ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING

NAJA HIMAWAN

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

Prasetyo Muhardadi

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP

Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Wisnu Wardhana, SE, M.Sc. Prof.Ir.Soegiono

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II

Existing : 790 psig Future : 1720 psig. Gambar 1 : Layout sistem perpipaan yang akan dinaikkan tekanannya

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Jurnal Tugas Akhir. Analisis Operabilitas Instalasi Pipa dengan Metode S-Lay pada Variasi Kedalaman Laut

ANALISA KEKUATAN FLANGE PADA SISTEM PEMIPAAN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG

STUDI OPTIMASI OFFSHORE PIPELINE REPLACEMENT DI AREA BEKAPAI TOTAL E&P INDONESIE, BALIKPAPAN

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II

ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES PENGGELARAN PIPA BAWAH LAUT

Studi Optimasi Offshore Pipeline Replacement di Area Bekapai TOTAL E&P Indonesie, Balikpapan. (Ema Sapitri, Hasan Ikhwani, Daniel M.

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D.

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT 2 MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java

ANALISA KEANDALAN DENTED PIPE DI SISI NUBI FIELD TOTAL E&P INDONESIE. Abstrak

Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16" dan Corrective action

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM

PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

BAB I PENDAHULUAN. dan efisien.pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian. dari sistem kerja dari alat yang akan digunakan seperti yang ada

PERHITUNGAN UMUR LELAH FREESPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 TENTANG FREESPANNING PIPELINES TAHUN 2002

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Teknis LITERATUR MULAI STUDI SELESAI. DATA LAPANGAN : -Data Onshore Pipeline -Data Lingkungan -Mapping Sector HASIL DESAIN

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

III. METODE PENELITIAN

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE

LAMPIRAN A TABEL. 1. Tabel Dimensi Class 300 Flanges Drilling

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut Dengan Local Buckling Check

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping.

1.1 LATAR BELAKANG BAB

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii

BAB III METODE PENELITIAN

Analisa Ultimate Strenght Fixed Platform Pasca Subsidence

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE (Wira YudhaNata 1), Wisnu Wardhana 2), Soegiono 3) ) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan, FTK ITS Abstrak Dalam perancangan pipa bawah laut perhitungan tebal pipa dan desain konfigurasi lay out merupakan faktor yang penting untuk menentukan arah perancangan secara keseluruhan baik dari segi biaya, reliabilitas, safety design, dan stress analysis. Penelitian ini membahas perancangan tebal pipa bawah laut pada kondisi tertentu dengan menggunakan standard code yaitu DNV-OS-F101 dan ASME B31.7 untuk perhitungan flange pressure pada variasi empat konfigurasi desain yang digunakan. Dari hasil perancangan didapatkan nilai tebal optimum 0.4027 inchi dan bila disesuaikan dengan specified API 5L (t s ) 0.406 inchi. analisa nilai tegangan pada variasi keempat konfigurasi desain menggunakan software AutoPipe. Dari variasi empat konfigurasi didapatkan Nilai tegangan terbesar pada konfigurasi 4 sebesar 420 N/mm 2 sedangkan nilai tegangan minimum pada konfigurasi 1 sebesar 183 N/mm 2. Untuk flange pressure maksimum didapatkan nilai sebesar 21.117 MPa pada konfigurasi 2 dan untuk flange pressure minimum didapatkan nilai sebesar 14.401 Mpa pada konfigurasi 2. Pada keempat konfigurasi desain berdasarkan material yang digunakan didapatkan nilai cost maksimum pada konfigurasi 1 sebesar Rp 13.869.572.543 dan nilai cost minimum pada konfigurasi 3 yaitu sebesar Rp12.661.053.048 Kata kunci : Konfigurasi, Standard Codes, Cost, pipa bawah laut, DNV-OS-F101, ASME B31.7. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipeline merupakan salah satu jenis struktur bangunan laut yang berfungsi menyalurkan hasil produksi berupa gas atau minyak dari suatu platform menuju platform lainnya (unit pemrosesan selanjutnya). Kelebihan pipeline ini dapat memenuhi kebutuhan transportasi hasil produksi secara lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan bentuk unit penyimpanan minyak atau gas yang bersifat sementara. Pipelines digunakan untuk berbagai maksud dalam pengembangan sumber daya hidrokarbon di lepas pantai, termasuk pipa transportasi untuk ekspor, pipa penyalur untuk mengangkut produksi dari suatu platform ke pipa ekspor (Soegiono,2007). Tujuan dari perancangan perpipaan secara umum bisa diklasifikasikan sebagai berikut(teddy, 2003) : Material seperti apa yang sesuai dengan kondisi kerja (tekanan external/internal, suhu, korosi,dsb) yang diminta dari sistem perpipaan. Pemilihan material sangat krusial karena menentukan reliabilitas keseluruhan sistem, faktor biaya, safety, dan umur pakai. Standard Code mana yang sesuai untuk diaplikasikan pada sistem perpipaan yang akan dirancang. Pemilihan Standard Code yang benar akan menentukan arah perancangan secara keseluruhan, baik dari segi biaya, reliabilitas, safety design, dan stress analisis. Perhitungan dan pemilihan ketebalan pipa tidak bisa dilakukan secara sembarangan, atau hanya berdasarkan intuisi. Pemilihan ketebalan pipa (schedule number) sebaiknya memenuhi kriteria cukup, aman, dan ketersediaan stok di pasaran. Bagaimana planning dan routing dari sistem perpipaan akan dilakukan. General arrangement, dan routing sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan aspek inherent safety design, konsumsi pipa seminimum mungkin tanpa mengorbankan fleksibilitas serta tidak menganggu atau mengurangi kemampuan, fungsi dan operasional dari peralatan yang terkoneksi. Persoalan yang akan dibahas pada Tugas Akhir ini adalah analisa konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspanison TEE untuk mendapatkan konfigurasi yang paling allowable dengan melakukan perhitungan stress analisis dan flange class rating sehingga mendapatkan pressure minimum dengan biaya dan rating yang rendah berdasarkan standard code, dimana letak beroperasinya pada Lapangan Produksi Anoa blok Natuna. Pipa yang akan dipasang adalah pipa dengan jenis grade material X-65 dan mempunyai diameter dalam 16 inchi, serta mempunyai ketebalan 0.405 inchi. 1.2 Permasalahan Permasalahan yang diangkat dalam Tugas Akhir ini adalah: 1. Berapa besar tebal pipa yang optimum pada anoa ekspansion TEE? 1

