BAB 1 PENDAHULUAN. dua hal yang saling memiliki keterikatan yang kuat. Tanah banyak memberi bagi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI YANG KUAT (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 71/PDT

BAB I PENDAHULUAN; A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana kita ketahui bersama, tanah merupakan kebutuhan dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah

PENDAFTARAN TANAH RH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Madar Maju, Badung, 1998, hlm.6

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan bahwa Negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hukum tertulis sebagai pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia hidup dan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENDAFTARAN TANAH DAN PPAT

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

TINJAUAN HUKUM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIS MELALUI AJUDIKASI BERDASARKAN PP NO. 24 TAHUN 1997 ANIKA SELAKA MURFINI/D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. orang dengan hak-hak yang disediakan oleh Undang-Undang Pokok Agraria,

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kadaster) yaitu istilah untuk rekaman, menunjukkan tentang luas, nilai dan kepemilikan atau

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan

PROSES PENDAFTARAN TANAH DIBADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA MEDAN. Oleh : PUTRI GLORIA GINTING. SH., MH Dosen FH UNPAB

PROSES DAN SYARAT UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK ATAS TANAH DI INDONESIA 1 Oleh: Juosfiel Sadpri Pansariang 2

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

ANALISA YURIDIS PELAKSANAAN PROGRAM PRONA DALAM RANGKA PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH (Studi Di Desa Ngujung Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan)

FUNGSI SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wiwit Khairunisa Pratiwi, 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang teramat penting dan banyak mengambil andil dalam kehidupan manusia. Manusia dan tanah adalah dua hal yang saling memiliki keterikatan yang kuat. Tanah banyak memberi bagi manusia dan manusia benar benar memaknai akan pentingnya tanah tersebut. Tanah merupakan sumber kehidupan manusia sampai masa yang akan datang, namun demikian tanah dan manusia memiliki suatu aturan untuk saling terkait, memiliki norma tertentu dalam hal penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah untuk hidupnya. Penduduk semakin bertambah, pemikiran manusia berkembang dan berkembang pulalah sistem dan tata cara manusia menentukan sikapnya terhadap tanah. Hal ini benar benar menunjukkan bahwa kehidupan manusia semakin meningkat dan bahkan dapat dinyatakan tidak ada aktivitas manusia yang tidak berkaitan dengan tanah. Pendaftaran tanah merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh setiap pemilik tanah. Pada awalnya, tanah-tanah milik masyarakat tersebut tidak memiliki dokumen apapun sama sekali. Untuk menunjukkan dan menentukan bahwa seseorang itu adalah pemilik tanah, maka ditandai dengan benda-benda tertentu sebagai batas, seperti pacak, batu, kayu ataupun pohon. Batas-batas seperti itu tentunya akan mudah bergeser, berpindah, dipindahkan atau musnah.

Bila hal tersebut terjadi, timbullah masalah sengketa tanah antara satu pemilik tanah dengan pemilik tanah yang berbatasan dengannya. Hal ini diakibatkan tidak adanya suatu surat ataupun dokumen yang jelas untuk menunjukkan batas-batas tanah tersebut. Selanjutnya, setelah masyarakat mulai mengenal tulisan, mulailah dibuat surat-surat yang menunjukkan kepemilikan atas suatu tanah. Untuk menentukan batas-batas tanah digunakan ukuran-ukuran tertentu yang pada saat itu sudah dikenal dan diakui oleh masyarakat seperti depa, langkah dan sebagainya. Namun itu juga belum akurat. Selain itu surat-surat tanah tersebut belum tersimpan dengan baik. Biasanya cukup disimpan oleh Kepala Desa setempat dan ada kecenderungan bila Kepala Desa meninggal, maka semua surat dan dokumen pun turut hilang 1 ). Untuk itu diperlukan suatu system pendaftaran tanah yang universal yang berpedoman pada satu induk sistem pendaftaran tanah yang diakui dan bersifat nasional. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dibuatlah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960 yang didalamnya tercantum ketentuan mengenai sistem pendaftaran yang diberlakukan sama untuk seluruh wilayah Indonesia. Pasal 19 UUPA yang diundangkan tanggal 24 September 1960, menyatakan bahwa pendaftaran tanah diseluruh Indonesia diadakan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Pereturan Pemerintah. Pasal inilah yang menjadi induk pendaftaran tanah. 1 Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Multi Grafik, Medan, 2007, hal.3.

