ANALISIS FUNGSI PENGAWASAN DAN PERAN INSPEKTORAT JENDERAL DALAM PENERAPAN GOOD PUBLIC GOVERNANCE (STUDI KASUS: KEMENTERIAN PERTANIAN)

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sayangnya, harapan akan

Brink s Modern Internal Auditing

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB II LANDASAN TEORI. menurut para ahli. Adapun pengertian audit internal menurut The Institute of

PT. Bangkitgiat Usaha Mandiri. Palm Oil Plantation & Mill

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN,

Standar Audit? i Oleh: Revoldi H. Siringoringo

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA

BAB I PENDAHULUAN. Skandal perusahaan-perusahaan publik tidak hanya terjadi di negara-negara besar,

BUPATI BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi di telinga kita. Pada negara maju, GCG sudah lama menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAHAN PENUNJANG MATERI MATA DIKLAT SANKRI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

SEJARAH,PERKEMBANGAN, DAN GAMBARAN UMUM

PIAGAM AUDIT INTERN. Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : Januari 2016 Inspektur Jenderal RILDO ANANDA ANWAR

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA.

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, dipandang perlu menetapkan Pedoman Pengawasan Intern dengan Peraturan Me

PT. BUANA FINANCE, TBK PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

REPUBLIK INDONESIA TENTANG REPUBLIK INDONESIA.

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,

Arsip Nasional Republik Indonesia

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR AUDIT INSPEKTORAT KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

Pendidikan Kewarganegaraan

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN GUBERNUR JAWA TIMUR,

PIAGAM KOMITE AUDIT. ( AUDIT COMMITTE CHARTER ) PT FORTUNE MATE INDONESIA Tbk

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai wakil dari pemilik juga memiliki kepentingan pribadi sehingga perilaku

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan sesuai dengan kode etik auditor. Tuntutan

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero)

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PIAGAM AUDIT INTERNAL

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2017

PEDOMAN KERJA KOMITE AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. diperluas ke semua bidang kegiatan operasional perusahaan. Dengan demikian

2017, No Berencana Nasional tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berenc

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perusahaan baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PT Wintermar Offshore Marine Tbk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

KEPUTUSAN DEWAN KOMISARIS PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (PERSERO) NOMOR : PC-07/05/2014 TENTANG PIAGAM KOMITE AUDIT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi global. Dengan begitu BUMN memiliki tanggung jawab yang

PT. BUANA FINANCE, TBK PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 21 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015

BAB I PENDAHULUAN. Laporan hasil pemeriksaan merupakan kesempatan bagi satuan pengawas

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

PIAGAM INTERNAL AUDIT

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), terutama melalui

MEMBEDAH STANDAR AUDIT INTERN PEMERINTAH INDONESIA. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah tersebut melalui berbagai cara, salah satunya dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

ANALISIS FUNGSI PENGAWASAN DAN PERAN INSPEKTORAT JENDERAL DALAM PENERAPAN GOOD PUBLIC GOVERNANCE (STUDI KASUS: KEMENTERIAN PERTANIAN) Muhammad Umar Alfaruqi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Program Studi Akuntansi Purwatiningsih Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Program Studi Akuntansi Abstrak: Skripsi ini membahas mengenai kegiatan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian, yang mempunyai fungsi sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), dan konsultan internal bagi Kementerian Pertanian, dan hal-hal lain yang mendukung kegiatan tersebut, seperti sistem sumber daya manusia, whistleblowing system, dan nilai-nilai yang berlaku di dalam Inspektorat Jenderal dalam kaitannya dengan penerapan Good Public Governance. Pembahasan akan berisi analisis mengenai prosedur pelaksanaan audit, baik audit kinerja maupun audit investigatif, dan kegiatan lainnya yang dilakukan Inspektorat Jenderal sebagai pengawas internal di Kementerian Pertanian yang akan dibandingkan dengan perundang-undangangan yang berlaku dan best-practice pelaksanaan audit internal. Pembahasan kemudian akan dikaitkan dengan peran Inspektorat Jenderal dalam penerapan Good Public Governance di Kementerian Pertanian. Kata Kunci : Audit internal, pengawas internal, good public governance, whistleblowing, kementerian 1. PENDAHULUAN Good Public Governance (GPG) merupakan sistem atau aturan perilaku terkait dengan pengelolaan kewenangan oleh para penyelenggara Negara dalam menjalankan tugasnya secara bertanggung-jawab dan akuntabel. GPG pada dasarnya mengatur pola hubungan antara penyelenggara negara dan masyarakat dan antara penyelenggara negara dan lembaga negara serta antar lembaga negara (Mangindan dalam KNKG, 2010). Di Indonesia, menurut Yusuf (2007) kesadaran akan pentingnya tata kelola yang baik mulai dirasakan saat negara ini dihantam oleh krisis ekonomi tahun 1997 yang mengakibatkan terjadinya stagnasi bahkan kemunduran dalam perekonomian Indonesia. Konsep governance mulai menguat setelah ditandatanganinya Letter of Intent (LOI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF pada akhir tahun 1997 yang mensyaratkan

