BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan pemimpin

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan mengemban misi yang besar dan mulia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang berkualitas sangat

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH (STUDI KASUS DI SD NEGERI SRONDOL 02 SEMARANG) RINGKASAN TESIS. Oleh: UTIK SETYARTI Q

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anisa Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. inovasi yang berdampak pada meningkatnya kinerja sekolah. seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

2015 PENGARUH IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU DI SMK NEGERI SE-KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGARUH LAYANAN ADMINISTRASI TERHADAP PEMIMPIN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Kepemimpinan selalu diperlukan sebagai aktivitas untuk. mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan tindakan individu atau

BAB I. Peningkatan kualitas SDM merupakan kenyataan yang harus dilakukan. tersebut. Kualitas merupakan kesesuaian produk atau jasa dengan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi peranan sumber daya manusia adalah. sumber penentu atau merupakan faktor dominan dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

2015 KONTRIBUSI PENGEMBANGAN TENAGA AD MINISTRASI SEKOLAH TERHAD AP MUTU LAYANAN D I LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI SE-KOTA BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 yaitu : untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Makna

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG KURIKULUM MUATAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

KEEFEKTIFAN SEKOLAH TERAKREDITASI

BA B I. dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran guna. dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan memberikan konstribusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah yakni: input, proses, dan out put (Rivai dan Murni, 2009).

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, Indonesia dapat sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Tujuan pendidikan berdasarkan di dalam tujuan pendidikan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. SMA Negeri 2 Sarolangun) dapat disimpulkan sebagai berikut :

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Manajemen Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20 (a) Tentang Guru dan Dosen adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia

Kurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rohyan Sosiadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ai Mintarsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademis tertentu,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. manusia berkualitas dapat diwujudkan melalui tingkat satuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini turut mempercepat laju

BAB I PENDAHULUAN. daya sekolah untuk dapat menjalankan tugas secara profesional.

MAKALAH STRATEGI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA. Oleh: Sriyono

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pendidikan saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan tempat dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan sumber daya manusia. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. pada mutu output pengajarannya. Bila seluruh guru menunjukkan. pemimpin pengajaran yang bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan.

Studi tentang pelaksanaan pengajaran geografi di sekolah standar nasional. Oleh : Siti Zahratul Hajar NIM K BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan pendidikan itu sendiri bertujuan 1 untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah, karena pada dasarnya hasil (output) pendidikan dipengaruhi oleh proses dan input pendidikan. Sekolah sebagai sebuah lembaga untuk mencapai tujuan pendidikan menjadi sangat vital keberadaannya, karena sekolah adalah tempat dimana proses pendidikan secara keseluruhan berlangsung. Maka keberhasilan pendidikan secara tidak langsung dapat dilihat dari keberhasilan sekolah dalam menciptakan output pendidikan yang sesuai dengan amanat undangundang. Sekolah sebagai organisasi sosial memandang organisasi dalam konteks sistem sosial yang memiliki tujuan tertentu dan merupakan tujuan bersama. Organisasi sosial adalah organisasi yang dicirikan oleh saling ketergantungan antara satu bagian dengan bagian lainnya, kejelasan anggota, perbedaan dengan lingkungannya, hubungan sosial yang kompleks, serta iklim dan budaya organisasi yang khas. Dalam suatu lingkungan sekolah, banyak komponen yang berperan penting dalam pengelolaan sekolah, diantaranya Kepala Sekolah, guru, tenaga kependidikan, maupun Komite Sekolah dan masyarakat. Komponen-

2 komponen tersebut sangat berkaitan satu sama lain dalam upaya memberikan layanan pendidikan yang baik bagi peserta didik. Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu faktor penghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan pembangunan bangsa diberbagai bidang. Rendahnya mutu pendidikan terkait dengan skenario yang digunakan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam membangun pendidikan yang selama ini lebih menekankan pada pendekatan aspek input dan output semata. Pendekatan input dan output yang bersifat makro tersebut kurang memperhatikan aspek yang bersifat mikro yaitu proses yang terjadi di sekolah. Dengan kata lain, dalam membangun pendidikan, selain menggunakan pendekatan makro juga perlu memperhatikan pendekatan mikro yaitu dengan memberikan fokus secara lebih luas pada institusi sekolah yang berkenaan kondisi keseluruhan sekolah seperti budaya sekolah dan individu-individu yang terlibat di sekolah baik guru, siswa, dan kepala sekolah serta peranannya masing-masing dan hubungan yang terjadi satu sama lain. Input sekolah memang penting tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mendayagunakan input tersebut yang terkait dengan individu-individu di sekolah atau satuan pendidikan. Satuan pendidikan atau sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Agar mutu tetap terjaga dan proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang mengatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya

3 pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan yang mampu memberdayakan semua sumber daya yang dimiliki sekolah sehingga tujuan sekolah dapat tercapai. Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional, penataan sumber daya manusia perlu diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui system pendidikan yang berkualitas baik pada jalur pendidikan formal, informal dan nonformal, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi (Mulyasa, 2004:4). Dikatakan lebih lanjut oleh Mulyasa tentang pentingnya pengembangan system pendidikan yang berkualitas perlu lebih ditekankan, karena berbagai indikator menunjukkan bahwa pendidikan yang ada belum mampu menghasilkan sember daya yang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan pembangunan. Dalam buku pedoman penyelenggaraan sekolah, dijelaskan bahwa kualitas sekolah bukan sekedar dilihat dari nilai-nilai formal yang dicapai siswa, melainkan akan tampak pula dari penampilannya di semua komponen yang dinilai, yaitu : kualitas pelayanan sekolah untuk mencapai tingkat pendidikan formal yang bermutu. Secara khusus, peran kepala sekolah menentukan ukuran kualitas pelayanan dan makna hasil belajar. Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berpengaruh dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenga pendidik dan kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah yang menghendaki dukungan kinerja secara efektif dan efisien. Dalam pengelolaan yang baru, bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan

4 ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak, dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu menjadi pertimbangan utama dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, sedangkan masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan. Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada halhal yang bersifat mikro. Sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakankebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiranpemikiran baru untuk memberdayakan semua sumber yang ada di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan, lebih khusus tujuan satuan pendidikan atau tujuan sekolah.

5 Sebagai sebuah sistem, sekolah memiliki komponen inti berupa input, proses, dan output, yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait, terikat, mempengaruhi, membutuhkan, dan menentukan. Di dalam konteks keterkaitan input, proses, dan output pendidikan itu, aspek efektifitas merupakan salah satu gugus kinerja sistem pendidikan yang harus mendapatkan pengutamaan di sekolah. Oleh karena itu, sekolah efektif dan pengembangan sekolah menjadi sekolah efektif merupakan prasyarat peningkatan mutu pendidikan di tanah air. Pentingnya pengembangan sekolah efektif bukan hanya terkait dengan peningkatan mutu pendidikan, melainkan sejalan pula dengan kebijakan otonomi daerah dibidang pendidikan. Dalam kerangka implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan tersebut, khususnya dalam rangka pengembangan sekolah efektif, tentunya ada beberapa indikator prasyarat dalam pengembangan sekolah efektif antara lain kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya sekolah. Kinerja kepemimpinan visioner kepala sekolah merupakan upaya yang dilakukan,dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam mengimplementasikan manajemen sekolah untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien, produktif, dan akuntabel. Oleh karena itu kepala sekolah memiliki posisi yang sangat penting dalam menggerakkan manajemen sekolah agar dapat berjalan sesuai tuntutan masyarakat dan perkembangan kebutuhan zaman, khususnya kemajuan ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya, dan seni. Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan formal menjadi semakin meningkat. Kepemimpinan visioner kepala sekolah ini mempunyai peranan penting dalam menunjang dalam pengembangan sekolah efektif. Adanya otonomi pendidikan dengan manajemen berbasis sekolah memungkinkan seorang kepala sekolah untuk mampu mengelola satuan pendidikan agar lebih efektif. Kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan school based management dan didambakan bagi kualitas pendidikan adalah kepemimpinan yang memiliki visi (visionary leadership) yaitu kepemimpinan

6 yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih profesional dan dapat membimbing personil lainnya ke arah yang diharapkan. Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realistik, dapat dipercaya, atraktif tentang masa depan bagi suatu organisasi atau unit organisasional yang terus bertumbuh dan meningkat sampai saat ini. Visi menyalurkan emosi dan energi orang bila diartikulasikan secara tepat, dan sebuah visi menciptakan kegairahan yang menimbulkan energi dan komitmen ditempat kerja. Hal senada dikemukakan oleh Engkoswara dan Komariah (2010:195) bahwa kepemimpinan visioner (visionary leadership) dapat diartikan sebagai kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi dimasa depan yang harus dicapai melalui komitmen semua personil. Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus dalam Komariah dan Cepi triatna (2008:93), yaitu: 1. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan guidance, encouragement, and motivation. 2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan). 3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan

7 dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision). 4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini. Selain itu, faktor penentu yang tidak kalah penting lainnya adalah budaya sekolah. Dengan adanya budaya sekolah yang efektif memungkinkan terjadinya harmonisasi proses pembelajaran. Dimana sekolah sebagai sebuah organisasi yang didalamnya terdapat interaksi antara individu harus berupaya mengantisipasi perubahan yang cepat di masyarakat, sehingga sekolah mampu berperan oftimal dalam mengdapi perubahan tersebut. Budaya merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh setiap manusia yang secara langsung akan menjadi ciri khas sehingga dianggap sebagai suatau budaya. Kebiasaan untuk melakukan perbaikan secara terus menurus dalam mengembangkan diri untuk dapat meningkatkan mutu pekerjaan masih dianggap sebagai beban kerja. Budaya sekolah ditemukan terkait efektivitas organisasi. Dalam sekolah dengan budaya yang kuat, anggota sekolah menyatakan bahwa sekolah mereka sangat efektif dalam hal produktivitas, adaptabilitas, dan fleksibilitas. Budaya sekolah yang belum baik tentunya belum mampu untuk dapat mendukung siswa agar mampu mencapai prestasi. Pentingnya membangun budaya organisasi di sekolah terutama berkenaan dengan upaya pencapaian tujuan pendidikan sekolah dan peningkatan kinerja sekolah. Upaya untuk mengembangkan budaya organisasi di sekolah terutama berkenaan tugas kepala sekolah selaku leader dan manajer di sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah hendaknya mampu melihat lingkungan sekolahnya secara holistik, sehingga diperoleh kerangka kerja yang lebih luas guna memahami masalah-masalah yang sulit dan hubungan-hubungan yang kompleks di sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya tentang budaya organisasi di sekolah, maka ia akan lebih baik lagi dalam memberikan

8 penajaman tentang nilai, keyakinan dan sikap yang penting guna meningkatkan stabilitas dan pemeliharaan lingkungan belajarnya. Kepemimpinan kepala sekolah juga akan sangat berpengaruh terhadap budaya organisasi yang ada di sekolah. Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala sekolah akan sangat mempengaruhi perilaku dan juga kebiasaan dari setiap personil yang ada di sekolah. Budaya merupakan gambaran bagaimana seluruh personil berperilaku, bertindak dan menyelesaikan masalah di dalam lingkungan sekolah. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat melalui Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga sedang giat-giatnya meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini perlu direspon dengan adanya peningkatan kualitas satuan pendidikan baik pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah. Kabupaten Bandung Barat yang memiliki SMA baik negeri maupun swasta dengan jumlah 36 sekolah, tentunya harus berani bergerak selangkah lebih awal apakah SMA yang ada sekarang sudah termasuk kategori sekolah efektif?. Tentunya hal ini dapat diperoleh jawabannya melalui langkah penelitian lebih lanjut. Pentingnya pengembangan sekolah efektif di Kabupaten Bandung Barat bukan hanya terkait dengan peningkatan mutu pendidikan, melainkan sejalan pula dengan kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan. Dalam kerangka implementasi kebijakan tersebut, kepemimpinan visioner kepala sekolah sebagai pencipta dan pengembang sekolah efektif dan budaya sekolah yang kondusif harus diletakan dalam kaitan integratif dengan implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS). Ukuran Sekolah efektif yaitu sejauh mana sasaran dan tujuan dapat dicapai sesuai standar nasional pendidikan yang berlaku. Prestasi yang diharapkan pada sekolah efektif tidak saja pada siswa tetapi pada semua komponen yang terlibat dalam lingkungan satuan pendidikan tersebut. Sedangkan kualitas yang diharapkan adalah terkait dengan prestasi lembaga secara keseluruhan dan prestasi belajar siswa.

