BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini adalah uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Apabila nilai

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

panjang antara ukuran perusahaan (SIZE) dengan capital adequacy ratio dan loan to

BAB 4 PEMBAHASAN. H 1 : tidak terdapat unit root (data stasioner)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. FDR, Inflasi dan kurs terhadap ROA di Indonesia pada tahun 2013: I 2016: VII.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. statistik. Penelitian ini mengukur pengaruh pembalikan modal, defisit neraca

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak

BAB III METODE PENILITIAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah data sekunder yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. bentuk runtut waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu data dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji stasioneritas dengan uji akar-akar unit (unit roots test).

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Produk Domestik Bruto, Inflasi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk

METODE PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series)

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan yaitu data sekunder. Data sekunder

BAB III METODE PENELITIAN. variabel-varibael sebagai berikut: Jumlah ekspor Minyak kelapa sawit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. capital adequacy ratio (CAR), non performing financing (NPF), financing to

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini variabel terikat (dependent variabel) yang digunakan adalah

III. METODELOGI PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah current account

METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang

METODE PENELITIAN. Selang periode runtun waktu. Bulanan Tahun Dasar PDB Triwulanan Miliar rupiah. M2 Bulanan Persentase

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series

III. METODOLOGI PENELITIAN. A. Data dan Sumber Data Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian arsip yaitu suatu penelitian

ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN

PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR MIGAS (MINYAK DAN GAS) DI INDONESIA; PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terhadap Angka Kematian Bayi di Kabupaten Blora. Penelitian ini merupakan

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah di Indonesia, untuk melihat apakah Capital Adequacy Ratio (CAR),

III. METODELOGI PENELITIAN. Dalam penelitian yang berjudul Analisis Determinan Nilai Aktiva Bersih Reksa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. (OJK). Objek tersebut terdiri dari Bank Umum Syaria (BUS) dan Unit Usaha

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengunakan data sekunder berdasarkan runtun waktu (time series)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Skripsi ini meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

METODE PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang

Arka Anggara Pinasthika Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACK

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan perekonomian baik yang

Tabel 4.1 Deskripsi Variabel Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pusat Statistik. Adapun data yang telah di olah terdapat terdapat pada tabel 6.1

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian, Data dan Spesifikasi Model Ekonomi

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang

BAB V PEMBAHASAN. harga gula domestic (HGD), PDB perkapita (PDB), dan jumlah penduduk

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

BAB IV STUDI KASUS. Secara umum inflasi dapat didefinisikan sebagai gejala kenaikan harga

ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP INVESTASI ASING DI INDONESIA (TAHUN 2000:1 2011:4)

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua negara baik negara maju maupun negara berkembang

BAB III METODE PENELITIAN. media perantara. Pada umumnya data sekunder dapat berupa bukti, catatan atau

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Tingkat

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT JURNAL

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. keperluan tertentu. Jenis data ada 4 yaitu data NPL Bank BUMN, data inflasi, data

III. METODE PENELITIAN. tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga, dan giro wajib minimum. Data

III. METODE PENELITIAN. yang ditentukan dengan menggunakan metode ilmiah secara aturan-aturan yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. yaitu CAR (Capital Adequacy Ratio), LDR (Loan to Deposit Ratio), EPS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, kurtosis. dan skewness (kemencengan distribusi).

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pencarian data dilakukan melalui riset perpustakaan (library research)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

III. METODE PENELITIAN. Laporan Kebijakan Moneter, Laporan Perekonomian Indonesia, Badan Pusat

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada umumnya negara berkembang di dunia mengalami keadaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. dasar pemilihan lokasi ini berdasarkan secara purposive sampling (sengaja).

