I. PENDAHULUAN Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR TELUK KELABAT KAWASAN UTARA PULAU BANGKA PROPINSI KEPULAUAN BANGKA-BELITUNG R O F I K O

Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan. Negara adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global

I PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan Pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 26

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Judul Studi : Kajian Kebijakan Kelautan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERUBAHAN LINGKUNGAN BERBASIS REALITAS LOKAL PULAU BANGKA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI LINGKUNGAN SISWA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

III. METODOLOGI PENELITIAN

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengalaman paradigma pembangunan bangsa Indonesia selama kurun waktu pembangunan jangka panjang I yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek penting lainnya (seperti keunikan kondisi, potensi sumberdaya yang berbeda dan daya dukung lingkungan) telah menunjukkan hasil berupa kegagalan. Wujud dari kegagalan tersebut diantaranya berupa terhentinya pertumbuhan ekonomi dan kecenderungan degradasi lingkungan yang melampaui daya dukungnya. Sejak 1993, paradigma pembangunan Indonesia sudah berubah menjadi pembangunan berkelanjutan. Fokus dan pendekatan pembangunan pun bersifat spasial (horisontal). Dengan didasarkan pada overlay berbagai peta potensi sumber daya alam (perikanan tangkap, minyak dan gas bumi dan geologi laut), perairan laut Indonesia dibagi dalam sembilan wilayah pengelolaan yang disebut Kawasan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Laut (KAPPEL). Kesembilan kawasan tersebut adalah: (1) Selat Malaka, (2) Laut Cina Selatan, (3)Laut Jawa, (4) Selat Makassar dan Laut Flores, (5) Laut Banda, (6) Laut Seram sampai Teluk Tomini, (7) Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, (8) Laut Arafura dan (9) Samudera Hindia (Azis 1998) Teluk Kelabat adalah daerah estuaria yang terletak di utara Pulau Bangka dengan luas perairan 32 939,26 Ha yang terdiri dari perairan teluk bagian dalam dengan luas 16 607,27 Ha,dan perairan teluk bagian luar seluas 16 331,99 Ha, mempunyai dua muara sungai yaitu muara sungai Layang dan muara sungai Antan. Di daerah Teluk Kelabat dengan kekayaan sumber daya pesisir mulai terdegradasi sudah sejak lama. Hingga kini tetap berlangsung kegiatan penambangan timah di pesisir, baik didaratan maupun di laut oleh pihak swasta maupun penambangan timah di lepas pantai yang dilakukan BUMN PT. Timah Tbk. Aktifitas kegiatan ekonomi ini berpengaruh terhadap kerusakan ekosistem sebagai tempat hidup ( habitat ) biodiversity sumber daya pesisir dan laut di Teluk Kelabat.

Aktifitas ekonomi antar stakeholder yang menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah seperti penambangan pasir, penambangan timah inkonvensional rakyat dilepas pantai, penambangan timah lepas pantai oleh kapal keruk milik PT. Timah di sekitar Pulau Bangka terutama di Teluk Kelabat merupakan salah satu sebab proses sedimentasi yang menyebabkan kekeruhan perairan dan berdampak pada kerusakan ekositem laut maupun ekosistem pesisir Teluk Kelabat, kasus sedimentasi terutama disebabkan oleh aktifitas ekonomi seperti penambangan pasir yang akan di ekspor ke Singapura, pengerukan kaolin bahan baku keramik. Pengaruh kondisi lingkungan yang buruk termasuk proses sedimentasi dan kekeruhan berakibat kurang baik terhadap ekosistem perkembangan dan pertumbuhan fauna ekhinodermata.menurut Bengen (2001) ekosistem adalah hubungan timbal balik antara faktor-faktor biotik dengan abiotik atau organisme dengan lingkungannya, baik faktor fisik, kimia, dan biologi yang dalam tingkat penyusunannya di bagi menjadi 4 komponen yaitu : 1. Bahan-bahan tak hidup (non - hayati) yang dapat menjadi medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. 2. Produsen yaitu organisma yang mampu memanfaatkan bahan-bahan organik (tumbuhan berklorofil). 3. Konsumen yaitu organisma heterotrofik seperti hewan dan manusia yang memakan organisma lain. 4. Pengurai/perombak/dekomposer yaitu organisme heterotropik yang menguraikan bahan organik dari organisme mati. Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 1992, bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Selanjutnya penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Menurut Azis (1987) dalam Budiharsono (2001) perbedaan mendasar antara ilmu ekonomi dan ilmu pembangunan wilayah adalah pada masalah ruang. Dalam teori ekonomi, tingkat harga dan produksi optimum ditentukan oleh beberapa faktor seperti struktur biaya, penerimaan (revenue) dan bentuk pasar yang berlaku. Adapun keuntungan maksimum yang dihasilkan melalui tingkat produksi tersebut merupakan pencerminan selisih antara penerimaan dan biaya rata-rata. Teori ekonomi juga menunjukkan bagaimana tingkat produksi optimum disesuaikan dengan tingkat dana yang tersedia dapat ditentukan melalui penggunaan kombinasi input atau teknologi tertentu, yang menghasilkan kondisi dimana rasio harga antara dua input mencapai nilai sama dengan rasio produk marginalnya. Selanjutnya unsur waktu juga dapat diperhitungkan melalui statik komparatif dan dinamik. Dalam hal ini teori ekonomi telah berhasil menjelaskan pertanyaan apa, berapa, bagaimana, untuk siapa, dan bilamana dalam konteks produksi. Namun belum menjelaskan dimana aktivitas produksi tersebut dilaksanakan, dengan perkataan lain bahwa analisis ilmu ekonomi berada pada alam tanpa ruang (spaceless world). Ruang merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan wilayah. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu: (1) jarak; (2) lokasi ; (3) bentuk; dan (4) ukuran. Konsep ruang sangat berkaitan erat dengan waktu, karena pemanfaatan bumi dan segala kekayaannya membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan waktu. Unsur-unsur tersebut diatas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah. Masalah lingkungan hidup yang dihadapi semakin berkembang dan kompleks. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan meningkatnya permintaan akan ruang wilayah serta sumber daya alam dan lahan, yang pada gilirannya bila tidak dikendalikan secara bijaksana dapat mempengaruhi ketersediaan sumberdaya alam dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Di samping itu, tuntutan masyarakat akan mutu lingkungan hidup yang lebih baik juga semakin meningkat dengan makin membaiknya tingkat pendidikan dan kesejahteraan. Hal-hal ketersediaan ruang dan sumber daya alam di atas merupakan tantangan yang harus