Selama 48 tahun sejak diterbitkannya UUPA, pemerintah telah melaksanakan pendaftaran tanah dengan landasan kerja dan landasan hukum pada Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961. Dengan keterbatasannya yang ada, ternyata pelaksanaan pendaftaran tanah hanya menghasilkan lebih dari 18 juta bidang tanah yang dapat di daftar. Hasil tersebut dipandang masih belum memadai mengingat jumlah bidang tanah yang ada yang masih menuntut untuk didaftar di seluruh Indonesia saat itu (1997) di perkirakan 75 juta bidang, kemudian terjadi perkembangan atasnya baik melalui pewarisan, pemisahan, pemecahan dan pemberia-pemberian hak baru sehingga saat itu di perkirakan terdapat 85 juta bidang tanah dan dalam satu dasawarsa kedepan diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 95 juta bidang tanah 2 ). Hal tersebut berarti Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 61 dianggap belum mampu memenuhi kebutuhan yang ada. Untuk itu dibentuklah Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961, namun tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan selama ini yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam UUPA, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dalam penguasaan dan penggunaan tanah 3 ). Sistem publikasi adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsurunsur positif karena akan menghasilkan surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai 2 Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal.12. 3 Ibid, hal.14.

alat pembuktian yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c, Pasal 23 ayat 2, Pasal 32 ayat 2 dan Pasal 38 ayat 2 4 ). Melalui Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 ditegaskan bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan Nasional dan pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang ada disetiap Kabupaten dan Kota. Penecualian bagi kegiatankegiatan tertentu ditugaskan kepada pejabat lain yang ditetapkan dengan suatu peraturan perundang-undangan 5 ). Selanjutnya dengan surat edaran dari Menteri Dalam Negeri No.594.III/4642/Agr, maka diperjelas bahwa persertifikatan hak atas tanah diatur dengan 2 cara : 1. Untuk golongan ekonomi lemah diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 220/1981 dimana biaya operasionalnya diberi subsidi dan anggaran Pemerintah Pusat melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. 2. Untuk golongan yang mampu diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.189/1981 jo Keputusan Menteri Dalam Negeri No.226/1982. dimana biaya operasionalnya dibebankan kepada swadaya para anggota masyarakat yang akan menerima sertifikat tersebut 6 ). 4 Zaidar, Dasar Filosopi Hukum Agraria Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006, hal.166. 5 Tampil Anshari Siregar, Op.Cit., hal.27. 6 Affan Mukti, Pokok Pokok Bahasan Hukum Agraria, USUpress, Medan,2006,hal.57.

B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut : 1. Sejauh manakah peranan Kantor Pertanahan Kabupaten Karo terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah di Kecamatan Berastagi? 2. Sejauh mana tingkat kesadaran hukum masyarakat di Kecamatan Berastagi terhadap Pendaftaran tanah, terlebih miliknya sendiri? 3. Apa dampak yang dihasilkan dari penyuluhan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Karo terhadap pendaftaran tanah di Kecamatan Berastagi? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Yang menjadi tujuan penulisan ini adalah : 1. Untuk Mengetahui sejauh manakah peran Kantor Pertanahan Kabupaten Karo terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah di Kecamatan Berastagi. 2. Untuk mengetahui seberapa besar kesadaran masyarakat Kecamatan Berastagi terhadap pentingnya pendaftaran tanah, khususnya di Kabupaten Karo Kecamatan Berastagi. 3. Untuk mengetahui apa dampak penyuluhan yang dilakukan oleh kantor pertanahan Kabupaten Karo terhadap pendaftaran tanah di Kecamatan Berastagi.