III. METODE PENELITIAN. gabungan dari data runtun waktu (time series) tahunan. Data yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan metode purposive sampling yang digunakan, sampel yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

BAB III ERROR CORRECTION MODEL (ECM) Suatu analisis yang biasa dipakai dalam ekonometrika adalah analisis

Transkripsi:

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Akar Unit (Stasionaritas) Data deret waktu dikatakan stasioner jika menunjukkan pola yang konstan dari waktu kewaktu. Adapun uji akar unit yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji augmented dickey fuller (ADF). Apabila nilai T-statistik ADF lebih besar dari pada nilai kritis MacKinnon, maka variabel tersebut memiliki akar unit sehingga dikatakan tidak stasioner pada taraf nyata tertentu. Sebaliknya apabila nilai T-statistik ADF lebih kecil dari pada nilai kritis MacKinnon, maka variabel tersebut tidak memiliki akar unit dikatakan stasioner pada taraf nyata tertentu. ADF T-statistik > T-critical MacKinnon = memiliki akar unit atau tidak stasioner. ADF T-ststistik < T-critical MacKinnon = tidak memiliki akar unit atau stasioner. Uji akar unit dilakukan satu persatu atau setiap variabel yang akan dianalisis baik variabel dependent maupun variabel independen. Dari hasil pengolahan data dengan bantuan eviews 7 diperoleh hasil uji akar unit pada tingkat level, dapat diihat pada Tabel 6. 47

48 Tabel 6 Hasil Augmented Dickey Fuller Pada Tingkat Level variabel ADF T- Nilai Kritis MacKinnon Keterangan statistik 1% 5% 10% KURS -0,212753-3,632900-2,948404-2,612874 Nonstasioner JUB -1,346097-3,653730-2,957110-2,617434 Nonstasioner EKS -2,022341-3,632900-2,948404-2,612874 Nonstasioner BI_RATE -2,047383-3,639407-2,951125-2,614300 Nonstasioner Pada Tabel 1, memperlihatkan terdapat semua variabel tidak stasioner pada tingkat level, yakni KURS (nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika), JUB (jumlah uang beredar), Eks (ekspor) dan BI_RATE (tingkat suku bunga acuan) pada signifikansi 5 persen. Oleh karena semua variabel tidak signifikan pada tingkat level maka dilanjutkan dengan uji derajat integrasi. 2. Uji Derajat Integrasi Uji derajat integrasi merupakan lanjutan dari uji akar unit, apabila setelah dilakukan pengujian akar unit ternyata data belom stasioner, maka dilakukan pengujian ulang dengan data nilai perbedaan pertama (first difference). Apabila pengujian dengan data first difference belum stasioner maka selanjutnya dilakukan pengujian dengan data dari perbedaan kedua (second difference) dan seterusnya hingga data stasioner. Berdasarkan hasil pada uji augmented dickey fuller pada tingkat level, diketahui bahwa tidak semua variabel stasioner maka perlu dilakukan uji augmented dickey fuller pada tingkat first difference. Dari pengolaha data

49 diperolah hasil uji akar unit pada tingkat first difference, dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil Augmented Dickey Fuller Pada Tingkat First Difference variabel ADF T- Nilai Kritis MacKinnon Keterangan statistik 1% 5% 10% KURS -4,806531-3,639407-2,951125-2,614300 Stasioner JUB -6,795531-3,653730-2,957110-2,617434 Stasioner EKS -3,450161-3,646342-2,954021-2,615817 Stasioner BI_RATE -4,054581-3,639407-2,951125-2,614300 Stasioner Tabel 7 memperlihatkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada tingkat first difference, yakni variabel KURS (nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika), JUB (jumlah uang beredar), EKS (ekspor), dan BI_RATE (tingkat suku bunga acuan) pada tingkat signifikansi 5 persen. Oleh karena itu dikatakan semua data yang digunakan dalam penelitian ini terintegrasi pada derajat satu (first difference). 3. Uji Jangka Panjang Hubungan jangka panjang dapat dilihat dari ada atau tidaknya hubungan kointegrasi dalam sebuah persamaan regresi. Ketika variable-variabel dalam persamaan regresi terkointegrasi, maka variable-variabel tersebut memiliki hubungan jangka panjang. Dari hasil uji kointegrasi Engle-Granger diketahui bahwa variabel-variabel dalam persamaan regresi pada ini saling terkointegrasi. Persamaan regresi sebagai berikut : KURS t = a 0 = a 1 ΔJUB t + a 2 ΔEKS t + a 3 ΔBI_RATE t + e t...(16)

