BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan fisik termasuk gigi merupakan aspek yang sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan senyum yang menawan akan memberikan efek yang positif pada tiap tingkat sosial, sedangkan gigi yang tidak teratur dan protrusi akan memberikan efek negatif. Banyak masyarakat melakukan perawatan ortodonti untuk memperbaiki penampilan, dan tentu saja keinginan yang terbesar biasanya berhubungan dengan estetik serta untuk meningkatkan kepercayaan diri. 1 Maloklusi adalah kelainan susunan gigi atau kelainan hubungan antara rahang atas dan rahang bawah. 2 Kata maloklusi secara literatur memiliki arti sebagai gigitan yang buruk. Kondisi ini dapat berupa gigitan yang tidak teratur, crossbite, atau overbite. Maloklusi juga dapat berupa gigi yang miring, protrusi, atau crowded. Hal ini dapat mengganggu penampilan, fonetik, ataupun pengunyahan. 3 Banyak survei yang telah dilakukan terhadap populasi di berbagai tempat untuk memperkirakan prevalensi maloklusi. Survei tersebut membuktikan bahwa kebanyakan anak-anak memiliki gigi yang tidak teratur atau maloklusi. 4 Penelitian Silva et al tentang maloklusi tahun 2001 di Amerika Latin pada anak usia 12-18 tahun yang dikutip dari penelitian Apsari menunjukkan bahwa lebih dari 93% anak menderita maloklusi. Hasil penelitian Apsari di SMPN 1 Ungaran tahun 1997 pada 91 remaja menunjukkan bahwa 83,5% menderita maloklusi, dengan 38,2%
merupakan maloklusi ringan. 5 Hasil penelitian Oktavia tentang maloklusi pada remaja SMU di kota Medan tahun 2007 dengan menggunakan skor HMAR menunjukkan bahwa prevalensi maloklusi sebesar 60,5% dengan kebutuhan perawatan ortodonti sebesar 23 %. 5 Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam berbicara, dimana kebanyakan huruf-huruf alphabet memerlukan bantuan gigi untuk pelafalan yang jelas. Hasil penelitian Tellervo tahun 1992 di Eropa yang dikutip dari penelitian Fonte et al tentang hubungan maloklusi dengan gangguan bicara pada remaja dengan rata-rata umur 18 tahun bahwa terjadi gangguan sebanyak 33,8% siswa dengan oklusi mesial, 27,8% dengan overjet mandibula, 25.6% dengan open bite insisal, dan 12,8 % dengan crossbite lateral. 6,7 Maloklusi juga dapat mengakibatkan terjadinya kelainan pengunyahan dimana terjadinya rasa sakit pada rahang saat mengunyah. 8 Hasil penelitian Oktavia pada anak SMU di kota Medan menunjukkan bahwa terdapat kesulitan pengunyahan pada penderita maloklusi sebesar 11,8%, makanan tersangkut 35,1%, sakit saat mengunyah 20,4%, rasa tidak nyaman saat mengunyah 44,1%. 9 Maloklusi selain memiliki dampak terhadap fonetik dan pengunyahan, maloklusi juga dapat berdampak terhadap estetik dan mempengaruhi hubungan sosial anak. 6 Hasil penelitian Oktavia menunjukkan sebanyak 41,89% anak memiliki kesulitan dalam bergaul, mudah tersinggung sebanyak 47,22%, malas keluar rumah sebanyak 16,71 %. 9 Shaw et al meneliti hubungan maloklusi dengan hubungan sosial anak yang dikutip dari penelitian Fonte et al menunjukkan bahwa semakin tinggi masalah dengan keadaan gigi dan rongga mulutnya maka semakin tinggi masalah dalam hubungan sosial. 6 Dibiase dan Sandler mengemukakan bahwa penampilan gigi
dan wajah memiliki efek sosial dan psychological terhadap persepsi seseorang dalam berteman, kelas sosial, popularitas dan intelegensia, mereka juga mengemukakan bahwa anak-anak dengan penampilan dental yang buruk lebih sering mendapat perlakuan yang tidak baik oleh temannya. 7 Hasil penelitian Marques et al di Brazil menunjukkan bahwa maloklusi secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup anakanak sekolah di Belo Horizonte Brazil. 10 Walaupun ketidakpuasan terhadap penampilan gigi biasanya berhubungan dengan ketidakteraturan oklusal, namun terdapat beberapa perbedaan dalam mengenali dan mengevaluasi penampilan gigi seseorang. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa banyak masyarakat yang sadar terhadap maloklusi, tetapi mereka tidak merasa membutuhkan perawatan. 1 Hal ini dipengaruhi oleh need dan demand masing-masing individu. Need adalah sesuatu yang diperlukan seseorang untuk merasa lebih baik, dan dapat juga diartikan sebagai kebutuhan menurut persepsi dirinya sendiri ataupun dokter gigi, need dapat dibagi menjadi perceived need dan evaluated need. Perceived need diartikan sebagai kebutuhan terhadap perawatan maloklusi berdasarkan persepsi individu. Evaluated need adalah kebutuhan terhadap perawatan maloklusi yang ditentukan melalui pemeriksaan dokter gigi, sedangkan demand adalah sesuatu yang dicari orang secara aktif dan biasanya akan mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya, demand juga dapat diartikan sebagai keinginan pasien terhadap perawatan maloklusi. Demand dapat dibagi menjadi potencial demand yang berarti keinginan pasien terhadap perawatan maloklusi yang telah terpenuhi. 11 Horowitz dan Jenkins yang dikutip dari penelitian Barnes
mengemukakan bahwa demand dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi dan pendidikan. 12 Soh mengemukakan bahwa need and demand terhadap perawatan ortodonti seseorang tergantung pada pasien itu sendiri. Pada penelitian masyarakat Singapura, ditemukan bahwa rendahnya demand terhadap perawatan ortodonti pada pria remaja walaupun need untuk perawatan ortodonti sangat diperlukan. Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut maka diketahuilah alasan-alasan penyebab rendahnya tingkat demand terhadap perawatan ortodonti yaitu mahalnya biaya (41%), perawatan menyebabkan rasa sakit (28%), pemakaian pesawat ortodonti tidak disukai (21%), pemakaian pesawat ortodonti merupakan hal yang memalukan (16%), tidak menyadari akan kebutuhan perawatan (33%), tidak menyadari akan keuntungan perawatan (10%), keberatan pada orang tua (2%), telah puas dengan penampilan giginya (46%), hanya 10% yang merasa membutuhkan perawatan. 13 Orientasi seorang anak terhadap masa kini dan masa depannya dapat memprediksi kesiapan untuk perawatan ortodonti. Konsep ini berdasarkan penelitian oleh Kiyak yang menunjukkan bagaimana anak-anak merubah fokus mereka pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Anak-anak yang lebih muda (6-9 tahun) lebih memfokuskan diri mereka pada pengalaman masa lalu dan masa depan dan tidak peduli dengan perubahan yang terjadi pada masa sekarang. Anak-anak dengan umur yang lebih tua (13-18 tahun) kurang fokus kepada arti masa depan dan lebih mempedulikan apa yang mereka hadapi dimasa sekarang. Masa remaja merupakan masa dimana terjadinya perubahan besar secara biologis, pencarian jati diri, pencarian panutan, serta peduli dengan dirinya dan penampilannya. 14
Peneliti melakukan penelitian di SMU Negeri 1 Binjai karena peneliti ingin mengetahui need dan demand serta akibat maloklusi pada siswa di kota kecil. Peneliti tertarik melaksanakan penelitian ini karena peneliti ingin mengetahui akibat dari maloklusi terhadap siswa SMU serta bagaimana need dan demand akan perawatan maloklusi terhadap siswa SMU. 1.2 Perumusan masalah Bagaimana need and demand serta akibat dari maloklusi pada siswa SMU Negeri 1 Binjai? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perceived need pada siswa SMU. 2. Mengetahui akibat dari maloklusi yang dirasakan siswa SMU. 3. Mengetahui demand pada siswa SMU. 4. Mengetahui evaluated need pada siswa SMU. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan masukan bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut terutama pada pencegahan dan perawatan maloklusi serta untuk menambah referensi pada bidang ilmu pengetahuan.