Pada dasarnya penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, baik bagi penulissendiri maupun bagi siapa saja yang membacanya. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain : 1. Secara teoritis a. Sebagai bahan informasi yang berguna bagi akademisi maupun bahan perbandingan bagi para penulis yang hendak melaksanakan penelitian lanjutan. b. Memberikan informasi mengenai peranan kantor pertanahan dan kesadaran hokum masyarakat terhadap pendaftaran tanah. c. Memberikan kontribusi/sumbangan dalam pengembangan ilmu hukum khususnya dalam pendaftaran tanah. 2. Secara Praktis : a. Memberikan masukan dan menjadi pedoman bagi instansi terkait dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pendaftaran tanah. b. Mencari solusi atau upaya untuk dapat melakukan perbaikan-perbaikan kebijakan maupun pelaksanaan dalam hal pendaftaran tanah dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat yang nilai masih kurang dibidang pendaftaran tanah. D. Keaslian Penulisan Penulisan ini dilakukan oleh penulis sendiri dengan berbagai masukan dari berbagai pihak yang membantu demi kelengkapan penulisan ini. Pendaftaran tanah adalah hal yang sangat penting dilakukan oleh pemilik tanah, namun pada

kenyataannya sangat banyak pemilik tanah yang kurang menyadari akan pentingnya pendaftaran tanah untuk kepastian hukum terhadap kepemilikan tanahnya. Masyarakat awam pada umumnya beranggapan bahwa dengan surat atau akta biasa saja ( misalnya tanah yang akta camat, surat perjanjian jual beli tanah dan lain lain) sudah cukup menunjukkan bahwa mereka adalah pemilik tanah yang sah secara hukum. Diketahui benar adanya bahwa tindak kriminalitas penipuan akan pemalsuan ataupun perampasan hak lebih tinggi terjadi di daerah perkotaan dari pada daerah yang tempatnya belum terlalu terjamah oleh pembangunan, namum masyarakat dihimbau untuk selalu waspada dan hati hati. Hal seperti yang tersebutkan sebelumnyalah yang memaksa masyarakat untuk melakukan perlindungan terhadap hak nya dengan cara mendaftarkan tanah yang dianggap miliknya ke kantor pertanahan, dengan demikian kepastian hukum akan kepemilikan hak atas tanah dapat lebih terjamin. Kurangnya sosialisasi dan kesadaran masyarakat terhadap pendaftaran tanah inilah yang melatar belakangi penulisan ini. Penulisan ini belum ada sebelumnya, namun bila ada kesamaan hal tersebut pastilah dilakukan dengan tidak sengaja. Penulisan ini juga dilengkapi dengan adanya kutipan kutipan dari beberapa sumber yang telah disebutkan di atas dengan tidak bermaksud untuk mengurangi manfaat, tujuan dan keaslian dari penulisan ini.

E. Tinjauan Pustaka 1. Tijauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah a. Pengertian Pendaftaran Tanah Pendaftaran berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman) menunjuk kepada luas, nilai dan kemilikan misalnya atas sebidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin capitastrum yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terreus). Dalam artian yang tegas cadastre adalah record (rekaman daripada lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan) 7 ). Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara teru-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan data mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk p.emberian surat tanda bukti haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya Ketentuan pokok yang tertuang dalam UUPA tidak menetapkan secara defenitif apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah. Namun dalam pasal 19 ayat (2) UUPA ditegaskan pendaftaran tanah meliputi : 1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah, 2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, 8 ). 7 Tampil Anshari Siregar, Op.Cit., hal.24. 8 Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat. Dari ketentuan pokok tersebut sudah tergambar kegiatan pendaftaran tanah yang harus dilakukan, diawali pengukuran sampai dengan adanya tanda bukti hak atau biasa disebut sertifikat hak. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari UUPA khususnya dibidang pendaftaran tanah ada dicantumkan defenisi pendaftaran tanah dimaksud. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 : Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan data mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Penjabaran terinci dari ketentuan pokok tentang pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 diatas memberi pengertian sebagai berikut : 1. Bahwa pendaftaran tanah itu bukan hanya sekali kegiatan tetapi kegiatan yang berkesinambungan sesuai dengan perbuatan / kebutuhan hukum. 2. Pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian dan pemeliharaan data pendaftaran tanah merupakan inti pokok kegiatan pendaftaran tanah.