perbaikan governance dengan dikeluarkannya perangkat-perangkat governance, baik publik maupun korporasi. Fenomena lain yang membuat perlunya peningkatan kualitas governance suatu negara adalah peningkatan investasi yang masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Perhatian para investor internasional tertuju pada kualitas governance yang menjadi salah satu cerminan dari resiko apa yang para investor hadapi di negara tersebut. Resiko tersebut kemudian akan dibandingkan dengan potensi kenaikan asset dan investasi yang dihasilkan yang akan menjadi dasar pengambilan keputusan (OECD, 2007). Baik buruknya penyelenggaraan tata kepemerintahan tergantung pada beberapa hal, salah satunya adalah pelaksanaan sistem pengendalian internal di instansi atau lembaga sektor publik tersebut. Salah satu pihak yang berada di internal organisasi yang bertanggung jawab dalam memberikan assurance bahwa kegiatan telah berjalan sesuai dengan sistem adalah audit internal (Peraturan Bappepam-LK No. IX.I.7). Kebutuhan akan sistem kontrol tumbuh dari organisasi dimana principal tidak lagi bisa secara langsung memonitor kegiatan organisasi. Di sektor publik di Indonesia, sistem pengendaliannya disebut Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), yaitu sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. (PP No. 60 Tahun 2008). Untuk memperkuat dan menunjang efektifitas sistem pengendalian internal di sektor publik khususnya di lingkungan kementerian, pemerintah membentuk Inspektorat Jenderal (Itjen) yang berada di setiap kementerian. Inspektorat Jenderal adalah salah satu unit eselon I di kementerian yang berperan sebagai unit pengawasan internal. Sebagai unit pengawasan internal, Itjen memiliki tugas untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan kementerian sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh menteri yang bersangkutan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Peraturan yang mendasari keberadaan Itjen di setiap kementerian adalah Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 dan Nomor 24 Tahun 2010. Itjen perlu memahami konsep dasar peran auditor internal dan juga peran lainnya, diantaranya peran untuk meningkatkan efektifitas proses governance di lingkungan kementerian.

Dari perkembangan tersebut penulis tertarik untuk menganalisis pengaruh dari pelaksanaan pengawasan internal oleh Inspektorat Jenderal terhadap kualitas GPG pada Kementerian Pertanian. 2. TINJAUAN TEORITIS Menurut Dube dan Danescu (2011) secara umum, sektor publik terdiri dari pemerintah dan semua lembaga publik yang dikendalikan atau didanai publik, perusahaan, dan entitas lain yang memberikan program publik, barang, atau jasa. Konsep sektor publik mungkin tumpang-tindih dengan konsep not-for-profit organization. Tata kelola dikatakan baik (good governance) apabila saat pemerintah melakukan alokasi dan mengelola sumber daya yang dapat digunakan untuk merespon sebuah masalah, dilakukan secara efisien. Oleh karena itu performa negara harus dinilai dengan benar dari sisi kualitas maupun kuantitas, melalui kualitas barang publik yang disediakan untuk warganya (Rotberg, 2004). Good Public Governance (GPG) merupakan sistem atau aturan perilaku terkait dengan pengelolaan kewenangan oleh para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya secara bertanggung jawab dan akuntabel. GPG pada dasarnya mengatur pola hubungan antara penyelenggara negara dan masyarakat dan antara penyelenggara negara dan lembaga negara serta antar lembaga negara. Penerapaan GPG mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perwujudan Good Corporate Governance oleh dunia usaha dan penyelenggara Negara. Sinergi diantara diharapkan keduanya dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang pada gilirannya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat (Mangindan dalam KNKG, 2010). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dalam buku Tata Pemerintahan yang Baik (2007) menjelaskan setidaknya ada empat belas nilai yang menjadi prinsip tata kepemerintahan yang baik: 1. Wawasan ke depan (visionary) Seluruh kegiatan pemerintah berupa pelayanan publik dan pembangunan di berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas disertai

