BAB IV PRESENTASI DATA DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian

1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB, Bandung, dan Jurusan Teknik Sipil, FT-Untar, Jakarta.

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

Analisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda

ANALISIS DESAIN STRUKTUR PERKERASAN KAKU LANDASAN PESAWAT UDARA BERDASARKAN METODA ICAO TESIS ARIE FIBRYANTO NIM :

Perencanaan Bandar Udara

ANALISIS DESAIN STRUKTUR PERKERASAN KAKU LANDASAN PESAWAT UDARA BERDASARKAN METODA ICAO TESIS ARIE FIBRYANTO NIM :

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut :

PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU PADA APRON DENGAN METODE FAA, PCA DAN LCN DARI SEGI DAYA DUKUNG: STUDI KASUS BANDARA JUANDA

ANALISIS DESAIN TEBAL STRUKTUR PERKERASAN KAKU DENGAN METODE PCA DAN FAA PADA APRON BANDAR UDARA ADISUMARMO SURAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU

Menghitung nilai PCN dengan interpolasi linier nilai ACN pesawat sesuai dengan daya dukung perkerasan hasil perhitungan pada

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU PADA APRON DENGAN METODE FAA, PCA DAN LCN DARI SEGI DAYA DUKUNG : STUDI KASUS BANDARA JUANDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

Analisis Perbandingan Material Slab Beton Pada Perkerasan Apron dengan Menggunakan Program Bantu Elemen Hingga

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380)

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

BAB III METODE PERENCANAAN. Mulai. Perumusan masalah. Studi literatur. Pengumpulan data sekunder & primer. Selesai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

EVALUASI RIGID PAVEMENT APRON BANDARA KALIMARAU BERAU DENGAN METODE FEDERAL AVIATION ADMINISTRATION

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi

LAMPIRAN A PENGGUNAAN PROGRAM. Program FAARFIELD V1.305 ini dapat di download dari internet, kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

DAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH

STUDI PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU UNTUK LAPANGAN TERBANG MONICA SARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

ANALISIS PERBANDINGAN MATERIAL SLAB BETON PADA PERKERASAN APRON DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM BANTU ELEMEN HINGGA

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA

Perkerasan kaku Beton semen

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS

Kategori kekuatan sub-grade dan mewakili semua nilai CBR di bawah 4 untuk perkerasan fleksibel. Kode

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

TUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION

JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku atau rigid pavement adalah jenis perkerasan yang

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Star dard Aircraft. T re Pressure. A B c D A B C D. High K-80 K« I 11 I " I ^ 1 * 1 " ' 13 I S I ^ I U ' 15 ' 16 I " I " I " r14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU

Perencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R

WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara

ANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

ESTIMASI NILAI MODULUS ELASTIS LAPISAN BERASPAL MENGGUNAKAN HAMMER TEST

PENGGUNAAN HAMMER TEST DAN UJI CBR LAPANGAN UNTUK MENGEVALUASI DAYA DUKUNG PONDASI CEMENT TREATED BASE (CTB)

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

Disurvei 3 m Disurvei Elevasi/altituda/ketinggian (Elevation/altitude/height)

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

BAB V ANALISIS DAN PERHITUNGAN RIGID PAVEMENT DENGAN DAN TANPA SERAT POLYPROPYLENE BERDASARKAN UJI LABORATORIUM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

BAB III METODOLOGI. Dalam diagram alir, proses perencanaan geometrik akan dilakukan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1.

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi

Bab VI Model Makroskopis Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal Hasil Percobaan Direct Shear

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

Transkripsi:

33 BAB IV PRESENTASI DATA DAN ANALISIS IV.1 Presentasi Data Data yang dipresentasikan berikut ini merupakan data yang diperoleh dari Bandar Udara Juanda, Surabaya, selama tahun 2003. Data ini digunakan untuk desain dan analisis struktur perkerasan kaku dengan menggunakan metoda ICAO, metoda FAA dan metoda PCA. Data yang dimaksud mencakup : 1. Data pergerakan pesawat udara Data pergerakan pesawat udara ini meliputi jumlah keberangkatan dan kedatangan pesawat udara. 2. Data karakteristik untuk masing-masing jenis pesawat udara terdiri dari : Maksimum take of Weight (MTOW), tire pressure, gear type, leg span, % main gear dan wheel spacing. 3. Data struktur perkerasan dan data teknis desain Data struktur perkerasan dan data teknis desain diperoleh dari dokumen desain perkerasan untuk apron di Bandar Udara Juanda, Surabaya, sedangkan sebagian data lainnya masih merupakan data asumsi yang umum digunakan dalam proses desain praktis. IV.1.1 Data pergerakan pesawat udara Data pergerakan pesawat udara yang diperoleh merupakan data volume lalu lintas pesawat udara yang saat ini beroperasi selama setahun di Bandar Udara Juanda, Surabaya, mulai bulan Januari sampai bulan Desember pada tahun 2003. Pesawat udara yang beroperasi di Bandar Udara Juanda, Surabaya, terdiri dari berbagai jenis pesawat udara seperti pesawat udara komersil, pesawat udara militer, helicopter (pribadi dan komersil). Ketiga jenis pesawat udara tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.1. Selain itu, volume pergerakan pesawat udara, baik keberangkatan maupun kedatangan, juga diberikan pada Tabel IV.1. Akan tetapi, hanya volume keberangkatan tahunan (annual departure) saja yang digunakan dalam proses penentuan tebal perkerasan desain (ICAO, 1983). Data pergerakan pesawat udara pada Tabel IV.1 juga terdiri dari Aircraft type, Gear type dan MTOW. Data pergerakan pesawat udara pada Tabel IV.1 ditunjukan sebagai berikut : 33