3. Pemberian surat tanda bukti hak (sertifikat) bagi yang mendaftarkan tanahnya adalah wujud konkret bahwa tanahnya telah terdaftar. 4. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang terdaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya. 5. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. 6. Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas. 7. Peta dasar adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah. 8. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran. 9. Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu 9 ). 9 Tampil Anshari Siregar, Op.Cit., hal.25.

b. Pendaftaran Tanah 1) Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Sebagai ketentuan pelaksana dari Pasal 19 ayat (1) UUPA, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah tersebut tetap dalam kerangka dan prinsip-prinsip yang termuat dalam Pasal 19 UUPA. Penyelenggaraan pendaftaran tanah yang dibangun oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 meliputi kadaster dan pendaftaran hak. Pendaftaran hak-hak atas tanah dalam daftar-daftar umum harus dilakukan setelah bidang-bidang tanah yang menjadi objek hak-hak diukur dan dipetakan. Selama bidang tanah belum diukur dan dipetakan, maka hak-hak yang bersangkutan belum dapat didaftarkan dalam daftar-daftar umum.sehubungan dengan hal tersebut, apabila pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah yang terletak dalam wilayah Indonesia dilakukan secara tahap demi tahap atau daerah, maka pendaftaran hak-hak dengan sendirinya hanya dapat dilakukan didaerah-daerah yang telah mendapat giliran, sedangkan pengukuran dan pemetaan didaerah lainnya harus ditunda sampai bidang-bidang tanah dalam daerah-daerah itu mendapat giliran diukur dan dipetakan. Penundaan pendaftaran hak-hak atas tanah disuatu daerah akan menimbulkan kesulitan bagi pengalihan hak atas tanah didaerah itu.

Mengingat hal tersebut, UUPA telah menjadikan pendaftaran tanah sebagai syarat peralihan hak atas tanah 10 ). 2) Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Selama lebih dari 37 tahun dalam pelaksanaan UUPA pendaftaran tanah dengan landasan kerja dan landasan hukum Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 hanya dapat mendaftar sebanyak 16,5 juta bidang tanah (30%) dari bidang-bidang tanah yang diperkirakan sebanyak 55 juta bidang tanah, sehingga perlu terobosan baru dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut termasuk meninjau perangkat hukumnya. Terlebih lagi akselerasi pembangunan sangat memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Oleh karena Peraturan Pemerintah dinilai tidak memadai lagi dalam mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan pembangunan, maka peraturan tersebut mengalami perlakuan penyempurnaan, dengan membuat aturan yang lebih lengkap. Untuk itulah terbitnya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Bahkan 10 tahun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah tentang pendaftaran tanah ini 10 Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Op.Cit., hal.84-85

semakin terdengar pula banyak permasalahan mengenai tanah yang bersumber dari pendaftaran tanah 11. c. Tujuan Pendaftaran Tanah Tugas untuk melakukan pendaftaan tanah di seluruh Indonesian dibebankan kepada Pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal yaitu untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan dari UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari Pemerintah bertujuan menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster. Rechtscadaster artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan 12 ). Tujuan pokok tersebut dijabarkan lebih lanjut pada pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai berikut : Pendaftaran tanah bertujuan : 1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hokum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hakhak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan ; 2. Untuk menyediakan informasi kepada hukum mengada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan 11 Ibid, hal.91. 12 Ibid, hal.167.

hokum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar ; 3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Tujuan untuk memberikan kepastian hukum itu kepada pemegang hak atas tanah dapat diukur dari kekuatan hokum perbuatan sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat, kebenaran dari data dan kesempatan penuntutan dari pihak-pihak lain yang merasa lebih berhak atas tanah tersebut. Sebagai ilustrasi A.P. Parlindungan (1990 : 6-7) menyatakan bahwa dalam kalangan para ahli disebutkan pendaftaran tanah itu bertujuan untuk kepastian hak seseorang, pengelakan suatu sengketa perbatasan (karena ada surat ukurnya yang teliti dan cermat) dan juga untuk penetapan suatu perpajakan. Namun dalam konteks yang lebih luas lagi pendaftaran itu selain memberi informasi mengenai suatu bidang tanah, baik penggunaannya, pemanfaatannya, maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu sebaiknya digunakan, demikian pula informasi mengenai kemampuan apa yang terkandung di dalamnya dan demikian pula informasi mengenai bangunan itu sendiri, harga bangunan dan tanahnya dan pajak yang ditetapkan untuk tanah/bangunannya. Hal inilah yang merupakan usaha yang lebih modern dari suatu pendaftaran tanah yang komprehensif, yang kita kenal dengan Land Information System, kadang kala juga disebut Geographic Information System 13 ) 13 Tampil Anshari Siregar, Op.Cit., hal.36.