pelaksanaan yang tepat sasaran. Apabila sebuah kegiatan tidak memiliki visi, akan menyebabkan pelaksanaan pemerintahan berjalan tanpa arah yang jelas. 2. Keterbukaan dan transparansi (opennes and transparency) Keterbukaan merujuk pada ketersediaan informasi dan kejelasan bagi masyarakat umum untuk mengetahui proses penyusunan, pelaksanaan, dan hasil yang telah dicapai melalui sebuah kebijakan publik. Semua urusan tata pemerintahan berupa kebijakan-kebijakan publik, baik yang berkenaan dengan pelayanan publik maupun pembangunan di daerah harus diketahui publik. 3. Partisipasi masyarakat (participation) Partisipasi masyarakat merujuk pada keterlibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian kepentingan masyarakat dapat tersalurkan, dapat mengakomodasi sebanyak mungkin aspirasi dan kepentingan masyarakat, serta mendapat dukungan masyarakat luas. 4. Tanggung gugat (accountability) Akuntabilitas publik adalah suatu ukuran atau standar yang menunjukan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan penyusunan kebijakan publik dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku untuk organisasi publik yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyusunan kebijakan publik harus dapat mempertanggungjawabkan setiap kebijakan yang diambil. 5. Supremasi hukum (rule of law) Dalam pemberian pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan seringkali terjadi pelanggaran hukum, dalam hal ini siapa saja yang melanggar harus diproses dan ditindak secara hukum atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Demokrasi (democracy) Dalam demokrasi, rakyat dapat secara aktif menyuarakan aspirasinya. Keputusan yang diambil baik oleh lembaga eksekutif maupun legislatif harus didasarkan pada konsensus. Apabila tidak diterapkan demokrasi, rakyat akan mempunyai rasa memiliki yang rendah atas kebijakan publik yang dihasilkan.

7. Profesionalisme dan kompetensi (profesionalism and competency) Dalam pengelolaan pelayanan publik dan pembangunan dibutuhkan aparatur pemerintahan yang memiliki kualifikasi dan kemampuan tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk menempatkan aparat secara tepat dengan memperhatikan kecocokan antara tuntutan pekerjaan dan kualifikasi atau kemampuan. 8. Daya Tanggap (responsiveness) Aparatur pemerintah harus cepat tanggap dan mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Aparat juga harus mengakomodasi aspirasi masyarakat sekaligus menindaklanjutinya dalam bentuk peraturan/kebijakan kegiatan proyek atau program. Wujud nyatanya adalah dengan terciptanya pusat pelayan pengaduan masyarakat, kotak saran, surat pembaca, dan website. 9. Effisiensi dan efektifitas (efficiency and effectiveness) Agar dapat meningkatkan kinerjanya, tata kepemerintahan membutuhkan dukungan struktur yang tepat. Pemerintahan baik pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perubahan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan. Di samping itu, pemerintahan yang ada juga harus selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien. 10. Desentralisasi (decentralization) Wujud nyata dari konsep desentralisasi adalah pendelegasian urusan pemerintahan disertai sumber daya pendukung kepada lembaga dan aparat yang ada dibawahnya. Penerapan desentralisasi akan dapat mengurangi beban dan penggunaan sumber daya pada lembaga dan aparat di tingkat atas, dan dapat mendayagunakan sumber daya aparat pada tataran yang lebih bawah. 11. Kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat (Private sector and Civil society partnership) Untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik dan pembangunan masyarakat madani, peranan swasta dan masyarakat sangatlah penting. Salah

satu wujud nyata kemitraan adalah dengan pembentukan kerja sama dan perbaikan sistem kepada masyarakat dan sektor swasta. 12. Komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality) Kesenjangan dapat memicu konflik dalam masyarakat yang pada akhirnya dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. Apabila tidak diterapkannya prinsip pengurangan kesenjangan akan menyebabkan berbagai ketimpangan 13. Komitmen pada perlindungan lingkungan hidup (commitment for environmental protection) Masalah lingkungan telah berkembangmenjadi isu yang sangat penting. Hal ini berakar pada kenyataan bahwa daya dukung lingkungan semakin lama semakin menurun. Apabila tidak diterapkan prinsip tersebut maka pemanfaatan sumber daya untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan tidak akan berkelanjutan. 14. Komitmen pada pasar yang fair (commitment to fair market) Pengalaman kebijakan yang tidak berkomitmen pada pasar dan campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi sering kali berlebihan terbukti membebani anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dalam Pedoman Umum Good Public Governance (2010) menjelaskan bahwa setiap negara harus memastikan asas GPG ditetapkan dalam setiap aspek pelaksanaannya. Terdapat lima asas GPG menurut KNKG, yaitu: 1. Demokrasi Demokrasi mengandung tiga unsur pokok yaitu partisipasi, pengakuan adanya perbedaan pendapat dan perwujudan kepentingan umum. Asas demokrasi harus diterapkan baik dalam proses memilih dan dipilih sebagai penyelenggara negara maupun dalam proses penyelenggaraan Negara. 2. Transparansi Tranparansi mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan. Transparansi diperlukan agar pengawasan oleh masyarakat dan dunia usaha terhadap penyelenggaraan Negara dapat dilakukan secara obyektif. Untuk itu, diperlukan penyediaan informasi melalui sistem

