SEPUTAR PARADIGMA INTERPRETIF

dokumen-dokumen yang mirip
Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

Modul ke: TEORI INTERPRETIF 15FIKOM INTERAKSIONAL SIMBOLIK. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENELITIAN KUALITATIF

Teori-teori Umum (LittleJohn) Drs. Alex Sobur, M.Si. Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

ANTARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN

MENGAWALI PENELITIAN

Selayang Pandang Penelitian Kualitatif

Etika dan Filsafat. Komunikasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA. kepada komunikannya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan makna antara

ini. TEORI KONTEKSTUAL

ETNOMETODOLOGI SEMINAR SMT 7, 2 OKTOBER 2013

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan paradigma

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

ETNOGRAFI KOMUNIKASI. Sangra Juliano P, M.I.Kom

Pertemuan ke-6. TEORI KOMUNIKASI Pengampu: Dr. Rulli Nasrullah, M.Si

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi Penelitian Kuantitatif

Qualitative Research: Samiaji Sarosa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TEORI KOMUNIKASI OLEH. AHMAD RIZA FAIZAL S.Sos., IMDLL.

Modul ke: TEORI KOMUNIKASI TEORI INTERPRETIF. Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI. Program Studi BROADCASTING.

PEMAHAMAN DASAR METODE PENELITIAN KUALITATIF

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF

Etika dan Filsafat. Komunikasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan pendekatan analisis wacana kritis. Penelitian kualitaif

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Saji. Adapun objek dalam penelitian ini adalah Upacara Adat Labuh Saji.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah tertentu sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

1. Secara paradigmatik dikenal ada 3 (tiga) macam paradigma penelitian:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. cerita yang penuh arti dan bermanfaat bagi audience yang melihatnya. Begitu juga

MENDESAIN PENELITIAN KUALITATIF

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. program pelatihan bahasa Inggris dengan menggunakan English native teacher

ETNOGRAFI. Imam Gunawan

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS

PENDEKATAN & KARAKTERISTIK PENELITIAN KUALITATIF

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

13ILMU. Modul Perkuliahan XIII. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Etnografi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB III: METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) penelitian adalah

BAB III. Metodologi Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009


BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lebih mampu memanfaatkan teknologi sesuai dengan fungsinya. Internet

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB IV ANALISA DATA. memudahkan peneliti untuk menganalisa suatu permasalahan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Kesimpulan akhir dari penelitian ini dikemukakan berdasarkan

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

Paradigma dalam Penelitian Kualitatif (Pertemuan Ke-7) Oleh : Dr. Heris Hendriana,M.Pd

TEORI KOMUNIKASI. Teori Berdasarkan Pendekatan Obyektif. SUGIHANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Rosyadi (2006) menjelaskan bahwa kebudayaan Cina banyak memberikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 METODEPENELITIAN. Universitas Indonesia

BAB II INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT MEAD. dahulu dikemukakan oleh George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh

BAB 3 METODE PENELITIAN

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

RAHMI SURYA DEWI, M.SI

MENGENAL PENELITIAN ETNOGRAFI. Oleh Maaruf Fauzan, S.Si Widyaiswara LPMP Provinsi Aceh

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PENUTUP. berlandas pada konstruktivisme, studi ini bertujuan melakukan rekonstruksi pemahaman.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

Transkripsi:

SEPUTAR PARADIGMA INTERPRETIF Penelitian komunikasi acap menerapkan interpretive paradigm, walaupun status keparadigmaannya ini kerap juga diperdebatkan. Terlepas dari antara benar dan salah atau antara tepat dan kurang tepat, namun pemahaman terhadap hal-hal yang bersifat interpretif ini perlu dilakukan karena hal ini sudah dipandang sebagai suatu cara yang koheren dalam studi komunikasi. Perdebatan tentang status keparadigmaan ini sekaligus juga mewakili perdebatan tentang pemahaman terhadap paradigma itu sendiri. Paradigma sendiri oleh Kuhn (1970: vii) dipahami sebagai upaya-upaya ilmiah yang diakui secara universal sehingga mampu memahami suatu persoalan dan memberikan pemecahan masalahnya bagi suatu komunitas pengguna. Paradigma menyediakan suatu kerangka kerja yang mencakup seperangkat teori, metode dan caracara penentuan data pada suatu domain. Paradigma dipandang sebagai suatu hal yang penting karena kemampuannya membedah realitas empirik dan keluwesannya dalam menyikapi persoalan yang akan dipecahkan. Dengan kata lain, paradigma adalah suatu sudut pandang yang dipakai untuk memahami suatu fenomena secara lebih lengkap. Oponen dan proponen pandangan Kuhn di antaranya dapat dilihat dari tulisan-tulisan Bernstein (1978: 84-106) dan Naughton (1982: 372-375). Lindlof (1995: 29-30) mencoba memosisikan komunikasi dalam status keparadigmaan ini. Dengan mengacu pada Dervin, Grossberg, O'Keefe dan Wartella, status keparadigmaan komunikasi ini oleh Lindlof ditempatkan sebagai preparadigmatic, quasi paradigmatic dan multiparadigmatic. Dalam hal ini paradigma dipahami secara sederhana sebagai kesatuan assumptive beliefs, theoretic propositions, constructs, modes of inference, dan domains of subject matter. Lebih lanjut Lindlof (1995: 30-58) menjelaskan dasar-dasar dari pentahapan interpretif. Dasar-dasar itu adalah Verstehen (Hermenutics, Weber, Husserl) serta Schutz dan Social Phenomenology dengan intersubjectivity, serta act,action dan motive. Beberapa hal di bawah ini membahas sejumlah tradisi penelitian yang berkembang dan memiliki pengaruh dalam penelitian kualitatif komunikasi. Universitas Gadjah Mada 1