34 Tabel IV.1 Data pergerakan pesawat udara selama tahun 2003 No Tipe Pesawat Gear Type MTOW Januari February April Mei Juli Agstus Pergerakan Pesawat Udara Tahun 2003 September Oktober November Desember Kg Dtg Brk Dtg Brk Dtg Brk Dtg Brk Dtg Brk Dtg Brk Dtg Brk Dtg Brk Dtg Brk Dtg Brk Dtg Brk 1 4T34C 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 A300 DT 157,000 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 3 6 0 0 3 1 6 8 13 16 3 A310 DT 153,000 34 34 34 30 21 21 8 7 1 0 0 0 13 12 0 0 14 14 1 0 126 118 4 A313 D 13,000 0 1 2 5 1 2 3 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 14 5 A320 D 72,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 4 6 A330 DT 212,000 1 18 13 18 12 14 13 20 6 14 9 12 6 14 0 10 8 9 4 9 72 138 7 A340 DT 255,900 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 8 A76S/HELI 6 8 2 2 2 2 0 0 2 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12 15 9 AL-II/HELI 2 2 86 85 2 1 0 0 8 8 1 4 2 1 3 3 3 3 0 1 107 108 10 AN12 D 61,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 11 AS20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 12 AS2002 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 13 AS202 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 3 0 0 0 0 4 4 6 13 11 21 14 AS2023 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 15 AS202B 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 16 AS32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 5 17 AS332/HELI 2 3 0 0 3 7 1 0 1 1 1 3 0 0 4 3 0 0 0 0 12 17 18 AS35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 19 AS365 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 20 ASTR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 21 ATR342 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 22 ATR42 D 18,200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 25 25 35 35 23 B100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 24 B105 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 2 5 25 B105L-VF 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 26 B190 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 27 B1900D 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 28 B200/HELI 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 2 2 1 1 0 0 0 0 4 4 29 B205 D 15,000 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 30 B212 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 2 0 0 0 0 0 3 5 31 B407 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 0 0 0 0 0 0 2 3 32 B412 0 0 0 0 0 0 4 0 6 0 11 0 11 0 22 18 3 9 42 45 99 72 33 B412/HELI 5,000 26 24 6 7 45 48 16 20 0 4 1 8 0 12 1 5 3 2 20 25 118 155 34 B427 0 0 0 0 0 0 3 2 1 1 1 1 0 0 0 0 2 0 3 3 10 7 35 B632 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 36 B707-120 DT 117,027 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 1 3 0 1 0 0 0 0 3 6 37 B707-320 DT 148,778 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3 1 2 3 1 2 1 0 0 0 0 9 7 38 B727-100 D 77,110 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 1 1 55 57 85 99 141 166 39 B727-200 D 95,254 0 0 0 0 0 0 0 0 14 12 1 0 1 0 0 0 29 30 16 0 61 42 40 B733 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 41 B737-100 D 44,361 0 0 0 1 1 0 1 146 60 221 38 234 85 168 110 240 140 174 243 307 678 1491 42 B737-200 D 52,616 1217 1244 987 990 14 1009 996 977 1371 1274 1352 1229 1264 1140 1312 1180 1249 1890 870 1329 10632 12262 43 B737-300 D 57,000 29 49 23 22 48 63 14 8 59 66 84 71 50 60 62 55 50 49 57 78 476 521 44 B737-400 D 63,000 498 516 497 486 520 501 323 297 548 488 573 566 555 563 529 509 660 634 614 586 5317 5146 45 B737-500 D 61,000 74 89 42 47 72 75 222 225 41 52 43 45 35 37 24 20 13 14 17 25 583 629 46 B73B 0 0 0 0 0 0 0 13 2 21 0 24 0 24 0 17 0 23 0 20 2 142 47 B73S 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 48 B747-100 COM 323,410 0 8 5 4 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 4 0 9 13 49 B747-200 COM 377,840 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 50 B747-300 COM 377,800 0 74 40 47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 8 41 129 51 B747-400 COM 385,555 0 0 0 0 0 0 4 4 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 6 52 B757-200 DT 100,243 0 15 14 14 12 14 6 8 7 10 4 7 2 3 0 0 5 7 3 7 53 85 53 B767-200 DT 136,984 0 12 11 11 5 5 2 7 13 9 14 11 19 13 0 0 22 11 20 15 106 94 54 B767-300 DT 173,000 0 0 0 0 4 4 3 5 2 3 4 4 1 2 0 0 1 7 4 6 19 31 55 B777-200 DT 243,300 0 1 0 0 0 0 0 0 16 20 13 15 0 0 0 0 4 7 10 6 43 49 56 B777-300 DT 294,500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 3 0 5 57 B837 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 58 BA46 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 59 BAC-II D 30,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 60 BAC-III-200 D 34,700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 61 BAC-III-300 D 38,600 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 62 BAE146-200 D 40,579 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 2 1 0 2 1 1 0 0 0 1 7 9 63 BE20 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 64 BE26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 65 BE350 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 3..................................................................... 168 VIPER 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 Jumlah = 3162 3441 3007 3020 2148 3159 2985 3269 3903 4127 3439 3603 3432 3582 3535 3642 3521 4241 3559 4138 32691 36222 Jumlah Data pergerakan pesawat udara secara lengkap diberikan di Lampiran A. Seperti terlihat pada Tabel IV.1, jenis pesawat udara yang banyak beroperasi di Bandar Udara Juanda, Surabaya, adalah Boeing B737-200 (12262 pesawat/tahun), McDonnell Douglas MD-82

35 (5320 pesawat/tahun) dan Boeing B737-400 (5146 pesawat/tahun). Sedangkan, jenis pesawat udara berat yang sering beroperasi adalah Boeing B747-300 (MTOW 377800 kg), Airbus A-330 (MTOW 212000 kg), Airbus A-310 (MTOW 153000) dan Boeing B767-200 (MTOW 136984). Pesawat udara yang sering beroperasi di Bandar Udara Juanda, Surabaya adalah pesawat udara yang memiliki gear type dual wheel dibandingkan dengan gear type dual tandem dan com. Pesawat udara B747-400 walaupun merupakan pesawat udara yang paling berat (MTOW 385555 kg) di bandar Juanda, Surabaya, tetapi beroperasi hanya pada musim Haji saja dengan jumlah 6 pesawat udara tiap tahun. No Type of Aircraft Wheel Arrangement Tabel IV.2 Data Karakteristik Pesawat Udara Wheel Tire Annual Annual MTOW % on Leg Span Pressure No of No of Wheels Spacing Main Arrival Departure Gear Legs on One Leg S S T S L1 S Gear L2 (kg) (KPa) (cm) (cm) (pswt/thn) (pswt/thn) * Pesawat Ringan **) S 5700 700 95.0 2 1 - - - - 1,047 1,187 1 CASA - NC212 *) S 14000 870 91.0 2 1 - - 436.9-2,608 2801 2 F28 - MK2000 *) D 29480 690 92.6 2 2 58-504 - 894 695 3 F28 - MK3000 D 32205 779 92.6 2 2 58-504 - 762 846 4 F28 - MK4000 *) D 33110 779 92.6 2 2 58-504 - 2,292 2390 5 F - 100 D 45800 920 94.3 2 2 58-504 - 1,281 1507 6 B737-100 *) D 44361 920 92.4 2 2 78-523 - 695 1638 7 B737-200 D 52616 1100 91.0 2 2 78-523 - 10,632 12262 8 B737-300 D 57000 1400 92.6 2 2 78-523 - 478 664 9 B737-500 *) D 61000 1340 92.2 2 2 78-523 - 584 630 10 B737-400 D 63000 1280 91.6 2 2 78-523 - 5,317 5146 11 B727-100 *) D 77110 1140 90.4 2 2 86-571.5-202 208 12 B767-200 *) DT 136984 1260 93.8 2 4 114 142 930-171 192 13 B747-300 *) DDT 377800 1310 92.4 4 4 112 147 1100 384 89 184 14 MD - 82 D 67812 1265 95.0 2 2 71.4-509 - 5,234 5320 15 MD - 83 *) D 72575 1344 94.0 2 2 71.4-509 - 18 46 16 A - 310 *) DT 153000 1240 93.0 2 4 93 140 960-217 234 17 A - 330 *) DT 212000 1330 94.0 2 4 93 140 1070-170 272 Catatan: *) Termasuk pesawat yang sejenis 32,691 36222 **) Tidak dianalisis lebih lanjut Selama tahun 2003 jumlah kedatangan (annual arrival) pesawat udara berjumlah 32.691 dan keberangkatan (annual departure) berjumlah 36.222. Jenis pesawat udara yang beroperasi berjumlah 168 jenis pesawat udara. Dari 168 jenis pesawat udara yang beroperasi, dikelompokkan 17 jenis pesawat udara tipikal yang memiliki annual departure terbesar dan MTOW terbesar yang kemudian digunakan untuk proses desain. Pesawat udara yang tidak termasuk pesawat udara yang dianalisis, dimasukkan ke dalam pesawat udara sejenis yang dianalisis. Data karakteristik pesawat udara ditunjukan pada Tabel IV.2. Namun demikian, dalam proses desain praktis, setiap jenis pesawat udara sebaiknya dianalisis sesuai dengan data karakteristiknya masing-masing. Sementara itu, pesawat udara ringan tidak perlu diperhitungkan lebih jauh mengingat pengaruhnya yang tidak signifikan terhadap kerusakan struktur perkerasan. Hal yang menarik untuk diperhatikan dalam analisis selanjutnya adalah