2. Berapa besar pressure maksimum dan minimum pada konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspanion TEE berdasarkan flange class rating? 3. Mengetahui cost maksimum dan minimum konfigurasi desain Lay out pipa bawah laut pada anoa ekspanion TEE? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dari tugas akhir ini adalah Permasalahan yang diangkat dalam Tugas Akhir ini adalah: 1. Mendapatkan tebal pipa yang optimum pada anoa ekspansion TEE? 2. Mendapatkan pressure maksimum dan minimum pada konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspanion TEE berdasarkan flange class rating? 3. Mendapatkan cost maksimum dan minimum konfigurasi desain Lay out pipa bawah laut pada anoa ekspaniontee? 1.4 Manfaat Manfaat yang diperoleh dari Tugas Akhir ini diharapkan mendapatkan konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspansion TEE yang paling allowable dengan memperhitungkan stress analisis, pressure minimum berdasarkan class rating dan biaya yang paling ekonomis, dimana nantinya informasi ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam hal perancangan konfigurasi pipa bawah laut yang efisien. II. Dasar Teori 2.1 Umum Dalam perancangan pipa bawah laut perlu diketahui berbagai aspek teknis yang berhubungan dengan perancangan pipa bawah laut yang meliputi, pemilihan tipe pipa bawah laut, metode instalasi pipa, skenario produksi reservoir, perencanaan diameter pipa dan perencanaan tebal pipa. Pada umumnya pipa bawah laut yang digunakan dalam industri perminyakan lepas pantai sesuai kegunaanya (Mouselli, 1981) adalah : Flowline Flowline berfungsi menghubungkan sumur minyak ke platform atau ke subsea manifold lainnya. Umumnya jenis pipa ini memiliki diameter yang relatif kecil. Aliran didalam pipa memiliki tekanan yang tinggi. Jenis pipa ini digunakan bila tekanan pada reservoir cukup untuk mengalirkan fluida melalui pipa tanpa menggunakan pompa atau kompressor. Gathering Line Gathering Line berfungsi menghubungkan dari satu platform ke platform lainnya (dari drilling platform ke separate production platform). Umumnya memiliki diameter yang lebih besar dari jenis flowline. Nilai dari tekanan aliran didalam pipa berkisar antara 1000 1400 psi. aliran dalam pipa dialirkan menggunakan pompa atau kompressor. Trunk Line Jenis pipa ini berfungsi mengangkut dari satu atau berbagai platform menuju ke pantai (darat). Umumnya memiliki diameter yang besar dan harus memiliki pompa atau kompressor yang cukup memadai untuk dapat mengalirkan fluida di dalamnya. Loading Line Jenis pipa ini berfungsi menghubungkan platform atau subsea manifold ke fasilitas penyimpanan lepas pantai contohnya pada Lousiana Offshore Oil Port (LOOP). Umumnya memiliki diameter bervariasi baik besar maupun kecil tergantung jenis kebutuhan dan memiliki panjang berkisar antara 1 3 mil. Perubahan kondisi lingkungan dari perairan dangkal ke perairan dalam berpengaruh terhadap kriteria desain untuk offshore pipeline, terutama untuk pipa yang dipasang di laut dalam dimana untuk perhitungan tebal pipa, external pressure menjadi lebih dominan dari internal pressure containment (Baskoro,2004). Pipa bawah laut merupakan struktur yang rawan terhadap ketidakstabilan yang diakibatkan gaya-gaya hidrodinamis. Kestabilan dari pipa dipengaruhi oleh berat pipa dan ketebalan pipa. Dalam perancangan pipa bawah laut Standard Code yang digunakan nantinya akan dapat mendukung untuk mendapatkan hasil perancangan pipa yang maksimal baik dari segi dimensi pipa, stabilitas, biaya maintenance dan produksi. 2.2 Diameter Pipa Pada perancangan dimensi pipa, hal pertama yang harus diketahui adalah laju aliran fluida yang akan mengalir dalam pipa pada tekanan dan temperatur tertentu. Diameter didapatkan jika kecepatan fluida telah diketahui. Jika kecepatan belum diketahui, maka dapat menggunakan engineer justment. Arnold (1998) merekomendasikan kecepatan mínimum gas berada pada range 10-15 ft/dt, dan maksimum 60 ft/dt. Bila kecepatan dan laju aliran gas telah diketahui, maka dapat ditentukan diameter pipa dari persamaan berikut (Arnold, 1998) : 2

