati dirinya dan dapat berbaur dengan warga yang selama ini terbiasa dengan peristiwa kriminalitas dan tindak kekerasan. Seorang dari tersangka tersebut adalah warga negara Singapura yang memang sudah lama masuk red-notice Pemerintah Singapura dan mengaku memberi pelatihan merakit bom kepada sembilan tersangka anggota terorisme yang 06-5

6 merupakan warga Palembang. Warga negara Singapura tersebut merupakan salah satu anak buah dari gembong terorisme Dr. Azahari yang tewas tahun 2005 yang lalu. Barang bukti yang berhasil disita meliputi dua puluh buah bom pipa elektrik, satu buah Tupperware bom, satu buah senjata api jenis revolver, lima puluh butir peluru kaliber 38 mm dan delapan belas unit Central Processing Unit (CPU). Pada tanggal 2 Juli 2008, di lokasi yang sama berhasil disita bahan peledak 9.1 kg, 6 dan 2 buah kotak makanan dari plastik masing-masing berisi detonator elektronik buatan yang siap pakai, catatan berisi petunjuk pembuatan rangkaian peledak elektronik, 1 bungkus plastik alumunium powder, 11 plastik potassium nitrat, 1 bungkus plastik campuran carbon dan potassium nitrat, 1 bungkus urea, 1 buah pistol rakitan, 11 peluru rakitan, 2 buah platisin dan berbagai jenis gulungan kabel. Rangkaian bom dan bahan peledak yang berhasil disita Polri di Palembang tersebut memiliki daya ledak amat besar, bahkan dapat melebihi kemampuan ledak Bom Bali II tahun Berdasarkan fakta yang ada, kelompok teroris Palembang tersebut memiliki hubungan erat dengan jaringan terorisme di Semarang dan Wonosobo, Jawa tengah pimpinan Noordin M. Top yang hingga kini masih menjadi buronan Polri. Keberhasilan penangkapan pelaku terorisme di Palembang merupakan kelanjutan keberhasilan Polri dalam melakukan penangkapan Abu Dujana dan Zarkasi pada Juni 2007 di Desa Kebarongan, Banyumas dan tersangka aksi teror Sarwo Edi beserta kelompoknya (delapan orang) di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Maret Pada pertengahan 2006 Polri telah mampu menangkap lingkaran dalam Noordin M. Top yaitu kelompok Abdul Hadi di Wonosobo serta pada bulan November 2005 telah berhasil menewaskan tokoh kunci terorisme dalam pembuatan bom Dr.Azahari Husin di daerah Batu, Malang. Terkait kasus terorisme di Poso dan Palu, Polri telah berhasil menangkap kelompok Basri pada tanggal 11 Januari Pada penangkapan tersebut turut disita sejumlah senjata api laras panjang dan pendek, ribuan amunisi, ratusan bahan peledak potasium klorat, dan TNT, serta ratusan detonator. Upaya penyidikan dan penyelidikan pelaku terorisme sepanjang periode