c. Azas dan Ciri-Ciri Pendaftaran Tanah Pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa: Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Dalam penjelasannya pasal ini diuraikan sebagai berikut : Azas Sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuaketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah. Azas Aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri Azas Terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihakyang memerlukan. Azas Mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahanperubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga

data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Azas Terbuka dimasudkan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data pendaftaran tanah yang benar setiap saat. Menurut AP. Parlindungan, dengan mengacu kepada ketentuan Pasal 19 UUPA, dikenal beberapa cirri khusus pendaftaran tanah di Indonesia yang disebut juga sebagai azas dalam pendaftaran tanah, sungguhpun sebenarnya azas tersebut hanya secara implicit tersirat dalam pasal-pasal dari Perturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Ciri-Ciri tersebut adalah : 1. Torrens System adalah system pendaftaran tanah yang berlaku di seantero asia dengan sistem pendaftaran yang sederhana, efisien dan murah dan selalu dapat diteliti pada akta pejabatnya siapa-siapa yang bertanda tangan pada akta PPAT-nya dan juga pada sertifikat hak atas tanahnya, demikian juga apabila terjadi mutasi hak nama dari pemilik sebelumnya dicoret dengan tinta halus, dan menulis pada bagian bawahnya nama pemilik yang baru disertai dengan alas haknya. 2. Asas Negatif artinya belum tentu seseorang yang tertulis namanya pada sertifikat tanahnya adalah sebagai pemilik yang mutlak, namun di kembangkan asas negatif bertendensi positif yakni setelah lima tahun terbit sertifikat, maka tidak dapat lagi diajukan gugatan ke pengadilan. 3. Asas Publisitas adalah bahwa data pendaftaran tanah terbuka umum dan dapat di berikan informasi kepada pemerintah dan kepada masyarakat

yang berkepentingan dengan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT). 4. Asas Specialitas adalah pendaftaran tanah itu menyediakan surat ukur yang menjelaskan letak dan luas bidang tanah tersebut dan dengan mudah ditelusuri tempatnya. 5. Rechtskadaster adalah pendaftaran tanah hanya bertujuan untuk kepastian hokum tidak ada tujuan lain, sungguhpun kegiatan pendaftaran tanah sekarang ini juga sudah ditujukan untuk tujuan lain seperti kepentingan penarikan pajak. 6. Kepastian Hukum dan Pelindungan Hukum adalah pendaftaran tanah itu untuk kepastian dan perlindungan hokum bagi yang empunya. 7. Pemastian Lembaga adalah bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah itu adalah Kantor Pertanahan yang dibantu oleh PPAT 14 ). Pemastian lembaga dimaksudkan bahwa lembaga PPAT adalah satu-satunya pejabat yang berwenang membuat akta peralihan, pendirian hak baru dan pengikat tanah sebagai jaminan (recording of deeds of conveyance) dan Badan Pertanahan Nasional sebagai satu-satunya secara khusus yang melakukan pendaftaran tanah (recording of title dan continious recording). d. Sistem Pendaftaran Tanah Beberapa ahli Agraria Indonesia menyebutkan bahwa system pendaftaran tanah yang berlaku di Negara ini menganut sistem Torrens. System ini dapat diidentifikasi dari: 14 Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Op.Cit., hal.394.

1. Orang yang berhak atas tanahnya harus memohon dilakukannya pendaftaran tanah itu agar Negara dapat memberikan bukti hak atas permohonan pendaftaran yang diajukan. 2. Dilakukan penelitian atas alas hak dan obyek bidang tanah yang diajukan permohonan pendaftaran tanah untuk pertamakali yang bersifat sporadis. Keberadaan sistem pendaftaran tanah model Torrens ini, persis apa yang disebutkan atas permohonan seseorang untuk memperoleh hak milik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 UUPA : 1. Terjadinya hak milik menurut hak adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Selain menurut cara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini Hak Milik terjadi : a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. b. Ketentuan Undang-undang. Dengan kata lain setiap akan terjadinya hak milik (diproses pendaftaran untuk hak miliknya) harus melalui penetapan pemerintah, agar permohonan dapat disetujui untuk dikeluarkan bukti haknya, setelah diajukan seseorang ke kantor pertanahan setempat. Pada saat masih berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, jelas-jelas sama sekali ketentuan ini tidak dapat dibenarkan atau diakui untuk dijadikan alas hak memperoleh hak milik atas tanah di Indonesia. Sekalipun pada akhirnya dianggap kembali diakui oleh Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 atas tanah secara fisik dikuasai secara terus menerus tanah itu selama

