TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

HASIL DAN BAHASAN. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai akhir tahap pendederan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan nila

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Merah Oreochromis sp.

PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PERENDAMAN LARVA TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL DAN PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH Oreochromis sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium

DIFERENSIASI KELAMIN TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR

SEKS REVERSAL IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) MELALUI PERENDAMAN LARVA MENGGUNAKAN AROMATASE INHIBITOR

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang rendah, sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi 2004

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PAKAN BUATAN TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL IKAN NILA MERAH Oreochromis sp.

BREEDING PROGRAM PRODUKSI NILA KELAMIN JANTAN DI BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR (BBAT) SUKABUMI ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun

PERFORMA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HASIL SEX REVERSAL, GENETICALLY MALE DAN YY PADA FASE PENDEDERAN PERTAMA

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

H. Arfah dan O. Carman. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680

PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI PAKAN AROMATASE INHIBITOR PADA TAHAP PEMBESARAN

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO

Maskulinisasi pada ikan nila merah (Oreochromis sp.) menggunakan bahan alami resin lebah melalui pakan buatan

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN :

TINJAUAN PUSTAKA Sex Reversal dan Diferensiasi Kelamin

HASIL DAN PEMBAHASAN

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila ( Oreochromis niloticus

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C

EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata Peters)

I. PENDAHULUAN. banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat. Dapat dikatakan lebih lanjut

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (1): ISSN: FEMINISASI NILA (GIFT), Oreochromis sp. MENGGUNAKAN HORMON ESTRADIOL 17-β

Pengaruh Pemberian 17α Metiltestosteron Secara Oral Terhadap Maskulinisasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Menggunakan Jantan Fungsional

BAB II KAJIAN PUSTAKA

S. Purwati, O. Carman & M. Zairin Jr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN SUHU DAN DOSIS PROPOLIS YANG BERBEDA TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia reticulata)

Efektivitas Pemberian Aromatase Inhibitor dan 17α-Metiltestosteron Melalui Pakan Dalam Produksi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Jantan

The Effect of Sex Reversal Using 17 α-metiltestosteron Hormones Toward The Color Intensity of Male XX and Male XY of Figting Fish (Betta sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi atau klasifikasi ikan cupang menurut Sugandy (2001), yaitu : : Actinopterygii. : Perciformes.

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) TAHAP VERIFIKASI JANTAN FUNGSIONAL (XX)

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN :

PENGARUH LAMA PERENDAMAN INDUK DI DALAM AROMATASE INHIBITOR TERHADAP PROPORSI KELAMIN ANAK IKAN GAPI Poecilia reticulata Peters INKA DEVANNA

PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN NILA JANTAN

JURNAL. PRODUKSI IKAN NILA MERAH (Orechromis niloticus) JANTAN MENGGUNAKAN MADU LEBAH HUTAN. Disusun oleh: Martinus Andri H

SEKS REVERSAL PADA IKAN TETRA KONGO STADIA LARVA Sex Reversal on Congo Tetra Fish (Micraleptus intterruptus ) Larvae

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA COCO REVERSE: APLIKASI AIR KELAPA DALAM PRODUKSI POPULASI MONOSEKS JANTAN IKAN NILA MERAH

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

Alih kelamin jantan ikan nila menggunakan 17α-metiltestosteron melalui pakan dan peningkatan suhu

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

PENGGUNAAN MADU DALAM PRODUKSI IKAN GUPPY JANTAN (Poecillia reticulata)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

MASKULINISASI IKAN CUPANG (Betta splendens) MELALUI PERENDAMAN EMBRIO DALAM EKSTRAK PURWOCENG (Pimpinella alpina) ASEP BULKINI

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

UJI KETURUNAN JANTAN HASIL PENGALIHAN KELAMIN PADA IKAN NILEM (Osteochilus hasselti C.V)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL KEPADA LARVA IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) TERHADAP NISBAH KELAMINNYA

AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan 1 Volume 2. Agustus Edisi 1 ISSN