50 Tabel 8 Hasil Uji Engle Granger Cointegration Test Variabel Dependent = KURS Koefisien Prob. Konstanta JUB EKS BI_RATE 6,680635 (0,423325) 0,500192 (0,018280) -0,395437 (0,034385) 0,052547 0,0000 0,0000* 0,0000* 0,0000* R-Square F-Statistik DW Statistik Ket = () = Menunjukan Standard Error * = Signifikansi pada α = 1% ** = Signifikansi pada α = 5% *** = Signifikansi pada α = 10% (0,006302) 0,961369 265.4396 1,607222 Tabel 8 menunjukkan hasil estimasi jangka panjang untuk KURS di Indonesia. Dari hasil estimasi tersebut, diketahui bahwa variabel JUB (jumlah uang beredar), EKS (ekspor), dan BI_RATE (tingkat suku bunga acuan) berpengaruh signifikan terhadap KURS. Hasil analisis persamaan pengaruh terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika adalah: a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,500192 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya variabel jumlah uang beredar memiliki hubungan positif dan signifikan. Apabila variabel jumlah uang beredar meningkat 1 persen maka akan menaikan kurs rupiah terhadap Dolar Amerika sebasar

51 0,500192. Nilai probabilitas variabel jumlah uang beredar sebesar 0,0000 menunjukkan secara parsial signifikan dan mempengaruhi variabel dependen, karena nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 1 persen. b. Pengaruh ekspor terhadap kurs Pengaruh ekspor terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar -0,395437 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya variabel ekspor memiliki hubungan positif dan signifikan. Apabila variabel ekspor meningkat 1 persen maka akan menurunkan kurs rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,395437. Nilai probabilitas variabel ekspor sebesar 0,0000 menunjukkan secara parsial signifikan dan mempengaruhi variabel dependen, karena nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 1 persen. c. Pengaruh BI rate terhadap kurs Pengaruh BI rate terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,052547 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya variabel BI rate memiliki hubungan positif dan signifikan. Apabila variabel bi rate meningkat 1 persen maka akan menaikan kurs rupaih terhadap Dolar Amerika sebesar 0,052547. Nilai probabilitas variabel BI rate sebesar 0,0000 menunjukkan secara parsial signifikan dan mempengaruhi variabel dependen, karena nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 1 persen. Nilai konstanta (C) dalam permodelan adalah sebesar 6,680635. Hal ini berarti jika semua variabel diasumsikan bernilai nol, maka kurs rupiah terhadap

52 Dolar Amerika cenderung akan naik sebesar 6,680635 persen. Nilai probabilitas C adalah 0,0000 sehingga menunjukkan bahwa C memberikan pengaruh yang signifikan terhadap permodelan. Hasil estimasi dari persamaan jangka panjang menunjukkan nilai R- Square sebesar 0,961368 artinya bahwa 96,1368 persen model kurs dapat dijelaskan oleh variabel indepanden yakni JUB, EKS, dan BI_RATE. Sedangkan sisanya sebesar 3,8632 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan. Hasil estimasi dari persamaan jangka panjang menunjukkan nilai F- Statistik sebesar 265,4396 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000000. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 1 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen secara keseluruhan yang terdiri dari JUB, EKS, dan BI_RATE terhadap variabel dependen yaitu KURS. 4. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi engle-granger digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka panjang KURS (Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika) dengan JUB (jumlah uang beredar), EKS (ekspor), dan BI_RATE (tingkat suku bunga acuan). Dari persamaan regresi (16) kemudian diestimasi variabel residualnya yaitu: Δμ t = λμ t-1.....(17) Δμ t = λμ t-1 + a i Δ μ t-1.....(18)

53 Dengan uji hipotesisnya : H0 : μ = I(1), artinya tidak ada kointegrasi Ha : μ # I(1), artinya ada kointegrasi Setelah memiliki variabel residual yang berasal dari persamaan (16), maka dilanjutkan dengan menguji variabel residual, apakah berkointegrasi atau tidak berkointegrasi. Dari hasil pengolahan data diperolah hasil uji kointegrasi, dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil Augmented Dickey Fuller Pada Persamaan Residual Level ADF T- Nilai Kritis MacKinnon Variabel ststistik 1% 5% 10% Keterangan ECT -5,800769-3,632900-2,948404-2,612874 Berkointegrasi Tabel 9 menunjukkan bahwa variabel ECT sudah stasioner pada tingkat level, sehingga disimpulkan bahwa terjadi kointegrasi diantara semua variabel yang disertakan dalam model KURS. Hal ini mempunyai makna bahwa dalam jangka panjang akan terjadi kesinambungan atau kestabilan antar variabel yang diamati. 5. Uji Error Correction Model (ECM) Setelah lolos dari uji kointegrasi, langkah selanjutnya adalah membentuk persamaan error correction model (ECM). Persamaan yang akan dibentuk sebagai berikut : ΔKURS t = a 0 + a 1 ΔJUB t + a 2 ΔEKS t + a 3 ΔBI_RATE t + a 4 e t-1 + e t (18)

