TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. mereka berniat meningkatkan produksi padi semaksimal mungkin menuju

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari corak khas

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

III KERANGKA PEMIKIRAN

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Aigner (1985:18), filosofi dan spirit tentang produktivitas sudah ada sejak

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

III KERANGKA PEMIKIRAN

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

menghasilkan limbah yang berupa jerami sebanyak 3,0 3,7 ton/ha.

I. LATAR BELAKANG MASALAH. Desa Padang Mutung Terletak di Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari satu pihak

I. PENDAHULUAN. karena pangan menempati urutan terbesar pengeluaran rumah tangga. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN. kehidupan para petani di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih rendah.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

MEKANISME PENYALURAN BENIH PADI BERSUBSIDI DI KABUPATEN PURBALINGGA ABSTRAK

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Padi Sebagai Bahan Makanan Pokok Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut juga makanan energi. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi oleh bahan makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain (Aak, 1990). Beras sebagai bahan pokok sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, tanaman padi sebagai penghasil beras harus mendapat perhatian, baik mengenai lahan, benih, cara budidaya maupun pascapanennya (Suparyono dan Agus, 1993). Padi Sebagai Sumber Makanan Arti penting padi sebagai sumber makanan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa faktor yang menyebabkannya adalah sebagai berikut : - Penduduk dunia yang selalu meningkat. Walaupun sudah dipercayakan melalui program Keluarga Berencana, kenaikan penduduk di Indonesia masih tinggi. Ini berarti jumlah orang yang perlu makan pun selalu meningkat sehingga usaha pencukupan pangan makin hari makin berat.

- Penciutan lahan sawah. Dampak negatif dari perkembangan manusia dimana pun ialah perubahan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Umumnya lahan sawah yang berubah fungsi adalah lahan yang sudah sangat bagus untuk produksi padi. - Sumber genetika yang makin terbatas. Ini akan menyebabkan usaha perakitan varietas baru yang diharapkan dapat menaikkan produksi padi sulit dilaksanakan. - Penyusutan sumber alam. Disamping lahan, air dan bahan mineral yang merupakan daya dukung alam terhadap produksi padi berkurang - Kejenuhan tanaman padi terhadap input teknologi. Ini akan menyebabkan produksi padi mengalami pelandaian kenaikan (leveling off) yang berarti bahwa walaupun input teknologi dinaikkan, produksi padi sulit ditingkatkan. Dari hal-hal diatas jelas bahwa produksi padi perlu di pertahankan agar persediaan pangan berimbang dengan jumlah penduduk (Suparyono dan Agus, 1993). Penggunaan Benih Benih unggul merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya produksi karena penggunaan benih unggul bermutu dapat menaikkan daya hasil 15 % dibandingkan dengan penggunaan benih yang tidak bermutu. Kelebihan lainnya ialah pemakaian jumlah benih per satuan luas areal tanaman lebih hemat dari 30-50 kg per hektar menjadi 20-25 kg per hektar, pertumbuhan tanaman dan tingkat kemasakan lebih merata serta seragam dan panen bisa dilakukan sekaligus, rendemen beras tinggi dan mutu beras seragam (Departemen Pertanian, 1998).

