BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunitas merupakan daya tahan tubuh. Sistem imun adalah jaringan dalam

Informasi penyakit ISPA

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci: Pengetahuan, KIPI

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istlah ISPA yang benar merupakan singkatan dari Infeksi Saluran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

SATUAN ACARA PENYULUHAN IMUNISASI

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

DAN INFORMASI KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI MALANG 2011/2012

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare.

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,

Lalu, kekebalan seperti apa yang dimiliki bayi di bulan-bulan pertamanya?

Campak-Rubella (MR) Sayangi buah hati Anda dengan Imunisasi

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHITERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DESA BOGOARUM KECAMATAN PLAOSAN KABUPATEN MAGETAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan pada tahun 1990, kita telah mencapai status Universal Child

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2005). Imunisasi adalah

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

ASPEK MEDIS DAN KEAMANAN VAKSIN KOMBINASI PENTABIO. Dominicus Husada

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konsep dan Aplikasi Imunisasi. dr. Riska Yulinta Viandini

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

Manfaat imunisasi untuk bayi dan anak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organization (WHO) ISPA yaitu Penyakit infeksi akut

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Campak-Rubella (MR) Sayangi buah hati Anda dengan Imunisasi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut,

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

Kesehatan Anak - Aneka penyakit anak yg perlu diketahui semua ortu

Mengapa disebut sebagai flu babi?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

UPAYA PROMOSI DAN PREVENTIVE KESEHATAN BAYI DAN ANAK

Virus herpes merupakan virus ADN dengan rantai ganda yang kemudian disalin menjadi marn.

BAB I LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Defenisi Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan padanan dari istilah inggris acute respiratory infections. ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi atau bakteri, virus, maupun riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA adalah suatu kelompok penyakit sebagai penyebab angka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok penyakit lain ( Hood Alsagaff, 2002 ). ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut adalah suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Secara otomatis, ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran pernapasan bawah ( Anik, 2010 ). ISPA Atas ( Acute Upper Respiratory Infections) ISPA atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran tenggorokan atau pharingitis dan radang telinga atau otitis. Pharingitis yang disebabkan kuman tertentu (streptococcus hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (endokarditis) sedangkan radang telinga tengah yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian.

ISPA Bawah ( Acute Lower Respiratory Infections) Salah satu ISPA bawah yang berbahaya adalah pneumonia. 2. Etiologi ISPA yang disebabkan oleh bakteri biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophylus influenza ( Anik, 2010 ). ISPA yang disebabkan Virus merupakan penyebab terbesar ISPA. Infeksi virus memberikan gambaran klinik yang khas akan tetapi sebaliknya beberapa jenis virus bersama-sama dapat pula memberikan gambaran yang hampir sama ( Hood Alsagaff, 2002 ). Dalam Klinik dikenal 6 Gambaran Sindroma ISPA yang disebabkan Virus a. Sindroma Korisa (Coryzal/ Common Cold Syndrome) Sindrom ini ditandai dengan peningkatan sekresi hidung, bersin-bersin, hidung buntu, kadang-kadang disertai sekresi air mata dan konjungtivitis ringan. Sekresi hidung mula-mula cair kemudian mukoid dan selanjutnya menjadi purulen. b. Sindroma Faring (Pharyngeal Syndrome) Sindroma Faring yang menonjol adalah suara serak dan nyeri tenggorokan dengan derajat ringan sampai berat. Kadang bercak-bercak serta eksudasi berwarna didapatkan pada permukaan tonsil disertai pembesaran kelenjar di leher. Sering dijumpai penderita dengan batuk-batuk.

c. Sindroma Faringokonjungtiva Merupakan varian dari sindroma faring yang disebabkan oleh virus yang sama. Gejala klinik diawali dengan faringitis yang berat kemudian diikuti dengan konjungtivitis yang dapat berlangsung 1-2 minggu. d. Sindroma Influenza Sindroma influenza adalah gangguan fisik cukup berat, dengan gejala batuk, meriang, suhu badan meningkat, badan lemah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan. Gejala ini terjadi secara mendadak dan dengan cepat dapat menular ke semua anggota keluarga dalam satu rumah. e. Sindroma Herpangina Sindroma herpangina berupa vesikel-vesikel yang terdapat di dalam mulut dan faring. Vesikel ini kemudian mengalami ulserasi dengan tepi yang membengkak disertai nyeri tenggorokan, nyeri kepala dan panas badan. f. Sindroma Laringotrakeobronkitis obstruktif Akuta (Croup Syndrome) Sindrom ini ditandai dengan batuk-batuk, sesak napas yang disertai stridor inspirasi, sianosis serta gangguan-gangguan sistemik lain. Etiologi dan infeksi yang mempengaruhi terjadinya ISPA pada anak juga di pengaruhi oleh umur, ukuran, dan daya tahan tubuh. a. Umur Bayi umur di bawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yang rendah, karena fungsi pelindung dari antibodi ke ibuan. Infeksi meningkat pada umur 3-6 bulan, pada waktu ini antara hilangnya antibody keibuan dan produksi antibody bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan pada waktu balita dan prasekolah.