54 Persamaan (18) didapat berdasarkan hasil pengujian bahwa semua variabel telah stasioner dalam data beda kesatu (first difference) yang diperlihatkan oleh notasi Δ. Error correction model (ECM) digunakan untuk mengestimasi model dinamis jangka pendek dari variabel KURS. Penggunakan metode estimasi ECM dapat menggabungkan efek jangka pendek dan jangka panjang yang disebabkan oleh fluktuasi time lag dari masing-masing variabel independen. Berdasarkan hasil dari uji ECM didapat hasil sebagai berikut : Tabel 10 Hasil Uji Error Correction Model Variabel Dependent = KURS Koefisien Prob. Konstanta D(LJUB) D(LEKS) D(LBI_RATE) ECT(-1) -0,003393 (0,007177) 0,630813 (0,158990) -0,348782 (0,047665) 0,042302 (0,010117) -0,860713 0,6398 0,0004* 0,0000* 0,0002* 0,0000* (0,168759) R-Square F-Statistik DW Statistik 0,774423 25,74812 1,905857 Ket = () = Menunjukan Standard Error * = Signifikansi pada α = 1% ** = Signifikansi pada α = 5% *** = Signifikansi pada α = 10% Persamaan yang diperoleh dari hasil ECM : D(KURS)= -0.003393 + 0.630813*D(JUB) - 0.348782*D(EKS) + 0.042302*D(BI_RATE) 0,860713*ECT(-1)

55 Persamaan diatas merupakan model dinamik KURS untuk jangka pendek, dimana variabel KURS tidak hanya dipengaruhi oleh D(JUB), D(EKS), dan D(BI_RATE) tetapi juga dipengaruhi oleh variabel error term e t. Nilai koefisien e t signifikan untuk ditempatkan dalam model sebagai koreksi jangka pendek untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. Semakin kecil nilai e t maka semakin cepat proses koreksi menuju keseimbangan jangka panjang. Oleh karena itu dalam ECM variabel e t sering dikatakan sebagai faktor kelambanan, yang memiliki nilai lebih kecil dari nol e t < 0. Pada model ini nilai koefisien e t mencapai -0,860713 yang menandakan bahwa nilai KURS berada diatas nilai jangka panjangnya. Hasil pengujian terhadap model dinamis (jangka pendek) KURS di Indonesia tahun 2007 triwulan 1 sampai dengan tahun 2015 triwulan 4 dapat diinterprestasikan berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 10 adalah sebagai berikut: a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs Pengaruh jumlah uang beredar terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar 0,630813 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0004 yang artinya variabel jumlah uang beredar memiliki hubungan positif dan signifikan. Apabila variabel BI rate meningkat 1 persen maka akan menaikan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,630813. Nilai probabilitas variabel jumlah uang beredar sebesar 0,0004 menunjukkan

56 secara parsial signifikan dan mempengaruhi variabel dependen, karena nilai probabilitas kurang dari 1 persen. b. Pengaruh ekspor terhadap kurs Pengaruh ekspor terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar -0,348782 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya variabel ekspor memiliki hubungan negatif dan signifikan. Apabila variabel ekpor meningkat 1 persen maka akan menurunkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,348782. Nilai probabilitas variabel ekspor sebesar 0,0000 menunjukkan secara parsial signifikan dan mempengaruhi variabel dependen, karena nilai probabilitas kurang dari 1 persen. c. Pengaruh BI rate terhadap kurs Pengaruh BI rate terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar 0,042302 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0002 yang artinya variabel BI rate memiliki hubungan positif dan signifikan. Apabila variabel BI rate meningkat 1 persen maka akan menaikan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,042302. Nilai probabilitas variabel BI rate sebesar 0,0002 menunjukkan secara parsial signifikan dan mempengaruhi variabel dependen, karena nilai probabilitas kurang dari 1 persen. Dilihat dari nilai koefisien ECT adalah sebesar -0,860713 menunjukkan equilibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang -0,860713

