PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN KIMIA DI SMU. Budi Utami 1, Srini M.Iskandar 2, &Suhadi Ibnu 2

dokumen-dokumen yang mirip
Makalah Pendamping: Pendidikan Kimia Paralel F PENERAPAN STRATEGI DIAGRAM VEE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA SMA

BUDI UTAMI Study Program of Chemical Education. Post Graduate Malang State University

PROFIL KEMAMPUAN MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI DALAM MEMBUAT PETA KONSEP PADA MATA KULIAH KAPITA SELEKTA BIOLOGI SMA

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMAN 1 SUNGAI AMBAWANG MELALUI PEMBELAJARAN MODEL ADVANCE ORGANIZER

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

ISSN: Quagga Volume 9 No.2 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

Lu luin Nur Hasanah 1 *, Endang Susilowati 2, dan Budi Utami 2. * HP:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

PROFIL KEMAMPUAN MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI DALAM MEMBUAT PETA KONSEP PADA MATA KULIAH KAPITA SELEKTA BIOLOGI SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung. Abstrak. n 1 +n 2 2

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

Firmansyah, Srini M. Iskandar, Darsono Sigit Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE TIGA PADA PEMBELAJARAN SAINS SMP. Universitas Darussalam Ambon. Diterima ; Terbit

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pendidikan, Indonesia masih menghadapi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

BAB I PENDAHULUAN. Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses. pengkonstruksian pengetahuan oleh individu pembelajar sebagai upaya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

*Korespondensi, tel : ,

PENGEMBANGAN HANDOUT FISIKA DASAR BERBASIS KONSTRUKTIVITAS PADA MATERI DINAMIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. seorang guru untuk menyajikan materi dengan tujuan agar tercapainya sebuah tujuan pembelajaran yang diharapkan.

SETI YANINGSIH NIM : A

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika di tingkat SMA diajarkan sebagai mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut suatu

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTEKTUAL PADA MATERI PEMBELAJARAN ATURAN SINUS DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI MAN TASIKMALAYA

*keperluan Korespondensi, no. HP ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. 2

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

Mahasiswa S1 Prodi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS 2 Dosen Prodi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS

BAB I. Pendahuluan. Perkembangan arus globalisasi yang semakin cepat menuntut bangsa

BAB I. PENDAHULUAN. belajar. Membelajarkan siswa yaitu membimbing kegiatan siswa belajar,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

Mahasiswa Prodi Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Peningkatan Hasil Belajar Mengenai Kesebangunan dan Simetri Siswa Sekolah Dasar

LEMMA VOL I NO. 2, MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. yaitu krisis terhadap masalah, sehingga peserta didik (mahasiswa) mampu merasakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi (TIK), dan lahirnya masyarakat berbasis ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN Permasalahan dalam proses pembelajaran saat ini adalah kurangnya usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN KOLABORASI KONSTRUKTIF DAN INKUIRI BERORIENTASI CHEMO-ENTREPRENEURSHIP

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD KELAS IV PADA MATERI HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN DENGAN KEGUNAANNYA

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

I. PENDAHULUAN. Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

I. PENDAHULUAN. dibandingkan secara rutin sebagai mana dilakukan melalui TIMSS (the Trends in

Huri Suhendri 1, Sudiyah Anawati 2, Nurhayati 3 ABSTRAK. 1. Pendahuluan

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK MELATIH KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa. dari kemajuan ilmu dan teknologi yang menuntut lembaga-lembaga untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah kumpulan ilmu pengetahuan yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan antara lain: (1) membangun kesadaran

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

PENGARUH MEDIA KARTU YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

BAB I PENDAHULUAN. menuntut adanya suatu strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA

I. PENDAHULUAN. dengan IPA, dimana dalam pembelajarannya tidak hanya menuntut penguasaan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran materi IPA, seorang guru dan seorang siswa. diharapkan menyenangi materi ini, karena menyenangi mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Arifah Zurotunisa, Habiddin, Ida Bagus Suryadharma Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang

Mono Eviyanto, Ridwan Joharmawan, Dermawan Afandy Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli

Transkripsi:

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN KIMIA DI SMU Budi Utami 1, Srini M.Iskandar 2, &Suhadi Ibnu 2 1 Dosen Program Studi P.Kimia FKIP UNS 2 Dosen Jurusan Kimia Universitas Negeri Malang ABSTRAK Dewasa ini paradigma pendidikan telah bergeser dari paradigma behavioristik menuju konstruktivistik. Penekanan paradigma behavioristik adalah perubahan tingkah laku setelah terjadi proses belajar dalam diri siswa. Sedangkan menurut paradigma konstruktivistik seseorang harus membangun sendiri pengetahuannya secara aktif. Perbedaan dalam penerapan strategi pembelajaran konstruktivistik dan behavioristik adalah dalam pembelajaran konstruktivistik guru lebih banyak bertanya dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menyatakan apa yang diketahuinya dan apa yang tidak diketahuinya daripada strategi pembelajaran behavioristik.salah satu cara untuk mengembangkan strategi pembelajaran konstruktivistik kepada siswa adalah dengan menggunakan strategi Peta Konsep (concept mapping) dalam pembelajaran kimia di SMU. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) apakah ada perbedaan hasil belajar siswa kelas XI IPA semester genap SMA PGRI Lawang Malang antara siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dengan yang diajar dengan metode ceramah pada materi pokok bahasan larutan penyangga tahun 2007/2008, (2) persepsi siswa terhadap penerapan strategi Peta Konsep dalam pembelajaran larutan penyangga. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental semu (quasi eksperimental). Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA1 dan siswa kelas XI IPA2 SMA PGRI Lawang Malang yang terbagi atas kelompok kontrol dan eksperimen. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga yang menggunakan strategi Peta Konsep lebih baik jika dibandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan metode ceramah yaitu rata-rata nilai untuk kelompok eksperimen adalah 74,43, sedang rata-rata nilai untuk kelompok kontrol adalah 65,04, (2) Siswa memberikan persepsi sangat positif sebesar 47,5% dan positif sebesar 52,5% (sangat bermanfaat) terhadap penggunaan strategi Peta Konsep dalam pembelajaran kimia pada materi pokok larutan Penyangga. Kata Kunci : behavioristik, konstruktivistik, strategi Peta Konsep (concept mapping) 198 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Pendidikan PENDAHULUAN Mulai tahun 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diterapkan di Indonesia. Penekanan KBK adalah agar siswa mengikuti pendidikan di sekolah untuk memperoleh kompetensi yang diinginkan. Siswa tidak hanya menghapal, mengingat dan mengerti teori, tetapi sungguh-sungguh menguasai bidang yang dipelajari dan sejauh mana informasi yang didapatkan itu berpengaruh terhadap perilaku keseharian. KBK adalah kurikulum yang diarahkan pada pencapaian sejumlah kompetensi. Oleh karena itu, keberhasilannya dilihat dari sejauh mana siswa telah memiliki kompetensi itu melalui proses belajar (Sanjaya, 2006). Dewasa ini paradigma pendidikan telah bergeser dari paradigma behavioristik menuju konstruktivistik. Pada dasarnya pendekatan konstruktivistik menekankan proses membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa (student oriented) (Wonorahardjo, 2006). Pandangan konstruktivistik meyakini bahwa siswa merespon pengalaman-pengalaman pancaindera dengan mengkonstruksi suatu skema atau struktur kognitif ke otak. Pengetahuan atau pengertian siswa diperoleh sebagai akibat dari proses konstruksi (aktif) yang berlangsung terus menerus dengan cara mengatur, menyusun dan menata ulang pengalaman yang dikaitkan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki sehingga struktur kognitif tersebut sedikit demi sedikit dimodifikasi dan dikembangkan. Strategi konstruktivistik lebih menekankan pencarian pengetahuan secara bermakna lewat proses yang melibatkan langsung pembelajar. Siswa menjadi subyek yang secara aktif memperluas pengetahuannya lewat pengalaman-pengalaman. Subyek harus diberi kesempatan untuk mengembangkan sendiri pengetahuannya dalam bentuk struktur unik yang dibangun secara perlahan-lahan. Dalam hal demikian yang diperlukan adalah pengkondisian yang memadai untuk terjadinya proses konstruktivistik ini. Proses ini sangat bergantung pada peran guru dan lingkungan Wonorahardjo (2006). Salah satu cara untuk mengembangkan strategi pembelajaran konstruktivistik kepada siswa adalah dengan menggunakan strategi Peta Konsep (concept mapping) (Novak, 1994 dalam Rusmansyah, 2001). Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 199