36 apakah jenis pesawat udara yang banyak beroperasi, yang terberat atau yang lainnya, merupakan pesawat udara desain yang menentukan tebal perkerasan desain. IV.1.2 Data karakteristik pesawat udara Data karakteristik pesawat udara sangat diperlukan dalam proses desain dan analisis struktur perkerasan untuk bandar udara. Data konfigurasi roda untuk perhitungan tegangan di dalam struktur perkerasan ditunjukan pada Tabel IV.2 di atas, termasuk jarak antara roda (S), jarak antara sumbu (S T ) dan jarak antara kaki roda (S L1 dan S L2 ). Program Airfield yang digunakan terdiri dari 4 tipe sumbu, yaitu sumbu tunggal roda tunggal (S), sumbu tunggal roda ganda (D), sumbu tandem roda ganda (DT) dan sumbu tandem roda ganda dobel (DDT). Data MTOW, data tire pressure, dan data %-beban pada sumbu utama (% on main gear) diperoleh dari data spesifikasi teknis pesawat udara yang dipublikasikan oleh masing-masing pabrik pembuatnya. Data karakteristik pesawat udara yang diberikan pada Tabel IV.2 terdiri dari 17 jenis pesawat udara yang dianalisis (data karakteristik dari beberapa pesawat udara lainnya diberikan di Lampiran B). Seperti terlihat pada Tabel IV.2, konfigurasi roda pesawat udara Boeing B747-300 memiliki konfigurasi roda yang berbeda dengan jenis pesawat udara lainnya. Pesawat udara Boeing B747-300 memiliki 16 roda dengan jumlah kaki (number of gear leg) 4 buah. Jenis pesawat udara yang memiliki leg span paling jauh adalah pesawat udara Boeing B747-300, Airbus A- 330, Airbus A-310, dan Boeing B767-200. Pesawat udara Boeing B747-300 dengan wheel arrangement DDT merupakan yang terjauh yaitu 1100 cm (S L1 ) dan 384 cm (S L2 ). Pesawat udara A-330, A-310 dan B767 200 memiliki leg span 1070 cm, 960 cm dan 930 cm. Pergerakan 17 jenis pesawat udara tipikal diperlihatkan secara histogram pada Gambar IV.1. 14,000 12,000 10,000 Annual Arrival Annual Departure 8,000 6,000 4,000 2,000 0 CASA - NC212 *) F28 - MK2000 *) F28 - MK3000 F28 - MK4000 *) F - 100 B737-100 *) B737-200 B737-300 B737-500 *) B737-400 B727-100 *) B767-200 *) B747-300 *) MD - 82 MD - 83 *) A - 310 *) A - 330 *) Gambar IV.1 Histogram pergerakan pesawat udara tipikal

37 IV.1.3 Data struktur perkerasan dan data teknis desain Data tebal perkerasan desain yang terdiri dari pelat beton dan lapisan pondasi agregat diperoleh dari dokumen desain yang digunakan sebagai referensi untuk menentukan pesawat udara desain, mengevaluasi faktor keamanan, memperkirakan derajat kerusakan struktur perkerasan yang diakibatkan oleh setiap pesawat udara yang beroperasi dan menganalisis nilai LRF. Tebal pelat beton khususnya diasumsikan akan dapat menerima beban lalu lintas pesawat udara selama masa layan rencana 20 tahun. Sedangkan, tebal lapisan pondasi agregat diperlakukan sebagai bagian dari tanah dasar yang nilainya diperhitungkan dalam penentuan modulus reaksi tanah dasar, k. Potongan melintang struktur perkerasan di apron pada Bandar Udara Juanda, Surabaya, ditunjukan pada Gambar IV.2 Cement Concrete Slab 45 cm ATC Granular Base CBR>80% 4 cm 20 cm Subgrade Gambar IV.2 Struktur perkerasan di apron pada Bandar Udara Juanda, Surabaya. Data modulus elastisitas bahan perkerasan (beton semen) dan data konstanta poisson yang berturut-turut adalah 27,588.483 MPa (= 4jt psi) dan 0.15 merupakan data tipikal yang umum digunakan dalam proses desain struktur perkerasan kaku. Rentang data modulus elastisitas beton semen menurut Huang (1993) adalah 3jt 6jt psi, dan rentang data konstanta poisson 0.15 0.20. Oleh karena itu, pengujian laboratorium sesuai dengan metoda pengujian ASTM C469-87a seharusnya dilakukan untuk memastikan kualitas bahan perkerasan yang digunakan. Khusus data faktor keamanan dan data modulus reaksi tanah dasar merupakan hasil analisis untuk memastikan bahwa data lainnya yang disajikan pada Tabel IV.3 sesuai