Untuk meningkatkan produksi pangan dan usaha pemenuhan kebutuhan pangan membutuhkan adanya pembaharuan. Pembaharuan teknologi tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan didalam proses pertanian. Dengan penemuan-penemuan teknologi ini kemudian dilakukan usaha-usaha untuk mensosialisasikannya kepada para petani. Proses sosialisasi ini biasanya dilakukan oleh PPL sebagai pihak yang menjembatani pemerintah sebagai pembuat kebijakan serta para peneliti yang menemukan inovasi-inovasi tersebut (Mubyarto, 1985). Peranan agen penyuluhan pertanian adalah membantu petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan yang baik dengan cara berkomunikasi dan memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani. Peranan utama penyuluhan lebih dipandang sebagai proses membantu petani untuk mengambil keputusan sendiri dengan cara menambah pilihan bagi mereka, dan dengan cara menolong petani mengembangkan wawasan mengenai konsekuensi dari masing-masing pilihan tersebut (Mosher, 1997). Peranan lain yang dilakukan petani dalam usahataninya adalah sebagai manager. Apabila keterampilan bercocok tanam sebagai juru tani pada umumnya adalah keterampilan tangan, otot-otot, dan mata, maka keterampilan sebagai manajer mencakup kegiatan-kegiatan otak yang didorong oleh kemampuan yang tercakup didalamnya terutama adalah pengambilan keputusan atau penetapan pilihan-pilihan dari alternatif yang ada. Keputusan yang diambil oleh setiap petani selaku manajer antara lain mencakup : menentukan pilihan dari berbagai tanaman yang mungkin ditanam pada setiap bidang tanah, menentukan ternak apa yang sebaiknya dipelihara dan menentukan bagaimana membagi waktu kerja diantara

berbagai tugas yang berbeda-beda, teristimewa pada waktu-waktu berbagai pekerjaan dilakukan pada saat yang bersamaan ( Mosher, 1997). Suatu hal yang patut dicatat yang ikut menentukan keberhasilan dalam peningkatan produksi adalah penemuan dan pemakaian varietas-varietas unggul, baik varietas padi dataran rendah, padi untuk dataran tinggi, padi gogo, dan palawija (Litbang dan BPS, 1983). Didalam budidaya tanaman, pembenihan merupakan salah satu faktor produk yang harus diperhatikan karena faktor tersebut ikut menentukan produksi. Benih padi adalah gabah yang dihasilkan dengan cara dan tujuan khusus untuk disemaikan menjadi pertanaman ( Aak, 1990). Penggunaan benih bermutu dalam budidaya akan meningkatkan efektivitas dan efesiensi karena populasi tanaman yang akan tumbuh dapat diperkirakan sebelumnya. Dengan demikian dapat diperkirakan jumlah benih yang akan ditanam dan benih sulaman (Wirawan dan Wahyuni, 2002). Pada dasarnya, varietas unggul merupakan varietas dengan respon tinggi, yakni dikembangkan supaya respon terhadap dosis pupuk kimia tinggi. Jika disebar pada lahan dengan kandungan unsur hara tinggi dan air yang mencukupi serta pengendalian hama yang memadai, varietas unggul dan hibrida memang bisa memberikan panenan yang tinggi ( Reijntjes, dkk. 1999 ). Varietas padi sawah yang telah diusahakan oleh petani dapat di bagi menjadi 3 kelompok, yaitu : - Varietas Unggul Baru (VUB), terdiri dari : varietas unggul tahan wereng biotipe-1 (VUTW-1), varietas unggul tahan wereng biotipe-2 (VUTW-2), dan varietas unggul non-vutw

- Varietas Unggul Nasional (VUN), antara lain : Bengawan, Syntha, Dewi Tara, dan lain-lain. - Varietas lokal, namanya tergantung daerah (Litbang dan BPS, 1983). Terlepas dari tata letak biofisiknya, suatu pertanian juga ditentukan oleh ciri-ciri sosioekonomi, budaya dan politik terutama yang berhubungan dengan kerumahtanggaan petani. Setiap rumah tangga merupakan sebuah gabungan yang unik antara laki-laki dan perempuan, orang dewasa dan anak-anak yang semuanya memberikan pengelolaan, pengetahuan, tenaga kerja, modal dan lahan untuk usahatani dan yang mengkonsumsi paling tidak sebagian dari hasil usahataninya. Jadi rumah tangga petani merupakan alokasi sumber daya, produksi dan konsumsi (Reijntjes, dkk. 1999). Landasan Teori Faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi adalah : 1. Sifat inovasi, yang terdiri dari : a) Keuntungan relatif, bahwa setiap ide baru (inovasi) akan selalu dipertimbangkan mengenai seberapa jauh keuntungan relatif yang dapat diberikan, yang diukur dengan derajat keuntungan ekonomis, besarnya penghormatan, atau keamanan atau pengaruhnya terhadap posisi sosial yang akan diterima. b) Kompaktibilitas, setiap inovasi akan cepat diadopsi manakala mempunyai kecocokan atau berhubungan dengan kondisi sosial yang telah ada dalam masyarakat. c) Kompleksitas inovasi. Inovasi akan sangat mudah dimengerti dan disampaikan manakala cukup sederhana dan tidak rumit.