1. Ethnomethodology Ethnomethodology mencoba memahami cara-cara karakter yang wajar dalam kehidupan sehari-hari dilakukan oleh masyarakat. Pertanyaan mendasar yang acap dilakukan adalah "Bagaimana mereka (partisipan) menggunakan sifat-sifat objektif, faktual dan keteraturan sense (perasaan) mereka (Lindlof, 1995: 36; O'Keefe, 1980: 187-219; dan Wilson, 1970: 57-79)? Istilah dan program penelitian bernama ethnometodology ini diperkenalkan oleh Harold Garfinkel. Sebagai suatu pendekatan dalam sosiologi, ethnomethodology dipakai sebagai cara membangun teori umum dalam mengembangkan penjelasan-penjelasan tentang perilaku manusia. Topik dalam ethnomethodology adalah konstruksi lokal makna melalui tindakan-tindakan interaksional tertentu yang kebanyakan berupa percakapan. Isi atau bentuk dari tindakan-tindakan ini hanyalah akibat. Hal berikut yang lebih bermakna adalah sumber-sumber situasional dan urutan aktivitas yang digunakan dalam mengkonstruksi koherensi tindakan yang ada. Ekspresi yang muncul karena aspek-aspek tertentu dari konteks lokal untuk memantapkan keteraturan, kealamiahan dan kefaktualan disebut dengan indexical expressions. Ekspresi ini digunakan kembali sebagai sumber dari indexical expressions yang lain. Sebagai catatan, indexicality mencakup pengorganisasian perilaku dan sumber-sumber lain dalam suatu setting untuk menghasilkan tindakan yang bermakna (Lindlof, 1995: 36-37). Penelitian-penelitian yang menggunakan ethnomethodology ini kebanyakan memusatkan kajiannya pada analisis percakapan (cerita) dengan menganggap percakapan sebagai cara seseorang mengkonstruksi realitas. Memang tak dapat dipungkiri bahwa peneliti yang mencoba merincikan percakapan (cerita) itu berkemungkinan terjebak untuk menghasilkan cerita-cerita yang lain. Untuk menyikapi hal ini ethnomethodologists perlu memusatkannya pada metode pasti yang dipakai orang dalam menciptakan dan mempertahankan realitas intersubjektifnya. Dalam penelitian komunikasi, ethnomethodology acap dipakai pada conversation analysis. Pemakaian analisis ini mencakup cara-cara sebuah percakapan diawali, keteraturan saat saling bercerita dilakukan, pengurutan ungkapan, pembenahan kesalahan, ekspresi yang bersifat reflektif dan secara umum mencakup hal-hal saat percakapan spontan menghasilkan pemunculan tampilan yang diperbaiki. Conversation analysis dapat dilakukan terhadap transkrip wacana yang direkam secara natural. Namun tidak seperti discourse analysis, analisis percakapan ini memberi kelonggaran terhadap tambahan tipe dan level dari detil kontekstual dari transkripnya sendiri yang biasanya muncul dalam suatu analisis interpretif. 2. Symbolic Interactionism Universitas Gadjah Mada 2