Pada waktu anak-anak berumur 5 tahun, infeksi pernafasan yang disebabkan virus akan berkurang frekuensinya. Beberapa agen virus membuat sakit ringan pada anak yang lebih tua tetapi menyebabkan sakit yang hebat di sistem pernafasan bagian bawah atau batuk asma pada balita. Sebagai contoh, batuk rejan secara relatif pada trakeabronkhitis tidak berbahaya pada masa kanak-kanak namun merupakan penyakit serius pada masa pertumbuhan. b. Ukuran Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi sistem pernafasan. Diameter saluran pernapasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan produksi sekresi. Disamping itu jarak antara struktur dalam sistem yang pendek pada anak-anak, walaupun organisme bergerak dengan cepat ke bawah sistem pernapasan yang mencakup secara luas. c. Daya Tahan Kemampuan untuk menahan organisme penyerang dipengaruhi banyak faktor. Kekurangan sistem kekebalan pada anak beresiko terinfeksi. Kondisi yang melemahkan pertahanan pada sistem pernafasan dan cenderung yang menginfeksi melibatkan alergi (seperti alergi rhinitis), asma, kelainan jantung yang disebabkan tersumbatnya paru-paru. 3. Tanda dan Gejala Secara umum yang sering di dapat adalah rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk- batuk dengan dahak kuning/putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu

badan meningkat antara 4-7 hari, disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah dan insomnia. Kadang-kadang dapat juga terjadi diare. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit ( Hood Alsagaff, 2002 ). 4. Penyebaran Infeksi Pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu: 1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk 2. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin 3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah di cemari jasad renik (hand to hand transmission) Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebaran virus ke daerah sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Dari beberapa penelitian klinik, laboratorium dan penelitian lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand merupakan modus yang terbesar bila di bandingkan dengan cara penularan aerogen (yang semula banyak di duga sebagai penyebab utama) ( Hood Alsagaff, 2002 ). 5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya ISPA Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku ( Anik, 2010 ).

1. Faktor Lingkungan a. Pencemaran udara dalam rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. b. Ventilasi Rumah Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. c. Kepadatan Hunian Rumah Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah. Satu orang minimal menempati luas rumah 8m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. 2. Faktor Individu Anak a. Umur anak Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia.

b. Berat Badan lahir Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi. c. Status Gizi Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktifitas dari si anak itu sendiri. Balita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA di bandingkan balita dengan gizi normal karena factor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama. d. Status imunisasi Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat di cegah dalam imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk menghindari faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang

mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat di harapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi DPT 6% kematian pneumonia dapat di cegah. 3. Faktor Perilaku Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab

bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang atau buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat. Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat di golongkan menjadi 3 kategori yaitu perawatan penunjang oleh ibu balita, tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan. 6. Pencegahan ISPA Karena banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA, maka terus dilakukan penelitian cara pencegahan ISPA yang efektif dan spesifik. Cara yang terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan DPT. Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pada balita dapat di cegah dan dengan imunisasi DPT 6% kematian dapat di cegah. Secara umum dapat dikatakan bahwa cara pencegahan ISPA adalah hidup sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara dan pemberian imunisasi lengkap ( Anik, 2010 ). 7. Usaha Yang di Lakukan Untuk Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita Berkaitan dengan ISPA Seperti halnya berbagai upaya kesehatan, pemberantasan ISPA dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan termasuk didalamnya petugas kesehatan bersama masyarakat. Dalam upaya penanggulangan ISPA, Departemen Kesehatan telah menyiapkan sarana kesehatan seperti puskesmas pembantu atau pustu, puskesmas, Rumah sakit, untuk mampu memberikan pelayanan penderita ISPA dengan tepat dan segera.

Teknologi yang pergunakan adalah teknologi tepat guna yaitu teknologi deteksi dini yang dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan. Pencegahan ISPA dilaksanakan melalui upaya peningkatan kesehatan seperti imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan pemukiman. Peningkatan pemerataan cakupan kualitas pelayanan kesehatan juga akan menekan morbiditas dan mortalitas ISPA. Peranan masyarakat juga sangat menentukan keberhasilan upaya penanggulangan ISPA. Yang penting adalah masyarakat memahami cara deteksi dini dan cara mendapatkan pertolongan. Akibat berbagai sebab, termasuk hambatan geografi, budaya dan ekonomi, pemerintah juga menggerakkan kegiatan masyarakat seperti posyandu, pos obat desa dan lain-lainny untuk membantu balita yang menderita batuk atau kesukaran bernafas yang tidak dibawa berobat sama sekali. Bagi masyarakat yang telah terjangkau dan telah memanfaatkan sarana kesehatan, perlu melaksanakan pengobatan dan nasehat yang diberikan oleh sarana atau tenaga kesehatan. Selanjutnya seluruh masyarakat perlu mempraktekkan cara hidup yang bersih dan sehat agar dapat terhindar dari berbagai penyakit termasuk ISPA ( Anik, 2010 ). B. Status imunisasi 1. Defenisi Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu ( Depkes RI, 1998 ). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap antigen sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit ( Ranuh, 2005 ).

2. Tujuan Imunisasi a. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang. b. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. c. Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu ( Hanum, 2010 ). 3. Manfaat Imunisasi a. Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian. b. Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. c. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara ( Hanum, 2010 ). 4. Jenis-jenis Imunisasi a. Imunisasi BCG (bacillus calmette-guerrin ) Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini berhasil maka setelah beberapa minggu di tempat

suntikan akan timbul benjolan kecil. Dengan cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas. b. Imunisasi DPT Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian imunisasi DPT sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan. Cara pemberian imunisasi melalui suntikanintar muskuler. Efek samping dari imunisasi ini hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit demam dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan agak nyeri dan pegal-pegal di daerah penyuntikan dan akan hilang sendiri dalam beberapa hari. c. Imunisasi Polio Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit polio yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes dan di berikan 4 kali dengan interval 4 minggu. d. Imunisasi Campak Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali yaitu pada usia 9 bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan.

e. Imunisasi Hepatitis B Merupakan imunisasi yang digunakan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit infeksi yang merusak hati. Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 kali dengan cara pemberian melalui intramuskuler.