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

SEX REVERSAL IKAN NILA MENGGUNAKAN MADU DAN ANALISIS EKSPRESI GEN AROMATASE ENY HERIYATI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

The aplications of honey for sex reversal of tilapia (Oreochromis niloticus)

PEMBERIAN 17α -METILTESTOSTERON MELALUI PAKAN MENINGKATKAN PERSENTASE KELAMIN JANTAN LOBSTER AIR TAWAR Cherax quadricarinatus

PEMANFAATAN EKSTRAK STEROID ASAL JEROAN TERIPANG UNTUK SEX REVERSAL PADA IKAN GAPI

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

EFEKTIFITAS EKSTRAK TERIPANG PASIR YANG TELAH DIFORMULASIKAN TERHADAP MASKULINISASI UDANG GALAH HARYO TRIAJIE

PENGARUH UMUR PADA WAKTU PERENDAMAN MADU TERHADAP KEBERHASILAN MASKULINISASI LARVA IKAN NILA GIFT (Genetic Inprovement of Farmed Tilapias)

PERIKANAN BUDIDAYA: PENGANTAR. Oleh: M.Husni Amarullah. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

MASKULINISASI IKAN GUPPY

EFEKTIVITAS EKSTRAK TEPUNG TESTIS SAPI DALAM ALIH KELAMIN IKAN NILA, Oreochromis niloticus L. MELALUI TEKNIK PERENDAMAN ANDRI ISKANDAR

BAB III BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

The effect of different acriflavine doses and immersion times on male sex reversal of bagrid catfish (Hemibagrus nemurus)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh perendaman dosis hormon methyl testosteron berbeda terhadap sintasan hidup dan pertumbuhan larva ikan nila, Oreochromis niloticus

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta splendens) yang Berumur 5 Hari dengan Hormon 17α-Metiltestosteron terhadap Keberhasilan Monosex Jantan

SEX REVERSAL PADA IKAN NILA MERAH Oreochromis sp. MELALUI PEMBERIAN PROPOLIS YANG DICAMPUR DALAM PAKAN BUATAN DEDI ANWAR SIPAYUNG

Transkripsi:

6 TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk dalam family Chiclidae. Ciri yang spesifik pada ikan nila adalah adanya garis vertikal berwarna gelap di tubuh berjumlah 6-9 buah dan di sirip ekor sebanyak 6-7 buah. Garis-garis tersebut juga ditemui di sirip punggung dan sirip dubur (Trewavas 1983). Gambar 1. Ikan nila dewasa Dilihat dari ciri kelamin primer, ikan nila jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan jumlah lubang di sekitar anus. Pada ikan nila jantan terdapat 2 lubang yaitu lubang anus dan lubang urogenital, sedangkan pada ikan nila betina terdapat 3 lubang yaitu lubang anus, lubang ureter dan lubang genital. Ciri kelamin sekunder biasanya ditunjukkan dengan ukuran ikan jantan yang lebih besar dibanding dengan ikan betina (Rokhmulyenti 2003). Pada ikan nila terdapat fenomena sexual dimorphism, yaitu suatu kondisi yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan nila jantan lebih cepat dibandingkan dengan ikan betina. Popma dan Masser (1999) menyebutkan bahwa laju pertumbuhan ikan nila jantan 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila betina. Ditambahkan oleh Griffin (2005) bahwa selain tumbuh lebih cepat, nila i rasio konversi pakan ikan nila jantan juga lebih baik dibanding ikan nila betina. Beberapa penelitian lainnya juga melaporkan bahwa budidaya ikan nila tunggal kelamin jantan menghasilkan produksi yang lebih baik dengan waktu panen yang