Interaksi simbolik (symbolic interactionism) mempelajari cara-cara diri dan lingkungan sosial secara imbang saling menentukan dan mempertajam melalui komunikasi simbolik. Konsep-konsep interaksi yang dipakai berasal dari filsafat pragmatisme. Lindlof (1995: 40-42) menyebut inti dari pragmatisme ini adalah pandangannya yang menganggap makna sebagai suatu kebutuhan yang diharapkan dalam pelaksanaan-pelaksanaan praktisnya. Implikasinya, perbedaan penggunaan makna lebih ditentukan oleh perbedaan prosedur dalam mengantisipasi dan mengenali lingkungan sosialnya. Selain itu, pragmatisme mencakup analisis dan upaya perbaikan masalah-masalah sosial. Keyakinan terhadap aturan yang seimbang antara konsep diri dan sosial, pada suatu waktu mengantar para penganut aliran ini mengawali reformasi sosial dalam ketenagakerjaan dan pendidikan untuk memediasi akibat desktrutif dari kapitalisme industri. Ahli psikologi sosial G.H. Mead, seperti dikemukakan Lindlof (1995: 42), menyebut komunikasi sosial sebagai sesuatu hal yang krusial dalam pengembangan konsep diri seseorang. Dengan mengingat bahwa masyarakat terbentuk akibat adanya realitas kehidupan kelompok yang diwujudkan dalam perilaku atau interaksi kooperatif, masing-masing orang kemudian mencoba memahami atau menegaskan kemauan orang lain melalui symbol-simbol yang bermakna. Simbol ini berupa gesture baik verbal maupun nonverbal. Herbert Blumer kemudian mengembangkan pendapat Mead dengan mengatakan bahwa makna muncul secara langsung dari adanya interaksi sosial. Di dalam kenyataan yang sesungguhnya makna tak lebih dari dasar seseorang ketika menyikapi hal atau orang lain. Bentuk umum dari tindakan dalam kehidupan kelompok, seperti dikemukakan Denzin (1977) adalah tindakan bersama atau joint act. Dalam penelitian komunikasi, interaksi simbolik banyak dipelajari dalam kaitannya dengan ekspresi simbolik pada beragam proses afiliasi dan konflik sosial. Interaksi simbolik membantu penjelasan tentang hubungan antara pengetahuan, motif, dan perencanaan pesan. Faules dan Alexander (1978) mencatat bahwa interaksi simbolik merupakan sebuah cara untuk memahami makna dalam suatu keterlibatan dan tindakan. Selain itu, interaksi simbolik juga berpengaruh besar terhadap perkembangan pendekatan konstruktifis pada komunikasi interpersonal (Delia, 1977: 66-83). 3. Ethnography of Communication Dikenal pula dengan nama ethnography of speaking, penelitian kualitatif komunikasi yang ini memiliki akar pada pendekatan antropologi dan sociolinguistic untuk memahami bahasa. Fokus dari ethnography of communication adalah speech event sebagai suatu cara untuk memahami suatu aktivitas interpretif dalam suatu Universitas Gadjah Mada 3

percakapan diatur. Dasar metodenya adalah etnografi dengan persoalan kajian yang bervariasi dari linguistik itu sendiri, kinesik (gerakan manusia), proxemik (rentang sosial), postural, gestural dan paralinguistik. Epistemologinya berakar pada banyak sumber termasuk filsafat Ludwig Wittgenstein yang memandang makna suatu bahasa hanya bisa muncul jika manusia memahami kesepakatan sosial yang mengatur pemakaiannya. Dua aliran empirik yang berpengaruh besar dalam kegiatan penelitian komunikasi adalah sociolinguistic (studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk bahasa termasuk tata bahasa dan kosa kata dan kegunaan serta maknanya dalam kehidupan sosial) dan folklore (studi tentang budaya oral dan budaya material, di antara disiplin ilmiah antropologi serta linguistik dan disiplin humanistik literatur dan etnik). Jika sociolinguistic menekankan pada kegunaan sosial suatu bahasa, folklore lebih memusatkan perhatian pada ekspresi berkesenian perasaan dan pemikiran pada budaya etnik, daerah ataupun nasional. Dalam penelitian komunikasi, ethnography of communication lebih bersifat interdispliner. Hal ini berbeda dengan ethnomethodology dan symbolic interactionism yang lebih menyandarkan diri pada sosiologi. Beberapa ide besar yang muncul dari perkembangan ethnography of communication ini adalah speech economy, beda alokasi sumber komunikasi dalam masyarakat, dan kompetensi komunikasi. Universitas Gadjah Mada 4

4. Cultural Studies Studi kultural mencakup beragam pendekatan yang semuanya mengarah pada signifikasi. Tercakup dalam hal ini adalah sosiologi, semiotik, antropologi budaya, literary criticism, etnografi, feminisme, poststrukturalisme, psikoanalisis, Marxisme, dan sejumlah teori lain tentang ideologi dan masyarakat. Studi kultural mungkin lebih tepat dikenali sebagai suatu studi transdisipliner. Object studi dari studi kultural adalah teks (text) yang diinterpretasikan sebagai bentuk, gaya atau genre. Dalam semiotic, teks mewakili satu kluster dari penanda. Suatu teks menanda sesuatu yang diposisikan dalam suatu konteks penginterpretasian. Konsep intertextuality menggambarkan suatu cara sebuah makna dipandang sebagai suatu teks sehingga produksi dan penggunaan suatu teks sangat tergantung pada kombinasi bagian-bagian dari teks yang lain. Dalam budaya postmodern, intertextuality dari artifak budaya secara reflektif menggambar aturan, peninggalan sejarah, dan cara memahaminya (Bennett dan Woollacott, 1988: 45; dan Fiske, 1987). Secara umum, studi cultural tidak memiliki object tetap dan sangat tergantung pada perspektif teoritik dan bahkan gaya serta tujuan peneliti. Sebagai sebuah metode, penelitian kualitatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini sebagai contoh bisa dibandingkan dengan kelebihan dan kekurangan yang ada pada penelitian kuantitatif, seperti halnya antara kelebihan dan kekurangan studi kasus, focus groups, etnografi, semiotic, penelitian survey dan analisis isi (Wimmer dan Dominick, 1997: 110-135; dan Griffin, 2003: 14-19). Kelebihan dan kekurangan ini akan didiskusikan pada bagian selanjutnya. Universitas Gadjah Mada 5