57 persen. ECT menentukan seberapa cepat equilibrium tercapai kembali ke keseimbangan jangka panjang. Hasil estimasi dari persamaan jangka pendek menunjukkan nilai R- Square sebesar 0,774423 artinya bahwa 77,4423 persen model KURS dapat dijelaskan oleh variabel indepanden yakni JUB, EKS, dan BI_RATE. Sedangkan sisanya sebesar 22,5577 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil estimasi dari persamaan jangka pendek menunjukkan nilai F- Statistik sebesar 25,74812 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000000. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 1 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen secara keseluruhan yang terdiri dari JUB, EKS, dan BI_RATE terhadap variabel dependen yaitu KURS. 6. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas Multikolinearitas adalah adanya hubungan linier antara variabel independen didalam model regresi. Untuk menguji ada atau tidaknya multikolinearitas pada model, peneliti menggunakan model parsial antar variabel independen. Rule of thumb dari metode ini adalah jika koefisien korelasi cukup tingg diatas 0,85 maka ada multikolinearitas dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka model tidak mengandung unsur multikolinearitas.

58 Berdasarkan pengujian dengan metode korelasi parsial antara variabel indepanden diperoleh bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas dalam model. Hal itu dikarenakan nilai matrik korelasi lebih kecil dari 0,85. Tabel 11 Hasil Uji Multikolinearitas JUB EKS BI_RATE JUB 1.000000 0.611064-0.405357 EKS 0.611064 1.000000-0.600009 BI_RATE -0.405357-0.600009 1.000000 b. Uji Heterokedastisitas Heterokedastisitas merupakan masalah regrasi dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama atau variannya tidak konstan. Hal ini akan memunculkan berbagai permasalahan yaitu penaksiran OLS yang bias, varian dari koefisien OLS akan salah. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode dengan uji Breusch-Pagan untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisita dalam model regrasi. Berdasarkan hasil pengolahan data jangka pendek diperoleh bahwa nilai Obs*R-squared atau hitung adalah 0,7512 lebih besar dari α = 5%. Dapat disimpulkan bahwa model tidak terdapat masalah heterokedastisits dalam model ECM. Tabel 12

59 Hasil Uji Heterokedastisitas dengan White Test F-Statistik 0,583415 Prob. F(14,20) 0,8475 Obs*R-square 10,14894 Prob. Chi-Square(14) 0,7512 Scarled explainedss 8,616385 Prob. Chi-Square(14) 0,8548 c. Uji Autokorelasi Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara anggota serangkaian observasi. Jika model mempuyai korelasi, parameter yang diestimasi menjadi bias dan variasinya tidak lagi minimum dan model menjadi tidak efisien. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam model digunakan uji Lagrange Multiplier (LM). Prosedur pengujian LM adalah jika nilai Obs*R-square lebih kecil dari nilai tabel maka model dapat dikatakan tidak mengandung autokorelasi. Selain itu juga dapat dilihat dari nilai probabilitas chi-square, jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai α yang dipilih maka berarti tidak ada masalah autokorelasi. Uji autokorelasi menggunakan LM diperlukan lag atau kelambanan. Lag yang dipakai dalam penelitian ini ditentukan dengan metode trial error perbandingan nilai absolute criteria Akaike dan Schwarz yang nilainya paing kecil. Tabel 13 Hasil Uji Autokorelasi dengan LM Test F-Statistik 0,534174 Prob. F(2,28) 0,5920 Obs*R-square 1,286354 Prob. Chi-Square(2) 0,5256

60 Berdasarkan hasil perhitungan uji LM dalam dalam hal ini p-value Obs*R-squqre sebesar 0,5256 lebih besar dari α = 5% maka disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi dalam model ECM. d. Uji Normalitas Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah residual berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Berra (uji J-B). Berdasarkan uji normalitas (Lampiran 13) dapat diketahui bahwa nilai Jarque-Berra sebesar 3,736240 dengan p-value sebesar 0,154414 > dari α = 5%. Maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam ECM berdistribusi normal. e. Uji Linearitas Uji linearitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji Ramsey Test. Dimana, jika nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-kritis nya pada α tertentu berarti signifikan, maka menerima hipotesis bahwa model kurang tepat. Berdasarkan uji linearitas diperoleh probabilitas F-statistik 0,1990 > 0,05. Tabel 14 Hasil Uji Linearitas dengan Ramsey Test Value df Prob T-statistik 1,314468 29 0,1990 F-statistik 1,727826 (1,29) 0,1990 Likelihood ratio 2,025548 1 0,1547