7 yang dilaksanakan Polri telah berhasil dilakukan proses hukum dan hasilnya 420 tersangka telah ditangkap, 260 tersangka diantaranya, telah diadili dan divonis oleh pengadilan, 5 orang hukuman mati, 4 orang hukuman seumur hidup, 14 orang dalam proses pengadilan dan, 13 orang masih dalam proses penyidikan. Upaya-upaya Polri tersebut telah mereduksi aktivitas terorisme pada tingkat ketentraman masyakat dan memulihkan nama Indonesia di dunia internasional dalam keseriusannya memberantas terorisme. Dalam rangka membendung keahlian jaringan terorisme dalam memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan mengurangi kerawanan jaringan komunikasi pemerintahan terhadap upaya penyadapan, Lembaga Sandi Negara melaksanakan penyelenggaraan persandian dalam rangka antiterorisme melalui gelar Jaring Komunikasi Sandi (JKS) meliputi JKS Very Very Important Person (VVIP), JKS Intern Instansi Pemerintah, JKS Antarinstansi Pemerintah, dan JKS Khusus. JKS tersebut berfungsi mengolah informasi berita rahasia untuk pihak yang berhak menerima kandungan informasinya. Saat ini, penggelaran JKS nasional pada tahun baru tergelar sebanyak 36% pada instansi pemerintah dan terus dimonitor, dibina, dan ditingkatkan kemampuannya sehingga kemungkinan terjadinya penyadapan menjadi minimal. Sampai dengan awal tahun 2008, gelar JKS terbatas tersebut telah terbukti mampu mengamankan komunikasi berita yang berklasifikasi rahasia di instansi pemerintahan, dengan indikasi tidak adanya laporan dan temuan terjadinya kebocoran dalam pengiriman dan penerimaan berita yang berklasifikasi rahasia. Melengkapi upaya perlindungan pasif, Lembaga Sandi Negara mulai tahun 2008 meningkatkan skala operasi analisis sinyal komunikasi dalam rangka pengumpulan informasi keamanan nasional. Untuk keperluan tersebut telah direvitalisasi Direktorat Analisa Sinyal dengan tugas pokok melakukan kegiatan kriptonalisis sinyal komunikasi melalui sumber daya manusia yang kompeten dan perangkat keras dan lunak teknologi tinggi. Kegiatan sterilisasi dan pemblokiran frekuensi komunikasi tertentu terus dilakukan untuk meminimalkan upaya penyadapan dan mengamankan jalannya koordinasi institusi keamanan nasional. Terhadap penggunaan jaringan komunikasi biasa, Lembaga Sandi Negara melakukan 06-7

8 asistensi pengamanan transmisi untuk mengamankan informasi yang dialirkan melalui sarana transmisi Public Switched Telephone Network (PSTN), Integrated Services Digital Network (ISDN), internet, ataupun gelombang radio. Keterlibatan TNI dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku hanya pada kondisi atau situasi tertentu, serta atas keputusan pimpinan negara. Namun, keberadaan dan kesiapan pasukan antiteror serta satuan intelijen strategis TNI telah memperlihatkan keahlian dan pengalaman dalam penanggulangan terorisme. Kemampuan pencegahan dan penanggulangan terorisme yang mumpuni dari satuan khusus antiteror TNI, seperti Den-Gultor Kopassus, Den-Jaka Korps-Marinir, dan Den-Bravo Kopaskhas serta kemampuan intelijen strategis TNI telah memberi andil dalam menciptakan efek penggentar pada jaringan terorisme dan memberikan bantuan teknis kepada institusi keamanan nasional lainnya. Satuan khusus tersebut secara aktif berlatih bersama satuan anti-teror pilihan internasional dalam rangka pengembangan kemampuan dan pertukaran pengalaman. Tradisi satuan antiteror yang telah tercipta selama puluhan tahun, serangkaian pengalaman, serta kemampuan sumber daya manusia yang disegani di kawasan regional dan internasional perlu terus dipelihara dan ditingkatkan kemampuannya. II. Langkah Tindak Lanjut yang Diperlukan Berdasarkan evaluasi dari kinerja pencegahan dan pembangunan terorisme pada periode , langkah-langkah tindak lanjut yang mendesak diperlukan adalah: a. melanjutkan kegiatan penanggulangan dan pencegahan terorisme, terutama secara preventif dengan didukung upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif dalam menangani aktivitas pengungkapan jaringan terorisme; b. meningkatkan kerja sama intelijen, baik antarinstansi yang memiliki unit intelijen di dalam negeri maupun bekerja sama dengan jaringan intelijen internasional melalui tukar-menukar informasi dan bantuan lainnya; 06-8