informasi dan dokumentasi yang dapat diakses dengan mudah tentang pola perumusan dan isi peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik serta pelaksanaannya oleh masing-masing lembaga negara. Transparansi juga diperlukan dalam rangka penyusunan dan penggunaan anggaran. Asas transparansi tidak mengurangi kewajiban lembaga negara serta penyelenggara negara untuk merahasiakan kepentingan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan harus menolak memberikan informasi yang berkaitan dengan keselamatan negara, hak-hak pribadi dan rahasia jabatan. 3. Akuntabilitas Akuntabilitas mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Akuntabilitas diperlukan agar setiap lembaga negara dan penyelenggara negara melaksanakan tugasnya secara bertanggungjawab. Untuk itu, setiap penyelenggara negara harus melaksanakan tugasnya secara jujur dan terukur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan kebijakan publik yang berlaku serta menghindarkan penyalahgunaan wewenang. 4. Budaya Hukum Budaya hukum mengandung unsur penegakan hukum (law enforcement) secara tegas tanpa pandang bulu dan ketaatan terhadap hukum oleh masyarakat berdasarkan kesadaran. Budaya Hukum harus dibangun agar lembaga negara dan penyelenggara Negara dalam melaksanakan tugasnya selalu didasarkan pada keyakinan untuk berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu, setiap lembaga negara dan penyelenggara negara berkewajiban untuk membangun sistim dan budaya hukum secara berkelanjutan baik dalam proses penyusunan dan penetapan perundang-undangan serta kebijakan publik maupun dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Penetapan perundang-undangan dan kebijakan publik harus dilakukan atas dasar kepentingan umum dan dilaksanakan secara konsekuen. 5. Kewajaran dan Keutamaan Kewajaran dan kesetaraan mengandung unsur keadilan dan kejujuran sehingga dalam pelaksanaannya dapat diwujudkan perlakuan setara terhadap pemangku kepentingan secara bertanggungjawab. Kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk dapat mewujudkan pola kerja lembaga negara dan penyelenggara negara yang lebih adil dan bertanggungjawab. Kewajaran dan kesetaraan juga diperlukan agar pemangku kepentingan dan masyarakat menjadi lebih mentaati hukum dan dihindari terjadinya benturan kepentingan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya

lembaga negara dan penyelenggara negara harus senantiasa memperhatikan kepentingan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. The Institute of Internal Auditors (2004) menyatakan definisi dari Audit Internal: an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization's operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes. Effendi (2006) menyatakan bahwa peran auditor internal pada masa lalu adalah sebagai watchdog perusahaan, sedangkan pada masa kini dan masa mendatang mengalami pergeseran menjadi konsultan internal yang memberi masukan berupa menuju perbaikan dan peningkatan atas sistem yang telah ada serta berperan sebagai katalis, selain tetap berperan sebagai pengawas. Pengawasan internal adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa asistensi, sosialisasi dan konsultansi terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (Permenpan No.5 Tahun 2008). Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Audit Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan pengawasan fungsional terhadap pengelolaan keuangan negara agar berdaya guna dan berhasil guna untuk membantu manajemen

pemerintahan dalam rangka pengendalian terhadap kegiatan unit kerja yang dipimpinnya (fungsi quality assurance) (Permenpan No.5 Tahun 2008). Auditor adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah untuk dan atas nama APIP (Permenpan No.5 Tahun 2008). Jabatan Fungsional Auditor (JFA) merupakan jabatan fungsional yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam suatu satuan organisasi pengawasan instansi pemerintah/aparat pengawasan instansi pemerintah (APIP) yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri (Permenpan No.220 Tahun 2008). Organisasi Buruh Internasional (ILO, 2005 dalam G-20, 2013) mendefinisikan sebagai-pelaporan oleh karyawan atau mantan karyawan terhadap kegiatan ilegal, tidak sesuai aturan, berbahaya atau tidak etis oleh perusahaan. UNCAC (2005) mendefinisikan whistleblower sebagai setiap orang yang melaporkan dengan itikad baik dan dengan alasan yang masuk akal kepada pihak yang berwenang fakta-fakta mengenai tindak pidana sesuai peraturan yang berlaku. 3. INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan internal melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian sebagai unit pengawas internal dalam melakasanakan tugas pokok dan fungsinya diarahkan untuk melakukan pencegahan sekaligus deteksi dini pada penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. Dalam menjalankan fungsi pengawasannya Inspektorat dibagi atas 5 inspektorat, empat inspektorat reguler yang melakukan audit kinerja dan satu inspketorat khusus yang melakukan audit investigasi. Yang membedakan kedua kegiatan adalah audit disebut reguler karena Inspektur yang bertanggung jawab atas hal tersebut, mempunyai