7 lebih cepat (Rakocy & McGinty 1989; Tave 1993; Mair et al. 1995; Tave 1996; Chapman 2000; Dunham 2004; Gustiano 2006). Kematangan seksual pada ikan nila dipengaruhi oleh umur, ukuran dan kondisi lingkungan. Populasi ikan nila yang berada pada perairan yang luas mencapai kematangan lebih lambat dibandingkan yang dipelihara di kolam. Sebagai gambaran, ikan nila pada beberapa danau di Afrika Timur matang kelamin pada umur 10-12 bulan pada ukuran 350-500 g. Jika dipelihara di kolam budidaya dengan kondisi optimal, ikan ini akan mencapai kematangan kelamin pada umur 5-6 bulan dengan ukuran 150-200 g, tetapi jika kondisi kolam budidaya tidak optimal, usia kematangan akan lebih lama sekitar 1-2 bulan tetapi akan memijah pada ukuran yang lebih kecil yaitu sekitar 20 g (Popma & Masser 1999). Determinasi dan diferensiasi kelamin Jenis kelamin individu ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Secara genetik, jenis kelamin ditentukan oleh kromosom dan sudah ditentukan sejak terjadinya proses pembuahan (Maty 1985). Yamamoto (1969) menyatakan jika faktor jantan lebih dominan daripada faktor betina maka zigot akan tumbuh dan berkembang menjadi jantan, demikian pula sebaliknya. Proses diferensiasi merupakan proses perkembangan gonad menjadi jaringan definitif. Hunter dan Donaldson (1983) menjelaskan bahwa proses ini terdiri dari serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin genotipe terekspresi menjadi kelamin fenotipe. Diferensiasi kelamin merupakan proses yang relatif labil khususnya diferensiasi kelamin pada ikan dibanding vertebrata yang lebih tinggi. Kondisi ini memungkinkan untuk dilakukannya rekayasa kelamin. Periode labil ini dapat digambarkan melalui studi histologi pada saat diferensiasi kelamin. Beberapa hasil studi yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa terdapat 2 kelompok utama proses diferensiasi kelamin yang terjadi pada ikan teleostei (bertulang keras). Kelompok pertama adalah spesies yang berdiferensiasi pada saat menetas dan berakhir selama waktu yang relatif pendek, yaitu 10-40 hari. Kelompok kedua adalah spesies yang berdiferensiasi mulai pada tahap akhir

8 juvenil dan berakhir selama periode 150-500 hari (Yamazaki 1983; Shelton & Jensen 1979, diacu dalam Pandian & Sheela 1995). Walaupun determinasi kelamin individu pada awalnya ditentukan oleh genom individu tersebut, tetapi pengalihan dari kelamin genotipe ke kelamin fenotipe dilakukan melalui mekanisme biokimia yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan (Chan & Yeung 1983). Ditambahkan oleh Dunham (1990) bahwa meskipun jenis kelamin genotipe ditentukan pada saat terjadinya fertilisasi, tetapi penetuan jenis kelamin fenotipe dipengaruhi oleh perkembangan individu tersebut. Jika selama perkembangan individu tersebut diintervensi dengan bahanbahan tertentu, misalnya hormon androgen atau estrogen, maka perkembangan gonad dapat berlangsung secara berlawanan dengan yang seharusnya. Sex reversal Sex reversal merupakan suatu teknik untuk mengubah jenis kelamin secara buatan dari ikan jantan menjadi betina atau sebaliknya. Borg (1994) menyatakan bahwa sex reversal merupakan teknik pembalikan jenis kelamin pada saat diferensiasi kelamin, yaitu pada saat otak dan embrio masih berada pada keadaan bi-potential dalam pembentukan kelamin secara fenotipe (morfologis, tingkah laku dan fungsi). Hal ini dijelaskan pula oleh Yamamoto (1969) bahwa perubahan kelamin secara buatan akan sempurna jika dilakukan pada saat mulainya proses diferensiasi kelamin dan berlanjut sampai diferensiasi kelamin terjadi. Hormon steroid Salah satu teknik sex reversal adalah dengan memberikan hormon steroid pada fase labil kelamin. Pada beberapa spesies ikan jenis teleost gonochoristic, fisiologi kelamin dapat dengan mudah dimanipulasi melalui pemberian hormon steroid (Piferrer et al. 1994). Nagy et al. (1981) menjelaskan bahwa keberhasilan manipulasi kelamin pada ikan menggunakan hormon dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan umur ikan, dosis hormon, lama waktu dan cara pemberian hormon serta lingkungan tempat pemberian hormon dilakukan. Ditekankan oleh Hunter dan Donaldson (1983) bahwa keberhasilan pemberian