V = 60Q g TZ/(d 2 P)... 2.1 Keterangan: Qg : laju aliran fluida, MMscfd T : suhu, o R d : diameter dalam pipa, in P : tekanan, psia V : kecepatan aliran fluida, ft/dt Z : faktor kompressibilitas gas 2.3 Hoop stress Hoop Stress adalah tekanan internal yang diakibatkan oleh fluida yang mengalir didalarn pipa. Pada pipa bawah laut tekanan akibat fluida diimbangi oleh tekanan eksternal yang diakibatkan oleh gaya hidrostatis yang arahnya berlawanan. Hoop Stress dapat ditentukan berdasarkan pada persamaaan dibawah : P i P e D t....2.2 : Tegangan hoop, psi : Tekanan internal, psi : Tekanan eksternal, psi : Diameter terluar pipa, in : Teba nominal pipa,in Gambar 2.2 Tekanan Longitudinal Pada Silinder Bebas (Boyun Guo et al, 2005) 2.5 Buckling 2.5.1 Umum Pipa bawah laut akan mengalami tekanan hidrostatis, semakin dalam pipa berada maka tekanan hidrostatis yang diterima pipa akan semakin besar Kegagalan/keruntuhan pipa bawah laut dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah perbandingan antara diameter dan ketebalan pipa (D/t), keadaan stress strain pipa, tekanan hidrostatik serta momen bending yang terjadi pada pipa. Buckling pada pipa dapat didefenisikan sebagai perataan (flattening) atau berubahnya bentuk pipa menjadi oval. Jika pipa tidak bocor, maka kejadian ini dikatakan dry buckle dan jika pipa bocor dan dipenuhi oleh air dikatakan sebagai wet buckle. Mouselli (1981) memberikan formula tekanan kritis elastic buckling yang berhubungan dengan tekanan hidrostatis sebagai berikut :... 2.4 Pc: Tekanan kritis kegagalan, kg/m2 E : Elastic Modulus, kg/m2 D : diameter pipa, m T : ketebalan pipa, m Gambar 2.1 Tekanan Pada Silinder Bebas (Yong Bai,2001) 2.4 Longitudinal Stress Untuk Pipa dengan tebal dinding tipis (D/t > 20) Longitudinal Stress menurut Boyun Guo et al dapat dirumuskan :... 2.3 S L : Longitudinal Stress, psi P : Net Internal Pressure (pπr 2 ), in t : Tebal pipa, in D : Diameter Dalam Pipa, in 2.5.1.1 Local Buckling Local buckling adalah perubahan penampang melintang pada pipa pada suatu bagian sepanjang jalur pipa. Gambar 2.3 Local Buckling pada penampang pipa (Halliwell, 1986) 2.5.1.2 Propagation Buckling Propagation buckling adalah situasi dimana potongan melintang berubah konfigurasinya menjadi buckle yang mernanjang dan berpropagasi sepanjang pipa, menjadikan pipa gagal sepanjang lintasannya. Prinsip propagation buckling adalah tekanan yang lebih besar dibutuhkan untuk memulai terpadinya propagasi buckling (disebut tekanan inisiasi,p i ) daripada tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan propagasi buckling (disebut tekanan propagasi buckle,p pr ). 3