kegiatan rutin dan reguler untuk setiap tahunnya., sedangkan Inspektorat Investigasi melakukan tugas-tugas khusus, seperti pengaduan masyarakat dan juga tugas tujuan tertentu, dan melakukan pengawasan langsung dari perintah menteri atau inspektur jenderal. 4. PEMBAHASAN Standar audit yang digunakan oleh APIP secara keseluruhan dan termasuk Itjen Kementerian Pertanian secara khusus diatur Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.5 Tahun 2008. Standar audit ini dibuat sudah mempertimbangkan segala referensi baik dalam dan luar negeri termasuk best-practice yang dikeluarkan oleh IIA, sehingga bisa dikatakan bahwa Standar Audit yang ada sudah mencerminkan standar audit yang best-practice. Namun, peraturan yang ada belum mencakup kegiatan consulting yang juga dilakukan oleh Itjen. Hal ini berbeda dengan standar yang dikeluarkan oleh IIA. Agar dapat diterapkan baik untuk kegiatan assurance maupun consulting, standar yang dikeluarkan oleh IIA memberikan interpretasi dan persyaratan bagi auditor internal untuk melakukan kegiatan assurance dan consulting. Perlu dilakukan pembaharuan untuk standar audit APIP yang ada sekarang, untuk memberikan guideline bukan hanya untuk kegiatan assurance tapi juga consulting yang juga dilakukan oleh Itjen sesuai dengan pergeseran fungsi pengawasan internal. Dalam melaksanakan audit, Itjen Kementerian Pertanian telah melakukan riskbased internal auditing. Hal ini tercermin dari langkah Itjen yang melakukan pemilihan sample pemeriksaan yang mempertimbangkan kriteria tertentu yang dinilai masuk kedalam golongan high-risk sample. Ini menandakan Itjen telah mengikuti best-practice audit internal. Dalam melakukan audit, Itjen menggunakan teknik pemilihan sample audit purposive sampling. Hal ini penulis nilai sudah sesuai dengan keadaan Itjen dimana Itjen memiliki keterbatasan sumber daya manusia dan juga keterbatasan anggaran. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa coverage dari audit yang dilakukan Itjen sangatlah terbatas. Ini merupakan hal yang perlu dipertimbangkan Itjen apakah dampak dari risiko dari sample yang tidak teraudit dapat diterima (acceptable) bagi Kementerian Pertanian.

Tindak lanjut rekomendasi Itjen bersifat wajib dilaksanakan tanpa terkecuali dan laporan atas tindak lanjut tersebut harus diterima oleh bagian Data dan Pengawasan Hasil Audit Sekretariat Itjen dalam jangka waktu 60 hari setelah LHA diterima oleh yang bersangkutan. Selama ini tidak ada kasus bahwa Eselon I dan satuan kerjanya tidak melakukan tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan Itjen. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah sejauh mana derajat pelakasanaan tindak lanjut yang dilakukan dan dilaporkan tersebut. Dalam hal terjadinya indikasi diperlukan adanya audit khusus pada saat melakukan audit regular, menurut penulis, inspektorat I hingga inspektorat IV seharusnya menfokuskan diri dalam pelaksanaan audit kinerja. Jika ditemukan atau ada laporan/aduan pada saat pelaksanaan audit kinerja sehingga dibutuhkannya pelaksaan audit khusus, maka auditor dari inspektorat investigasi lah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan audit khusus tersebut. Hal ini dikarenakan auditor-auditor Inspektorat Investigasi lebih mempunyai kemampuan yang dihasilkan dari pelatihan-pelatihan yang mereka dapat selama ini. Itjen selain menjalankan fungsi pengawasan juga memiliki fungsi konsultasi. Itjen sering diundang oleh eselon I dan dimintai pendapat dan berdiskusi mengenai langkahlangkah yang akan diambil Eselon I. Hal ini penulis nilai merupakan perubahan yang sangat baik yang terjadi di Itjen. Itjen terbukti sudah mengikuti trend perubahan yang terjadi di dunia audit internal dimana audit internal tidak lagi berperan hanya sebagai watchdog, tetapi juga berperan sebagai konsultan internal. Laporan atau aduan yang menjadi sumber untuk melakukan audit investigasi, lebih banyak masuk melalui sms yang diterima langsung oleh Menteri Pertanian dan Inspektur Jenderal. Hal ini bisa mengindikasikan bahwa sistem sms centre yang dimiliki oleh Itjen dan Kementerian Pertanian kurang diketahui oleh para pemangku kepentingan. Kurang adanya sosialisasi bisa menjadi salah satu penyebab dari hal ini. Hal lain yang bisa menjadi penyebab adalah para pemangku kepentingan kurang percaya lini pelaporan melalu sms centre ini. Selain itu, untuk lebih meningkatkan partisipasi dari seluruh elemen pegawai, diperlukan adanya pernyataan komitmen dari seluruh pegawai akan kesediaannya untuk melaksanakan Sistem Pelaporan