38 dengan data yang terdapat dalam dokumen desain dan asumsi yang diambil. Ringkasan data struktur perkerasan dan data teknis desain ditunjukan pada Tabel IV.3. Tabel IV.3 Data struktur perkerasan dan data teknis desain Data Struktur Perkerasan: Tebal Pelat Beton, D (cm) 45.000 Tebal Lapisan Pondasi Agregat, D agr (cm) [ CBR 80% ] 20.000 Tebal Lapisan ATB, D ATB (cm) [ Stabilitas Marshall 500 kg ] 4.000 Modulus Elastisitas Pelat Beton, E (MPa) 27,588.483 Konstanta Poisson, μ 0.150 Flexural Strength, MR 90 (MPa) 4.859 Data Teknis Desain: Distribusi Lintasan Roda Pesawat Udara - Deviasi Standar, σ (cm) 121.920 Masa Layan Rencana (tahun) 20.000 Penggunaan data dari Bandar Udara Juanda, Surabaya, hanya dimaksudkan untuk keperluan contoh proses desain dan tidak dimaksudkan untuk secara langsung mengevaluasi struktur perkerasan kaku yang ada di sana. IV.2 Analisis Metoda Desain Struktur Perkerasan Kaku Analisis metoda desain struktur perkerasan kaku yang dilakukan, antara lain : analisis tegangan, analisis pengembangan kurva desain, analisis fatique dan analisis LRF. IV.2.1 Analisis tegangan Terdapat tiga metoda yang digunakan untuk menentukan tegangan yang terjadi pada perkerasan kaku, antara lain : menggunakan persamaan rumus dan menggunakan chart (Pickett dan Ray). Penggunaan persamaan rumus pertamakali dikembangkan oleh Wastergaard menggunakan roda tunggal, sedangkan pengaruh chart dikembangkan oleh Pickett dan Ray menggunakan konfigurasi roda ganda. Kedua metoda tersebut digunakan untuk liquid foundation. Untuk yang solid atau layer foundation menggunakan metoda finiteelement (PCA,1951). Interior loading digunakan untuk desain perkerasan bandar udara (PCA,1955) dan edge loading untuk desain perkerasan jalan (PCA,1966). Pengaruh chart digunakan untuk menentukan momen yang terjadi akibat beban di interior ataupun di edge. Momen yang terjadi dipengaruhi oleh nilai N (jumlah blok) yang dihitung dengan menggunakan persamaan (3.7) dan tegangan diperoleh dari persamaan (3.8). Contoh perhitungan tegangan menggunakan pengaruh chart adalah sebagai berikut :

39 Boeing 747-100 MTOW pesawat udara = 323410 kg, Tire pressure (q) = 1,50 Mpa = 15,3 Kg/cm 2 K = 80 MN/m 3, μ = 0,15 E = 4.10 6 PSI, H = 30 cm L = L = L = 48,6 P d 0,5227q 18919,5 0,5227 15,3 cm 147 cm 0,6L=29,2 cm 48,6 cm 112 cm Maka Radius kekakuan relatif (Radius of relative stiffeness) l Eh 3 l = 4 12(1 μ 2 ) k 4.10 6 x11,811 3 l = 4 12(1 0,15 2 )294,87 = 37,1534 in = 94,36962 cm 94,3696 cm Skala 1 : 14,9 48,6 cm 147 cm 29,2 cm 112 cm Gambar IV.3 Jumlah blok (N) menggunakan chart Pickett and Ray

40 Gambar IV.3 untuk Interior loading, jumlah blok (N) yang diperoleh menggunakan chart Pickett dan Ray adalah 286,3. Jumlah Blok N yang diperoleh menggunakan chart Pickett dan Ray sama dengan perhitungan program Airfield yang juga menggunakan pengaruh chart Pickett and Ray, seperti pada Gambar IV.4. Gambar IV.4 Jumlah blok (N) menggunakan program Airfield Jumlah blok (N) yang dihasilkan secara manual sama dengan program Airfield yang digunakan dalam proses desain struktur perkerasan. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (3.7) dan (3.8), maka tegangan lentur yang terjadi akibat beban dengan posisi roda seperti pada Gambar IV.3, adalah 2,5 MPa. Tegangangan lentur dihitung sesuai dengan jalur lintasan roda pesawat udara, seperti yang ditunjukan pada Gambar IV.5. Gambar IV.5 Tegangan yang terjadi pada jalur lintas roda pesawat udara Gambar IV.5 terlihat, jika posisi roda berada pada jalur lintasannya maka tegangan yang dihasilkan adalah 2.4683 MPa, tetapi jika lintasan roda pesawat udara bergeser maka tegangan yang terjadi akan ikut berubah. Hasil perhitungan tegangan lentur tersebut menentukan desain struktur perkerasan dan kerusakan yang ditimbulkan selama masa layan, serta jumlah repetisi beban yang diijinkan.

41 IV.2.2 Analisis pengembangan kurva desain Proses desain struktur perkerasan biasanya menggunakan kurva desain manual untuk memperoleh tebal perkerasan. Kurva desain digunakan untuk desain perkerasan secara manual jika tidak menggunakan program komputer. Kurva desain manual juga bisa dihasilkan dari program Airfield yang hasil perhitungan memberikan hubungan tebal dan tegangan lentur. Hubungan tebal dan tegangan tersebut menghasilkan kurva desain dengan cara meregresikan nilainya terlebih dahulu. Kurva desain manual diberikan untuk 17 jenis pesawat udara tipikal. Penggunaan program Airfield untuk menghasilkan kurva desain manual dapat dilihat pada Gambar IV.6. (hasil output yang lebih lengkap diberikan di Lampiran C). Gambar IV.6 Program airfield untuk pembuatan kurva desain manual Gambar IV.6 hubungan tebal dan tegangan yang dihasilkan dari program Airfield dipengaruhi nilai MTOW, % weight on main gear legs, tyre pressure, k subbase/subgrade, E, μ, wheel gear configuration, coordinate of the wheels dan number of main gear legs. Nilai k dan MTOW dilakukan beberapa variasi, untuk variasi nilai k adalah 20, 40 80, dan 150 MN/m 3, sedangkan variasi nilai MTOW (P) untuk pesawat udara Airbus A-330 adalah 212000, 177000, 142000, 107000, 72000 kg. Variasi nilai k dan P memberikan hasil tebal dan

