BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia SAMBUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merupakan suatu gangguan terhadap pemeriksa, bila sikap kebebasan

Kompetensi Auditor Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Auditor Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orang yang melaksanakan fungsi auditing dinamakan pemeriksa atau auditor. Pada mulanya

Kompetensi Pemeriksa Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Pemeriksa Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

STANDAR PELAPORAN AUDIT KINERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pengawasan atas penyelenggaran pemerintah daerah di era

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : ) PENERAPAN E - AUDIT PADA AUDIT SEKTOR PUBLIK SESUAI

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PIAGAM AUDIT INTERNAL

BABl PENDAHULUAN. Auditing internal adalah sebuah fungsi penilaian independen yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik.

PERTEMUAN 1: AUDIT DAN STANDAR AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. kecil hingga yang besar. Koperasi yang memiliki lingkup usaha yang luas akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan Profesi auditor tidak terlepas dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

IKATAN AKUNTANSI INDONESIA

DAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK by Ely Suhayati SE MSi Ak Ari Bramasto SE Msi Ak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah auditing dikenal berasal dari bahasa latin yaitu : audire, yang

BAB1 PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini, keberadaan dan peran profesi auditor mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan

PERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal

VISI, MISI, TUJUAN, KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB.

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masing-masing. Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:

BAB I PENDAHULUAN. Untuk auditor, kualitas kerja dilihat dari kualitas yang dihasilkan yang dinilai

PIAGAM SATUAN PENGAWASAN INTERN (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL, TBK. PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. FASB (Financial Accounting Standard Board) mengungkapkan ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akuntansi Keuangan (SAK) atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).

BAB I PENDAHULUAN. Dari tema judul tesis tersebut diatas yaitu : Faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

BAB I PENDAHULUAN. mencari keterangan tentang apa yang dilaksanakan dalam suatu entitas yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman pemeriksa serta kualitas hasil penelitian. pendidikan dan jenjang pendidikan. Sumber daya manusia merupakan pilar

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan modern. Akuntansi dan auditing memainkan peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya. dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Berbagai cara digunakan manajemen perusahaan, tidak hanya dengan

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. meyakini kualitas pekerjaannya. Dalam penyelenggaraanya good governance

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi yang dipercaya oleh masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Auditor independen ialah merupakan suatau akuntan publik yang

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR : PER/04/M.PAN/03/2008 TENTANG

KODE ETIK IAI Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang. berkepentingan (Boynton et al.,2001) dalam (Junaidi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. melakukan ekonomi agar tetap eksis dalam persaingan. Keadaaan ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL TBK ( Perseroan )

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

KD 5.1. Mendeskripsikan akuntansi sebagai sistem informasi

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL. Bab I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai

INTERNAL AUDIT CHARTER

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Pendidikan Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang menjadi masalah dalam Badan Pengawasan Daerah. Seharusnya seorang pemeriksa mempunyai wawasan yang luas dan mendalam atas segala kegiatan yang diperiksa. Namun pada kenyataanya masih banyak pemeriksa intern yang buta akan seluk beluk kegiatan yang akan diperiksanya. Sehingga kadang-kadang pemeriksa hanya membuang waktu hanya untuk mengenali obyek pemeriksa. Hal itu akan bertambah tidak menguntungkan dengan kualitas dan kapabilisitas dari masing-masing pemeriksa yang tidak merata bahkan kurang memadai. Salah satu penyebab utamanya adalah tingkat pendidikan yang tidak merata (SLTA, Sarjana dan Pasca Sarjana) dan beraneka ragam latar belakang jurusan pendidikan (Ekonomi, Hukum, FISIP, Teknik, dan lainnya). Untuk mengatasi hal tersebut perlu diupayakan suatu mekanisme yang dapat menciptakan tercapainya kondisi para personel pemeriksa dengan tingkat kualitas yang memadai. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah seperti pemberian pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan. Di samping itu pemberian kesempatan kepada para pemeriksa untuk meningkatkan kualitasnya dengan melanjutkan studi formal yang akan mendorong dengan segera terwujudnya tingkat kualitas personel pemeriksa yang memadai.