Peta konsep yang diperkenalkan oleh Novak pada tahun 1995 (dalam Dahar 1988) dalam bukunya Learning How To Learn, merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki generalisasigeneralisasi dan untuk mengekspresikan keterkaitan proposisi dalam sistem konsep-konsep yang saling berhubungan. Hasil penelitian Iskandar (2005) dan Rusmansyah (2001) menunjukkan bahwa dengan strategi Peta Konsep akan membantu siswa membangun konsep-konsep dan prinsipprinsip baru serta sangat baik sebagai alat pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran kimia kelas XI IPA di SMU pada kompetensi dasar larutan penyangga, siswa kadang-kadang kesulitan dalam memutuskan apakah suatu larutan merupakan larutan penyangga sebagai efek menambahkan ke dalam masing-masing larutan pada larutan lainnya yang mengandung asam atau basa atau dalam memutuskan apakah larutan merupakan larutan penyangga berdasarkan zat terlarutnya (Hawkes, 1996). Melihat kondisi tersebut, untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi larutan penyangga maka diterapkan pembelajaran konstruktivistik melalui strategi peta konsep. Adapun masalah yang akan dikaji adalah : 1) Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa kelas XI IPA semester genap SMA PGRI Lawang Malang antara siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dengan yang diajar dengan metode ceramah pada materi pokok bahasan larutan penyangga tahun 2007/2008? 2) Bagaimana persepsi siswa terhadap penerapan strategi Peta Konsep dalam pembelajaran larutan penyangga? TINJAUAN PUSTAKA 1. Pendekatan Kontruktivistik. Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan 200 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Pendidikan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Dengan dasar itu, maka pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan (Diknas, 2002). Demikian juga Iskandar (2004) mengemukakan bahwa prinsip penting dalam teori konstruktivisme adalah pembelajar harus membangun sendiri pengetahuannya secara aktif. Pengajar dapat membantu proses ini dengan memberikan kesempatan melalui struktur pembelajaran. Pendekatan konstruktivistik bertolak dari fokus apa yang telah diketahui pembelajar tentang alam sekitarnya dan pemahaman mereka tentang alam sekitarnya. Mempergunakan hal ini sebagai dasar pendidikan mengembangkan metode-metode pembelajaran untuk membantu para pembelajar mendidik diri mereka sendiri mengenai alam di sekitarnya. Hasil akhirnya adalah para pembelajar bukan saja menguasai fakta-fakta ilmiah tetapi juga memiliki cara berpikir analitis yang dapat mereka terapkan pada berbagai situasi dalam hidup mereka (Iskandar, 2004). Dalam hal konstruktivisme konsep yang mendasar adalah pengetahuan awal yang dalam terminologi pedagogi disebut advanced organizer sangat diperlukan untuk membangun pengetahuan baru yang lebih luas. Hubungan antara lingkungan dan pengetahuan harus menjadi kajian utama dalam pendekatan konstruktivisme ini (Wonorahardjo, 2006). Hasil belajar konstruktivisme kognitif ini dapat dikenali dalam bentuk bagan, skema dan diagram alir. Konsep-konsep sains terutama ilmu alam terutama yang memerlukan kemampuan berpikir abstrak dapat dipermudah pembangunan strukturnya dengan menggunakan peta konsep (Wonorahardjo, 2006). Menurut Wonorahardjo (2006) beberapa panduan dalam pendekatan konstruktivistik ini adalah : 1) belajar adalah proses pencarian makna. Karena itu belajar bagi siswa adalah usaha untuk membangun makna. 2) makna menuntut pemahaman secara keseluruhan, bukan per bagian. 3) tujuan belajar adalah membangun makna untuk masing-masing siswa sendiri, dan bukan mengetahui dan menghapal makna rekanrekannya. Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 201