Sebagai akibat dari hal ini, buckle yang dimulai pada lepas pantai berpropagasi dan mcngakibatkan kegagalan sepanjang pipa hingga tekanan eksternal menjadi sama ataupun lebih kecil dari tekanan propagasi, dengan asumsi ketebalan dan properti pipa tetap, Gambar 2.4 menunjukkan fenomena propagation buckling. Gambar 2.4 Propagalion Buckling pada pipa (Halliwell, 1986) Propagation Bucklging tidak bisa dimulai. atau menjalar ke bagian lain pada pipa jika tekanan eksternal maksimum (P e-max ) masih dibawah ambang tekanan rambat (P pr ) pipa. Kondisi terjadinya propagation buckling jika : P pr < P in < Pe... 2.5 P pr : Tekanan Propagasi, psi P in : Tekanan Inisiasi, psi : Tekanan Eksternal, psi P e 2.6 Analisa Ketebalan Pipa Bawah Laut 2.6.1 Analisa tebal Pipa Menurut DNV-OS- F101 Pada proses dcsain ketebalan pipa hawah laut pipa yang digunakan harus memenuhi syarat kearnanan, dengan tidak mengabaikan pertimbangan ekonomi dalarn pemilihan material pipa. Pipa yang berada pada dasar laut akan mengalami gaya-gaya yang bekerja baik dari dalam pipa maupun gaya lingkungan dan luar pipa. Pipa yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk menahan gaya-gaya dan dalarn (presure containment) maupun gaya dari luar pipa (buckling) yang diakibatkan oleh tekanan hidrostatis. Pipa juga harus memenuhi persyaratan kekuatan berdasarkan gaya-gaya yang terjadi pada saat instalasi pipa. 2.6.1.1 Kelas Keamanan Pada standar code DNV 2000 penilalan perhitungan keamanan dilakukan dengan format LRFD (Load and Resistance Factor Design) yang menyatakan bahwa untuk kondisi tertentu digunakan safety factor parsial tertentu. Salah satu safety factor parsial terscbut adalah kelas kcamanan yang ditentukan herdasarkan lokasi pipa bawah laut, fluida yang digunakan serta tahapan perhitungan desain yaitu kondisi instalasi, hydrotest dan operasi. Kelas keamanan yang tinggi akan mensyaratkan faktor tahanan (resistance factor) yang besar, hal ini dikarenakan tahanan yang dperhitungkan dibagi oleh faktor tahanan yang lebih besar. Tabel 2.1 Klasifikasi Fluida (DNV, 2000) Klasifikasi Deskripsi Fluida A Cairan tidak dapat terbakar B Cairan dapat terbakar dan beracun C Gas tidak dapat terbakar dan tidak beracun D Gas alam tidak beracun E Gas dapat terbakar dan atau beracun Tabel 2.2 Kelas Lokasi Pipa Beroperasi (DNV, 2000) Lokasi Definisi 1 Area dimana tidak ada aktivitas manusia di sepanjang jalur pipa 2 Area di dekat Platform atau area dimana ada aktivitas manusia Tabel 2.3 Klasifikasi Kelas Keamanan (DNV, 2000) Fase Fluida Kategori A,C Fluida Kategori B, D, dan E Kelas Lokasi Kelas Lokasi 1 2 1 2 Tempor Rendah Rendah Rendah Rendah er Operasi Rendah Normal Normal Tinggi Tabel 2.4 Faktor Tahanan (γ sc ) Berdasarkan Kelas Keamanan (DNV, 2000) Kelas Rendah Normal Tinggi Keamanan Pressure 1.046 1.138 1.308 Containment Lainnya 1.04 1.14 1.26 2.6.1.2 Persyaratan Pressure Containment Dalam perhitungan ketebalan minimum akibat pressure containment, penentuan ketebalan pipa didasarkan pada kekuatan pipa tersebut dalam menahan tekanan internal akibat tekanan desain serta tekanan dari fluida yang mengalir dalarn pipa. Berdasarkan code DNV 2000 ketebalan minimum akibat pressure containment harus memenuhi criteria... 2.6 4

P li : Tekanan Lokal Insidental, psi P e : Tekanan Eksternal, psi γ m : Material Resistance Faktor, Tabel 2.5 γ sc : Safety Class Resistance Faktor P b :Tahanan Material Terhadap Pressure Containment Tabel 2.5 Faktor Tahanan Material (DNV, 2000) Limitate SLS/ULS/ALS FLS state category γ m 1.15 1.00 Tekanan Eksternal adalah tekanan yang bekerja dari luar pipa yang diakibatkan oleh tekanan hidrostatis, yang dihitung dengan menggunakan pcrsamaan... 2.7 Pe : tekanan luar, psi g : Percepatan Gravitasi h : Kedalaman Perairan Tekanan Lokal lnsidental adalah tekanan maksimum yang bekerja dari dalam pipa pada sebarang titik pada pipa, yang dihitung dengan menggunakan persarnaan:... 2.8 P li : Tekanan Lokal Insidental, psi P d : Tekanan Desain, psi γ inc : Rasio Tekanan Insidental ρ cont : Densitas fluida isi, kg/m 3 g : Percepatan Gravitasi, m/s 2 h : Jarak vertikal Permukaan air, m Tahanan dari material pipa (P b ) ditentukan berdasarkan harga minimum dari batas tahanan leleh pipa dan batas tahanan bursting pipa. Batas tahanan leleh dan batas tahanan bursting ditentukan berdasarkan persamaan berikut: Batas Tahanan Leleh... 2.9 Batas Tahanan Bursting.... 2.10 f y :Karakteristik yield stress, psi f u :Karakteristik Tensile Stress,psi t 1 : ketebalan pipa, in D : Diameter luar pipa, in Tabel 2.6 Karakterisyik Kekuatan Material (DNV, 2000) Property Value Caracteristic yield stress f y = (SMYS-f y,temp ). Caracteristic tensile Strenght α U f U = (SMTS- f y,temp ) α U α A Keterangan: f y,temp = nilai derating material yang berkaitan dengan Tegangan Yield f u,temp = nilai derating material yang berkaitan dengan Tensile Strenght α U = faktor kekuatan material (Tabel 2.) α A = Faktor anisotropi = 0.95 untuk pembebanan sudut axial = 1 untuk kasus lain Karakteristik kekuatan material yang digunakan pada kondisi batas diberikan pada tabel berikut : Tabel 2.7 Faktor Kekuatan Material (DNV,2000) Faktor Normal Supplementary Requirement U α U 0.96 1.00 2.6.1.3 Persyaratan System Collapse Dalam perhitungan ketehalan minimum akihat system collapse, penentuan ketebalan pipa didasarkan pada kekuatan pipa tersebut dalam menahan tekanan eksternal akibat tekanan hidrostatis karena pengaruh kedalaman. Berdasarkan DNV 2000 ketebalan minimum akibat tekanan eksternal harus memenuhi kriteria:... 2.11 P c (Tahanan Collapse) adalah tahanan karakteristik dari material pipa terhadap tekanan ekstemal yang ditentukan dengan menggunakan pcrsamaan : Dimana.. 2.12... 2.13... 2.14... 2.15 5