Pelanggaran dan berpartisipasi aktif untuk ikut melaporkan bila menemukan adanya pelanggaran. Dewan Kehormatan secara umum mempunyai dua fungsi utama, yaitu melakukan penyelidikan atas laporan pelanggaran etika oleh auditor dan melakukan penilaian kelayakan pemberian penghargaan terhadapa auditor. Menurut penulis, dengan dua fungsi utama yang dimiliki, Dewan Kehormatan bisa menjadi database penilaian perilaku auditor. Unsur perilaku dan etika bisa dimasukan kedalam penilaian kredit yang bisa diperoleh oleh auditor, sehingga auditor tidak hanya berfokus pada kinerja dan pendidikan, tetapi juga menjaga perilaku dan etikanya. Selain itu, seperti yang sudah berlangsung, Dewan Kehormatan dilibatkan secara aktif dalam pemberian penghargaan kepada auditor, sehingga auditor yang tidak hanya memiliki performa yang baik, tetapi juga yang beretika yang mendapat penghargaan. Tugas Dewan Kehormatan untuk menjadi pengawas dan mencegah terjadinya penyimpangan didukung dengan sistem Green Audits. Green Audits merupakan langkah penerjemahan kode etik yang dimiliki oleh Itjen yang menjadi sesuatu yang lebih sederhana dan mudah dimengerti. Green Audits dinilai berhasil membuat auditor dalam pelaksanaan tugas auditnya menjadi lebih santun, tidak arogan, lebih menghargai auditee tetapi tidak lupa akan tugasnya dalam melakukan audit. Penerapan Asas Good Public Governance: 1. Demokrasi Demokrasi mengandung tiga unsur pokok, yaitu partisipasi, pengakuan adanya perbedaan pendapat, dan perwujudan kepentingan umum. Demokrasi yang dimaksudkan disini bukan demokrasi dalam bidang pemilihan pejabat karena dalam pemilihan pejabat sudah ada sistem yang berlaku sesuai dengan perundangundangan dan aturan lainnya yang berlaku di Indonesia. Demokrasi yang dimaksudkan adalah Kementerian Pertanian secara aktif mendorong partisipasi dari pemangku kepentingan tidak terkcuali masyarakat umum dalam usaha bersama memantau, memberi kritik, masukan, dan aduan bila memang merasa ada yang kurang puas atau bahkan dirugikan oleh kegiatan kementerian. Kementerian Pertanian membuka kesempatan untuk berpartisipasi melalui SMS centre yang

dimiliki. Selain kementerian, Itjen juga membuka SMS centre untuk menerima pengaduan dan laporan dari semua pemangku kepentingan. Peran Itjen adalah membuat lini pelaporan lain yang lebih baik dan bisa dipercaya oleh pemangku kepentingan. Kondisi saat ini Itjen kurang maksimal dalam mendukung peningkatan partisipasi pemaangku kepentingan. Seperti yang dibahas pada pembahasan sebelumnya, lini pelaporan yang saat ini dimiliki hanya SMS centre dan ternyata aduan banyak masuk melalui Menteri atau Inspektur Jenderal. 2. Transparansi Kementerian Pertanian dan Inspektorat Jenderal menyediakan informasiinformasi yang relevan kepada publik melalui website kementerian dan inspektorat yang mudah diakses dan terbuka bagi pemangku kepentingan, tidak terkecuali masyarakat secara umum. Di dalamnya diantaranya informasi tentang kelembagaan, regulasi terkait yang menjadi landasan kegiatan kementerian, fokus kegiatan kementerian, informasi mengenai pertanian, artikel & berita terkait kegiatan kementerian dan inspektorat, dan layanan informasi lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Dengan ini diharapkan kesenjangan informasi antar pemangku kepentingan dapat diminimalisir. Tentu saja tidak semua informasi bisa disajikan karena ada hal yang memang menjadi rahasia Negara dan tidak bisa dipublikasikan. 3. Akuntabilitas Akuntablitias mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organiasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Struktur organisasi, tugas, dan fungsi setiap unit yang ada di Kementerian, termasuk juga Inspektorat Jenderal, semua tergambar dari Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Dengan adanya peraturan tersebut tergambar dengan jelas alur pertanggungjawaban yang ada di kementerian. Seperti yang diamanatkan undang-undang bahwa Inspektorat Jenderal merupakan unit pengawas yang berada di dalam tubuh kementerian, Inspektorat Jenderal mempunyai peran dalam melakukan audit atas kinerja dari pelaksana