9 c. terus mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme, terutama melalui peningkatan upaya penertiban dan pengawasan terhadap lalu lintas orang dan barang di bandara, pelabuhan laut, wilayah perbatasan, termasuk pula lalu lintas aliran dana domestik dan antarnegara; d. meningkatkan upaya penertiban dan pengawasan terhadap tata niaga dan penggunaan bahan peledak, bahan kimia, senjata api, dan amunisi di lingkungan TNI, Polri, instansi pemerintah lainnya, dan masyarakat. e. melanjutkan upaya pengkajian mendalam bekerja sama dengan akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam rangka mengidentifikasi permasalahan yang berkembang di kalangan masyarakat dan menjadikannya target infiltrasi jaringan terorisme; f. melanjutkan upaya aktif menyelenggarakan gelar budaya, ceramah mengenai wawasan kebangsaan, dan penyebaran buku-buku terorisme dalam rangka mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap langkah-langkah penggalangan memerangi terorisme; g. meningkatkan upaya pengidentifikasian secara akurat akar permasalahan aksi terorisme di indonesia dengan melibatkan kalangan akademisi untuk meneliti dengan metode ilmiah dan mencarikan alternatif solusi permasalahan terorisme yang kompleks; h. melanjutkan upaya pemberdayaan seluruh potensi masyarakat untuk mempersempit ruang gerak jaringan terorisme dalam berkonsolidasi dan berfungsi sebagai sistem peringatan dini sosial terhadap potensi terorisme; i. melanjutkan upaya pengamanan tempat keramaian umum, sarana ibadah, dan objek lainnya yang diperkirakan rawan terhadap aksi terorisme dengan melibatkan anggota masyarakat; j. melanjutkan upaya pembangunan bertahap pusat analisis sinyal komunikasi sebagai prasyarat intelijen komunikasi yang 06-9

10 06-10 salah satu fungsinya membantu upaya peringatan dini perkembangan jaringan dan rencana aksi jaringan terorisme; k. meningkatkan gelar peralatan sandi sebagai sistem proteksi komunikasi terhadap ancaman keamanan nasional termasuk terorisme, terutama pada jaringan mobile sandi VVIP, jaring komunikasi sandi di sepuluh instansi serta dua puluh lima kantor perwakilan luar negeri; l. meningkatkan kerja sama penanggulangan terorisme dengan unsur TNI, khususnya untuk tugas bantuan taktis penindakan sehingga kapasitas kemampuan yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dalam kerangak prinsip penegakan hukum yang profesional; m. melanjutkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kemampuan satuan antiteror yang telah ada yaitu Detasemen Khusus 88 antiteror Markas Besar Polri, Detasemen 88 Antiteror yang terdapat di kepolisian daerah, Detasemen 81 Kopassus, Denjaka Korps-Marinir, dan Den Bravo Kopaskhas untuk meningkatkan kesiapan penindakan cepat setiap peristiwa. Kebutuhan peningkatan kinerja pemerintah dalam bidang pencegahan dan penanggulangan terorisme tersebut akan difokuskan pada pelakanaan tiga program pokok, yaitu program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan negara, program pengembangan pengamanan rahasia negara, serta program pemantapan keamanan dalam negeri. Program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan negara dilaksanakan oleh Badan Intelijen Negara dengan kegiatan pokoknya, yaitu (1) operasi intelijen dan operasi intelijen strategis di dalam dan luar negeri; (2) peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan operasi kontraintelijen; (3) peningkatan operasi intelijen strategis penanggulangan kejahatan transnasional dan uang palsu/kertas berharga; (4) peningkatan kegiatan dan operasi penanggulangan keamanan dan ketertiban; (5) peningkatan pencarian, penangkapan, dan pemrosesan tokoh-tokoh kunci operasional terorisme; (6) operasi dan koordinasi dalam hal deteksi dini untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban,

11 menanggulangi kriminalitas, mencegah dan menanggulangi terorisme; (7) peningkatan kerja sama bilateral dalam rangka pengungkapan jaringan terorisme internasional; dan kerja sama kawasan dan regional dalam penanggulangan dan pencegahan aksi terorisme; (8) pengkajian analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen; (9) peningkatan sarana dan prasarana intelijen pusat dan daerah; (10) pengadaan peralatan intelijen; dan (11) pengembangan sistem informasi intelijen (SII), pengadaan intelligence device, peralatan komunikasi, kendaraan operasional, dan pembangunan jaringan komunikasi pusat dan daerah guna menunjang kelancaran arus informasi intelijen secara cepat, tepat, dan aman. Program pengembangan pengamanan rahasia negara dalam rangka pencegahan dan penanggulangan terorisme akan dilaksanakan oleh Lembaga Sandi Negara dengan kegiatan pokoknya, yaitu (1) peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan pendidikan ahli sandi untuk mendukung operasi kontraterorisme; (2) pembangunan tahap I jaringan analisis sinyal komunikasi; (3) Penyelenggaraan kontrapenyadapan di kantor Kedutaan Besar RI. Program penanggulangan terorisme yang diselenggarakan secara multilembaga adalah program pemantapan keamanan dalam negeri melalui kegiatan pokoknya, yaitu (1) peningkatan kelembagaan badan koordinasi penanggulangan terorisme; (2) komunikasi dan dialog serta pemberdayaan kelompok masyarakat; (3) peningkatan kemampuan komponen kekuatan pertahanan dan keamanan bangsa dalam menangani tindak terorisme; (4) restrukturisasi operasional institusi keamanan dalam penanganan terorisme termasuk pengembangan standar operasional dan prosedur pelaksanaan latihan bersama; (5) peningkatan pengamanan terbuka terhadap simbol-simbol negara untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya aksi teror dan memberikan rasa aman bagi kehidupan bernegara dan berbangsa; (6) peningkatan pengamanan tertutup terhadap area publik untuk mengoptimalkan kemampuan deteksi dini dan pencegahan langsung di lapangan; (7) sosialisasi kepada masyarakat untuk meminimalkan efek terorisme; (8) komunikasi dan dialog serta pemberdayaan kelompok masyarakat secara intensif dalam rangka menjembatani aspirasi, mencegah berkembangnya 06-11

12 potensi terorisme, serta secara tidak langsung melakukan delegitimasi motif teror; (9) peningkatan kerja sama regional di antara negara-negara ASEAN dalam upaya menangkal dan menanggulangi aksi terorisme; (10) penanganan terorisme secara multilateral di bawah PBB, termasuk peredaran senjata konvensional dan senjata pemusnah massal; (11) penangkapan dan pemrosesan secara hukum tokoh-tokoh kunci operasional terorisme; (12) pengawasan lalu lintas uang dan pemblokiran aset kelompok teroris; (13) peningkatan pengawasan keimigrasian serta upaya interdiksi darat, laut, dan udara; (14) peningkatan pengawasan produksi dan peredaran serta pelucutan senjata dan bahan peledak sebagai bagian perlucutan senjata global

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Peran Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti,

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung

Lebih terperinci

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME Pencegahan dan penanggulangan aksi teror merupakan agenda pemerintah yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan. Di samping melakukan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME Aksi teror yang melanda belahan bumi Indonesia telah terjadi sejak era orde lama, orde baru, dan bahkan semakin meningkat pada era reformasi. Melihat pola,

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan

Lebih terperinci

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) 1. Pengembangan Integratif Terwujudnya postur TNI yang siap melaksanakan tugas pokok dan dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada tanggal 12 oktober 2002 hingga bom yang meledak di JW Marriott dan Ritz- Carlton Jumat pagi

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN DALAM RANGKA OPERASI LILIN 2014 TANGGAL 23 DESEMBER 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian Yang Saya

Lebih terperinci

Tahun Sidang : Masa Persidangan : IV Rapat ke :

Tahun Sidang : Masa Persidangan : IV Rapat ke : LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB 4 PENINGKATAN KEAMANAN, KETERTIBAN,

BAB 4 PENINGKATAN KEAMANAN, KETERTIBAN, BAB 4 PENINGKATAN KEAMANAN, KETERTIBAN, DAN PENANGGULANGAN KRIMINALITAS Gangguan keamanan secara umum masih dalam tingkat terkendali, meskipun demikian terdapat perkembangan variasi kejahatan dan aktualisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada bukan hanya kepentingan domestic tetapi juga kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. kepada bukan hanya kepentingan domestic tetapi juga kepentingan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rangkaian tindak pidana terorisme di Indonesia telah memakan korban jiwa dan ratusan orang luka-luka, termasuk kasus bom Bali tahun 2002 yang lalu. Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seluruh masyarakat yang ada di dunia ini sebenarnya mendambakan dan membutuhkan kedamaian, kecukupan dan kemakmuran. Namun, seringkali yang diperoleh adalah sebaliknya,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa dan negara Republik Indonesia. Upaya kelompok atau golongan

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah: a. Langkah Preemtif yang meliputi: tindak pidana terorisme.

BAB III PENUTUP. dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah: a. Langkah Preemtif yang meliputi: tindak pidana terorisme. 65 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah: 1. Langkah-langkah Polri dalam menanggulangi

Lebih terperinci

Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke : LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM

Lebih terperinci

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Permasalahan narkotika merupakan salah satu permasalahan global yang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas XIX Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas Keamanan dan ketertiban merupakan prasyarat mutlak bagi kenyamanan hidup penduduk, sekaligus menjadi landasan utama bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo Mutual Legal Assistance Trisno Raharjo Tiga Bentuk Kerjasama Ekstradisi Orang pelarian Transfer of sentence person (transfer of prisoners (pemindahan narapidana antar negara) Bantuan timbal balik dalam

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMBERANTASAN TERORISME

POLITIK HUKUM PEMBERANTASAN TERORISME Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUKUM KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, semua pihak dapat

PENDAHULUAN. pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, semua pihak dapat PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Media dan berita yang diproduksi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Kaum pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, semua pihak dapat menyampaikan

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam (selanjutnya disebut "Para Pihak"),

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam (selanjutnya disebut Para Pihak), MEMORANDUM SALING PENGERTIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM MENGENAI KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Lebih terperinci

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI O L E H : PROF. DR. IRFAN IDRIS, MA DIREKTUR DERADIKALISASI BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT) RI JOGJAKARTA, 11 JUNI 2014 1 Kerangka Konsepsi

Lebih terperinci

Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak

Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak PERANG ASIMETRIS (Disarikan dari Nugraha, A & Loy, N 2013, Pembangunan Kependudukan untuk Memperkuat Ketahanan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Asymmetric War, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARA 2012, No.86 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARA KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARA 1. Latar Belakang.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 19 Nov 2010 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pemerintahan

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 86, 2012 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Kebijakan. Sistem Informasi. Pertahanan Negara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK POLANDIA TENTANG KERJASAMA PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL DAN KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Perkembangan globalisasi sangat berpengaruh terhadap pola dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Perkembangan globalisasi sangat berpengaruh terhadap pola dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Perkembangan globalisasi sangat berpengaruh terhadap pola dan perilaku manusia di tengah masyarakat, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA I. UMUM Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB), Sambutan Y. M. Muhammad Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Umum Interpol Ke-85 Dengan Tema Setting The Goals Strengthening The Foundations: A Global Roadmap for International Policing

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahanya itu dilihat dari fakta

BAB III PENUTUP. kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahanya itu dilihat dari fakta 49 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahanya itu dilihat dari fakta penerapan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat yang dilakukan oleh beberapa teroris serta bom bunuh diri.

BAB I PENDAHULUAN. Pusat yang dilakukan oleh beberapa teroris serta bom bunuh diri. BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Kasus teroris tidak pernah habis untuk dibahas dan media merupakan sebuah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 401 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki

Lebih terperinci

BAB IV POTA (PREVENTION OF TERRORISM ACT) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH MALAYSIA DALAM MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL DAN FAKTOR PENDORONG DIBUATNYA POTA

BAB IV POTA (PREVENTION OF TERRORISM ACT) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH MALAYSIA DALAM MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL DAN FAKTOR PENDORONG DIBUATNYA POTA BAB IV POTA (PREVENTION OF TERRORISM ACT) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH MALAYSIA DALAM MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL DAN FAKTOR PENDORONG DIBUATNYA POTA Pada bab ini akan membahas tentang faktor pendorong dibuatnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

tugas sosiolagi tentang bentuk akomodasi untuk mengatasi permasalahan teror Posted by cici - 30 Sep :25

tugas sosiolagi tentang bentuk akomodasi untuk mengatasi permasalahan teror Posted by cici - 30 Sep :25 tugas sosiolagi tentang bentuk akomodasi untuk mengatasi permasalahan teror Posted by cici - 30 Sep 2010 18:25 NAMA : AULIA ADANTI HAMDAN KELAS : X-3 NIS : 101085 Menurut saya bentuk akomodasi yang sesuai