d) Triabilitas. Suatu inovasi yang tidak mudah dicoba karena perlengkapan yang kompleks dan memerlukan biaya atau modal yang besar, waktu yang lama akan lebih sulit diadopsi. e) Observabilitas. Suatu inovasi akan lebih cepat diadopsi manakala pengaruhnya atau hasilnya mudah atau cepat dilihat atau diamati. 2. Jenis keputusan inovasi Dalam mengadopsi inovasi terdapat tiga jenis keputusan yaitu : a) Keputusan individual (optional) b) Keputusan kelompok c) Keputusan otorita (penguasa). Keputusan yang diambil secara optional (individual) relatif lebih cepat mengadopsi inovasi dibandingkan dengan jenis keputusan kelompok, apalagi dibanding dengan keputusan yang harus menunggu dari pihak penguasa. 3. Saluran komunikasi a) Media massa (Media Non-Interpersonal) b) Media Interpersonal Penyampaian inovasi lewat media massa relatif lebih lambat diadopsi dibandingkan penyampaian inovasi melalui saluran inter-personal (hubungan antar pribadi) 4. Ciri-ciri sistem sosial Karakteristik sistem sosial dalam masyarakat sangat menentukan cepat atau lambat keputusan untuk menerima suatu inovasi. Ciri-ciri masyarakat (sistem sosialnya) dalam adopsi inovasi dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu:

a. Adopsi inovasi dalam masyarakat modern, relatif lebih cepat dibandingkan dengan adopsi inovasi dalam masyarakat yang masih tradisional. b. Demikian pula, proses adopsi inovasi dalam masyarakat lokalitas akan lebih lamban bila dibandingkan di dalam masyarakat kosmopolitan. 5. Kegiatan promosi Dalam banyak hal kegiatan promosi dapat mendorong semangat untuk lebih cepat menerima inovasi. Kecepatan adopsi inovasi juga sangat ditentukan oleh semakin intesif dan seringnya intensitas atau frekuensi promosi yang dilakukan oleh agen pembaharu (penyuluh) atau pihak-pihak lain yang berkompeten dengan adopsi inovasi seperti lembaga penelitian, produsen, pedagang dan atau sumber inovasi. 6. Urgensitas masalah yang dihadapi. Kecepatan adopsi suatu inovasi oleh seseorang atau suatu sistem masyarakat sangat ditentukan oleh urgensitas (kepentingan segera) masalah dan kebutuhan masyarakat. Jika suatu inovasi yang diberikan dapat menjawab kebutuhan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi masyarakat pada saat itu, maka masyarakat akan lebih cepat menerima inovasi itu (Mardikanto, 1996). Cepat tidaknya mengadopsi inovasi bagi petani sangat tergantung kepada faktor eksteren dan interen. Faktor interen itu sendiri yaitu faktor sosial dan ekonomi petani. Faktor sosial diantaranya : umur, tingkat pendidikan, frekuensi mengikuti penyuluhan dan lamanya berusahatani. Sedangkan faktor-faktor ekonomi diantaranya adalah : jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan produktivitas yang dimiliki dan ada tidaknya usahatani yang dimiliki oleh