61 B. Pembahasan 1. Jangka Panjang a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,500192 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel jumlah uang beredar sebesar 1 persen akan menaikan kurs rupiah terhadap Dolar Amerika sebasar 0,500192 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh positif dan signifikan terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika terbukti (Tabel 8). Menurut Nopirin (1997) peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun. Menurut Joseph, dkk (1999) bahwa pengaruh uang beredar memiliki hubungan yang positif dengan kurs, dimana bila terjadi penambahan uang beredar maka akan menyebabkan tekanan depresiasi rupiah dan USD

62 meningkat. Semakin menaikkan jumlah uang beredar akan menaikkan kurs yaitu mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar AS, begitu sebaliknya semakin menurunkan kurs maka mata uang rupiah akan terapresiasi terhadap dollar AS. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triyono (2010) bahwa jumlah uang beredar mempunyai hubungan signifikan positif terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika, dimana peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika. Ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Aminah Ulfa (2012) dan Zainul (2015) bahwa jumlah uang beredar mempunyai hubungan signifikan positif terhadap KURS, dimana peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika. b. Pengaruh ekspor terhadap kurs Pengaruh ekspor terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar -0,395437 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel ekspor sebesar 1 persen maka akan menurunkan kurs rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,395437 persen. Dari hipotesis yang diajukan bahwa ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika terbukti (Tabel 8). Menurut Suwita (2010) bila ekspor barang dan jasa semakin besar akan mengakibatkan semakin besar pula jumlah valuta asing yang dimiliki suatu negara sehingga permintaan uang domestik meningkat dan

63 mengakibatkan mata uang domestik terapresiasi, dan sebaliknya apabila jumlah valuta asing yang diterima menurun maka nilai tukar domestik cenderung mengalami depresiasi. Hal itu berarti bahwa ekspor akan direspon negatif oleh nilai tukar. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Aminah Ulfa (2012) bahwa ekspor mempunyai hubungan signifikan negatif terhadap KURS, dimana peningkatan ekspor akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika. c. Pengaruh BI rate terhadap kurs Pengaruh BI rate terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,052547 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel BI rate sebesar 1 persen maka akan menaikan kurs rupaih terhadap Dolar Amerika sebesar 0,052547 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa BI rate berpengaruh negatif tidak terbukti (Tabel 8). Teori paritas tingkat bunga (interest rate parity theory) menghubungkan tingkat bunga domestik dan luar negeri beserta perubahan kurs yang diharapkan dari nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing (Faisal, 2001). Teori international Fisher Effect (IFE) menyatakan bahwa kurs satu mata uang terhadap mata uang yang lainnya akan berubah terhadap perbedaan tingkat bunga antara dua negara. Menurut IFE, mata uang dengan tingkat

64 bunga yang lebih rendah diharapkan untuk apresiasi relatif terhadap mata uang dengan tingkat bunga yang lebih tinggi yaitu bahwa mata uang dengan tingkat bunga tinggi cenderung untuk menurun (depresiasi) sementara mata uang dengan tingkat bunga rendah cenderung untuk meningkat (apresiasi), dengan kata lain berhubungan positif (Faisal, 2001). Jadi kenaikan suku bunga akan menaikkan kurs yaitu nilai mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap nilai mata uang dollar AS. Menurut Madura (2006), meskipun suku bunga yang relatif tinggi dapat menarik arus masuk modal asing (untuk berinvestasi pada sekuritas yang menawarkan pengembalian yang tinggi), namun suku bunga yang relatif tinggi mencerminkan prediksi inflasi yang relatif tinggi. Karena inflasi yang tinggi dapat memberikan tekanan menurunkan mata uang domestik, sehingga beberapa investor asing mungkin tidak berminat untuk melakukan investasi pada sekuritas mata uang tersebut. Menurut Yuniar (2012) tingkat suku bunga BI rate mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap laju inflasi di Indonesia. Pada saat tahun penelitian antara tahun 2007 sampai dengan 2011 di Indonesia terjadi krisis global yang terjadi pada tahun 2008. Dalam keadaan yang demikian Bank Indonesia menentukan kebijakan dengan menaikan suku bunga BI rate dan hal tersebut justru akan meningkatkan inflasi. Maka sebaiknya jika inflasi di Indonesia tinggi, suku bunga BI rate diturunkan untuk menurunkan inflasi. Dengan kebijakan pemerintah menurunkan suku bunga BI rate diharapkan