9 hormon sangat tergantung pada interval waktu perkembangan gonad, yaitu pada saat gonad dalam keadaan labil sehingga mudah dipengaruhi oleh hormon. Hormon steroid yang dihasilkan oleh jaringan steroidogenik pada gonad terdiri atas hormon androgen untuk maskulinisasi, estrogen untuk feminisasi dan progestin yang berhubungan dengan proses kehamilan (Hadley 1992). Namun, pada tahap perkembangan gonad belum terdiferensiasi menjadi jantan atau betina, hormon steroid belum terbentuk sehingga pembentukan gonad dapat diarahkan dengan menggunakan hormon steroid sintetik (Hunter & Donaldson 1983). Salah satu jenis hormon steroid sintetik yang banyak digunakan untuk proses sex reversal pada ikan, khususnya ikan nila, adalah hormon 17a-methyltestosterone (mt). Hormon 17a-mt merupakan hormon androgen yang bersifat stabil dan mudah dalam penanganan (Yamazaki 1983). Pemberiannya dapat dilakukan secara oral (Misnawati 1997), perendaman embrio alevin maupun larva (Laining 1995) maupun implantasi dan injeksi (Mirza & Shelton 1988). Aromatase dan Aromatase Inhibitor Selain dengan pemberian hormon steroid, diferensiasi kelamin juga dipengaruhi oleh ekspresi dari gen yang menghasilkan enzim aromatase (Patino 1997). Aromatase adalah enzim cytochrome P-450 yang mengkatalis perubahan dari androgen menjadi estrogen. Aktivitas enzim aromatase terbatas pada daerah dengan target estradiol dan berfungsi untuk mengatur jenis kelamin, reproduksi dan tingkah laku (Callard et al. 1990). Ada 2 bentuk gen aromatase pada ikan yaitu aromatase otak dan aromatase ovari. Aromatase otak berperan sebagai pengatur perilaku sex spesifik pada mamalia dan burung (Schlinger & Callard 1990, diacu dalam Melo & Ramsdell 2001) dan juga mengatur reproduksi pada ikan (Pasmanik et al. 1988, diacu dalam Melo & Ramsdell 2001). Aktivitas enzim aromatase pada otak teleostei 100-1000 kali lebih tinggi dibanding pada mamalia. Aktivitas enzim aromatase ovari kurang dari 1/10 kali aktivitas enzim aromatase otak (Gelinas & Callard 1993, diacu dalam Tchaudakova & Callard 1998). Fungsi cytocrome P-450 pada determinasi jenis kelamin telah teruji karena merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam proses aromatisasi dari androstenedione menjadi estrone atau testosterone menjadi estradiol-17ß

