STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN FENOMENA URBANISME PADA MASYARAKAT KOTA UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

PENDAHULUAN Latar Belakang

KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh:

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun

STUDI POLA RUANG ALIRAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI BANTEN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah/ kawasan perkotaan adalah lingkungan yang dimanfaatkan untuk

KAJIAN SISTEM AKTIVITAS DAN KERUANGAN WILAYAH BANDUNGAN DALAM UPAYA PENERAPAN KONSEP AGROPOLITAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 477

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo)

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

BAB II KETENTUAN UMUM

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

KAPASITAS KELEMBAGAAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR. Oleh: IMANDA JUNIFAR L2D005369

KETERKAITAN ANTARA KEMISKINAN PERKOTAAN DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI WILAYAH KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2008, juga tengah giat membangun daerahnya. Sebagai daerah yang masih

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

ANALISIS KONDISI DAN PENYEBAB DISPARITAS PEMANFAATAN RUANG KOTA PEKANBARU YANG TERPISAH OLEH SUNGAI SIAK TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG TERJADINYA KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN ARTERI PRIMER KAWASAN PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

POLA ALIRAN SUMBERDAYA UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN WILAYAH HINTERLAND (Studi Kasus : Pulau Semau, Propinsi Nusa Tenggara Timur) TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS BUDIDAYA PERIKANAN AIR TAWAR TERHADAP PERKEMBANGAN DESA JIMBARAN, KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D

IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI DI KOTA SEMARANG DAN DAERAH YANG BERBATASAN TUGAS AKHIR. Oleh: FAHRIAL FARID L2D

ALTERNATIF POLA HUBUNGAN KOTA TEGAL DALAM KONTEKS KAWASAN BREGAS TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

EVALUASI ALTERNATIF LOKASI PASAR INDUK SAYUR DI KOTA SURABAYA TUGAS AKHIR. Oleh: YANUAR RISTANTYO L2D

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

STUDI PENINGKATAN PELAYANAN OPERASIONAL PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA BANDA ACEH TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

FENOMENA PENGELOLAAN PRASARANA DI KAWASAN PERBATASAN

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

REDESAIN KAWASAN AGRO TARUBUDAYA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Organik

KARAKTERISTIK STRUKTUR RUANG INTERNAL KOTA DELANGGU SEBAGAI KOTA KECIL DI KORIDOR SURAKARTA - YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ALTERNATIF BENTUK PENATAAN WILAYAH DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN AKTIVITAS PELAYANAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR. Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.

PENGEMBANGAN TAMAN JURUG SEBAGAI KAWASAN WISATA DI SURAKARTA

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI MENDUT KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI

IDENTIFIKASI PERAN DAN MOTIVASI STAKE HOLDER DALAM PENYEDIAAN PRASARANA PERMUKIMAN DI WILAYAH PERBATASAN

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BUPATI MALUKU TENGGARA

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

EVALUASI SISTEM PERWILAYAHAN DI WILAYAH JOGLOSEMAR BERDASARKAN ASPEK SOSIO EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN NAMA RS JENIS KELAS ALAMAT JUMLAH TEMPAT TIDUR. Belum ditetapkan TOTAL 596. Sumber:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

KARAKTERISTIK BANGKITAN PERGERAKAN BARANG PADA GUNA LAHAN PERDAGANGAN KAYU GELONDONGAN DI KOTA JEPARA TUGAS AKHIR

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan pertumbuhan perekonomian akan turut meningkatkan peranan sektor transportasi dalam menunjang

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional menurut TAP. MPR No.IV/MPR/1999 adalah

STUDI PERBANDINGAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN KOTA TEGAL DAN KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. yang makin bertambah dan makin padat, bangunan-bangunannya yang semakin

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia

PENGARUH KEBERADAAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KECAMATAN CILEDUG TUGAS AKHIR. Oleh : Lisa Masitoh L2D

ARAHAN PERWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

Transkripsi:

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RICI SUSANTO L2D 099 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005