20 tahun, namun tetap harus dengan mengajukan permohonan hak nya ke Kantor Pertanahan. Dua puluh tahun tersebut bukan menimbulkan hak tetapi bagi yang meninggalkan tanah kehilangan haknya karena tanah dibiarkan (rechtsverwerking) 15 ). Dengan demikian untuk memperoleh hak milik atas tanah, baik melalui konversi (pengakuan hak dan penegasan hak) maupun dengan permohonan baru atas tanah Negara tetap harus melalui suatu proses untuk didaftarkan menjadi hak milik seseorang tersebut. Inilah ketelitian yang disebutkan dalam Sistem Torrens tersebut. e. Obyek Pendaftaran Tanah Obyek pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 meliputi : 1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, 2. Tanah hak pengelolaan, 3. Tanah wakaf, 4. Hak milik atas satuan rumah susun, 5. Hak tanggungan, 6. Tanah Negara. 15 Ibid, hal.116.

Dari ketentuan diatas ada beberapa pengertian sebagai berikut : 1. Khusus tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukannya dalam buku tanah tidak sampai menerbitkan sertifikat. 2. Obyek pendaftaran tanah (selain tanah Negara) harus dipahamkan akan atau telah menjadi suatu hak, dalam pengertian harus didaftarkan untuk mendapatkan hak dan seterusnya harus didaftar lagi jika terjadi perbuatan hukum atasnya atau hapus haknya. 3. Hak ulayat tidak tercantum sebagai obyek pendaftaran tanah sekalipun menurut ketentuan pasal 3 UUPA hak ulayat itu eksistensinya diakui sepanjang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. 4. Satuan wilayah tata usaha pendaftaran hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun adalah desa/kelurahan, sementara hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah Negara adalah kabupaten/kota 16 ). f. Hak-Hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA No.5 Tahun 1960 Jenis-jenis hak atas tanah telah diatur di dalam UUPA tetapi tidak bersifat limitatif. Namun di dalamnya tidak tercantum secara eksplisit tanah hak ulayat. Hal ini merupakan sinyal bahwa pengaturan tanah hak ulayat secara tuntas masih memerlukan waktu setelah diberlakukan UUPA tersebut 17 ). 16 Tampil Anshari Siregar, Op.Cit., hal.40-41. 17 Ibid, hal.13.

2. Tinjauan Umum Tentang Badan Pertanahan Nasional a. Badan Pertanahan Nasional Sebelum diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No.26 Tahun 1988 tugas dibidang pertanahan berada pada Departeme Dalam Negeri yang mana dilaksanakan oleh Direktoral Jenderal Agraria, setelah diterbitkannya Keppres 26 Tahun 1988 tersebut, maka tugas dibidang pertanahan berada pada Badan Pertanahan Nasional. Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah lembaga departemen yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden mengganti Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri. Dalam Pasal 2 Keppres tersebut ditegaskan bahwa Badan Pertanahan bertugas membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan yang baik berdasarkan UUPA maupun Peraturan Perundang-undangan lainnya yang meliputi : a. Pengaturan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah; b. Pengurusan hak-hak atas tanah; c. Pengukuran dan pendaftaran tanah; d. Lain-lain yang berkaitan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Presiden. Sedangkan terhadap tanah-tanah yang dikelola oleh Badan Pertanahan dapat dilihat dari : a. Sifat dan jenis tanah, jika dilihat dari sifat dan jenis tanah maka berarti berkaitan dengan fungsi tata guna tanah atau pengaturan pengguna tanah.

b. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan, jika dilihat dari status hukum atas tanah maka berarti masuk kepada pengaturan, penguasaan dan pemilikan tanah. c. Status hukum atas tanah, jika dilihat dari status huku atas tanah maka berarti kita sudah berkaitan dengan fungsi Pengurusan Hak Atas Tanah. d. Kepastian hak atas tanah, jika dilihat dari kepastian hak atas tanah maka berarti sudah berkaitan dengan fungsi pendaftaran tanah. Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada presiden dan dipimpin oleh kepala (sesuai dengan Perpres No.10 Tahun 2006) 18 ). Badan Pertanahan Nasional merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang melaksanakan tugas pemerintah dibidang pertanahan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. BPN memiliki 32 Kantor Wilayah dan 364 Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota 19 ). b. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi mengganti Kantor Direktorat Agraria Provinsi. Pada Pasal 2 Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1 Tahun 1989 disebutkan bahwa : 18 http://www.bpn.go.id/ 19 Peraturan Presiden No.11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Kanwil BPN mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di Provinsi yang bersangkutan. Pasal 3 Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1 Tahun 1989 : untuk melaksanakan tugas Kanwil BPN mempunyai fungsi : 1. Melaksanakan penyusunan program pelaksanaan tugas dibidang pertanahan 2. Mengkoordinasikan pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah serta pengukuran dan pendaftaran tanahan. 3. Melaksanakan bimbingan dan pengendalian serta melakukan tugas dibidang pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah, pengurusan hak-hak serta pengukuran dan pendaftaran tanah 4. Melaksanakan urusan tata usaha dan perundang-undangan. F. Metode Penelitian Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa : a. Studi Pustaka (Library Research) Studi ini dilakukan dengan mempelajari, mengumpulkan dan/atau mengutip bahan-bahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah. Dalam penelitian dibedakan antara data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari Kantor Pertanahan. Sedangkan data sekunder adalah data yang mencakup

dokumen-dokumen resmi, buku, karya ilmiah dan hasil penelitian, dan juga berbagai artikel serta data yang terdapat di internet. b. Wawancara dan Observasi (Field Research) Dilakukan dengan cara wawancara langsung mengenai hal-hal yang berhubungan dengan program pendaftaran tanah serta segala hal yang berkaitan dengan pendaftaran tanah kepada pejabat dari instansi yang berwenang. c. Quisioner Cara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat yang dikemas dalam bentuk pertanyaan yang telah dipersiapkan sebanyak 50 bagian untuk 50 orang. G. Sistematika Penulisan Suatu penelitian ilmiah perlu dibatasi ruang lingkupnya agar hasil yang akan diuraikan terarah dan data yang diperoleh relevan untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan menghindari data yang membias. Untuk mendapati maksud seperti yang telah diuraikan sebelumnya maka pembahasan dalam penulisan ini mencakup 4 bab yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang menguraikan apa yang menjadi latar belakang permasalahan dari skripsi ini, merumuskan masalah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam skripsi ini dan memaparkan tujuan dan manfaat dari penulisan skripsi ini, serta gambaran umum

mengenai hal-hal yang terkait yang akan dibahas dan dirangkum dalam tinjauan pustaka. BAB II : PERANAN KANTOR PERTANAHAN DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SETELAH KELUARNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 Berisikan pembahasan secara teoritis mengenai bagaimana eksistensi dari kantor pertanahan, tugas dan fungsi dari kantor pertanahan beserta program-program yang dilakukan oleh kantor pertanahan dalam menjalankan perannya untuk mempercepat pendaftaran tanah di bidang-bidang tanah yang belum terdaftar agar dapat tercapai pendaftaran seluruh bidang-bidang tanah yang belum terdaftar di wilayah hukumnya sesuai dengan yang diamanatkan peraturan perundang-undangan. Juga dijelaskan pelaksanaan pendaftaran tanah sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang. BAB III : Berisikan uraian yang didapat dari hasil penelitian di Kantor Pertanahan, dimana dalam uraian ini dibahas mengenai bagaimana kinerja Kantor Pertanahan dalam menyampaikan program serta penyuluhannya kepada masyarakat. Dalam uraian ini juga diteliti bagaimana dampak dari penyuluhan yang telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan terhadap masyarakat. Uraian ini juga didapat dari hasil penelitian dimasyarakat melalui metode penelitian yang sebelumnya telah disebutkan untuk mendapatkan hasil mengenai data pemilikan dan penguasaan tanah masyarakat dilokasi penelitian.

Sejauh mana partisipasi masyarakat dilokasi penelitian tentang pelaksanaan pendaftaran tanah, juga membahas pemanfaatan sertifikat dan data penunjang / pelengkap lainnya yang kesemuanya diperoleh berdasarkan hasil penelitian terhadap masyarakat dilokasi penelitian yakni di Kabupaten Karo Kecamatan Berastagi. BAB IV : Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang ditarik berdasarkan analisa dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan, dimana berdasarkan kesimpulan ini kemudian akan diberikan saran-saran yang dianggap dapat memberikan masukan-masukan untuk semua pihak.