petani. Faktor sosial ekonomi ini mempunyai peranan yang cukup penting dalam pengelolaan usahatani (Soekartawi, 1999). Adapun faktor sosial ekonomi antara lain : 1. Umur Menurut Soekartawi (1999), rata-rata petani Indonesia yang cenderung tua sangat berpengaruh pada produktivitas sektor pertanian Indonesia. Petani berusia tua biasanya cenderung sangat konservatif dalam menyikapi perubahan atau inovasi teknologi. Berbeda halnya dengan petani yang berusia muda. Makin muda umur petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan anjuran dari kegiatan penyuluhan (Kusuma, 2006). Makin muda petani biasanya lebih semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi (Negara, 2000). Petani yang berusia lanjut sekitar 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru dan inovasi, semakin muda umur petani, maka semakin tinggi semangatnya mengetahui hal baru, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk cepat melakukan adopsi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal adopsi tersebut (Kartasapoetra, 1994). Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja dimana

dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006). 2. Pendidikan Masri Singarimbun dan D.H. Penny dalam Soekartawi (1999) mengemukakan bahwa banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Sudah tentu kecakapan tersebut akan mengakibatkan kemampuan yang lebih besar dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga. Tingkat tinggi rendahnya pendidikan petani akan menanamkan sikap yang menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan anjuran penyuluh. Tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi sehingga sikap mental untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pertanian kurang (Kusuma, 2006). Menurut Negara (2000) mengenai tingkat pendidikan petani, dimana mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Tingkat pendidikan manusia umumnya menunjukkan daya kreativitas manusia dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang tersedia (Kartasapoetra, 1994). Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan usahataninya (Hasyim, 2006).

3. Lamanya berusahatani Menurut Soekartawi (1999) pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluh dari pada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Kusuma, 2006). Menurut Negara (2000) petani yang sudah lama berusahatani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Petani yang sudah lama berusahatani akan lebih mudah menerapkan teknologi daripada petani pemula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak, sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Lubis, 2000). Lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal-hal yang baik untuk waktuwaktu berikutnya (Hasyim, 2006). 4. Frekuensi penyuluhan Menurut Soekartawi (1999) Bahwa agen penyuluhan dapat membantu petani memahami besarnya pengaruh struktur sosial ekonomi dan teknologi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, dan menemukan cara mengubah struktur atau situasi yang menghalangi untuk mencapai tujuan tersebut.

Semakin tinggi frekuensi mengikuti penyuluhan maka keberhasilan penyuluhan pertanian yang disampaikan semakin tinggi pula. Frekuensi petani dalam mengikuti penyuluhan yang meningkat disebabkan karena penyampaian yang menarik dan tidak membosankan serta yang disampaikan benar-benar bermanfaat bagi petani untuk usahataninya (Hasyim, 2003). 5. Luas lahan Menurut Soekartawi (1999) luas lahan akan mempengaruhi skala usaha. Dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efesien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian maka lahan tersebut semakin tidak efesien. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi efesien akan berkurang. Sebaliknya pada lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, sehingga usaha pertanian seperti ini lebih efesien. Meskipun demikian lahan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efesien pula. Petani yang mempunyai lahan yang luas maka lebih mudah menerapkan anjuran penyuluh dari pada yang memiliki lahan sempit, hal ini dikarenakan keefisienan dalam penggunaan sarana produksi (Kusuma, 2006). Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada yang berlahan sempit (Negara, 2000). 6. Jumlah tanggungan Semakin banyak (anggota keluarga) akan semakin berat beban hidup yang harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani (Soekartawi, 1999).

Dan menurut Daniel (2002) jumlah tanggungan keluarga semakin banyak (anggota keluarga) akan semakin meningkat pula beban hidup yang harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan patani dalam berusahatani. Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya (Hasyim, 2006). 7. Produksi Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi maksimum (Soekartawi, 2001). Usahatani dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya. Dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan atau input. Pengertian efisiensi sangat relatif, efisiensi diartikan sebagai penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya (Soekartawi, 2001). 8. Produktivitas Menurut Soekartawi (1986) produktivitas petani umumnya masih rendah. Pada umumnya pengetahuan petani kecil itu terbatas, sehingga mengusahakan kebunnya secara tradisional, kemampuan permodalannya juga terbatas dan bekerja dengan alat sederhana. Dengan demikian produktivitas dan produksinya rendah.

Salah satu variabel utama dalam sistem usahatani adalah pengambilan keputusan di dalam rumah tangga petani tentang tujuan dan cara mencapainya dengan sumber daya yang ada, yaitu jenis dan kuantitas tanaman yang dibudidayakan dan ternak yang dipelihara, serta teknik dan strategi yang diterapkan. Cara yang ditempuh suatu rumah tangga petani dalam pengambilan keputusan pengelolaan usahatani tergantung pada ciri-ciri rumah tangga yang bersangkutan, misalnya jumlah laki-laki, perempuan, dan anak-anak, usia, kondisi kesehatan, kemampuan, keinginan, kebutuhan, pengalaman bertani, pengetahuan, dan keterampilan serta hubungan antar anggota rumah tangga (Reijntjes, dkk. 1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain: 1. Faktor Pribadi - Kontak dengan sumber-sumber informasi di luar masyarakatnya. - Keaktifan mencari sumber informasi. - Pengetahuan tentang keuntungan relatif dari praktek yang diberikan. - Kepuasan pada cara-cara lama. 2. Faktor Lingkungan - Tersedianya media komunikasi. - Adanya sumber informasi secara rinci. - Pengalaman dari petani lain. - Faktor-faktor alam. - Tujuan dan minat keluarga (Nasution, 1989). Pengambilan keputusan di dalam rumah tangga petani meliputi faktorfaktor yang kompleks, termasuk ciri-ciri biofisik usahatani, ketersediaan dan

kualitas input luar dan jasa serta proses sosioekonomi dan budaya di dalam masyarakat. Disamping itu, selama terjadi perubahan lingkungan ekologis, sosioekonomis, dan budaya maka sistem usahatani harus pula disesuaikan. Dengan demikian, pertanian mencakup suatu proses pengambilan keputusan tanpa akhir, baik itu untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Proses pengambilan keputusan juga berubah dari waktu ke waktu (Reijntjes, dkk. 1999). Faktor lain yang juga berpengaruh dalam pengambilan keputusan, yaitu : faktor sosial-ekonomi terdiri dari : - Umur - Tingkat pendidikan - Tingkat mobilitas - Tingkat partisipasi dalam kelompok atau organisasi - Sikap kekeluargaan - Sikap terhadap penguasa - Kosmopolitan - Pengalaman bertani - Luas lahan - Tingkat pendapatan - Jumlah tanggungan (Mardikanto, 1996). Kebanyakan ketentuan-ketentuan mengenai pertanian dibuat oleh petani sebagai individu, tetapi ia mengambil keputusan itu dalam hubungan keanggotaannya dalam suatu keluarga. Hasrat untuk berbuat apa yang dapat diperbuatnya demi kepentingan anggota-anggota keluarganya dan dalam

hubungan pangaruh anggota-anggota keluarganya terhadap dirinya, karena ketergantungan mereka pada hasil-hasil usahatani, maka anggota-anggota keluarganya mungkin mendesak sang petani untuk mengambil keputusan tertentu atau melakukan teknik tertentu (Mosher, 1997). Kerangka Pemikiran Petani menurut Mosher dikategorikan memegang dua peranan yaitu sebagai juru tani (cultivator) dan sekaligus sebagai orang pengelola (manager) dalam usahataninya. Sebagai seorang juru tani, petani mempunyai peranan memelihara tanaman yang diusahakan dalam usahataninya, sebagai juru tani petani menggunakan keterampilan tangan, otot, mata untuk kegiatan pemeliharaan dalam usahatani yang mencakup menyiapkan persemaian, penyediaan benih, melindungi tanaman dari hama penyakit dan sebagainya. Sedangkan sebagai pengelola petani harus mempunyai keterampilan berupa pengetahuan serta kemauan yang berguna untuk pengambilan keputusan dalam menjalankan usahataninya. Petani padi sawah adalah orang yang mengusahakan lahan sawah untuk ditanami tanaman padi. Seorang petani adalah orang yang paling berperan penting dalam menjalankan serta mengelola usahataninya. Dan petani mempunyai karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhinya dalam menjalankan usahataninya yaitu umur, pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, luas lahan, jumlah tanggungan, produksi dan produktivitas. Dalam menjalankan usahataninya petanilah yang paling berhak menentukan apa dan bagaimana tindakan yang diperlukan dalam usahataninya tersebut. Didalam menjalankan usahatani khususnya usahatani padi sawah tentunya ada banyak

faktor-faktor yang harus dipikirkan, salah satunya adalah faktor penggunaan benih. Didalam mengambil keputusan salah satunya tentang penggunaan benih padi yang akan digunakan, apakah benih unggul/bersertifikat atau tidak tentu berbeda- beda setiap petani. Ada yang sudah lebih terbuka terhadap inovasi serta teknologi baru tentu tingkat keputusan terhadap penggunaan bibit unggul/bersertifikat cenderung lebih tinggi. Sedangkan petani yang belum bisa menerima atau masih ragu terhadap inovasi dan teknologi baru tentu tingkat keputusannya terhadap penggunaan benih unggul/bersertifikat lebih rendah. Sumber benih yang digunakan petani dapat berasal dari pemerintah, kios saprodi dan dari petani sendiri. Benih yang berasal dari pemerintah dan penangkar benih adalah benih unggul atau benih bersertifikat sedangkan benih yang berasal dari petani sendiri adalah benih yang disisihkan sebagian dari hasil panen sebelumnya untuk dijadikan benih musim tanam berikutnya. Didalam pengambilan keputusan untuk menggunakan suatu jenis benih ada faktor yang mempengaruhi yaitu : faktor produksi benih, kualitas benih, daya tahan benih terhadap hama dan penyakit, daya tumbuh benih, harga benih, akses memperoleh/mendapatkan benih, kondisi sosial/budaya masyarakat, jenis keputusan, informasi dan pengaruh penyuluh pertanian, informasi dan promosi media massa, pengaruh pengalaman petani lain, pengalaman berusahatani serta karakteristik sosial ekonomi yaitu umur, pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, luas lahan, jumlah tanggungan, produksi dan produktivitas juga mempunyai hubungan dengan tingkat keputusan petani dalam menggunakan benih dalam usahataninya.

Karakteristik Sosial Ekonomi 1. Umur 2. Pendidikan 3. Lama Berusahatani 4. Frekuensi mengikuti Penyuluhan 5. Luas Lahan 6. Jumlah Tanggungan 7. Produksi 8. Produktivitas SUMBER BENIH - Pemerintah - Kios Saprodi - Petani Sendiri PETANI PADI SAWAH USAHATANI PADI SAWAH PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BENIH Faktor yang mempengaruhi : 1. Produksi Benih 2. Kualitas Benih 3. Daya Tahan Benih Terhadap Hama dan Penyakit 4. Daya Tumbuh Benih 5. Harga Benih 6. Akses Memperoeh/ Mendapatkan Benih 7. Kondisi Sosial/Budaya Masyarakat 8. Jenis Keputusan 9. Informasi dan Pengaruh Penyuluh Pertanian 10. Informasi dan Promosi Media Massa 11. Pengaruh Pengalaman Petani Lain 12. Pengalaman Berusahatani BENIH NON SERTIFIKAT BENIH UNGGUL/ BERSERTIFIKAT TINGKAT KEPUTUSAN - Tinggi - Sedang - Rendah Gambar 1.Skema Kerangka Pemikiran Analisis Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Padi Sawah dalam Menggunakan Benih Menurut Sumber Benih Menyatakan Pengaruh Menyatakan Hubungan