ABSTRAK Kota kecil memiliki peranan yang strategis dalam konteks pengembangan wilayah. Peranan kota kecil sangat erat kaitannya dengan konsep growth pole dan teori tempat pusat Christaller. Selain sebagai pusat administrasi, kota kecil merupakan pusat koleksi dan distribusi produk kawasan pedesaan khususnya komoditas pertanian untuk kemudian disalurkan ke daerah lain. Secara umum peranan kota kecil dalam pengembangan daerah perdesaan pada tiga peranan pokok yaitu sebagai pusat perdagangan, pusat penyerapan tenaga kerja dan sebagai pusat pelayanan(bajracharya: 2000, Mathur: 1982). Sedangkan dalam konteks sistem perkotaan, peranan kota lebih dilihat dari segi skala pelayanan masing-masing kota. Kota kecil dapat berkembang sebagai pusat pelayanan regional sedangkan lainnya merupakan pusat pelayanan lokal. Pada Kabupaten Semarang, permasalahan kota kecil pada sistem perkotaan perkotaan adalah tidak optimalnya pola pelayanan kota. Peranan kota pada sistem perkotaan di Kabupaten Semarang tidak sepenuhnya berkembang sesuai rencana. Tidak berkembangnya pusat pelayanan regional pada bagian barat menyebabkan pemusatan aktivitas pada bagian utara (Ungaran) dan Selatan (salatiga). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi peranan kota-kota kecil pada sistem perkotaan di sepanjang koridor jalan regional Kabupaten Semarang. Secara garis besar dalam penelitian ini digunakan beberapa pendekatan. Pendekatan deduktif digunakan untuk mengetahui kondisi masing-masing kota kecil. Pendekatan normatif untuk mengetahui kebijakan pengembangan kota-kota kecil pada sistem perkotaan di sepanjang koridor jalur regional di Kabupaten Semarang. Serta komparatif untuk membandingkan hasil penilaian terhadap kondisi eksisting kota-kota dengan kondisi ideal yang telah ditentukan dalam kebijakan tata ruang Kabupaten Semarang. Tahapan analisis yang digunakan meliputi analisis sistem perkotaan, analisis peranan perkotaan, dan analisis evaluasi peranan kota kecil. Analisis sistem perkotaan meliputi analisis distribusi ukuran kota, pola interaksi antarkota, serta pola hirarki kota. Sedangkan analisis peranan perkotaan dititikberatkan pada peranan kota sebagai pusat perdagangan, ketenagakerjaan serta pusat pelayanan. Terakhir analisis evaluasi peranan kota merupakan perbandinganantara peranan kota hasil temuan studi dengan peranan kota yang ditetapkan pada RTRW Kabupaten Semarang. Dari sudut pandang distribusi ukuran kota, ukuran kota tidak menunjukkan indikasi adanya urban primacy pada sistem perkotaan.ukuran kota pada sistem perkotaan sepanjang koridor jalan regional Kabupaten Semarang terdistribusi menurut kaidah rank size rule. Distribusi ukuran kota ini menunjukkan tersebarnnya aktivitas-aktivitas kota dalam sistem perkotaan sehingga aktivitas kota tidak terpusat pada beberapa simpul saja. Dalam sistem perkotaan sepanjang koridor jalan regional Kabupaten Semarang terdapat ketimpangan hirarki pelayan. Pusat pelayanan regional hanya tumbuh pada Kota Ungaran (Utara) dan Salatiga (Selatan), sedangkan pada bagian barat tidak terdapat pusat pelayanan regional. Karena hirarki kota berkenaan dengan pembagian wilayah pelayanan atau pemasaran bagi barang atau pelayanan perkotaan yang berbeda-beda (Yeates, tahun: 19), maka tidak berkembangnya pola hirarki kota ini menyebabkan sempurnanya pemenuhan pelayanan perkotaan pada bagian barat Kabupaten Semarang. Dari segi peranan kota ketimpangan terjadi dalam hal skala pelayanan. Kota Ambarawa belum mampu berkembang pusat kegiatan regional. Tidak berkembangnya Kota Ambarawa dipengaruhi oleh limitasi alam yang membatasi ketersediaan lahan terbangun. Ketersediaan kawasan terbangun diperlukan untuk pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung peranan kota. Hal ini yang menyebabkan Kota Ambarawa tidak berkembang menjadi kota hirarki kedua meskipun telah berperan sebagai pusat perdagangan regional bagi kawasan di sekitarnya. Berdasarkan temuan analisis dibutuhkan pengembangan pusat pelayanan skala regional pada bagian barat sistem perkotaan Kabupaten Semarang pusat pelayanan ini dapat terletak pada Kota Bawen atau Ambarawa. Baik Kota Bawen maupun Ambarawa memiliki letak yang strategis karena berada di tengah-tengah Kabupaten Semarang. Pada kedua kota ini juga dapat ditemui aktivitas berskala regional sebagai embrio pusat pelayanan regional. Pada Kota Ambarwa Pasar Projo merupakan pusat perdagangan regional sedangkan pada Kota Bawen terdapat Kantor Dinas Perhubungan dan Samsat Kabupaten Semarang yang merupakan pusat kegiatan adminitrasi berskala regional. Keywords: Sistem perkotaan, kota kecil, peranan kota.