Sedangkan Connor (1990) dalam Waras (1997) karakteristik lingkungan kelas yang berperspektif konstruktivis antara lain adalah : 1) siswa tidak dipandang secara pasif namun aktif untuk belajar mereka sendiri, mereka membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar. 2) belajar mengutamakan proses aktif siswa mengkonstruksi makna dan acapkali dengan melalui negosiasi interpersonal. 3) pengetahuan tidak bersifat out there tetapi terkonstruk secara personal dan secara sosial. 4) pengajaran bukan menstramisi pengetahuan tetapi mencakup organisasi situasi di dalam kelas dan desain tugas yang memudahkan siswa menemukan makna. 5) kurikulum bukan sesuatu yang perlu dipelajari tetapi program tugastugas belajar, bahan-bahan, sumber-sumber lain dan wacana darimana siswa mengkonstruk pengetahuan mereka. Widodo (2007) menjelaskan bahwa lingkungan pembelajaran yang konstruktivis pada dasarnya mencakup lima unsur penting, yaitu : 1) memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa. 2) pengalaman belajar yang autentik dan bermakna. Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang agar dapat bermakna bagi siswa diantaranya adalah usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari dan penerapan konsep. 3) adanya lingkungan sosial yang kondusif agar siswa dapat berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa atau guru dan siswa dapat bekerja dalam berbagai konteks sosial. 4) adanya dorongan agar pembelajar bisa mandiri, bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. 5) adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah. Sains bukan hanya produk namun juga mencakup proses dan sikap 2. Pembelajaran Ilmu Kimia Berbasis Konstruktivisme. Ilmu kimia sebagai cabang sains yang berkembang dengan diwarnai empirisme. Pengamatan-pengamatan baru akan memperkaya bangunan konsepkonsep dalam kimia. Pembelajaran ilmu kimia dengan eksperimen akan memberikan pengalaman yang samgat membantu siswa dalam 202 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Pendidikan memahami konsep-konsepnya. Untuk itu pembelajaran kimia sangat cocok jika dirancang dengan menekankan pada metode-metode konstruktivisme. Salah satu ciri khas pembelajaran kimia adalah diperlukannya pengetahuan awal secukupnya untuk mempelajari konsep-konsep kimia selanjutnya. Prior knowledge ini seringkali disebut juga advanced organizer yang menjadi syarat utama terbentuknya pengetahuan baru. Pembelajaran ilmu kimia berdasarkan strategi konstruktivistik juga telah dilaporkan oleh Taber (2004) dalam Wonorahardjo (2006). Pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kooperatif dan strategi pembuatan peta konsep sangat sering digunakan dalam pembelajaran ilmu kimia di sekolah menengah dan perguruan tinggi. 3.Strategi Peta Konsep. Pelajaran kimia yang sarat dengan konsep, dari konsep yang sederhana sampai konsep yang lebih kompleks dan abstrak. Karena itu sangatlah diperlukan pemahaman yang benar terhadap konsep dasar yang membangun konsep tersebut. Strategi Peta Konsep berdasarkan pada pendekatan konstruktivisme. (Ebenezer, 1992). Peta Konsep dapat digunakan oleh guru sebagai advanced organizer untuk menjelaskan materi pelajaran pada siswa dengan gambar besar dari unit-unit materi. Peta konsep dibangun untuk mengetahui konsep-konsep awal yang telah dimiliki oleh siswa sebelum pembelajaran dimulai. Peta konsep lebih dari sekedar mengidentifikasi konsep-konsep dan gagasan-gagasan yang telah diperoleh siswa sebelum pembelajaran, peta konsep juga mengungkapkan gagasan-gagasan siswa yang lainnya. Guru jadi mempunyai kesempatan untuk mengetahui gagasan-gagasan siswa dari topik yang sedang dipelajari. Siswa juga dapat menyadari akan pemahaman mereka sendiri tentang topik yang sedang dipelajari dengan peta konsep yang mereka buat. Selanjutnya, dengan peta konsep akan memudahkan siswa untuk merencanakan kegiatan-kegiatan termasuk memodifikasi ide-ide mereka. Dengan membuat peta konsep, siswa ditolong untuk mengenal apa yang telah mereka ketahui tentang materi baru atau jenis materi yang baru. Hal ini dapat meningkatkan motivasi, sikap dan minat mereka. Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 203