42 tegangan yang berbeda. Hasil hubungan tebal dan tegangan dari program Airfield digunakan untuk membuat kurva desain. Pembuatan kurva desain menggunakan persamaan regresi untuk menghasilkan hubungan nilai P dan nilai k. Hasil pembuatan kurva desain manual ditunjukan pada Gambar IV.7. Cara menggunakan gambarnya sesuai dengan metoda desain yang dinginkan, seperti PCA mengasumsikan tebal terlebih dahulu. Tebal yang diasumsikan ditarik garis horizontal ke kiri sampai menyentuh garis P (nilai MTOW ), kemudian ditarik garis vertikal ke bawah sampai menyentuh garis k (nilai k disesuaikan dengan di lapangan). Perpotongan nilai k, ditarik garis horisontal ke kiri hingga menyentuh nilai tegangan maksimum. Nilai tegangan maksimum yang diperoleh, dianalisis lagi terhadap repetisi beban ijin. Gambar IV.7 Kurva desain struktur perkerasan kaku pesawat udara A330 Setelah dilakukan analisis, ternyata pada Gambar IV.7 terlihat banyak garis pada nilai P. Ketelitian kurva desain yang diperoleh tidak 100% persis sama dengan program Airfield. Meskipun demikian, kurva desain manual dibuat untuk 17 jenis pesawat udara yang diperlihatkan di Lampiran D. IV.2.3 Analisis fatigue Hasil pengamatan di Laboratorium diketahui bahwa kerusakan struktur perkerasan kaku ditentukan tidak hanya oleh beban atau tegangan lentur yang bekerja saja, tetapi juga

43 oleh jumlah repetisi beban tersebut serta oleh kualitas bahan pelat beton yang digunakan. Makin besar tegangan lentur yang terjadi dan/atau makin rendah kualitas bahan pelat beton, maka akan makin sedikit pula jumlah repetisi beban yang dapat dipikul oleh struktur perkerasan. Mengingat manifestasi kerusakan awal yang biasanya terjadi adalah dalam bentuk keretakan, maka mekanisme kerusakan struktur perkerasan seperti ini dikenal dengan istilah kerusakan retak lelah (fatigue). Terdapat beberapa model fatigue yang diusulkan untuk desain struktur perkerasan kaku seperti model Regresi (Darter dan Barenberg, 1977) dan model PCA (Portland Cement Association) (Packard dan Tayabji, 1985), model fatigue tersebut diperlihatkan pada Gambar IV.8. Gambar IV.8 memperlihatkan model regresi antara rasio tegangan lentur (σ L ) terhadap modulus lentur (MR 90 ) dengan jumlah repetisi beban yang diijinkan (N ijin ), dan model yang diusulkan oleh PCA pada tingkat probabilitas sekitar 90 % dan model Regresi pada probabilitas 50 % (Huang, 2004). Model kerusakan retak lelah menurut PCA yang digunakan dalam program Airfield, juga telah digunakan sebagai kriteria desain struktur perkerasan kaku untuk konstruksi perkerasan jalan (NAASRA, 1987). Gambar IV.8 Kriteria retak lelah (fatigue)

44 Model fatigue yang digunakan untuk desain struktur perkerasan kaku adalah model PCA karena tingkat probabilitasnya 90 % dibandingkan dengan model Regresi yang probabilitasnya 50 %. Dalam aplikasinya, tebal perkerasan desain perlu dicoba-coba untuk memenuhi kriteria retak lelah pada persamaan (2.7), (2.8) dan (2.9). Tegangan lentur yang terjadi akibat setiap lintasan roda pesawat udara setelah dibagi dengan modulus lentur pelat beton disubstitusikan ke dalam persamaan (2.7), (2.8), (2.9) untuk memperoleh jumlah repetisi beban yang diijinkan. Kemudian, kerusakan retak lelah tahunan yang diakibatkan oleh setiap pesawat udara yang beroperasi dihitung dengan membandingkan volume keberangkatan tahunan terhadap jumlah repetisi beban yang diijinkan untuk setiap pesawat udara tersebut. Jika jumlah total kerusakan retak lelah untuk semua jenis pesawat udara dalam kurun masa layan rencana kurang lebih sama dengan 100%, maka struktur perkerasan desain diperkirakan akan runtuh tepat di akhir masa layannya. Jika melebihi 100 % maka beton akan runtuh (failure). Konsep keruntuhan menggunakan fatigue, digunakan pada metoda PCA. Fatigue yang terjadi pada struktur perkerasan mempengaruhi desain perkerasan dan pesawat udara desain yang digunakan. Contoh fatigue jika melebih 100 % diberikan pada Tabel IV.4. Tabel IV.4 Contoh Fatigue melebihi 100 %

45 Seperti terlihat pada Tabel IV.4, total kerusakan terbesar (270.93 %) dan masa layan kritis terkecil (7.38 tahun). Nilai total kerusakan yang terlihat pada Tabel IV.4 harus tidak boleh terjadi dalam desain struktur perkerasan. Hal ini perlu di iterasi lagi supaya total kerusakan yang terjadi kurang dari atau sama dengan 100 %. Hasil iterasi tersebut telah diperlihatkan pada desain perkerasan menggunakan metoda PCA. Satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa nilai fatigue menentukan besarnya tebal perkerasan desain.. IV.2.4 Analisis LRF Faktor repetisi beban (LRF) untuk pesawat udara tertentu merupakan faktor koreksi terhadap derajat kerusakan yang ditimbulkan pada jalur lintasan roda rata-rata akibat terjadinya pergesaran lintasan roda dari jalur lintasan roda rata-rata tersebut. Untuk keperluan perhitungan nilai LRF, pergeseran lintasan roda pesawat udara di atas perkerasan dianggap terdistribusi secara normal. Konsekuensi dari pergeseran lintasan roda ini adalah bergesernya kurva tegangan lentur yang terjadi di dalam struktur perkerasan dan tegangan lentur pada jalur lintasan roda rata-rata yang umumnya dijadikan sebagai referensi dalam perhitungan nilai LRF juga berubah, seperti diilustrasikan pada Gambar IV.9, yaitu dari σ Lo menjadi σ Li untuk lintasan roda yang bergeser sejauh x i dari jalur lintasan roda rata-rata. Gambar IV.9 Ilustrasi proses perhitungan nilai LRF untuk jenis pesawat udara tertentu