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota kecil mempunyai peranan dan kedudukan yang strategis dalam pengembangan kawasan perdesaan. Kota kecil sebagai kota orde terendah merupakan jembatan penghubung antara kawasan perdesaan yang bersifat agraris dengan kota lain yang lebih besar. Kota kecil selain berfungsi sebagai pusat kegiatan administrasi juga merupakan pusat pengumpulan produksi kawasan perdesaan untuk kemudian disalurkan ke daerah lain. Produk kawasan perdesaan ini dapat berupa komoditas pertanian maupun hasil produksi rumah tangga. Kota kecil juga berperanan sebagai pusat distribusi informasi dan produk-produk manufaktur dari kota besar untuk didistribusikan pada kawasan perdesaan. Definisi kota kecil dapat diperoleh dengan mengetahui ukuran atau dimensi kota. Berdasarkan ukuran kependudukan, kota kecil merupakan kota dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 100.000 jiwa (Rondinelli, 1983). Sementara Jayadinata menyatakan bahwa kota kecil di Indonesia adalah kota yang memenuhi kriteria jumlah penduduk antara 50.000 hingga 100.000 jiwa jika berada pada Pulau Jawa atau 20.000 hingga 100.000 jiwa jika berada diluar Pulau Jawa. Selain dari segi jumlah penduduk menyebutkan karakteristik kota kecil adalah tingginya proposi mata pencaharian penduduk pada sektor pertanian, dan sektor lain yang masih berkaitan dengan sektor pertanian seperti perdagangan dan industri skala kecil (Rondinelli, 1983). Kota kecil memiliki peranan yang strategis dalam konteks pengembangan wilayah. Secara umum menurut peranan kota kecil dalam pengembangan wilayah antara lain adalah(mathur, 1982): Mencegah terjadinya urban primacy. Memfasilitasi perkembangan metropolitan melalui proses desentralisasi. Menciptakan linkage antara kawasan perdesaan dan perkotaan. Membentuk integrasi tata ruang nasional melalui terciptanya distribusi penduduk yang lebih proporsional. Memberi kawasan perdesaan akses yang lebih tinggi terhadap fasilitas-fasilitas kota yang lebih baik. Selain peranan diatas, terdapat tiga peranan kota kecil dalam pengembangan daerah perdesaan. Peranan pokok ini yaitu sebagai pusat perdagangan, pusat penyerapan tenaga kerja dan sebagai pusat pelayanan (Bajracharya, 2000). Berdasarkan ketiga peranan ini, diharapkan dapat

2 terbentuk hirarki perkotaan yang pada akhirnya menegaskan peranan kota kecil sebagai jembatan antara kawasan perdesaan dan kawasan perkotan yang lebih besar. Perkembangan kota akan terkait dengan hubungan suatu kota dengan kota lain atau daerah di sekitarnya. Keterkaitan antarkota ini adalah suatu hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Keterkaitan antarkota ini dapat dilihat sebagai sebuah sistem perkotaan. Sistem perkotaan pada dasarnya berkenaan dengan interaksi antara beberapa kota dalam orde yang berbeda-beda dalam satu daerah tertentu. Sistem perkotaan pada dasarnya berkenaan dengan simpul-simpul kota, konsentrasi penduduk dan aktivitas secara spasial, serta keterkaitan antarsimpul kota ini dan antara simpul perkotaan ini dengan daerah lain di sekitarnya (Simmons, 1987). Perkembangan sistem perkotaan sangat dipengaruhi oleh kekuatan pasar. Sehingga kemampuan kota untuk berkembang akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan kota tersebut dalam memproduksi barang dan pelayanan perkotaan. Kota dengan kemampuan menarik penduduk yang besar akan memiliki perkembangan yang lebih cepat daripada kota lainnya (Firman, 2000). Menyatakan daya saing kota akan sangat dipengaruhi oleh kehadiran infrastruktur yang memadai bagi berlangsungnya kegiatan perekonomian. Salah satu sistem perkotaan yang menarik untuk dikaji adalah pada koridor jalan regional Kabupaten Semarang. Pada Kabupaten Semarang terdapat jalan regional yang menghubungkan antara Semarang dan Yogyakarta serta Semarang dan Surakarta. Koridor ini menarik untuk dikaji karena karakteristik perkotaannya yang kompleks. Karakter ini meliputi kota sebagai ibu kota kabupaten, kota dengan basis industri, serta kota dengan basis aktivitas pertanian. Kabupaten Semarang memiliki luas wilayah 950,22 km 2 yang sebagian besar merupakan daerah perdesaan. Keberadaan jalan regional pada Kabupaten Semarang merupakan akses bagi proses perkembangan daerah perdesaan. Namun karena tidak semua daerah dilalui oleh jalan regional, maka kota-kota yang berada pada jalan regional kemudian berkembang menjadi simpul aktivitas. Simpul ini merupakan penghubung daerah perdesaan dengan daerah lain yang lebih luas. Sebagai simpul aktivitas, kota-kota kecil diharapkan dapat memberikan akses kepada pelayanan perkotaan bagi masyarakat perdesaan di sekitarnya. Pelayanan perkotaan yang diharapkan muncul pada kota-kota kecil ini dapat berupa pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan atau perdagangan. Selain pelayanan dasar, pada beberapa kota pelayanan ini dapat berupa penyerapan tenaga kerja melalui aktivitas-aktivitas industri yang berkembang pada kota tersebut. Dalam hal perdagangan, keberadaan kota kecil diharapkan mampu mendukung proses produksi pada daerah perdaesaan. Dukungan ini dapat berupa suplai barang baku maupun sebagai pusat penyerapan produk.