Novak 1991 dalam Iskandar 2005 menjelaskan peta konsep adalah diagram yang dibentuk/disusun untuk menunjukkan pemahaman seseorang tentang suatu konsep atau gagasan. Peta semacam ini mempunyai struktur berjenjang, yaitu dari yang bersifat umum menuju yang bersifat khusus dilengkapi dengan garis-garis penghubung yang sesuai. Peta konsep dikembangkan sebagai suatu strategi untuk menjajagi struktur pengetahuan dan akhir-akhir ini juga dipakai sebagai alat untuk mengakses perubahan dalam pengetahuan/pemahaman pembelajaran tentang sains. Proses penyusunan peta konsep merupakan strategi yang baik sekali, sebab memaksa pembelajar untuk secara aktif memikirkan hubungan-hubungan di antara konsep-konsep yang akan dijadikannya peta konsep, sehingga dengan demikian pembelajaran tidak hanya sekedar menghapal konsep-konsep atau fakta-fakta sains. Dengan perkataan lain proses penyusunan peta konsep dapat memfasilitasi pemahaman pembelajaran mengenai sains, oleh karena itu peta konsep bermanfaat untuk siswa (Iskandar, 2005). Di samping merupakan strategi belajar peta konsep dapat dipakai pula untuk tujuan-tujuan lain misalnya untuk mengetahui pengetahuan terdahulu yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran serta untuk mendorong terjadinya pembelajaran kooperatif, juga dapat dipakai sebagai penata awal di samping sebagai alat asesmen. Bagi pembelajar peta konsep dapat bermanfaat sebagai alat bantu belajar sebab dengan peta konsep mereka dapat menilai dirinya sendiri dengan kritis. Peta konsep yang diperkenalkan oleh Novak pada tahun 1995 (dalam Dahar, 1988) dalam bukunya Learning How To Learn, merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki generalisasi-generalisasi dan untuk mengekspresikan keterkaitan proposisi dalam sistem konsep-konsep yang saling berhubungan. Empat komponen utama peta konsep adalah konsep-konsep, keterkaitan antar konsep, hirarki dan contoh-contoh. (Dahar, 1988). Novak (dalam Dahar, 1988) menjelaskan kriteria penilaian peta konsep meliputi : (1) kesahihan proposisi, (2) adanya hirarki, (3) adanya kaitan silang, dan (4) adanya contoh-contoh. 204 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Pendidikan KERANGKA BERPIKIR Penyampaian materi dengan strategi peta konsep akan sangat membantu siswa dalam menghubungkan pengetahuan awal dengan pengetahuan yang akan dipelajari. pembelajar untuk secara aktif memikirkan hubungan-hubungan di antara konsep-konsep yang akan dijadikannya peta konsep, sehingga siswa mempunyai kesempatan membangun sendiri pengetahuannya dan dengan demikian pembelajaran tidak hanya sekedar menghapal konsep-konsep atau fakta-fakta sains namun dapat tertanam kuat dalam struktur kognitif siswa. Dengan perkataan lain proses penyusunan peta konsep dapat memfasilitasi pemahaman pembelajaran mengenai sains. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat eksperimen, dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan strategi Peta Konsep terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan larutan penyangga. Rancangan penelitian ini adalah rancangan eksperimental semu (quasi eksperimental) dengan pemilihan subjek penelitian tidak secara random (Ibnu dan kawak-kawan, 2003 dan Sugiyono, 2008). Data dalam penelitian ini meliputi data hasil belajar dan data respon siswa terhadap model yang diterapkan. Pengambilan data hasil belajar dengan soal-soal sedang pengambilan data respon siswa dengan menggunakan angket. Angket dan soal-soal diberikan pada siswa setelah pembelajaran selesai. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik uji t (Subana dan Sudrajat, 2005). Untuk melihat tanggapan siswa terhadap pembelajaran dianalisis secara deskriptif dalam bentuk prosentase. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian. Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil sebagai berikut : 1) Hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga yang menggunakan strategi Peta Konsep lebih baik jika dibandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan metode ceramah yaitu rata-rata nilai untuk kelompok eksperimen adalah 74,43, sedang rata-rata nilai untuk Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 205

kelompok kontrol adalah 65,04, 2) Siswa memberikan persepsi sangat positif sebesar 47,5% dan positif sebesar 52,5% (sangat bermanfaat) terhadap penggunaan strategi Peta Konsep dalam pembelajaran kimia pada materi pokok larutan Penyangga. Pembahasan. Dari hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dengan siswa yang diajar dengan metode ceramah. Nilai rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep sebesar 74,43 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan metode ceramah sebesar 65,04. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan strategi Peta Konsep memberikan pengaruh yang positif pada hasil belajar siswa. Dengan strategi Peta Konsep maka siswa mempunyai kesempatan membangun pengetahuannya sendiri, baik melalui pengalaman, membuat pertanyaan, melihat fakta-fakta atau membuat jawaban atas pertanyaan fakta-fakta yang terjadi. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tingkat pemahaman siswa terhadap materi larutan penyangga yang menggunakan strategi Peta Konsep lebih tinggi dibandingkan tingkat pemahaman siswa yang tidak menggunakan strategi Peta Konsep. Berdasarkan hasil pengamatan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan strategi Peta Konsep lebih baik terhadap hasil belajar kimia pada materi larutan penyangga disebabkan oleh beberapa hal antara lain : Siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep mempunyai minat terhadap kimia, sikap rasa ingin tahu dan keaktifan yang tinggi selama proses pembelajaran materi larutan penyangga. Pembelajaran dengan strategi Peta Konsep siswa tidak hanya sekedar menghapal konsep-konsep, siswa membangun pengetahuan sendiri sehingga belajar menjadi lebih bermakna dan tidak mudah dilupakan. Seperti yang dijelaskan oleh Ebenezer (1992) bahwa dengan strategi Peta Konsep sangat membantu siswa karena dapat membangun kembali pengetahuan awal siswa dan meletakkan dasar untuk pembelajaran kimia. 206 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009

ISBN : 979-498-467-1 Pendidikan Pembelajaran dengan strategi Peta Konsep meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, siswa aktif memunculkan masalah/ide, aktif bertanya/menjawab pertanyaan saat diskusi, mendengarkan dan memperhatikan guru dan siswa lain yang mengemukakan ide dan siswa aktif menggali informasi dalam membangun sendiri konsep-konsep kimia melalui pengalamannya. Uji Hipotesis. Dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak maka dilakukan uji t dua pihak dengan bantuan SPSS 10.00 for windows. Berdasarkan hasil uji t data hasil belajar siswa diperoleh t hitung sebesar 12,526 dan t Tabel sebesar 1,992 maka H 0 ditolak dan H 1 diterima yang berarti ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dengan yang diajar dengan metode ceramah pada materi larutan penyangga. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut : a. Hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga yang menggunakan strategi Peta Konsep lebih baik jika dibandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan metode ceramah yaitu rata-rata nilai untuk kelompok eksperimen adalah 74,43, sedang rata-rata nilai untuk kelompok kontrol adalah 65,04. b. Siswa memberikan persepsi sangat positif sebesar 47,5% dan positif sebesar 52,5% (sangat bermanfaat) terhadap penggunaan strategi Peta Konsep dalam pembelajaran kimia materi larutan penyangga. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas maka pada bagian ini dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: a. Para guru disarankan menerapkan strategi Peta Konsep dalam pembelajaran kimia dengan materi pokok yang berbeda. b. Dalam menerapkan metode atau model pembelajaran inovatif perlu evaluasi yang berkelanjutan sehingga siswa dapat memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan sebelumnya. Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 207

DAFTAR PUSTAKA Dahar,R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta : Depdiknas Dikti Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Ebenezer,J.V. 1992. Making Chemistry Learning More Meaningful. Journal of Chemical Education. Juni, 1992. Volume 69. Nomor 6. Hal 464-467. Hawkes, J.Stephen. 1996. Buffer Calculations Deceive and Obscure. Journal The Chemical Educator 1/Vol.1 No.6. http://journals.springer-ny.com/chedr. Diakses 4 September 2007 Iskandar,Srini M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Kimia. Malang : Universitas Negeri Malang FMIPA Jurusan Kimia. Iskandar,Srini M. 2005. Penelitian Tindakan Kelas : Memperbaiki Kualitas Pembelajaran Laju Reaksi dan Kesetimbangan Kimia di Kelas XI SMA Negeri 7 Malang Menggunakan Peta Konsep dan DiagramVee. Malang : Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang. Puskur. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA dan MA. Jakarta: Depdiknas. Rusmansyah. 2001. Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Kimia Karbon Melalui Strategi Peta Konsep (Concept Mapping). Jakarta : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Mei 2003, Tahun Ke- 9 No.042. 348-361 Sanjaya, Wina. 2006a. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada Media. Sanjaya, Wina. 2006b. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media. Subana dan Sudrajat. 2005. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung : Pustaka Setia. Ibnu,S dan kawan-kawan. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang : Universitas Negeri Malang. Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Waras. 1997. Menuju Pembelajaran yang Berperspektif Konstruktivis. Jurnal Teknologi Pembelajaran. Tahun 5. Nomor 1. April 1997 22-28 Widodo,Ari. 2007. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains. Jakarta : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2007. Tahun ke-13. Nomor. 064. 91-105. Wonoraharjo,S. 2006. Filosofi Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia. Malang : Universitas Negeri Malang FMIPA Jurusan Kimia. 208 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009