9 Dengan demikian sekolah efektif adalah sekolah yang menjalankan fungsinya sebagai tempat belajar yang paling baik dengan menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagi peserta didik. Hasil belajar yang memuaskan bagi semua pihak ditandai dengan komprehensifnya hasil belajar yang diperoleh peserta didik atau sekolah yang menunjukan tingkat kinerja yang diharapkan dalam penyelenggaraan proses belajar dengan menunjukan hasil belajar yang bermutu pada peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tentunya dalam mewujudkan sekolah yang efektif perlu didukung oleh semua pihak baik kepala sekolah, guru, komite sekolah dan masyarakat. Kepemimpinan visioner kepala sekolah, budaya sekolah, staf sekolah yang kreatif dan lingkungan yang kondusif akan mendukung sekolah tersebut mencapai tujuan yang diharapkan. Tanpa kerjasama yang baik dalam sistem terpadu tersebut hasilnya akan mengecewakan semua pihak baik yang terlibat secara langsung maupun pihak pengguna sumber daya lulusan lembaga satuan pendidikan. Dengan demikian lingkungan sekolah akan benar-benar kondusif bagi terciptanya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga terwujudlah sekolah efektif. Tanpa mengabaikan berbagai faktor yang mempengaruhi dalam mengimplementasikan sekolah efektif seperti sarana prasarana, staf sekolah, dana operasional yang memadai, iklim sosial dan iklim organisasi di sekolah yang kurang mendukung, dan lainnya diduga kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya sekolah berpengaruh secara signifikan terhadap sekolah efektif pada SMA di Kabupaten Bandung Barat. Hal ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Aan Komariah (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Visionary Leadership (Kepemimpinan Visioner) Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah Terhadap Efektifitas Sekolah Pada Dinas Kota di Propinsi Jawa Barat menyatakan bahwa Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah memiliki koefisien korelasi tinggi dengan determinasi sedang terhadap efektifitas sekolah. Hal ini menunjukan adanya pengaruh yang

10 signifikan dari faktor kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap efektifitas sekolah. Penelitian yang sama dilakukan oleh Suhaeli (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Studi Tentang Sekolah Efektif pada SMAN di Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah memiliki koefisien korelasi tinggi dengan determinasi sedang terhadap sekolah efektif. Hal ini menunjukan adanya pengaruh yang signifikan dari faktor kepemimpinan kepala sekolah terhadap pengembangan sekolah efektif. Dari Uraian yang telah dipaparkan di atas maka melihat pentingnya pengembangan sekolah menjadi sekolah efektif guna meningkatkan mutu pendidikan. Sehingga dengan kontribusi Kepemimpinan Visioner kepala sekolah dan juga dukungan budaya sekolah yang efektif untuk penunjang pengembangan sekolah menjadi sekolah efektif. Bertitik tolak pada uraian diatas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai: Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah Terhadap Sekolah efektif Pada Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bandung Barat B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang masalah di atas, diperoleh gambaran bahwa Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan budaya sekolah ikut menunjang dalam implementasi sekolah efektif di SMA Se-Kabupaten Bandung Barat sesuai dengan sasaran Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Beberapa variabel yang menyebabkan kurang optimalnya implementasi Sekolah Efektif di SMA Se-Kabupaten Bandung Barat antara lain : a. Sekolah yang memiliki pemimpin yang memahami kepemimpinan dalam bidang pendidikan. b. Mempunyai Kualitas Kurikulum dan Kesempatan untuk Belajar.

11 c. Mempunyai Oienstasi kepada Prestasi d. Memperlihatkan waktu belajar yang efektif e. Adanya umpan balik dan penguatan. f. Suasana ruang belajar yang baik g. Budaya sekolah yang Efektif h. Adanya keterlibatan yang berkenaan dengan orang tua i. Memiliki independensi dalam belajar (kemandirian dalam belajar) j. Melaksanakan evaluasi terhadap potensi sekolah k. Memiliki konsensus dan kohesi, l. Memiliki Instruksi yang tersusun (kebijakan sekolah yang jelas), m. Kebijakan yang diadaptasikan dengan situasi dan kondisi (sesuai Kebutuhan sekolah). Semua indikator tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Kebijakan sesuai kebutuhan Kepemimpinan Pendidikan Kualitas Kurikulum & Kesempatan Belajar Kebijakan yang Jelas Orientasi Pada Prestasi Konsensus dan Kohesi Sekolah Efektif Waktu Belajar Efektif Evaluasi Potensi Sekolah Umpan balik & Penguatan Kemandirian Dalam belajar Ruang Belajar yang baik Keterlibatan Orang Tua Budaya Sekolah yang Efektif