3 Pada kota-kota kecil di koridor jalan regional peranan-peranan kota seperti yang disebutkan diatas pada dasarnya telah berkembang. Pada kota setingkat ibukota kecamatan peranan kota sebagai pusat pelayanan telah berkembang dengan baik. Dalam skala pelayanan dasar, setiap kota kecil telah memiliki sarana seperti pasar, sekolah setingkat SMP, dan Puskesmas sebagai penunjang peranan tersebut. Pada beberapa kota seperti Bergas, Bawen dan Ambarawa bahkan telah berkembang peranan-peranan yang bersifat spesifik. Pada Kota Bergas telah berkembang aktivitas industri dalam skala besar. Aktivitas industri ini tentunya menjadikan Kota Bergas mampu menyerap tenaga kerja dari wilayah sekitarnya. Dengan demikian Kota Bergas merupakan pusat penyerapan tenaga kerja bagi daerah di sekitarnya. Fenomena yang sama juga dapat ditemui pada Kota Bawen. Sedangkan Kota Ambarawa telah berkembang hingga menjadi pusat kegiatan skala regional bagi daerah di sekitarnya. Kota Ambarawa merupakan pusat perdagangan sayuran yang berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi bagi komoditas pertanian daerrah pertanian di sekitarnya. Beberapa kota pada koridor jalan regional juga mampu berkembang sebagai pusat kegiatan regional. Selain Kota Ambarawa yang berkembang sebagai pusat kegiatan regional. Kota Ungaran sebagai ibukota Kabupaten Semarang berkembang sebagai pusat kegiatan Regional. Selain kegiatan administrasi pemerintahan, juga berkembang peranan-peranan lain. Sebagai pusat pendidikan regional, pada Kota Ungaran telah berdiri perguruan tinggi yang dapat diakses oleh masyarakat Kabupaten Semarang. Selain itu pada Kota Ungaran juga berkembang aktivitas industri yang merupakan pusat penyerapan tenaga kerja. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keberadaan Kota Salatiga pada koridor jalan regional Kabupaten Semarang. Kota Salatiga tidak dapat dilepaskan begitu saja dari konteks Kabupaten Semarang. Pada dasarnya Kota Salatiga merupakan pusat pelayanan bagi Kabupaten Semarang khususnya bagian timur, hal ini juga telah tertuang dalam RTRW Kabupaten Semarang. Pada kenyataan di lapangan juga dapat ditemukan daerah-daerah di sekitar Kota Salatiga mengakses Kota Salatiga dalam hal pemenuhan pelayanan perkotaan. Kota kecil adalah salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pengembangan wilayah secara keseluruhan. Peranan penting yang melekat pada kota kecil sebagai penghubung antara daerah perdesaan dengan kota yang lebih besar patut mendapat perhatian. Sedangkan dalam konteks sistem perkotaan, kota kecil berperan dalam membentuk pola pelayanan perkotaan bagi daerah perdesaan. Pola pelayanan ini sangat dipengaruhi oleh hirarki perkotaan yang terbentuk. Hirarki ini akan mempengaruhi skala pelaynan pada fasilitias-fasilitas perkotaan yang ada pada masing-masing kota. Pada konteks pengembangan wilayah khususnya Kabupaten Semarang, peranan kota kecil sangat diperlukan. Kota-kota kecil yang berada pada koridor jalan regional di Kabupaten