BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. non-infeksi makin menonjol, baik di negara maju maupun di Negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut adalah bayi (WHO, 2003). ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bawah. Tingkat mortalitas akibat ISPA pada bayi, anak dan orang lanjut usia tergolong tinggi terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di sarana pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2007) ISPA hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan terjadi tiga sampai enam kali per tahun. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana pelayanan kesehatan yaitu sebanyak 40-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat di rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes RI, 2009). 1

Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran nafas bagian atas (ISPaA) dan saluran nafas bagian bawah (ISPbA) beserta bagian-bagiannya. ISPaA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan kecacatan misalnya otitis media yang merupakan penyebab ketulian. Sedangkan hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA), paling sering adalah pneumonia (WHO, 2003). Penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan utama di Jawa Tengah. Penyakit pneumonia adalah penyebab nomor satu (15,7%) dari penyebab kematian balita di rumah sakit (Profil Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2001). Pada tahun 2006, cakupan penemuan pneumonia balita di Jawa Tengah mencapai 26,62%. Angka tersebut mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu menjadi 24,29% dan pada tahun 2008 juga mengalami penurunan menjadi 23,63%. Angka ini sangat jauh dari target Survey Penyakit Menular (SPM) tahun 2010 sebesar 100% (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2008). Berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2003), penemuan pneumonia balita pada tahun 2003 sebesar 64.200 penderita. Bila dibandingkan dengan angka penemuan pada tahun 2002 yang hanya sebesar 56.604 penderita, maka angka tersebut relatif ada peningkatan. Namun demikian masih sangat rendah dari target yang diharapkan yaitu sebesar 297.516 penderita. Bila kita mengacu pada renstra yang ada maka seharusnya angka kematian balita turun sampai dengan tiga per 1000 balita 2

pada akhir tahun 2004 nanti, hal ini dapat dicapai bila penemuan pengobatan pneumonia balita sesuai dengan target yang ada atau 86% dari perkiraan pneumonia balita yang ada di masyarakat. Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002, Prevalensi keluhan ISPA balita di Indonesia sebesar 18,7%, di perkotaan (21,6%) lebih tinggi dibanding di pedesaan (16,6%). Faktor risiko keluhan ISPA adalah sebagai berikut : gangguan asap dari pabrik sebesar 1.55 kali (95% CI: 1.312-1.838), lokasi rumah di daerah rawan banjir sebesar 1.16 kali (95% CI:1.121-1.338), dan status ekonomi miskin sebesar 0,89 kali (95% CI:0.830-0.973). Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Boyolali (2009), ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita masyarakat Boyolali dan merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki prevalensi penderita ISPA yang tinggi. Pada tahun 2007 sedikitnya terdapat 19.114 kasus ISPA pada balita. Tahun 2008 meningkat menjadi 19.515 balita, kemudian mengalami peningkatan lagi pada tahun 2009 sebesar 20.274 balita. Hal ini menunjukan bahwa angka kesakitan ISPA pada balita di Boyolali selalu mengalami peningkatan (Profil Dinas Kesehatan Boyolali, 2009). Puskesmas Banyudono I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Boyolali dengan ISPA sebagai peringkat pertama dari 10 besar penyakit yang ada. Pada tahun 2007 angka kesakitan ISPA mencapai 13.569 dan kasus pada balita mencapai 2.248 (16,56%). Pada tahun 2008, angka 3

kesakitan ISPA mencapai 15.850 dan untuk balita 3.131 (19,75%). Pada tahun 2009, angka kesakitan ISPA turun menjadi 12.226 tetapi untuk angka kesakitan balita meningkat menjadi 4.025 balita (32,92%). Hal ini menunjukan bahwa angka kesakitan ISPA pada balita di Puskesmas Banyudono I mengalami peningkatan (SP3 Puskesmas Banyudono I, 2009). Melihat tingginya angka kejadian ISPA, maka diperlukan upaya-upaya kesehatan masyarakat dalam mencegah terjadinya ISPA. Upaya kesehatan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas Banyudono 1 berupa upaya promotif dan preventif seperti penyuluhan kesehatan tentang ISPA, gizi, lingkungan, dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), juga pemberian makanan tambahan berupa susu, makanan tambahan dan pemberian imunisasi DPT maupun campak, selain itu dilakukan upaya pengobatan untuk balita yang sudah mengalami ISPA. Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa salah satu kendala dalam pembangunan kesehatan adalah pengetahuan, sikap, perilaku, dan kebiasaan masyarakat untuk hidup sehat (Profil Puskesmas Banyudono 1, 2007). Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan hunian, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak dapur, jenis bahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan keluarga serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun 4

pengetahuan ibu (Nurjazuli dan Widyaningtyas, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani (2007) diketahui bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian dan ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolali yang meliputi: kepadatan hunian, ventilasi rumah, penggunaan obat nyamuk bakar dan jenis bahan bakar masak. B. Perumusan Masalah 1. Masalah umum Mengacu pada latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu: Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Kabupaten Boyolali? 2. Masalah khusus a. Adakah hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Kabupaten Boyolali? b. Adakah hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Kabupaten Boyolali? 5

c. Adakah hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Kabupaten Boyolali? d. Adakah hubungan antara jenis bahan bakar masak yang digunakan dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Kabupaten Boyolali? C. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolali. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Kabupaten Boyolali. b. Mengetahui hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Kabupaten Boyolali. c. Mengetahui hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Kabupaten Boyolali. 6

d. Mengetahui hubungan antara jenis bahan bakar masak dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono 1 Kabupaten Boyolali. D. Manfaat 1. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terutama ibu yang mempunyai balita yang menderita ISPA tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif, kelengkapan imunisasi, serta memperhatikan jenis obat nyamuk dan bahan bakar yang digunakan. 2. Bagi instansi terkait khususnya Puskesmas Banyudono 1 Memberikan informasi agar dapat dijadikan pedoman dalam pengambilan kebijakan pada program kepedulian pada balita yang terkena ISPA. 3. Bagi peneliti lain Sebagai dasar acuan maupun data dasar untuk penelitian selanjutnya. 4. Bagi peneliti a. Sebagai suatu pengalaman belajar dalam kegiatan penelitian. b. Sebagai tambahan pengetahuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA pada balita. 7

E. Ruang Lingkup Ruang lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita yang terdiri dari : kepadatan hunian, ventilasi rumah, penggunaan obat nyamuk bakar dan jenis bahan bakar masak yang digunakan. 8