P c : Tekanan collapse P el : Tekanan collapse elastic P p : Tekanan collapse plastis f o : ovality, max 1.5 % D : diameter luar t 2 : tebal minimum dinding pipa E : modulus young α fab : faktor toleransi fabrikasi v : Poisson ratio, 0.3 Untuk proses fabrikasi yang dipengaruhi deformasi dingin akan memberikan perbedan pada kekuatan tarik dan tekan, sehingga faktor fabrikasi (α fab ) dapat ditentukan, jika tidak ada informasi lebih lanjut, maka faktor fabrikasi maksimum untuk pembuatan pipa diberikan pada table berikut ini : Collapse dan Buckling yang merupakan bagian dari kondisi batas ultimate limit state (ULS) 2.6 Flange pressure berdasarkan class rating Berdasarkan code AMSE ANSI B31.7 Flange pada pipa terdapat suatu tabel rating berdasarkan temperature dan pressure yang terjadi untuk mendapatkan effective pressure yang allowable, pengecekan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: P e 16M 3 G M F axl G 4F G axl 2...(2.18) : eksternal bending moment : tekanan perambtan Buckling : gasket diameter Tabel 2.8 Faktor Fabrikasi Maksimum (DNV, 2000) Pipa Seamless UO & TRB UOE α fab 1.00 0.93 0.85 2.6.1.4 Persyaratan Propagation Buckling Perhitungan ketebalan minimum akibat propagation buckling didasarkan pada kekuatan pipa tersebut dalam mencegah terjadinya propagation buckling yang diakibatkan tekanan eksternal. Tekanan eksternal tidak bolch melebihi tekanan yang akan menyebabkan propagasi. Besarnya tekanan eksternal yang terjadi harus berada dalarn batas tahanan. Tebal minimum pipa akibat tekanan eksternal harus memenuhi criteria yang disyaratkan DNV yaitu :... 2.16 Untuk menghitung propagation buckling digunakan perasmaan :... 2.17 Pe : tekanan eksternal P pr : tekanan perambtan Buckling f y : tegangan yield D : diameter luar t 2 : tebal minimum dinding pipa α fab : faktor fabrikasi γ m : faktor tahanan material γ sc : faktor keamanan Dalam perancangan perlu memperhatikan semua moda kegagalan yang sesuai dengan kondisi batasnya. Analisa yang dilakukan pada struktur ini adalah analisa Pressure Containment, System Tabel 2.9 Flange class rating (ASME ANSI B31.7) III. Analisa dan Pembahasan 3.1 Analisa Hasil ketebalan Pipa Perhitungan untuk kebutuhan ketebalan dinding pipa yang digunakan untuk transmisi dan distribusi gas dari Gajah Baru Platform menuju Anoa Pipeline dengan menggunakan aturan standar kode DNV OS-F101 Submarine Pipeline 2000 ada tiga tahapan yang dianalisa yaitu pada tahapan Hidrotest, Instalasi dan tahapan Operasi. Seperti yang terlihat grafik perhitungan tebal pipa nominal dibawah berdasarkan tiga tahapan tersebut dengan tiga kriteria yang harus diperhitungkan menurut DNV yaitu, Pressure Containment (Persamaan 2.6-2.10), System Collapse Criteria (Persamaan 2.11-2.15) dan Propagation Buckling (Persamaan 2. 16 dan 2.17). Untuk tahapan Hidrotes dan Instalasi data gelombang yang digunakan adalah data gelompang 1 tahunan, sedangkan untuk tahapan Operasi adalah data gelombang 100 tahunan. 3.1.1 Tebal Pipa Minimum Untuk Tahapan Hidrotest Dapat dilihat dari gambar 3.1 di bawah Tebal pipa nominal untuk tahapan hidrotest tiap KP (Kilometer Point) pada tiap kriteria (Pressure Containment, Collapse Criteria, Propagation Buckling). Terlihat bahwa dengan data gelombang dan safety class 6