46 Terlihat pada Gambar IV.9, bahwa hanya pesawat udara sebanyak P o % saja melintas pada jalur lintasan roda rata-rata yang mengakibatkan tegangan lentur sebesar σ Lo. Sedangkan, masing-masing P i % pesawat udara sisanya melintas pada lintasan sejauh x i dari jalur lintasan roda rata-rata yang mengakibatkan tegangan lentur sebesar σ Li. Juga terlihat pada Gambar, bahwa nilai σ Li dapat langsung dibaca pada kurva tegangan lentur untuk beban yang bekerja pada jalur lintasan roda rata-rata. Tabel IV.5 memperlihatkan hasil perhitungan nilai LRF untuk 17 pesawat udara yang sedang dianalisis untuk berbagai nilai σ (deviasi standar dari distribusi lintasan roda) dan juga nilai LRF yang terdapat di dalam literatur (ICAO, 1983 dan Yoder, et.al., 1975). Untuk asumsi nilai σ = 121.92 cm, rentang nilai LRF yang dihasilkan menggunakan program Airfield adalah antara 0.144 0.261. Angka ini mencerminkan derajat kerusakan yang ditimbulkan pada struktur perkerasan yang hanya berkisar antara 14.4 26.1% untuk setiap keberangkatan pesawat udara dari yang seharusnya terjadi jika pesawat udara tersebut selalu melintasi jalur lintasan roda yang tetap. Tabel IV.5 Hasil perhitungan nilai LRF Seperti terlihat pada Tabel IV.5, secara umum, nilai LRF yang diperoleh untuk nilai σ = 121.92 cm cukup konsisten dengan nilai LRF yang diusulkan oleh ICAO (1983) dan Yoder, et.al. (1975). Namun demikian, dari observasi diketahui bahwa nilai LRF sebenarnya berbeda (unik) untuk masing-masing jenis pesawat udara. Nilai LRF sangat dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu distribusi lintasan roda (σ), kurva tegangan lentur (σ L, termasuk konfigurasi sumbu roda dan faktor penentu tegangan lentur lainnya), modulus lentur bahan

47 perkerasan (MR 90 ) dan faktor keamanan (FK). Sebagai contoh, Tabel IV.5 diperlihatkan, bahwa untuk setiap jenis pesawat udara, makin kecil nilai σ, maka akan makin besar nilai LRF. Sebaliknya, nilai σ yang makin besar akan memperkecil nilai LRF. Pengaruh konfigurasi sumbu roda pada nilai LRF juga diperlihatkan tetapi dengan pola yang tidak beraturan. Namun demikian, satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa nilai LRF umumnya tidak konstan meskipun konfigurasi sumbu roda sama. IV.3 Desain Perkerasan Kaku Desain perkerasan kaku dilakukan dengan menggunakan berbagai metoda desain antara lain : metoda ICAO, metoda PCA dan metoda FAA. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ketiga metoda tersebut dianalisis menggunakan data-data dari Bandar Udara Juanda, Surabaya dan proses desain yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk secara langsung mengevaluasi struktur perkerasan kaku yang ada di Bandar Udara Juanda, Surabaya. Hasil desain perkerasan yang diperoleh tersebut selanjutnya dianalisis. IV.3.1 Metoda ICAO Metoda ICAO berdasarkan annual departure ekivalen. Cara memperoleh nilai annual departure ekivalen diberikan di Lampiran E untuk 17 jenis pesawat udara yang dianalisis. Hasil ringkasan perhitungan annual departure ekivalen dapat dilihat pada Tabel IV.6. Hasil perhitungan Tabel IV.6 menunjukkan, pesawat udara A-330 memiliki annual departure ekivalen yang paling kecil dibandingkan dengan pesawat udara lainnya. Tabel IV.6 Perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen

48 Desain perkerasan menggunakan metoda ICAO, dilakukan pada masing-masing pesawat udara yang dianalisis dengan menggunakan program Airfield. Faktor keamanan (Fk) yang digunakan menurut metoda ICAO adalah 1.36. Ringkasan hasil desain perkerasan menggunakan metoda ICAO diperlihatkan pada Tabel IV.7. Tabel IV.7 juga memperlihatkan hasil perhitungan coverage, tegangan lentur dan tebal perkerasan dengan faktor keamanan 1.36 untuk masa layan 20 tahun. Tabel IV.7 Ringkasan hasil desain perkerasan metoda ICAO (Fk = 1.36, MR 90 = 4.859 MPa, k = 80 MN/m 3 ) Seperti terlihat pada Tabel IV.7, tebal perkerasan yang terbesar dari masing pesawat udara desain adalah pesawat udara A-330 (49.73 cm) dengan konfigurasi sumbu roda DT, meskipun merupakan pesawat udara kedua terberat setelah B747-300. Pesawat udara yang memiliki MTOW terbesar yaitu B747-300 membutuhkan tebal perkerasan lebih kecil (42.83 cm) dibandingkan dengan pesawat udara A330. Yang menarik dari hasil perhitungan adalah pesawat udara MD-83. Pesawat udara MD-83 justru lebih menentukan dibandingkan B747-300. Tebal perkerasan yang diperlukan MD83 adalah 42.96 cm (konfigurasi sumbu roda D) walaupun annual departure tidak terlalu signifikan. Sedangkan pesawat udara yang memiliki annual departure paling besar yaitu pesawat udara B737-200 dengan konfigurasi sumbu roda D, tebal perkerasan yang diperlukan 35.46 cm. Perbedaan ini disebabkan karena metoda ICAO menganggap jalur lintasan untuk masing-masing pesawat udara adalah sama atau dengan kata lain metoda ICAO tidak memperhatikan jalur lintasan pesawat udara. Analisis lebih lanjut menunjukkan, bahwa jika desain perkerasan yang diinginkan adalah sama dengan desain perkerasan di Bandar Udara Juanda, Surabaya (tebal struktur

49 perkerasan adalah 45 cm), maka hasil desain perkerasannya dapat dilihat pada Tabel IV.8 dan Tabel IV.9. Tabel IV.8 terlihat desain perkerasan diperoleh 45 cm, dengan cara nilai k ditingkatkan menjadi 134 MN/m 3 atau modulus rupture (MR 90 ) ditingkatkan dari 4.859 menjadi 5.534 MPa. Tabel IV.8 Desain perkerasan dengan perubahan MR 90 dan k (Fk = 1.36) Tabel IV.9 memperlihatkan perubahan faktor keamanan (Fk) dari 1.36 menjadi 1.20 jika desain pekerasan yang dinginkan 45 cm sesuai dengan data desain. Tabel IV.9 Desain perkerasan dengan perubahan faktor keamanan (Fk = 1.20, MR 90 = 4.859 MPa, k = 80 MN/m 3 )