10 (Jeyasuria et al. 1986, diacu dalam Kwon et al. 2000). Aktivitas enzim aromatase berkorelasi dengan struktur gonad, yaitu larva dengan aktivitas aromatase rendah akan mengarah pada terbentuknya testis, sedangkan aktivitas aromatase yang tinggi akan mengarah pada terbentuknya ovari (Sever et al. 1999). Pada ikan tilapia, sel yang memproduksi enzim aromatase positif terdapat pada gonad XX berumur 7 hari setelah menetas. Aromatase ini penting bagi sintes is estrogen yang selanjutnya akan mempengaruhi penentuan jenis kelamin. Aromatase diekspresikan pada gonad XX 10 hari sampai dengan 2 minggu sebelum diferensiasi ovari (Brodie 1991). Selain pada genotipe XX, aktivitas enzim aromatase juga terdeteksi pada genotipe XY dengan tingkat yang lebih rendah (D Cotta et al. 2001). Aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat kerja enzim aromatase dalam sintesis estrogen. Adanya penghambatan ini mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah kepada tidak aktifnya transkripsi gen aromatase sebagai feedback-nya (Sever et al. 1999). Penurunan rasio estrogen terhadap androgen menyebabkan terjadinya perubahan penampakan dari betina menjadi menyerupai jantan, dengan kata lain terjadi maskulinisasi karakteristik seksual sekunder (Davis et al. 1990). Secara umum, aromatase inhibitor menghambat aktivitas enzim melalui 2 cara, yaitu dengan menghambat proses transkripsi gen aromatase sehingga mrna tidak terbentuk dan sebagai konsekuensinya enzim aromatase tidak ada (Sever et al. 1999). Cara kedua adalah melalui cara bersaing dengan substrat selain testosterone sehingga aktivitas enzim aromatase tidak berjalan (Brodie 1991). Pada beberapa spesies, penghambatan aromatase menyebabkan pengaruh maskulinisasi sama seperti pengaruh androgen (Kwon et al. 2000). Pada ikan salmon, penambahan aromatase inhibitor jenis imidazole mampu menghasilkan jantan fungsional sebesar 20% melalui perendaman telur selama 2 jam dengan dosis 10 mg/liter (Piferrer et al. 1994). Pada ikan nilem, perendaman telur selama 4 jam dengan dosis 45 mg/liter mampu menghasilkan 84,83% anakan berkelamin jantan (Wijayanti 2002). Pada ikan nila merah, perendaman embrio dengan dosis 30 mg/liter menghasilkan anakan berkelamin jantan sebesar 82,22% (Wulansari 2002), bahkan hasil penelitian Kwon et al. (2000) mendapatkan hasil populasi

11 ikan nila hampir 100% jantan melalui penambahan aromatase inhibitor jenis fadrozole pada pakan dengan dosis 400 dan 500 mg/kg pakan. Genetically Male Tilapia Genetically Male Tilapia (GMT) diperoleh dengan mengawinkan ikan nila jantan super (supermale) yang bergenotipe YY dangan induk betina normal yang bergenotipe XX. Perkawinan antara jantan super dengan betina normal diperkirakan akan menghasilkan keturunan 100% berkelamin jantan jika sistem determinasi kelamin dari spesies tersebut hanya melibatkan kromosom kelamin X dan Y (Mair et al. 1997). Namun dalam perkembangan lebih lanjut, diferensiasi kelamin ikan tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, photoperiod, salinitas dan kepadatan. Selain itu, diferensiasi kelamin ikan juga dipengaruhi oleh adanya interaksi antara faktor genetik dan lingkungan (Tave 1993). Secara umum, pembentukan ikan nila jantan super dilakukan melalui suatu proses yang cukup panjang. Pada awal pembentukannya, benih ikan nila normal diberi hormon estrogen untuk mendapatkan induk betina fungsional bergenotipe XY. Kepastian induk betina fungsional tersebut dilakukan melalui uji anakan (progeny). Setelah didapatkan induk betina fungsional bergenotipe XY kemudian dikawinkan dengan induk jantan normal bergenotipe XY. Secara teori, anakan yang dihasilkan akan terdistribusi sebanyak 25% berkelamin betina (genotipe XX), 50% berkelamin jantan (genotipe XY) dan 25% berkelamin jantan (genotipe YY). Untuk mengidentifikasi genotipe individu, anakan dipelihara sampai tahap induk, kemudian dilakukan uji anakan (progeny) kedua. Uji anakan ini ditujukan untuk mendapatkan induk jantan bergenotipe YY yang dicirikan dengan anakannya yang 100% berkelamin jantan. Selanjutnya jika induk-induk jantan bergenotipe YY tersebut dikawinkan dengan induk-induk betina normal (genotipe XX) akan menghasilkan anakan 100% bergenotipe XY (Genetically Male Tilapia) (Tave 1993).