Berdasarkan pedoman etika International Federation Of Accountants (IFAC), prinsip-prinsip dari seorang auditor adalah sebagai berikut : 1. Integritas 2. Obyektivitas 3. Kebebasan (independence) 4. Kepercayaan 5. Standar-standar teknis 6. Kemampuan profesional 7. Perilaku etika Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Pasal 1 butir 4, diuraikan mengenai definisi Pemeriksa, yaitu: Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 1 butir 5 menyatakan bahwa Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dan pada Pasal 1 Butir 6 menyatakan bahwa Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah unit organisasi di lingkungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Negara, Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya. Apabila dikaitkan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pemeriksa intern, bahwa semua syarat-syarat profesionalisme dituruti. Hal ini

ditegaskan oleh Sawyer (2005:16) bahwa seorang auditor harus mempunyai kualifikasi sebagai berikut : 1. Mempunyai kesanggupan teknis dan pendidikan memadai di bidang auditing. 2. Mempunyai kemampuan di bidang hubungan antar manusia. 3. Jujur, independen, obyektif, tegas, dan bertanggung jawab, berani serta bijaksana. 4. Menguasai operasional bidang yang diperiksa. Pengertian keahlian dalam norma umum pemeriksaan umum diatas adalah keahlian mengenai pemeriksaan dan keahlian mengenai yang diperiksa. Walaupun seorang telah memenuhi yang dipersyaratkan, ia wajib meningkatkan kualitas keahliannya. Disamping itu agar para pemeriksa selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan kemajuan teknologi, maka Satuan Pengawas Intern menyelenggarakan usaha peningkatan diri. Keahlian yang memungkinkan bertambah tingginya kualitas seorang hanyalah dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup. Untuk mengimbangi dan menghadapi tantangan dari luar, maka kualitas para pemeriksa harus lebih tinggi dibandingkan pelaksana itu sendiri dalam hal menilai seberapa jauh pelaksana tugas yang telah dilakukan dan diikuti atas sistem dan prosedur pekerjaan tersebut. B. Pendidikan Berkelanjutan Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengenai

Pernyataan Standar Pemeriksaan: 01 Standar Umum diuraikan mengenai Persyaratan Pendidikan Berkelanjutan. 06 Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memelihara kompetensinya melalui pendidikan profesional berkelanjutan. Oleh karena itu, setiap pemeriksaan yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan, setiap 2 tahun harus menyelesaikan paling tidak 80 jam pendidikan yang secara langsung meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan pemeriksaan. Sedikitnya 24 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus dalam hal yang berhubungan langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan yang khusus dan unik dimana entitas yang diperiksa beroperasi. Sedikitnya 20 jam dari 80 jam tersebut harus diselesaikan dalam 1 tahun dari periode 2 tahun. 07 Organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pemeriksa memenuhi persyaratan pendidiksn berkelanjutan tersebut dan harus menyelenggarakan dokumentasi tentang pendidikan yang sudah diselesaikan. 08 Pendidikan profesional berkelanjutan dimaksud dapat mencakup topik, seperti: perkembangan muktahir dalam metodologi dan standar pemeriksaan, prinsip akuntansi, penilaian atas pengendalian intern, prinsip manajemen atau supervisi, pemeriksaan atas sistem informasi, sampling pemeriksaan, analisis laporan keuangan, manajemen keuangan, statistik, disain evaluasi, dan analisis data. Pendidikan dimaksud dapat juga mencakup topik tentang pekerjaan pemeriksaan di lapangan, seperti administrasi negara, struktur dan kebijakan pemerintah, teknik industri, keuangan, ilmu ekonomi, ilmu sosial, dan teknologi informasi. 09 Tenaga ahli intern dan ekstern yang membantu pelaksanaan tugas pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memiliki kualifikasi atau sertifikasi yang diperlukan dan berkewajiban untuk memelihara kompetensi profesional dalam bidang keahlian mereka, tetapi tidak diharuskan untuk memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan diatas. Akan tetapi, pemeriksaan yang menggunakan hasil pekerjaan tenaga ahli intern dan ekstern harus yakin bahwa tenaga ahli tersebut memenuhi kualifikasi dalam bidang keahlian mereka dan harus mendokumentasikan keyakinan tersebut. C. Independensi Pemeriksa Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan bahwa dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa

dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Pemeriksa perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan gangguan organisasi. Apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksaan secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksa. Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu antara lain : 1. Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung pada entitas atau program yang diperiksa. 2. Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang diperiksa. 3. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Bentuk gangguan ekstern bagi organisasi pemeriksa antara lain : 1. Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur pemeriksaan atau pemilihan sampel pemeriksaan. 2. Pembatasan waktu yang tidak wajar untuk penyelesaian suatu pemeriksaan.

3. Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi pemeriksa. Untuk gangguan organisasi dapat dipengaruhi oleh kedudukan, fungsi, dan struktur organisasinya. Dalam hal melakukan pemeriksaan, organisasi pemeriksa harus bebas dari hambatan independensi di dalam memenuhi kewajiban profesionalnya untuk melaksanakan audit; memberikan opini yang obyektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya, bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga (Sawyer, 2005:35). Menurut Sawyer (2005:35), Independensi dalam Program Audit adalah: 1. Bebas dari intervensi manajerial atas program audit. 2. Bebas dari segala intervensi atas prosedur audit. 3. Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah proses audit. Independensi dalam Verifikasi, adalah: 1. Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan. 2. Mendapatkan kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen selama verifikasi audit. 3. Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi aktivitas yang diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan bukti. 4. Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit.