12 Gambar 1.1 Gambar Identifikasi Masalah Penelitian Dari beberapa pendapat / teori dari para ahli tentang sekolah efektif dan sekolah unggul, penulis berpendapat bahwa sekolah yang efektif mengandung makna bahwa sekolah harus berorientasi kepada peningkatan mutu. Sebuah sekolah dikategorikan bermutu, apabila sekolah tersebut mampu menjalankan fungsi - fungsinya yang bermutu bagi siswa melalui proses belajar dan mengajar dan hasil belajar yang memuaskan bagi semua pihak. Dengan demikian, sekolah efektif adalah sekolah yang dapat menunjukkan adanya kesesuaian hasil yang diperoleh dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sekolah harus menjadi lembaga pembelajaran yang efektif, sekolah harus mencari cara untuk menciptakan struktur yang secara terus-menerus mendukung pembelajaran dan pengajaran dan memperkaya adaptasi organisasi; mengembangkan budaya dan iklim organisasi yang terbuka, dan kolaboratif; menarik individu yang mandiri, efektif, dan terbuka terhadap perubahan; dan mencegah politik yang kotor dan tak-legal dari penyalahgunaan aktivitas pengajaran dan pembelajaran yang legal. Kepemimpinan transformasional, komunikasi yang terbuka dan terusmenerus, dan pembuatan keputusan bersama merupakan mekanisme yang hendaknya mampu meningkatkan pembelajaran keorganisasian di sekolah. Tantangannya adalah tidak hanya menciptakan sekolah yang memiliki kemampuan untuk menjawab secara efektif masalah-masalah kontemporer saja tetapi juga pada isu-isu yang baru muncul mengenai efektivitas sekolah. Namun demikian kendati banyak hal yang sangat mempengaruhi terhadap Sekolah Efektif, dua variabel yang sangat terkait langsung untuk memperbaiki kondisi tersebut di atas adalah variabel Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah. Dalam penelitian ini, penulis hanya akan mengambil dua variabel saja, yaitu Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah Terhadap Sekolah Efektif. 2. Perumusan Masalah

13 Rumusan Masalah secara umum yaitu Seberapa besar kontribusi Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah terhadap Pengembangan Sekolah Efektif di SMA se-kabupaten Bandung Barat? Secara rinci, rumusan masalah tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah di SMA se-kabupaten Bandung Barat? 2. Bagaimana gambaran Budaya Sekolah di SMA se-kabupaten Bandung Barat? 3. Bagaimana gambaran Sekolah Efektif di SMA se-kabupaten Bandung Barat? 4. Seberapa besar Korelasi antara kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah terhadap Sekolah Efektif di SMA se-kabupaten Bandung Barat? 5. Seberapa besar Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah Terhadap Sekolah Efektif di SMA se-kabupaten Bandung Barat? 6. Seberapa besar Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Sekolah Efektif di SMA se-kabupaten Bandung Barat? 7. Seberapa besar Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala sekolah dan Budaya Sekolah Terhadap Sekolah Efektif di SMA se-kabupaten Bandung Barat? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap sekolah efektif pada SMA se-kabupaten Bandung Barat. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mendapat gambaran empirik tentang kepemimpinan visioner Kepala sekolah pada SMA se-kabupaten Bandung Barat. 2. Mendapat gambaran empirik tentang budaya sekolah pada SMA se- Kabupaten Bandung Barat.

14 3. Mendapat gambaran empirik tentang sekolah efektif pada SMA se- Kabupaten Bandung Barat. 4. Mengetahui korelasi antara Kepemimpina visioner kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap sekolah efektif pada SMA se-kabupaten Bandung Barat. 5. Menganalisis pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah terhadap sekolah efektif pada SMA se-kabupaten Bandung Barat. 6. Menganalisis pengaruh budaya sekolah terhadap sekolah efektif pada SMA se-kabupaten Bandung Barat. 7. Menganalisis pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap sekolah efektif pada SMA se-kabupaten Bandung Barat. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu manfaat secara akademis dan praktis. 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini, secara akademis diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya pengetahuan di bidang kepemimpinan visioner kepala sekolah, Penciptaan budaya sekolah dan Pengembangan sekolah efektif pada khususnya, serta ilmu administrasi pendidikan pada umumnya. Disamping itu diharapkan juga sebagai penelitian awal yang kemudian hari akan ditindaklanjuti dengan penelitian lain di bidang yang sama. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pejabat pejabat yang berwenang guna mengupayakan tindak lanjut dalam mewujudkan sekolah efektif di SMA se-kabupaten Bandung Barat.

15 E. Sistematika Penulisan berikut: Penulisan tesis ini terdiri atas lima Bab dengan rincian sebagai Bab satu berisi tentang uraian pendahuluan, yang di dalamnya berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan dalam tesis ini. Bab dua tentang kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. Isi dari Bab ini adalah konsep atau teori dalam bidang dikaji, hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang diteliti, serta kerangka pemikiran dan hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian. Bab tiga berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, yang meliputi lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian, desain dan metode penelitian, definisi operasional dari tiap variabel disertai indikatornya, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data. Bab empat tentang hasil penelitian dan pembahasan, yang berisi pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis dan tujuan penelitian, serta berisi pembahasan atau analisis temuan. Bab lima tentang kesimpulan dan saran, menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian serta saran atau rekomendasi yang dapat ditujukan kepada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian yang bersangkutan, serta kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya.

16