1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst merupakan suatu bentang alam yang memiliki bentukan yang sangat unik dan khas. Bentang alam karst suatu daerah dengan daerah yang lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan terutama oleh tingkat pelarutan batuan-batuan penyusun daerah karst yang cukup tinggi oleh air meteorik. Bentang alam karst juga merupakan lingkungan yang sangat peka akan perubahan lingkungan. Hal ini disebabkan karena lingkungan karst memiliki daya dukung lingkungan yang rendah dan sulit diperbaiki jika suatu lingkungan karst sudah rusak. Batuan penyusun lingkungan karst didominasi oleh batugamping ataupun batu dolomit (dolostone). Pada umumnya yang menjadi media pelarut batugamping adalah air hujan ataupun air permukaan yang mengalir. Air ini memiliki temperatur yang relatif dingin dengan kandungan kimianya yang tidak terlalu bervariasi. Hasil pelarutan batugamping oleh air tersebut dapat memunculkan bentukan lingkungan karst yang unik dan khas seperti yang sudah kita ketahui. Tergantung skalanya, lingkungan karst dapat memiliki bentukan yang bermacam-macam. Dalam skala kecil pada umumnya yang terbentuk adalah lapies, parit karst, dll, sedangkan dalam skala yang lebih besar tampak bentukan seperti kerucut karst, menara karst, sinkhole, doline, polje dan lainnya. Pelarutan batugamping sebagai penyusun lingkungan karst oleh air hujan ataupun air permukaan lainnya mungkin sudah menjadi hal yang umum, pada 1
2 daerah penelitian terdapat fenomena dimana batugamping sebagai penyusun lingkungan karst mengalami interaksi dengan air panas yang memiliki suhu yang cukup tinggi (± 50 0 C) dan memiliki rasa yang asin. Fenomena unik ini terjadi pada Daerah Wawolesea, yang terletak di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu, penulis merasa perlu melakukan penelitian untuk meninjau apa yang akan terjadi ketika suatu batugamping pada lingkungan karst mengalami interaksi secara langsung dengan air panas yang memiliki karakteristik yang unik, dengan demikian akan diketahui karakteristik morfologi yang berasosiasi dengan air panas pada daerah penelitian. I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik morfologi lingkungan karst yang terbentuk pada Daerah Wawolesea. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi morfologi karst yang terbentuk pada Daerah Wawolesea khususnya morfologi eksokarst minor. 2. Mengidentifikasi proses yang membentuk berbagai morfologi pada Daerah Wawolesea. 3. Mengetahui kontrol struktur geologi dalam pemunculan mata air panas dan morfologi pada Daerah Wawolesea.
3 I.3. Lokasi Daerah Penelitian Secara geografis daerah penelitian berada pada koordinat 3⁰41 51 LS dan 122⁰18 08 BT. Secara administratif daerah penelitian berada di Desa Wawolesea Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Gambar 1.1). Dalam peta Rupa Bumi Indonesia terbitan Bakosurtanal (2000) lokasi penelitian berada dalam lembar 2212-24 Barasanga. Gambar 1.1 Peta indeks daerah penelitian Peta yang dijadikan peta dasar selama pelaksanaan penelitian adalah peta kontur hasil pengolahan dari citra IFSAR. Luas area penelitian adalah sekitar 750
4 m x 750 m. Untuk menuju lokasi penelitian dari Kota Kendari dapat melewati jalan darat ke arah utara melalui jalan provinsi yang melewati Kabupaten Konawe dan Konawe Utara. Jarak dari Kendari menuju lokasi penelitian sekitar 80 km. Daerah ini dapat dicapai dalam waktu 2 jam 30 menit dengan menggunakan kendaraan mobil ataupun kendaraan bermotor. I.4. Batasan Masalah Penelitian Penelitian ini dibatasi hanya pada Daerah Wawolesea, yang terletak di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan peta dasar yang digunakan adalah peta yang dibuat hasil dari citra IFSAR pada daerah panelitian. Pada daerah penelitian dilakukan pemetaan geologi (litologi dan struktur) serta pemetaan geomorfologi dengan skala 1:5000. Penyelidikan diperkuat dengan pengamatan sayatan tipis, pengamatan XRD dan pengamatan XRF. Data-data tersebut, baik dari survei lapangan maupun hasil pengamatan laboratorium dianalisis dengan metode analisis deskripstif maupun kuantitatif untuk menghasilkan suatu data yang menunjukkan jenis morfologi yang ada pada daerah penelitian serta proses pembentukannya. Pengamatan morfologi yang diamati terbatas pada morfologi yang tampak di permukaan, dan pengaruh yang diamati difokuskan pada pemunculan mata air panas. I.5. Peneliti Terdahulu Adapun peneliti-peneliti yang pernah melakukan penelitian di Kecamatan Lasolo adalah sebagai berikut:
5 a. Samodra, 2001, melakukan penelitian tentang karst pada daerah Wawolesea. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa kawasan karst Wawolesea memiliki kekhasan tersendiri. Karst yang tersusun oleh batu gamping berumur Neogen Akhir itu dicirikan oleh sistem hidrologi yang dikuasai oleh air panas dan asin dengan suhu berkisar mulai dari 35 0 45 0 C. Pada penelitian tersebut juga dijelaskan proses pemanasan itu berkaitan dengan sistem tektonik aktif di daerah tersebut. Pergerakan beberapa sesar aktif menghasilkan akumulasi energi panas di sepanjang jalur dan bidang sesar yang berada di kedalaman. Pada daerah tersebut terdapat beberapa jenis morfologi karst antara lain adalah travertin dengan bentukan menyerupai teras berundak dan jembatan alam. b. Jaya, 2012, melakukan penelitian tentang potensi panas bumi dengan menggunakan beberapa citra satelit. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa secara geografis dan geologis, kawasan Wawolesea memiliki potensi geothermal dengan luas kawasan sekitar 285 hektar serta terdapat suatu sesar aktif yang berada di kawasan tersebut. Karakteristik topografi kawasan panas bumi Wawolesea dicirikan pada lokasinya yang berada pada ketinggian antara 0-40 meter di atas permukaan laut dengan kelerengan sekitar 10-20 %. Karakteristik geomorfologi kawasan geothermal Wawolesea bercirikan punggung bukit dengan struktur geologi berada pada lapisan Aluvium (Qa) dan Terumbu Koral Kuarter (Ql). c. Umar dkk., 2012, melakukan penelitian tentang lapisan pembawa mata air panas yang muncul pada Daerah Barangsa dengan metode geofisika, daerah ini memiliki jarak kurang lebih sekitar 7-8 km dari Daerah Wawolesea sehingga objek
6 penelitian yang dilakukan berbeda dengan yang akan diteliti. Metode geofisika yang digunakannya adalah metode geolistrik untuk mengetahui lapisan batuan dibawah permukaan sedalam beberapa meter. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa Model sebaran lapisan batuan pembawa air panasbawah permukaan secara vertikal berupa batupasir dengan nilai resistivitas antara 20-95 Ωm yang diperkirakan sebagai batupasir, dengan sumber panas bumi berasal dari aktifitas tektonik berupa pengaruh struktur geologi dan keberadaan dari manifestasi menunjukkan daerah panasbumi Barasanga merupakan daerah non vulkanik. I.6. Keaslian Penelitian Penelitian Samodra (2001) memiliki tema dan daerah yang sama dengan yang akan dilakukan pada penelitian skripsi kali ini, namun penelitian Samodra (2011) lebih menjelaskan sistem hidrologi pada kawasan karst, sedangkan fokus penelitian skripsi terletak pada fenomena morfologi yang terbentuk di daerah penelitian serta proses pembentukannya. Pada penelitian Jaya (2012), meskipun dilakukan pada daerah yang sama, namun fokus penelitian Jaya (2012) terletak pada pengolahan data citra satelit dengan tujuan utama identifikasi manifestasi mata air panas, sedangkan penelitian skripsi ini menggunakan data lapangan dan berfokus untuk menjelaskan fenomena morfologi yang terbentuk di daerah penelitian serta proses pembentukannya. Pada penelitian Umar dkk (2012) daerah yang menjadi pusat penelitian berada sekitar 5 km ke selatan dari lokasi penelitian skripsi kali ini. Penelitian Umar dkk (2012) memfokuskan penelitian pada manifestasi mata air panas berdasarkan
7 data lapangan yang ada serta data geofisika pada daerah penelitian, sedangkan fokus penelitian skripsi kali ini terletak pada fenomena morfologi yang terbentuk di daerah penelitian serta proses pembentukannya.