Independensi dalam Pelaporan, adalah: 1. Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikansi dari fakta-fakta yang dilaporkan. 2. Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang signifikan dalam laporan audit. 3. Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta, opini, dan rekomendasi dalm interpretasi auditor. 4. Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta atau opini dalam laporan audit internal. Pemeriksa harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam melakukan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa mungkin menghadapi tekanan dan atau konflik dari manajemen entitas yang diperiksa, berbagai tingkat jabatan pemerintah, dan pihak lainnya yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan independensi pemeriksa. Dalam menghadapi tekanan dan atau konflik tersebut, pemeriksa harus menjaga integritas dan menjunjung tinggi tanggung jawab kepada publik (BPK, 2007:16). Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi. Pemeriksa harus profesional, obyektif, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak. Pemeriksa harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas

yang diperiksa dan para pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaannya dengan tetap memperhatikan batasan kerahasiaan yang dimuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemeriksa harus berhati-hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh selama melaksanakan pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menggunakan informasi tersebut di luar pelaksanaan pemeriksaan kecuali ditentukan lain. Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas kepentingan pribadi. Integritas dapat mencegah kebohongan dan pelanggaran prinsip tetapi tidak dapat menghilangkan kecerobohan dan perbedaan pendapat. Integritas mensyaratkan pemeriksa untuk memperhatikan jenis dan nilai-nilai yang terkandung dalam standar teknis dan etika. Integritas juga mensyaratkan agar pemeriksa memperhatikan prinsip-prinsip obyektivitas dan independensi. Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Pemeriksa juga bertanggung jawab untuk mempertahankan independensi dalam sikap mental (independent in fact) dan independensi dalam penampilan perilaku (independent in appearance) pada saat melaksanakan pemeriksaan. Bersikap obyektif merupakan cara berpikir yang tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari benturan kepentingan. Bersikap independen berarti menghindarkan hubungan yang dapat mengganggu sikap mental dan penampilan obyektif pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan. Untuk mempertahankan obyektivitas dan independensi maka diperlukan penilaian secara terus-menerus terhadap hubungan pemeriksa dengan entitas yang diperiksa.

D. Kualitas Hasil Pemeriksaan Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, dijelaskan tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang merupakan bagian dari kualitas hasil pemeriksaan. Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan dalam pengendalian peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan. Laporan sebaiknya dibuat tepat pada waktunya, karena laporan yang sudah lewat waktu kurang manfaatnya dan isi dari laporan itu tidak memihak (obyektif) serta dapat dipertanggung jawabkan dengan bukti-bukti yang cukup kuat untuk memenuhi syarat-syarat formil, informal, dan material (Karo-Karo, 2006 : 20). Suatu laporan yang baik haruslah berisikan prinsip yang dikenal dengan prinsip 10 (sepuluh) C, yaitu: 1. Correct, yaitu laporan harus menyajikan angka-angka yang tepat. 2. Complete, yaitu data yang disajikan dalam laporan harus lengkap. 3. Consice, yaitu laporan yang disajikan harus singkat. 4. Clear, yaitu laporan yang disajikan harus lengkap. 5. Comprehensive, yaitu laporan harus berisikan data yang menyeluruh. 6. Comparative, yaitu laporan sedapat mungkin disajikan dalam perbandingan. 7. Celerity, yaitu bentuk laporan harus diatur sedemikian rupa sehingga mudah disajikan.

8. Candid, yaitu laporan harus bersifat jujur. 9. Considerate, yaitu laporan harus mempunyai pertimbangan terhadap sesuatu atau memperhatikan tujuan penyajian laporan tersebut. 10. Coordination, yaitu laporan sedapat mungkin memperhatikan hubungannya satu sama lain. Laporan pemeriksa intern atau laporan badan pengawas dapat dibuat seperti berikut: 1. Laporan atau tunjukkan mengenai kesalahan yang ditemukan secara terperinci. 2. Buat perincian bagaimana yang seharusnya terjadi, bila tidak terjadi kesalahan tersebut. 3. Buat perincian bagaimana besarnya pengaruh dari kesalahan tersebut. 4. Berikan rekomendasi bagaimana cara untuk memperbaiki temuan atau kesalahan tersebut. Jika telah dibuat laporan yang terperinci seperti yang disebutkan di atas, maka sebagai penutup dari laporan tersebut dibuat penilaian umum mengenai seluruh pemeriksaan pada periode yang diperiksa dan saran atau rekomendasi dari pemeriksa intern kepada pimpinan perusahaan. Bila pemeriksaan dilakukan oleh badan pengawas di koperasi maka saran dan rekomendasi ditujukan kepada pengurus (Karo-Karo, 2006:22).

Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap, dan obyektif adalah dengan mendapatkan reviu dan tanggapan dari penjabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat yang bertanggung jawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan. Pemeriksa harus memuat komentar pejabat tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya. Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan, simpulan, dan rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa. Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang dan obyektif. Tanggapan yang berupa suatu janji atau rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterima sebagai alasan untuk menghilangkan temuan yang signifikan atau rekomendasi yang berkaitan. Apabila tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan, simpulan, atau rekomendasi dalam dalam laporan hasil pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya tidak sesuai dengan rekomendasi, maka pemeriksa harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan

secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila pemeriksa berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar. Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan hasilnya sesuai dengan Standar Pemeriksaan maka hasil pemeriksaan tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara serta pengambilan keputusan Penyelenggara Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara juga merupakan salah satu unsur penting dalam rangka terciptanya akuntabilitas publik. Hal ini sesuai dengan tujuan Standar Pemeriksaan tersebut, yaitu untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (BPK, 2007:10). E. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian Surbakti Karo-Karo (2006) tentang Analisis Faktor-Faktor Kompetensi Anggota Badan Pengawas dan Pengaruhnya terhadap Laporan Badan Pengawas Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KP-RI) di Kota Medan menunjukkan bahwa Kompetensi Anggota Badan Pengawas sebagai Variabel Independen (yang terdiri dari: Latar Belakang Pendidikan, Pelatihan, Peran Aktif, Pengalaman Kerja) mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Laporan Badan Pengawas sebagai variabel dependen. Variabel Latar Belakang Pendidikan

mempunyai nilai pengaruh secara signifikan yang paling tinggi. Sedangkan, variabel Pengalaman mempunyai nilai pengaruh secara signifikan yang paling rendah. Penelitian Rizal Iskandar Batubara (2008) tentang Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Study Empiris pada Bawasko Medan) menunjukkan bahwa Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa sebagai variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan sebagai variabel dependen. Variabel Independensi Pemeriksa mempunyai nilai pengaruh secara signifikan yang paling tinggi. Variabel Latar Belakang Pendidikan secara parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Penelitian ini mengacu pada kedua penelitian tersebut, dimana peneliti untuk penelitian ini mencoba membahas faktor-faktor yang menyebabkan tinggirendahnya Kualitas Hasil Pemeriksaan melalui Latar Belakang Pendidikan, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa pada Badan Pengawasan Daerah Kabupaten Dairi.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Surbakti 2006 Analisis Faktor- Variabel Independen Kompetensi Anggota Karo-Karo Faktor Kompetensi yaitu Kompetensi Badan Pengawas Anggota Badan Anggota Badan mempunyai pengaruh Pengawas dan Pengawas (Latar secara signifikan Pengaruhnya Belakang Pendidikan, terhadap Laporan terhadap Laporan Pelatihan, Peran Badan Pengawas. Badan Pengawas Aktif, Pengalaman Variabel Latar Koperasi Pegawai Kerja). Variabel Belakang Pendidikan Republik Indonesia Dependen yaitu mempunyai nilai (KP-RI) di Kota Laporan Badan paling tinggi. Variabel Medan Pengawas. Pengalaman mempunyai nilai paling rendah. Rizal 2008 Analisis Pengaruh Variabel Independen Latar Belakang Iskandar Latar Belakang yaitu Latar Belakang Pendidikan, Batubara Pendidikan, Pendidikan, Kecakapan Kecakapan Kecakapan Profesional, Profesional, Profesional, Pendidikan Pendidikan Pendidikan Berkelanjutan, dan Berkelanjutan, dan Berkelanjutan, dan Independensi Independensi Independensi Pemeriksa secara Pemeriksa terhadap Pemeriksa. Variabel simultan mempunyai Kualitas Hasil Dependen yaitu pengaruh secara Pemeriksaan (Study Kualitas Hasil signifikan terhadap Empiris pada Pemeriksaan. Kualitas Hasil Bawasko Medan) Pemeriksaan. Variabel Independensi Pemeriksa mempunyai

nilai paling tinggi. Variabel Latar Belakang Pendidikan secara parsial tidak mempunyai pengaruh secara terhadap signifikan Kualitas Hasil Pemeriksaan. Sumber : Penulis, 2008