resistance yang sama disimpulkan bahwa syarat yang akan dominan adalah adalah Propagation Buckling karena tekanan eksternal yang relatif besar. Gambar 3.3 Grafik Tebal pipa nominal tahap hidrotest Gambar 3.1 Grafik Tebal pipa nominal tahap hidrotest 3.1.2 Tebal Pipa Minimum Untuk Tahapan Instalasi Tebal pipa nominal untuk tahapan Instalasi tiap KP (Kilometer Point) pada tiap kriteria (Pressure Containment, Collapse Criteria, Propagation Buckling) terlihat pada gambar 3.2 dibawah. Pada tahap instalasi syarat yang paling dominan adalah Propagation Buckling untuk semua KP, karena pipa dalam keadaan kosong sehingga tidak ada tekanan internal dari pipa sehingga faktor yang paling berpengaruh adalah kedalaman perairan atau tekanan eksternal. Gambar 3.2 Grafik Tebal pipa nominal tahap hidrotest 3.1.3 Tebal Pipa Minimum Untuk Tahapan Operasi Tebal pipa untuk tahapan Operasi tiap KP (Kilometer Point) yang memenuhi Syarat (Pressure Containment, Local Buckling, Propagation Buckling) terlihat pada gambar 3.3 dibawah. Terlihat dari grafik bahwa tahapan operasi membutuhkan tebal pipa yang paling tinggi di banding tahap-tahap lainnya. Pada tahap ini data gelombang yang digunakan adalah 100 tahunan dan safety class resistance factor tinggi sehingga syarat yang paling dominan adalah Pressure Containment. 3.1.4 Tebal Pipa Nominal Pressure Containment Kriteria Menurut DNV pipa harus dirancang dengan memenuhi persamaan 2.7, pada persamaan tersebut disebutkan bahwa tekanan insidental dikurangi tekanan eksternal pada pipa harus kurang dari atau sama dengan tekanan bursting di bagi dengan safety class resistence faktor dan material resistance factor. Seperti yang diilustrasikan pada persamaan 3.1 dibawah ini....(3.1) Dalam DNV juga diperhitungkan efek temperatur terhadap kekuatan material pipa tersebut (temperature derating value), DNV mempresentsikan kekuatan dari sebuah material mengunakan perumusan characteristic yield stress (f y ) dan characteristic tensile strength (f u ), bukan SMYS atau SMTS dari material tersebut, sesuai tabel 2.6 Perhitungan menurut kriteria ini nilai tertinggi terdapat pada saat operasi karena data lingkungan yang digunakan adalah data gelombang periode 100 tahunan dengan safety class untuk resistance factor adalah tinggi (1.308), sedangkan pada saat instalasi dan hidrotest hasilnya lebih kecil karena data lingkungan yang digunakan adalah data gelombang periode 1 tahunan dengan safety class untuk resistance factor adalah rendah (1.046). Hasil dari perhitungan terlihat seperti dalam gambar grafik 3.4 dibawah 7

Gambar 3.4 Grafik Tebal syarat Pressure Containment 3.1.5 Tebal Pipa Nominal System Collapse Criteria Syarat system collapse criteria pada grafik di bawah terlihat bahwa pada saat instalasi dan hidrotest memiliki tebal sama karena menggunakan data gelombang sama yaitu periode 1 tahunan dengan safety class resistance factor untuk System collapse yang sama yaitu rendah (1.04) sedangkan pada tahapan operasi membutuhkan tebal yang lebih tinggi karena data gelombang yang digunakan adalah 100 tahunan dan safety class resistance faktornya adalah tinggi (1.26). Gambar 3.6 Grafik Tebal syarat Propagation Buckling 3.2 Analisa Pressure pada konfigurasi pipa bawah laut berdasarkan class rating Pemodelan struktur konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspansion TEE dilakukan dengan bantuan software Autopipe. Berikut dibawah ini hasil pemodelan konfigurasi: a. Konfigurasi 1 Gambar 3.5 Grafik Tebal syarat Collapse Criteria b. Konfigurasi 2 3.1.6 Tebal Pipa Nominal Propagation Buckling kriteria Seperti halnya pada syarat system collapse criteria, pada syarat propagation buckling tahapan instalasi dan hidrotest memiliki ketebalan yang sama karena safety class rendah (1.04) dengan data gelombang yang digunakan 1 tahunan, berbeda dengan tahapan operasi yang menggunakan data gelombang 100 tahunan dan safety class resistance factor yang tinggi (1.26). 8

c. Konfigurasi 3 Gambar 3.9 Grafik perbandingan tegangan yang terjadi saat kondisi hidrotest dan hidrotest d. Konfigurasi 4 Dari gambar grafik diatas, kita dapat melihat besarnya maksimum dan minimum tegangan yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah sebesar 400 N/mm 2 (node D16) dan 322 N/mm 2 (node F04). dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah 430 N/mm 2 Sedangkan pada kondisi operasi adalah sebesar 389 N/mm 2 (node A01) dan 183 N/mm 2 (node F00), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 390 N/mm 2 3.2.1 Konfigurasi 1 3.2.1.1 Analisa tegangan pada konfigurasi desain Pada desain konfigurasi 1 didapatkan besarnya tegangan maksimum dan minimum yang terjadi, nilai tegangan yang terjadi akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Gambar 3.10 Grafik Flange pressure kondisi hidrotest Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 20,748 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 18,025 Mpa. Gambar 3.7 Grafik Tegangan kondisi operasi konfigurasi Gambar 3.8 Grafik Tegangan kondisi hidrotest konfigurasi 1 Gambar 3.11 Grafik Flange pressure kondisi operasi Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi operasi yang terjadi adalah 15,480 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 14,402 Mpa. 9

Gambar 3.12 Grafik perbandingan Flange pressure Dari perhitungan flange pressure konfigurasi 1 diatas dapat kita lihat perbedaan hasilnya pada pada grafik di atas, dimana effective pressure yang terjadi pada kondisi hidrotest lebih besar dari pada kondisi operasi karena adanya perbedaan design pressure dan temperature. 3.2.2 Konfigurasi 2 3.2.2.1 Analisa tegangan pada konfigurasi desain Pada desain konfigurasi 2 didapatkan besarnya tegangan maksimum dan minimum yang terjadi, nilai tegangan yang terjadi akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Dari gambar grafik diatas, kita dapat melihat besarnya maksimum dan minimum tegangan yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah sebesar 400 N/mm 2 (node A03) dan 322 N/mm 2 (node BF). dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah 430 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi adalah sebesar 380 N/mm 2 (node A03) dan 195 N/mm 2 (node RB5), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 390 N/mm 2. Gambar 3.16 Grafik Flange pressure kondisi hidrotest Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 21,117 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 17,860 Mpa. Gambar 3.13 Grafik Tegangan kondisi operasi konfigurasi 2 Gambar 3.17 Grafik Flange pressure kondisi operasi Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi operasi yang terjadi adalah 15,489 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 14,401 Mpa. Gambar 3.14 Grafik Tegangan kondisi hidrotest konfigurasi 2 Gambar 3.18 Grafik perbandingan Flange pressure Gambar 3.15 Grafik perbandingan tegangan yang terjadi saat kondisi hidrotest dan hidrotest Dari perhitungan flange pressure konfigurasi 2 diatas dapat kita lihat perbedaan hasilnya pada pada grafik di atas, dimana effective pressure yang terjadi pada kondisi hidrotest lebih besar dari pada kondisi operasi karena adanya perbedaan design pressure dan temperature. 10

3.2.3 Konfigurasi 3 3.2.3.1 Analisa tegangan pada konfigurasi desain Pada desain konfigurasi 3 didapatkan besarnya tegangan maksimum dan minimum yang terjadi, nilai tegangan yang terjadi akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Gambar 3.22 Grafik Flange pressure kondisi hidrotest Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 20,797 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 17,861 Mpa. Gambar 3.19 Grafik Tegangan kondisi operasi konfigurasi 3 Gambar 3.20 Grafik Tegangan kondisi hidrotest konfigurasi 3 Gambar 3.23 Grafik Flange pressure kondisi operasi Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi operasi yang terjadi adalah 15,511 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 14,850 Mpa. Gambar 3.21 Grafik perbandingan tegangan yang terjadi saat kondisi hidrotest dan hidrotest Dari grafik diatas, kita dapat melihat besarnya maksimum dan minimum tegangan yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah sebesar 396 N/mm 2 (node A04) dan 322 N/mm 2 (node BF), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 430 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi adalah sebesar 358 N/mm 2 (node A03) dan 183 N/mm 2 (node RB5), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 390 N/mm 2. Gambar 3.24 Grafik perbandingan Flange pressure Dari perhitungan flange pressure konfigurasi 3 diatas dapat kita lihat perbedaan hasilnya pada pada grafik di atas, dimana effective pressure yang terjadi pada kondisi hidrotest lebih besar dari pada kondisi operasi karena adanya perbedaan design pressure dan temperature. 3.2.4 Konfigurasi 4 3.2.4.1 Analisa tegangan pada konfigurasi desain Pada desain konfigurasi 4 didapatkan besarnya tegangan maksimum dan minimum yang terjadi, nilai tegangan yang terjadi akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: 11

Gambar 3.25 Grafik Tegangan kondisi operasi konfigurasi 4 Gambar 3.29 Grafik Flange pressure kondisi operasi Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 15,516 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 14,629 Mpa. Gambar 3.26 Grafik perbandingan tegangan yang terjadi saat kondisi hidrotest dan hidrotest Gambar 3.30 Grafik perbandingan Flange pressure Gambar 3.27 Grafik Flange pressure konfigurasi 4 Dari perhitungan flange pressure konfigurasi 4 diatas dapat kita lihat perbedaan hasilnya pada pada grafik di atas, dimana effective pressure yang terjadi pada kondisi hidrotest lebih besar dari pada kondisi operasi karena adanya perbedaan design pressure dan temperature. Dari grafik diatas, kita dapat melihat besarnya maksimum dan minimum tegangan yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah sebesar 420 N/mm 2 (node B20) dan 322 N/mm 2 (node BF), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 430 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi adalah sebesar 322 N/mm 2 (node A05) dan 189 N/mm 2 (node RB5), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 390 N/mm 2. Gambar 3.28 Grafik Flange pressure kondisi hidrotest Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 20,764 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 17,860 Mpa. 12

3.3 Analisa konfigurasi pipa bawah laut berdasarkan cost. * 1 Euro ( ) = Rp 14.000 (11 januari 2010) a. Konfigurasi 1 b. Konfigurasi 2 13

14 c. Konfigurasi 3 d. Konfigurasi 4

Gambar 3.31 Grafik perbandingan biaya konfigurasi Dari hasil perhitungan biaya material keempat konfigurasi diatas didapatkan suatu nilai grafik nilai Perbandingan biaya yang menunjukan nilai biaya cost maksimum dan minimum, dimana untuk biaya cost maksimum terdapat pada konfigurasi 1 dengan total nilai biaya yang akan dikeluarkan ± 13 Milyar Rupiah sedangkan untuk biaya cost minimum terdapat pada konfigurasi 3 dengan total nilai biaya yang akan dikeluarkan ± 12 Milyar Rupiah. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : Berdasarkan analisa dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tebal pipa optimum yang yang digunakan pada konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspansiion TEE berdasarkan code DNV OS F-101 Submarine Pipeline harus memenuhi ketiga persyaratan yang ada yaitu: Pressure Containment, Collapse Criteria dan Propagation Buckling. Pada syarat pressure containment kondisi hidrotest didapatkan nilai tebal pipa optimum sebesar 0,3518 inchi sedangkan untuk kondisi operasi sebesar 0,4027 inchi. Pada syarat collapse criteria kondisi hidrotest didapatkan nilai tebal pipa optimum sebesar 0,3235 inchi sedangkan untuk kondisi operasi sebesar 0,3265 inchi. Pada syarat propagation buckling kondisi hidrotest didapatkan nilai tebal pipa optimum sebesar 0,3550 inchi sedangkan untuk kondisi operasi sebesar 0,3580 inchi. Dari ketiga syarat tersebut didapatkan nilai tebal pipa yang memenuhi dari ketiga persyaratan yaitu sebesar 0,4027 Inchi. Bila disesuaikan dengan standard Specified API 5L didapatkan tebal pipa sebesar 0,406 inchi. 2. Pada ke empat konfigurasi desain didapatkan nilai stress maksimum dan minimum serta nilai flange pressure class rating maksimum dan minimum. konfigurasi 1 pada kondisi hidrotest mempunyai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 400 N/mm 2 dan 322 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi mempunyai nilai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 389 N/mm 2 dan 183 N/mm 2. Nilai flange pressure maksimum dan minimum pada kondisi hidrotest sebesar 20,748 Mpa dan 18,025 MPa sedangkan pada kondisi operasi nilai flange pressure maksimum dan minimum sebesar 15,480 Mpa dan 14,402 Mpa. konfigurasi 2 pada kondisi hidotest mempunyai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 420 N/mm 2 dan 322 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi mempunyai nilai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 380 N/mm 2 195 N/mm 2. Nilai flange pressure maksimum dan minimum pada kondisi hidrotest sebesar 21,117 Mpa dan 17,860 Mpa sedangkan pada kondisi operasi nilai flange pressure maksimum dan minimum sebesar 15,489 Mpa dan 14,401 Mpa. konfigurasi 3 pada kondisi hidrotest mempunyai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 396 N/mm 2 dan 322 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi mempunyai nilai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 358 N/mm 2 dan 183 N/mm 2. Nilai flange pressure maksimum dan minimum pada kondisi hidrotest sebesar 20,797 Mpa dan 17,861 Mpa sedangkan pada kondisi operasi nilai flange pressure maksimum dan minimum sebesar 15,511 Mpa dan 14,850 Mpa. konfigurasi 4 pada kondisi hidrotest mempunyai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 420 N/mm 2 dan 322 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi mempunyai nilai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 322 N/mm 2 dan 189 N/mm 2. Nilai flange pressure maksimum dan minimum pada kondisi hidrotest sebesar 20,764 Mpa dan 17,860 Mpa sedangkan pada kondisi operasi nilai flange pressure maksimum dan minimum sebesar 15,516 Mpa dan 14,629 Mpa. 15

3. pada kempat konfigurasi desain didapatkan nilai cost maksimum dan minimum berdasarkan biaya material yang digunakan. pada konfigurasi 1 didapatkan nilai cost sebesar Rp 13.869.572.543 pada konfigurasi 2 didapatkan nilai cost sebesar Rp 13.677.740.664 pada konfigurasi 3 didapatkan nilai cost sebesar Rp 12.661.053.048 pada konfigurasi 4 didapatkan nilai cost sebesar Rp 12.934.060.664 Dari keempat konfigurasi diatas dapat dilihat bahwa konfigurasi 1 mempunyai nilai cost maksimum dengan nominal sebesar Rp 13.869.572.543 dan pada konfigurasi 3 mempunyai nilai cost minimum dengan nominal sebesar Rp 12.661.053.048. 4.2 Saran 1. perlu dilakukan analisa lebih lanjut untuk mendapatkan Fatigue Life minimum pada tiap konfigurasi. 5. Daftar Pustaka Amerikan Petrolium Institute (2000). API Spec 5L: Specification for Line Pipe 42 nd Edition. Washington. Arnold, K. (1998). Surface Production Operation. Gulf Publising Company. Houston. ASME ANSI B31.7: Nuclear Piping Code, America Steel Mechanical Engineering, America. Baskoro, S.,Dronkers, T.D.T., Van Driel, M.(2004).From Shallow to Deep Implication for Offshore Pipelines Design. Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Komunitas Migas Indonesia. Jakarta. Bai, Y. (2001). Pipeline and Risers. EJSEVIER SCIENCE Ltd. The Boulevard, Langford LaneKidlington, Oxford OX5 IGB, UK. Det Norske Veritas (2000). DNV-OS-F101: Rules For Submarine Pipeline System. Det Norske Veritas, Norway Halliwell, R. (1996). An Introduction to Offshore Pipeline. University College. Cork. Mouselli, A.H. (1981). Offshore Pipeline Design, Analysis and Methodes. PenWell Books. Oklahoma. MSS SP-44. Steel Pipe Line Flanges. Soegiono.(2005). Pipa Laut.Surabaya : Airlangga University Press. Teddy. (2004). Piping, Valves, and Fittings. Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Komunitas Migas Indonesia. Jakarta 16