kegiatan kementerian. Audit yang dilakukan secara berkala merupakan pemeriksaan apakah pelaksanaan yang terjadi sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan juga pertanggungjawaban dari pelakasana kegiatan. Selain audit kinerja yang dilakukan secara reguler, Inspektorat Jenderal melalui Inspektorat Investigasi juga melakukan tindak lanjut atas aduan yang diterima dari setiap pemangku kepentingan. Untuk melakukan tindak lanjut atas aduan tersebut, secara khusus Inspektorat Investigasi telah memiliki standar prosedur tersendiri. 4. Budaya Hukum Dalam menjalankan segala aktivitasnya, semua organ Kementerian Pertanian telah memiliki budaya hukum yang baik. Hal ini tercermin segala kegiatan, aktivitas, tata cara pelaksanaan aktivitas kegiatan tersebut didukung dengan undang-undang atau jenis peraturan lainnya. Selain itu Inspektorat Jenderal sebagai unit pengawas di tubuh Kementerian Pertanian dalam melakukan fungsi dan tugasnya tidak pernah memberikan kelonggaran pada siapa pun yang melakukan pelanggaran. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Made, Inspektorat Jenderal mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan dan audit pada level apapun selama itu masih dalam lingkup Kementerian Pertanian. Inspektorat Jenderal juga independen dalam memutuskan rekomendasi dan sanksi yang sesuai dengan fakta yang ditemukan selama proses audit. Ini menunjukan budaya hukum yang baik telah dijalankan oleh Inspektorat Jenderal di lingkungan Kementerian Pertanian. 5. Kewajaran dan Kesetaraan Kementerian Pertanian memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon pegawai dalma sistem rekrutmen, tidak lagi mengarah pada sistem nepotisme, sehingga semua warga Negara mempunyai kesempatan. Dalam hal pengadaan barang dan jasa, Kementerian Pertanian juga sudah mempunyai satu unit kerja e- procurement yaitu Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sehingga bisa meminimlaisir kecurangan yang mungkin terjadi. Dengan adanya LPSE, proses pengadaan barang dan jasa di Kementerian Pertanian dapat diikuti semua pihak tanpa adanya diskriminasi sesuai dengan peraturan dan criteria yang sudah ditetapkan.

Kewajaran dan kesetaraan juga bertujuan melindungi hak-gak masyarakat yang tercermin dengan penerapan standar pelayanan yang berkualitas, yang disusun sesuai dengan sifat dan jenis pelayanan. Kementerian Pertanian memiliki instrument peraturan yang mengatur standar pelayanan publik kepada masyarakat yang tercantum pada Peraturan Pertanian No.78/Permentan/OT.140/2012. Dengan peraturan ini diharapkan pelayanan yang diberikan Kementerian Pertanian kepada masyarakat adalah yang terbaik. Peran Itjen dalam hal ini adalah memastikan pelaksanaan di lapangan dari semua unit kerja dan instrument lainnya berjalan dengan sebagaimana mestinya dengan melakukan audit. Audit yang dilakukan, baik regular maupun khusus, akan lebih memberikan assurance bagi para pemegang kepentingan bahwa kegiatan yang diprogramkan sudah berjalan dengan seharusnya. 5. KESIMPULAN Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal sudah mencerrminkan best practice kegiatan pengawasan internal karena sudah mencerminkan kegiatan riskbased internal audit dan telah mengalami pergeseran fungsi, bukan hanya sebagai watchdog tetapi juga sebagai internal consultant bagi Kementerian Pertanian. Secara umum kegiatan pengawasan dibagi menjadi dua, yaitu audit kinerja dan audit investigatif. Yang membedakan kedua hal tersebut adalah: Audit kinerja adalah audit reguler dan rutin, dilakukan berdasar pada PKA yang telah dibuat sebelumnya, dan dilaksanakan oleh Inspektorat I-Inspektorat IV Audit Investigatif adalah audit yang tidak rutin, pemeriksaan dilakukan berdasar pada aduan yang masuk, dan dilaksanakan oleh Inspektorat Investigasi. Lini pengaduan yang menjadi yang dimiliki oleh Inspektorat Jenderal kurang dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan. Padahal lini pengaduan sangat lah penting untuk menampung aduan dari pemangku kepentingan. Mereka lebih percaya hubungan yang bersifat pribadi dan langsung kepada Menteri dan Inspektur Jenderal untuk menyampaikan laporan mereka.