65 dapat mengarahkan rata-rata suku bunga SBI-1 bulan hasil lelang OPT berada di sekitar BI rate dan selanjutnya dapat mendorong tingkat suku bunga lainnya seperti tingkat suku bunga kredit, deposito, serta suku bunga jangka waktu yang lebih panjang. Seiring dengan penurunan tingkat suku bunga kredit maka pengusaha akan tertarik meminjam uang kepada perbankan untuk memperoleh dana. Dengan dana tersebut mereka dapat menambah alat produksinya sehingga hal itu bisa menurunkan harga barang hasil produksi di pasar selanjutnya dan akan menurunkan tingkat inflasi. Jadi sebaliknya, jika tingkat suku bunga naik maka pengusaha tidak tertarik meminjam uang kepada perbankan untuk memperoleh dana. Akibatnya mereka tidak dapat menambah alat produksinya sehingga harga barang yang di hasilkan akan tetap tinggi dan menyebabkan inflasi naik. Menurut Zainul (2015) kenaikan tingkat inflasi yang mendadak dan besar di suatu negara akan menyebabkan meningkatnya impor oleh negara tersebut terhadap berbagai barang dan jasa dari luar negeri, sehingga semakin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap valuta asing di pasar. Naiknya suku bunga akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk meminjam modal di bank umum, akibatnya kurs rupiah akan terdepresiasi karena ekspor yang turun sedangkan impor relatif tinggi dan menyebabkan kurs valas menjadi naik. Hasil ini juga mendukung hasil penelitian yang

66 dilakukan oleh Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2005) menyatakan bahwa variabel yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika. Penelitian oleh Triyono (2008) bahwa secara jangka panjang variabel suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap kurs dengan arah positif artinya naiknya variabel suku bunga akan mengakibatkan naiknya variabel kurs. 2. Jangka Pendek a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs Pengaruh jumlah uang beredar terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar 0,630813 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0004 yang artinya kenaikan variabel jumlah uang beredar sebesar 1 persen maka akan menaikan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,630813 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika terbukti (Tabel 10). Menurut Nopirin (1997) peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga

67 terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun. Menurut Joseph, dkk (1999) bahwa pengaruh uang beredar memiliki hubungan yang positif dengan kurs, dimana bila terjadi penambahan uang beredar maka akan menyebabkan tekanan depresiasi rupiah dan USD meningkat. Semakin menaikkan jumlah uang beredar akan menaikkan kurs yaitu mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar AS, begitu sebaliknya semakin menurunkan kurs maka mata uang rupiah akan terapresiasi terhadap dollar AS. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triyono (2010) bahwa jumlah uang beredar mempunyai hubungan signifikan positif terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika, dimana peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika. b. Pengaruh ekspor terhadap kurs Pengaruh ekspor terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar -0,348782 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel ekpor sebesar 1 persen maka akan menurunkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,348782 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika terbukti (Tabel 10).

68 Menurut Suwita (2010) bila ekspor barang dan jasa semakin besar akan mengakibatkan semakin besar pula jumlah valuta asing yang dimiliki suatu negara sehingga permintaan uang domestik meningkat dan mengakibatkan mata uang domestik terapresiasi, dan sebaliknya apabila jumlah valuta asing yang diterima menurun maka nilai tukar domestik cenderung mengalami depresiasi. Hal itu berarti bahwa ekspor akan direspon negatif oleh nilai tukar. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Aminah Ulfa (2012) bahwa ekspor mempunyai hubungan signifikan negatif terhadap KURS, dimana peningkatan ekspor akan meningkatkan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika. c. Pengaruh BI rate terhadap kurs Pengaruh BI rate terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar 0,042302 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya kenaikan variabel BI rate sebesar 1 persen maka akan menaikan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,042302 persen. Dari hipotesis yang diajukan menunjukan bahwa BI rate berpengaruh negatif terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika tidak terbukti (Tabel 10). Teori paritas tingkat bunga (interest rate parity theory) menghubungkan tingkat bunga domestik dan luar negeri beserta perubahan kurs yang diharapkan dari nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing (Faisal, 2001).

69 Teori international Fisher Effect (IFE) menyatakan bahwa kurs satu mata uang terhadap mata uang yang lainnya akan berubah terhadap perbedaan tingkat bunga antara dua negara. Menurut IFE, mata uang dengan tingkat bunga yang lebih rendah diharapkan untuk apresiasi relatif terhadap mata uang dengan tingkat bunga yang lebih tinggi yaitu bahwa mata uang dengan tingkat bunga tinggi cenderung untuk menurun (depresiasi) sementara mata uang dengan tingkat bunga rendah cenderung untuk meningkat (apresiasi), dengan kata lain berhubungan positif (Faisal, 2001). Jadi kenaikan suku bunga akan menaikkan kurs yaitu nilai mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap nilai mata uang dollar AS. Menurut Madura (2006), meskipun suku bunga yang relatif tinggi dapat menarik arus masuk modal asing (untuk berinvestasi pada sekuritas yang menawarkan pengembalian yang tinggi), namun suku bunga yang relatif tinggi mencerminkan prediksi inflasi yang relatif tinggi. Karena inflasi yang tinggi dapat memberikan tekanan menurunkan mata uang domestik, sehingga beberapa investor asing mungkin tidak berminat untuk melakukan investasi pada sekuritas mata uang tersebut. Menurut Yuniar (2012) tingkat suku bunga BI rate mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap laju inflasi di Indonesia. Pada saat tahun penelitian antara tahun 2007 sampai dengan 2011 di Indonesia terjadi krisis global yang terjadi pada tahun 2008. Dalam keadaan yang demikian Bank Indonesia menentukan kebijakan dengan menaikan suku bunga BI rate

70 dan hal tersebut justru akan meningkatkan inflasi. Maka sebaiknya jika inflasi di Indonesia tinggi, suku bunga BI rate diturunkan untuk menurunkan inflasi. Dengan kebijakan pemerintah menurunkan suku bunga BI rate diharapkan dapat mengarahkan rata-rata suku bunga SBI-1 bulan hasil lelang OPT berada di sekitar BI rate dan selanjutnya dapat mendorong tingkat suku bunga lainnya seperti tingkat suku bunga kredit, deposito, serta suku bunga jangka waktu yang lebih panjang. Seiring dengan penurunan tingkat suku bunga kredit maka pengusaha akan tertarik meminjam uang kepada perbankan untuk memperoleh dana. Dengan dana tersebut mereka dapat menambah alat produksinya sehingga hal itu bisa menurunkan harga barang hasil produksi di pasar selanjutnya dan akan menurunkan tingkat inflasi. Jadi sebaliknya, jika tingkat suku bunga naik maka pengusaha tidak tertarik meminjam uang kepada perbankan untuk memperoleh dana. Akibatnya mereka tidak dapat menambah alat produksinya sehingga harga barang yang di hasilkan akan tetap tinggi dan menyebabkan inflasi naik. Menurut Zainul (2015) kenaikan tingkat inflasi yang mendadak dan besar di suatu negara akan menyebabkan meningkatnya impor oleh negara tersebut terhadap berbagai barang dan jasa dari luar negeri, sehingga semakin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap valuta asing di pasar.

71 Naiknya suku bunga akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk meminjam modal di bank umum, akibatnya kurs rupiah akan terdepresiasi karena ekspor yang turun sedangkan impor relatif tinggi dan menyebabkan kurs valas menjadi naik. Hasil ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2005) menyatakan bahwa variabel yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika. Penelitian oleh Triyono (2008) bahwa secara jangka panjang variabel suku bunga berpengaruh secara signifikan terhadap kurs dengan arah positif artinya naiknya variabel suku bunga akan mengakibatkan naiknya variabel kurs.