50 Tabel IV.10 Rekapitulasi hasil desain perkerasan menggunakan metoda ICAO Seperti terlihat pada Tabel IV.10, bahwa metoda ICAO untuk desain perkerasan mengggunakan faktor keamanan 1.20. Faktor keamanan 1.20 sesuai dengan data desain yaitu nilai k = 80 MN/m 3 dan MR 90 = 4.859 MPa. Hasil desain perkerasan menggunakan metoda ICAO menunjukkan, bahwa pesawat udara A-330 merupakan pesawat udara desain yang memerlukan tebal paling besar dan tegangan lentur terbesar. IV.3.2 Metoda FAA Dalam desain perkerasan kaku menggunakan metoda FAA, perhitungan volume lalu lintas pesawat udara didasarkan pada keberangkatan tahunan ekivalen (annual departure ekivalen). Annual departure ekivalen dihitung menggunakan persamaan rumus (2.13). Metoda FAA memperhitungkan pengaruh pesawat udara berbadan lebar (wide body). Seperti telah dijelaskan sebelumnya di Bab II, bahwa metoda FAA menghitung beban pesawat udara diasumsikan 95 % gross weight dipikul oleh main gear dan 5 % dipikul oleh nose gear, FAA tidak menghitung beban di main gear sesuai dengan % main gear dari pesawat udara itu sendiri dan tire pressure diasumsikan 1.38 MPa. Metoda FAA berbeda dengan metoda ICAO dan PCA dalam perhitungan % main gear. Jarak dual tandem yang digunakan metoda FAA diasumsikan 0,76 untuk pesawat udara berbadan lebar. Annual departure ekivalen metoda FAA dapat dilihat pada Tabel IV.6. Desain perkerasan menggunakan metoda FAA dilakukan pada masing-masing pesawat udara yang dianalisis. Untuk memperoleh pesawat udara desain, maka tebal perkerasan adalah tebal yang paling besar dari pesawat udara yang dianalisis. Pesawat udara yang digunakan sebagai contoh pada Gambar IV.10 adalah pesawat udara A330 yang memiliki nilai MTOW

51 212.000 kg dan k = 80 MN/m3. Hasil perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen untuk pesawat udara A330 yang diperoleh dari Tabel IV.6 yaitu 2812 diplot ke Gambar IV.10, sehingga diperoleh tebal perkerasan 45 cm. Nilai tebal ini diperoleh dari ekstrapolasi sebagai berikut : dilakukan ekstrapolasi untuk MTOW 181440 kg (annual departure 1200 dan 3000 diperoleh nilai H=38.60 dan 41.15 cm) dan 172368 kg (annual departure 1200 dan 3000 diperoleh nilai H=37.85 dan 39.88 cm). Dari ekstrapolasi tersebut diperoleh tebal perkerasan 45 cm (annual departure ekivalen = 2801). Proses desain perkerasan, dilakukan seperti pada Gambar IV.10. Gambar IV.10, faktor keamanan yang digunakan adalah 1.13 dan jika annual departure ekivalen lebih besar dari 25000, maka digunakan Tabel II.5 untuk menambahkan tebal yang telah diperoleh dari Gambar IV.10. Gambar IV.10 juga memperlihatkan pengaruh nilai k dan MTOW terhadap desain perkerasan. Gambar IV.10 Kurva desain perkerasan kaku dual tandem gear Kurva desain pada Gambar IV.10 digunakan untuk critical pavement area. Kurva desain lebih lengkap diberikan di lampiran F. Hasil desain perkerasan diperlihatkan pada Tabel IV.11.

52 Tabel IV.11 Ringkasan hasil desain perkerasan metoda FAA (Fk = 1.13) Tabel IV.11 menunjukkan bahwa pesawat udara A330 dengan gear type dual tandem menghasilkan tebal yang paling tebal dibandingkan dengan jenis pesawat udara lainnya. Desain struktur perkerasan kaku dengan metoda FAA, diperoleh pesawat udara desain adalah pesawat udara A-330 dengan tebal 45 cm dengan faktor keamanan 1.13 dan tegangan lentur 2,951 MPa. IV.3.3 Metoda PCA Metoda PCA merupakan metoda desain perkerasan yang didasarkan pada kriteria retak lelah (fatigue). Proses desain struktur perkerasan kaku yang didasarkan pada kriteria retak lelah dengan menggunakan program Airfield pada dasarnya harus dilakukan untuk setiap jalur lintasan roda pesawat udara yang beroperasi. Metoda PCA memperhitungkan jalur lintasan roda pada masing-masing pesawat udara yang beroperasi di bandar udara tersebut. Tabel IV.12, struktur perkerasan didesain menggunakan program Airfield dengan tebal 45 cm dan faktor keamanan yang digunakan adalah 1.36. Tabel IV.12 juga memperlihatkan ringkasan hasil perhitungan tegangan lentur (σ L ), jumlah repetisi beban yang diijinkan (N ijin ), total kerusakan dan masa layan kritis (n) untuk 17 jalur lintasan roda pesawat udara yang sedang dianalisis.

53 Tabel IV.12 Ringkasan hasil desain perkerasan metoda PCA dengan faktor keamanan (1.36) Terlihat pada Tabel IV.12, bahwa total kerusakan terbesar (88.024%) dan masa layan kritis terkecil (n = 22.721 tahun) dihasilkan pada jalur lintasan roda A-330. Hasil ini berbeda dengan perkiraan awal yang biasa dibuat, bahwa jalur desain kritis terjadi pada jalur lintasan roda B747-300 yang merupakan pesawat udara terberat (MTOW = 377.8 ton), atau terjadi pada jalur lintasan roda B737-200 yang merupakan pesawat udara yang paling banyak beroperasi pada struktur perkerasan ini (volume keberangkatan = 12262 pesawat/tahun). Namun demikian, hasil ini sebenarnya tetap konsisten dengan teori kerusakan retak lelah yang didasarkan pada tegangan lentur, karena pesawat udara desain A-330 ternyata memberikan tegangan lentur yang paling besar (σ L = 2.468 MPa). Sedangkan, tegangan lentur yang diakibatkan oleh pesawat udara B747-300 dan B737-200 masing-masing adalah 1.890 MPa dan 1.281 MPa. Dengan kata lain, perkiraan jalur desain kritis dapat juga didasarkan pada tegangan lentur terbesar yang mungkin terjadi di dalam struktur perkerasan. Data berat total (MTOW) dan data volume keberangkatan tahunan (annual departure) pesawat udara, langsung dapat diketahui pada saat awal proses desain, sedangkan tegangan lentur yang terjadi di dalam struktur perkerasan baru dapat diketahui setelah proses desain dilakukan. Oleh karena itu, sebagai alternatif, perkiraan jalur desain kritis dapat dilakukan terlebih dahulu berdasarkan data beban pada masing-masing roda pesawat udara sebagai ganti dari data berat total pesawat udara (MTOW) yang sebelumnya biasa digunakan. Juga terlihat pada Tabel IV.12, bahwa perbedaan masa layan kritis (n) pada jalur lintasan roda