Sebagian asas dan prinsip good public governance telah diterapkan di lingkungan Kementerian Pertanian. Peran umum dari Inspektorat Jenderal dalam penerapan good public governance adalah memberikan keyakinan yang memadai atas sistem di kementerian. Sistem pengawasan yang baik akan berujung pada tercapainya asas dan prinsip good public governance. Kurang maksimalnya peran Inspektorat Jenderal seperti kurang maksimalnya pengelolaan lini pengaduan yang dimiliki, dan juga hal-hal lain seperti peraturan yang berlaku, membuat beberapa asas dan prinsip dinilai belum diterapkan di lingkungan Kementerian Pertanian. 6. SARAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap analisis fungsi pengawasan internal dan peran Inspektorat Jendral dalam penerapan good public governance di Kementerian Pertanian, penulis memberikan beberapa saran, antara lain: 1. Penambahan auditor Inspektorat Jenderal secara keseluruhan. Terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki Inspektorat Jenderal saat ini membuat coverage audit kinerja sangat terbatas. Namun penambahan auditor tidak dengan membuka rekrutmen karena belanja pegawai merupakan komponen pengeluaran yang sangat tinggi dalam proporsi APBN. Dalam Permenpan No.220 Tahun 2008 diatur mekanisme penambahan auditor dari PNS non-jfa. Dengan cara seperti itu, bisa meningkatkan jumlah auditor tanpa harus menambah beban APBN. 2. Peningkatan proporsi pelatihan substansi audit. Kondisi saat ini tingkat pelatihan substansi audit yang diterima auditor kurang dari 30% dari total pelatihan yang diterima. Agar bisa lebih meningkatkan kualitas dari auditor, maka persentase pelatihan substansi audit harus ditingkatkan. 3. Perbaikan dan sosialisasi lini pengaduan. Sms centre yang ada saat ini menurut penulis kurang dikenal stakeholder, terbukti banyak laporan masuk justru ke menteri atau inspektur jenderal. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialiasi. Selain itu, Inspektorat Jenderal harus meningkatkan kualitas dari lini pengaduan yang dimiliki. Hotlines yang dimiliki KPK bisa dijadikan sebagai benchmark.

4. Untuk lebih meningkatkan partisipasi dari seluruh elemen pegawai, diperlukan adanya pernyataan komitmen dari seluruh pegawai akan kesediaannya untuk melaksanakan Sistem Pelaporan Pelanggaran dan berpartisipasi aktif untuk ikut melaporkan bila menemukan adanya pelanggaran. Selain itu juga perlu ditekankan adanya sanksi bagi pelaporan pelanggaran yang tidak sesuai. 5. Penguatan penerapan Green Audits. Green audits merupakan langkah yang sangat baik yang hanya dimiliki oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian. Apabila nilai ini tertanam dengan baik, maka diharapkan kualitas dari audit yang dilakukan bisa lebih baik. 7. KEPUSTAKAAN Bappenas. (2007). Penerapan Tata Kepemerintahan yang Baik. Jakarta: Sekretariat Tim Pengembangan Tata Kepemerintahan yang Baik. Effendi, M. A. (2006). Perkembangan Profesi Internal Audit Abad 21. Elder, R. J., Beasley, M. S., Arens, A. A., & Jusuf, A. A. (2009). Auditing and Assurance Service an Intergrated Approach an Indonesia Adaptation. Singapore: Pearson. G-20. (2013). G-20 Anti Coruption Plan-Protection of Whistleblower. OECD. IIA. (2013). Retrieved January 30, 2013, from The Institute of Internal Auditors: https://na.theiia.org/standards-guidance/mandatory-guidance/pages/definitionof-internal-auditing.aspx International Organization of Supreme Audit Institution. (2010). INTOSAI GOV 9140. Austria. International Organization of Supreme Audit Institution. (2009). ISSAI 1610. Austria. Retrieved Mei 2013 Keputusan Inspektur Jenderal No.681/KPTS/OT.160/H/09/2012 tentang Pengangkatan Anggota Dewan Kehormatan Profesi Auditor Lingkup Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian KNKG. (2010). Pedoaman Umum Good Public Governance. Jakarta: KNKG. LPSK. (2011). Memahami Whistleblower. Jakarta: Lemabag Perlindungan Saksi dan Korban.

Moeller, R. (2009). Brink's Modern Internal Audit. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Patriadi, P. (2004, September). Retrieved Januari 2013, from http://muhariefeffendi.files.wordpress.com/2007/11/pandu-3-gcg-depkeu.pdf Peraturan Bappepam-LK No.IX.I7 tentang Pembentukan dan Pedoman Penyusunan Piagam Unit Audit Internal Peraturan Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara No.4 Tahun 2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawas Intern Pemerintah Peraturan Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara No.5 Tahun 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawas Intern Pemerintah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 220 Tahun 2008 Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Peraturan Presiden No 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara Peraturan Presiden No 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Romney, M., & Steinbart, P. (2009). Accounting Information System, 11th edition l. New Jersey : Pearson Prentice Hal. Sawyer, L. B., Dittenhofer, M. A., & Scheiner, J. A. (2003). Sawyers's Internal Auditing: The Practice of Modern Internal Auditting. Instirute of Internal Auditors. U. N. (2007). Public Governance Indicator: a Literature Review. Department of Economic and Social Affair United Nation. Undang-undang No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara