BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

BAB I PENDAHULUAN. atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.komunikasi massa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

BAB II KAJIAN TEORI Film

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang

BAB III METODE PENELITIAN

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Holocaust adalah genosida (pembantaian massal) terhadap sekitar enam juta

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Teori yang digunakan

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Masyarakat informasi saat ini, telah menjadikan berita sebagai kebutuhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Media massa dinilai mempunyai peranan yang besar dalam. menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha

13 ZHONGDANG PAN DAN GERALD M. KOSICKI

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan metode analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB III METODELOGI PENELITIAN. kondisi empirik objek penelitian berdasarkan karakteristik yang dimiliki. 25

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat makna teks yang

Idham Samawi dan Persatuan Sepakbola Indonesia Bantul (Persiba) di. Rubrik Sportmania Harian Kedaulatan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tontonan dan lain lain. Kini terdapat jasa tour di beberapa kota yang mengajak

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN. konstruksionis, realitas bersifat subjektif, relitas dihadirkan oleh konsep subjektif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film

BAB III METODE PENELITIAN. semiotika John Fiske karena dirasakan cocok dengan apa yang akan peneliti teliti.

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB II IKLAN DAN ANALISIS FRAMING

REPRESENTASI KELAS SOSIAL BASUKI TJAHAJA PURNAMA DALAM VIDEO BERITA TEMPO.CO. Oleh: Ilham Dody Prasetyo C

09ILMU. Modul Perkuliahan IX. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Framing. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Wardi Bahtiar dalam bukunya Metodologi Penelitian Dakwah. kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya 26.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan informasi pada setiap detiknya. masyarakat untuk mendapatkan gambaran dari realitas sosial. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan,

BAB I PENDAHULUAN. Media massa pada dasarnya selalu melakukan pembingkaian (framing)

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berbagai elemen di dalam masyarakat. Contohnya elemen pemerintah dengan

KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan

FRAMING BERITA GAYUS TAMBUNAN DI SURAT KABAR MEDIA INDONESIA DAN REPUBLIKA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan dan Jenis Penelitian. dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma menurut Harmon dalam Octavia adalah cara mendasar untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB I PENDAHULUAN. sistem diskriminasi dan pemisahan ras (apartheid). Sistem diskriminasi tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai perbandingan dan tolak ukur penelitian. Tinjauan pustaka tentang penelitian terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan permasalahan penelitian: konsep-konsep, analisa, kesimpulan, kelemahan dan keunggulan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti lain. Peneliti telah menganalisis penelitian terdahulu yang berkaitan dengan bahasan di dalam penelitian ini, yang mempunyai kedekatan dengan Representasi Holocaust dalam Sinema (Analisis Terhadap Film The Boy In The Striped Pyjamas dan The Pianist) dengan menggunakan analisis Framing Robert N. Entman. Dimana Holocaust merupakan persekusi dan pembantaian sekitar enam juta orang Yahudi yang dilakukan secara sistematis, birokratis dan disponsori oleh rezim Nazi beserta para kolaboratornya. Holocaust berasal dari bahasa Yunani yang artinya "berkorban dengan api." Nazi, yang mulai berkuasa di Jerman pada bulan Januari 1933, meyakini bahwa bangsa Jerman adalah ras unggul sedangkan

13 kaum Yahudi dianggap inferior, yaitu ancaman luar terhadap apa yang disebut dengan masyarakat rasial Jerman. 1 Selama masa Holocaust berlangsung, pemerintah Jerman juga menjadikan kelompok-kelompok lain sebagai target karena mereka dianggap memiliki ras inferior : Orang Roma (Gipsi), penyandang cacat, dan sebagian bangsa Slavia (Polandia, Rusia, dan yang lainnya). Kelompok lainnya dipersekusi karena alasan politis, ideologis, dan perilaku, di antaranya kaum Komunis, Sosialis, Kesaksian Yehova, serta kaum homoseksual. 2 Penelitian tentang Representasi Holocaust dalam Sinema pernah dilakukan oleh Maftuh Ihsan dalam tugas akhir skripsinya dengan judul penelitian Representasi Sejarah Holocaust dalam Film The Reader: Sebuah Kajian Psikoanalisis. Penelitian ini membahas bagaimana ketiga tokoh dalam film The Reader merepresi ingatan dan kemudian merepresentasikan sejarah Holocaust sesuai sudut pandang mereka masing-masing. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut mengulas bagaimana representasi sejarah Holocaust dimunculkan dalam film The Reader melalui tokoh Ilana (korban holocaust), tokoh Hanna (pelaku kejahatan Holocaust), dan tokoh Michael (generasi sesudah Holocaust ). Kemudian tentang bagaimana represi terhadap ingatan individual tokoh-tokoh tersebut mengenai Holocaust digunakan dalam film untuk mengungkapkan peristiwa Holocaust secara lebih netral. Penelitian terdahulu yang kedua tentang Sejarah Jerman Timur dilakukan oleh Yohana Yessi Kostensius dalam tugas akhir skripsinya dengan judul penelitian 1 http://ushmm.org/wlc/id/article.php?moduleid=10005143 diakses tanggal 3 Januari 2015 2 Ibid

14 Representasi Sejarah Masyarakat Jerman Timur dalam Film Goodbye, Lenin!. Penelitian ini membahas dan melihat kembali rekonstruksi sejarah bangsa Jerman dengan membandingkan mitos sejarah yang dikenal dalam data-data sejarah umum dengan konstruksi sejarah yang ditampilkan dalam film Goodbye, Lenin!. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut mengulas bagaimana representasi masyarakat Jerman Timur ditampilkan dalam film tersebut. Kemudian tentang bagaimana sejarah Jerman Timur sebagai ideologi dipresentasikan dalam film tersebut. Penelitian terdahulu yang ketiga tentang Sejarah Jerman Timur dilakukan oleh Martinus Aditya Putra dalam tugas akhir skripsinya dengan judul penelitian Representasi Stasi 3 dalam Tatanan Masyarakat Jerman Timur tercermin pada Film Das Leben der Anderen. Penelitian ini membahas tentang kajian budaya Jerman khususnya pada masa Perang Dunia Kedua dimana Jerman dipecah, hingga masa-masa sebelum Tembok Berlin dibuka sebagai tanda penyatuan Jerman yang ditampilkan dalam film tersebut. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut mengulas bagaimana representasi identitas Jerman Timur sehari-hari dalam tatanan masyarakat DDR (Deutsche Demokratische Republik atau Republik Demokrasi German) yang digambarkan dalam film tersebut. Kemudian bagaimana ideologi sosialisme dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari di DDR yang digambarkan dalam film tersebut. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada fokus penelitian, dimana dalam penelitian terdahulu yang pertama berfokus pada kajian psikoanalisis dalam melihat sejarah masa lalu dengan menggunakan peristiwa 3 Stasi adalah Polisi Rahasia Jerman Timur atau Polisi Keamanan Negara

15 Holocaust dalam film The Reader. Yang kedua, berfokus pada penggambaran Masyarakat Jerman Timur dan menggali ideologi dalam film Goodbye, Lenin!. Dan yang ketiga, berfokus pada penggambaran stasi dalam tatanan masyarakat Jerman Timur. Sedangkan dalam penelitian ini berfokus pada penggambaran Holocaust dalam film The Boy In The Striped Pyjamas dan The Pianist kemudian analisis framing Robert N. Entman digunakan sebagai analisis dalam mengupas unsur Holocaust pada film The Boy In The Striped Pyjamas dan The Pianist. Persamaan nya penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu tema nya tentang Sejarah Jerman. Tabel 1. Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti (Universitas & Tahun) 1. Maftuh Ihsan (Universitas Indonesia, 2010) 2. Yohana Yessi Kostensius (Universitas Indonesia, 2010) 3. Martinus Aditya Putra (Universitas Judul Penelitian Judul: Representasi Sejarah Holocaust dalam Film The Reader: Sebuah Kajian Psikoanalisis Representasi Sejarah Masyarakat Jerman Timur dalam Film Goodbye, Lenin! Representasi Stasi dalam Tatanan Masyarakat Kesimpulan Ketiga tokoh dalam film The Reader, yaitu Ilana, Hanna, dan Michael merepresi ingatan dan kemudian merepresentasikan sejarah Holocaust sesuai sudut pandang mereka masingmasing. Dan penelitian ini berfokus pada kajian Psikoanalisis. Sejarah yang ditampilkan ke hadapan masyarakat adalah sejarah yang sarat propaganda rezim pemenang. Representasi keseharian masyarakat Jerman Timur ini kontra dengan apa yang direpresentasikan dalam sumber resmi tentang masyarakat komunis. Film belum bersifat netral dalam menceritakan cara

16 Indonesia, 2010) Jerman Timur tercermin pada Film Das Leben der Anderen kerja stasi dalam DDR, tetapi mungkin stasi ini merupakan gambaran yang ada dalam benak sebagian besar orang Jerman Barat saat itu. 2.2. Konsep Representasi Dalam Konteks Framing John Fiske merumuskan tiga proses yang terjadi dalam representasi melalui tiga tahap. Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat perangkat teknis, seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain-lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kodekode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat (Julianta, 2014: 14). Rumusan ketiga proses representasi menurut John Fiske dijabarkan melalui tabel di bawah ini. Tabel 2. Proses Representasi Fiske PERTAMA KEDUA REALITAS Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkrip dan sebagainya. Dalam televisi seperti perilaku, tata rias, pakaian, ucapan, gerak-gerik, dsb. REPRESENTASI Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik dan sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dll

17 KETIGA IDEOLOGI Semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan kode-kode ideologi, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme, patriaki, ras, kelas, materialisme, dsb. Proses representasi dalam konteks framing, framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Dasarnya tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa. Media sebagai suatu teks banyak menyebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2002: 97) Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Diantara beberapa fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama dalam ideologi adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media disini berfungsi menjaga nilai-nilai kelompok, dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu dijalankan (Eriyanto, 2002: 145). 2.3. Framing dan Film Murray Edelman adalah ahli komunikasi yang banyak menulis mengenai bahasa dan simbol politik dalam komunikasi. Menurut Edelman, apa yang kita ketahui

18 tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan mengkonstruksi realitas (Eriyanto, 2002: 185). Konsep Framing oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain (Eriyanto, 2002: 219-220), Analisis framing pada dasarnya adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada cara melihat terhadap realitas yang dijadikan berita. Analisis framing merupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas. Sedangkan film adalah arsip sosial yang menangkap jiwa zaman masyarakat saat itu (Eriyanto, 2002: 10). Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh cerita film dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain, dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan strategi wacana, penempatan yang mencolok, pengulangan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diceritakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, dan simplifikasi. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi cerita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Dengan framing juga bisa mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh si pembuat film ketika menyeleksi dan menulis cerita. Cara pandang atau perspektif ini pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan hendak dihilangkan, dan hendak dibawa kemana cerita tersebut.

19 Kekuatan dan kemampuan film dalam menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli menganggap bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya atau dengan mudahnya si penonton film terpengaruh oleh isu yang disampaikan oleh si pembuat film. Sejak itu, maka merebaklah berbagai dampak penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier. Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. 2.4. Kerangka Pikir Sebuah film dapat menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksi yang tergambar dari para pemainnya, yang mana setiap individu tersebut akan menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara objektif. Dalam film juga terangkum pesan-pesan dan nilai-nilai yang disampaikan dan digambarkan kepada para penonton dengan adanya suatu gambaran dalam realitas masyarakat. Film atau yang disebut juga gambar hidup digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Sifat komersialisme dalam industri perfilman memaksa para pelakunya agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini tercermin dalam banyak film cerita, yaitu film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita. Sebagai cerita, harus menyentuh unsur-unsur rasa manusia.

20 Penggabungan antara sifat komersialisme dan upaya menyentuh unsur manusia inilah yang membuat film merepresentasikan realita yang ada. Peneliti menganalisis film The Boy In The Striped Pyjamas dan The Pianist secara terus menerus, mencatat adegan yang mengandung unsur Holocaust, mengkategorikan nya ke dalam sebuah tabel berdasarkan adegan, dialog, dan setting serta properti. Unsur-unsur tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode framing Robert N. Entman untuk memperkuat representasi Holocaust dalam film The Boy In The Striped Pyjamas dan The Pianist. Maka kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagan 1. Kerangka Pikir