54 rata-rata dari keempat pesawat udara berbadan lebar (B747-300, B767-200, A-330 dan A-310) yang memiliki konfigurasi sumbu roda DDT atau DT terlihat tidak terlalu besar. Masa layan kritis pada jalur lintasan roda rata-rata dari pesawat udara besar lainnya dengan konfigurasi sumbu roda D atau S, relatif jauh lebih besar dan tidak menentukan. Analisis beban lalu lintas pesawat udara campuran harus dilakukan, khususnya jika jenis pesawat udara berbadan lebar (wide body) yang diperkirakan akan beroperasi lebih bervariasi dan volume pergerakannya masing-masing relatif besar. Selain itu, analisis beban lalu lintas pesawat udara campuran dapat lebih detail dalam menentukan posisi jalur desain kritis, seperti diperlihatkan pada Gambar IV.10, kurva kerusakan retak lelah dihitung untuk setiap pertambahan 1 cm jalur lintasan roda pesawat udara. Terlihat pada Gambar IV.11, bahwa posisi jalur desain kritis (S L = 1066 cm) tidak tepat sama dengan posisi jalur lintasan roda rata-rata dari pesawat udara desain A-330 (S L = 1070 cm). Pergeseran jalur desain kritis ini sekali lagi mencerminkan pengaruh dari beban lalu lintas pesawat udara campuran terhadap kerusakan struktur perkerasan yang terjadi. Gambar IV.11 Posisi jalur desain kritis Pengaruh dari masing-masing jenis pesawat udara terhadap kerusakan struktur perkerasan pada jalur desain kritis diperlihatkan secara rinci pada Gambar IV.12 yang diplotkan bersamaan dengan data volume keberangkatan tahunan. Pengaruh dari pesawat udara desain A-330 terlihat sangat dominan (97.52 %). Sedangkan, pengaruh dari pesawat udara

55 B737-200 yang paling banyak beroperasi pada struktur perkerasan ini hanya 0.03 % dan pengaruh dari pesawat udara B747-300 yang terberat juga hanya 1.59 % saja. Gambar IV.12 Kontribusi kerusakan terhadap volume keberangkatan tahunan Perbedaan tingkat kerusakan struktur perkerasan yang diakibatkan oleh setiap jenis pesawat udara, selain dipengaruhi oleh volume pergerakan, juga merupakan fungsi dari tegangan lentur yang terjadi. Pesawat udara B747-300 yang terberat, misalnya, memiliki konfigurasi sumbu roda DDT sehingga cukup efektif untuk mendistribusikan beban ke masing-masing roda dan mereduksi tegangan lentur yang terjadi. Hal menarik lain yang telah dilakukan adalah menganalisis pengaruh dari asumsi nilai LRF terhadap masa layan kritis struktur perkerasan. Nilai LRF dapat diwakili dengan deviasi standar (σ) dari distribusi jalur lintasan roda pesawat udara. Masa layan kritis (n = 22.721 tahun) yang telah diperoleh dari contoh desain struktur perkerasan pada Tabel IV.12, menggunakan nilai σ = 121.92 cm. Memperkecil nilai σ menjadi 60.96 cm akan memperpendek masa layan kritis menjadi 12.266 tahun saja. Sebaliknya, memperbesar nilai σ menjadi 243.84 cm akan memperpanjang masa layan kritis menjadi 43.447 tahun. Hasil analisis ini mengindikasikan, bahwa nilai σ yang biasanya diasumsikan pada saat proses desain perlu ditinjau kembali di lapangan pada saat kegiatan rutin evaluasi struktur perkerasan dilaksanakan.

56 Hasil analisis menunjukkan, bahwa faktor keamanan saling berbeda antara metoda ICAO, FAA dan PCA. Faktor keamanan metoda ICAO 1.20, FAA 1.13 dan PCA 1.36. Faktor keamanan yang digunakan tersebut menunjukkan hasil desain perkerasan yang sama yaitu 45 cm. Faktor keamanan tidak harus disamakan antara ketiga metoda tersebut karena proses desain perkerasan saling berbeda. Hasil desain perkerasan untuk ketiga metoda desain dapat di lihat pada Tabel IV.13. Tabel IV.13 Hasil desain perkerasan ICAO, FAA, PCA IV.4 Analisis Sensitivitas Parameter Desain Analisis Sensitivitas parameter desain terhadap hasil desain, dilakukan dengan menggunakan program Airfield. Parameter-parameter desain yang dianalisis yaitu : analisis sensitivitas modulus subgrade reaction (k), analisis sensitivitas modulus of rupture (MR), analisis modulus sensitivitas elastis (E), analisis sensitivitas poisson ratio (μ), analisis sensitivitas rotation angle dan pass to coverage ratio. Penggunaan program Airfield untuk analisis sensitivitas diperlihatkan pada Gambar IV.13. Seperti terlihat pada Gambar IV.13, analisis sensitivitas dilakukan pada pesawat udara desain A-330 dengan MTOW 212000 kg. Data input yang dibutuhkan adalah MTOW, % weight on main gear legs, tyre pressure, number of wheels on one leg, E, poisson ratio, type of aircraft, wheel gear configuration, dan number of main gear legs. Hasil output yang dihasilkan dari program Airfield adalah contact area, pavement thickness, radius relative stiffness, koordinat x max dan y max, maximum rotation, maximum stress dan nilai ACN. Hasil analisis sensitivitas k, MR, E, μ dan pass to coverage ratio diperlihatkan pada Gambar IV.14.

57 Gambar IV.13 Penggunaan program Airfield untuk analisis sensitivitas Gambar IV.14 Analisis sensitivitas k, MR, E, μ dan pass to coverage ratio

58 Seperti terlihat pada Gambar IV.14, bahwa perubahan nilai k, MR dan pass to coverage ratio berbanding terbalik terhadap perubahan tebal perkerasan kaku. Peningkatan nilai k, MR dan pass to coverage ratio hingga 20 % menyebabkan tebal perkerasan kaku menurun, masingmasing menjadi 0.18, 0.75, 0.22 (%perubahan ketebalan / %perubahan parameter desain). Sedangkan nilai μ dan E berbanding lurus terhadap tebal perkerasan kaku. Peningkatan nilai μ dan E hingga 20 % menyebabkan tebal perkerasan kaku meningkat masing-masing adalah 0.18 dan 0.01 (%perubahan ketebalan / %perubahan parameter desain). Analisis lebih lanjut, pesawat udara dianalisis terhadap posisi roda pendaratan mulai dari 0 derajat sampai dengan 80 derajat. Hasil putaran roda pesawat udara menghasilkan tegangan yang terjadi akibat posisi roda tersebut. Hasil hubungan tegangan dan posisi roda pesawat udara dapat dilihat pada Gambar IV.15. Gambar IV.15 Kurva hubungan posisi roda pendaratan dengan tegangan Gambar IV.15 menunjukkan bahwa tegangan akan makin besar jika posisi roda pendaratan berada antara 0 derajat sampai dengan 50 derajat, terlihat perubahan tegangan dari 1,596 Mpa hingga mencapai 1,838 MPa. Tetapi bila putaran sudut roda pendaratan di atas 60 derajat maka nilai tegangan akan kembali menurun.