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Penghormatan, pengakuan, dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2015 PERATURAN BERSAMA. Teroris. Identitas. Orang. Korporasi. Pencantuman. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG Hasil rapat 7-7-05 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG TEKNIS PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, HAKIM DAN KELUARGANYA DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, Polri sebagai salah satu organ pemerintahan dan alat negara penegak hukum mengalami beberapa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kepolisian Nasional Philipina (PNP), selanjutnya disebut sebagal "Para Pihak";

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kepolisian Nasional Philipina (PNP), selanjutnya disebut sebagal Para Pihak; NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI) DAN KEPOLISIAN NASIONAL FILIPINA (PNP) TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL Kepolisian Negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara

I. PENDAHULUAN. Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara Indonesia dan untuk mengantisipasinya diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan, baik

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

Data-Data Pembangunan Sektoral

Data-Data Pembangunan Sektoral u Kementerian Negara PPNBAPPENAS Data-Data Pembangunan Sektoral. -... -. 1-. Tahun 2008 KATA PENGANTAR Buku Data Kinerja Pembangunan Sektoral merupakan keluaran dari Kegiatan Penyusunan Database Kinerja

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia Menimbang: a. bahwa untuk terwujudnya

Lebih terperinci

Memburu Senpi Made in Cipacing. Oleh Yohanes Rabu, 11 September :54

Memburu Senpi Made in Cipacing. Oleh Yohanes Rabu, 11 September :54 Perburuan yang dilakukan aparat terhadap dua penembak gelap yang menyerang anggota polisi akhirnya bermuara di sebuah desa bernama Cipacing. Desa kecil yamg terletak di Kecamatan Jatinangor, Sumedang,

Lebih terperinci

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL ANATOMI KEAMANAN NASIONAL Wilayah Negara Indonesia Fungsi Negara Miriam Budiardjo menyatakan, bahwa setiap negara, apapun ideologinya, menyeleng garakan beberapa fungsi minimum yaitu: a. Fungsi penertiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

MI STRATEGI

MI STRATEGI ------...MI STRATEGI KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku "Strategi Pertahanan Negara" yang merupakan salah satu dari produk-produk strategis di bidang pertahanan

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia selanjutnya disebut sebagai 'Para Pihak';

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia selanjutnya disebut sebagai 'Para Pihak'; NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH COMMONWEALTH OF AUSTRALIA TENTANG PENANGGULANGAN KEJAHATAN LINTAS NEGARA DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA KEPOLISIAN Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1528, 2015 KEMENKUMHAM. Lembaga Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara. Pengamanan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015

Lebih terperinci

MATRIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN

MATRIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN MATRIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KODE 006 01 PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEJAKSAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan

BAB IV PENUTUP. Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan penyelewengan BBM di Indonesia sudah tergolong sebagai kejahatan transnasional dan terorganisir. Hal unik

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Bidang: Politik Dalam Negeri dan Komunikasi

Bidang: Politik Dalam Negeri dan Komunikasi Bidang: Politik Dalam Negeri dan Komunikasi MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN No Prioritas/ Fokus Prioritas/ Kegiatan Prioritas Rencana Tahun Prakiraan Pencapaian Rencana Prakiraan Maju

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam tahun 2005 mencatat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan

Lebih terperinci

BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN

BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN A. UMUM Sebagaimana diuraikan dalam Program Pembangunan Nasional, permasalahan utama yang dihadapi di bidang pertahanan dan keamanan adalah melemahnya kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai suatu negara hukum bangsa Indonesia mempunyai sistem peradilan dan catur penegak hukum. Namun dalam komponen peradilan yang cukup urgen adalah Kepolisian. Hal ini

Lebih terperinci

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN OPERASI KETUPAT 2014 TANGGAL 21 JULI 2014

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN OPERASI KETUPAT 2014 TANGGAL 21 JULI 2014 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN OPERASI KETUPAT 2014 TANGGAL 21 JULI 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang saya hormati : Segenap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 88 TAHUN 2000 TENTANG KEADAAN DARURAT SIPIL DI PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PRESIDEN

Lebih terperinci