dihadapi dalam upaya pembangunan kawasan industri berbasisi berbasis sumber daya pesisir dan lautan sekaligus pengelolaan lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal tersebut pemetaan dan pengelolaan data pesisir dan lautan merupakan momentum penting untuk membuka pesisir seluas-luasnya tidak hanya bagi kepentingan penelitian namun juga bagi pengembangan pemanfaatannya. Selain itu peningkatan kemampuan dan peran serta sumber daya manusia pesisir dan lautan yang mengalami stagnasi dalam beberapa waktu terakhir ini perlu didorong. Tanpa keterlibatan masyarakat secara luas tidak akan tumbuh budaya bahari yang seyogyanya harus berkembang dari meningkatnya kapasitas pendidikan dan pelatihan sumberdaya pesisir dan lautan tersebut. Atribut-atribut pembangunan berkelanjutan tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Oleh karena itu akan dilakukan evaluasi pembangunan. Metode analisis ini merupakan suatu pendekatan analisis kebijakan prioritas dalam perencanaan penataan ruang yang tepat dengan menyusun suatu persoalan sebagai suatu hierarki, dimana pihak-pihak yang berkepentingan itu di tingkat yang paling tinggi karena kekuatan mereka untuk mempengaruhi hasil akhir merupakan faktor dominan. Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama analytical hierarchy process (AHP) adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia, serta hierarki suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompok yang berjenjang membentuk hierarki (Saaty, 1993). Setelah menyusun komponen-komponen ini kedalam hierarki, maka diberikan nilai dalam angka kepada setiap bagian yang menunjukkan penilaian subyektif terhadap relatif pentingnya setiap bagian itu. Penilaian tersebut kemudian disentesiskan (melalui penggunaan eigen vector) guna menentukan variabel yang mempunyai prioritas tertinggi (Aziz, 1994). Pendekatan metode AHP yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik pemanfaatan ruang yang terjadi, dengan cara memilih/menentukan prioritas kegiatan/penggunaan lahan yang optimal, menggunakan bantuan perangkat lunak Expert Choice (Permadi, 1992). Ditambahkan oleh Tomboelu (2000) bahwa pendekatan AHP dalam kerangka manfaat dan biaya dapat memberikan skenario

optimal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke dalam ukuran yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. 1.2. Tujuan penelitian Tujuan penelitian adalah membuat keserasian dan keseimbangan kawasan perencanaan Teluk Kelabat guna menciptakan lingkungan yang sehat, teratur, aman dan efisien. Selain itu dapat memberikan fasilitas dan pelayanan yang memadai, tepat dan memenuhi persyaratan. Selanjutnya menciptakan keharmonisan spasial untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat. 1.3. Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk: (i) mengidentifikasi kesesuaian lahan, (ii) mengetahui persepsi pemerintah, swasta dan masyarakat berkaitan dengan penentuan prioritas penggunaan lahan pada kawasan Teluk Kelabat Belinyu, dan (iii) mendelinasikan zona-zona yang sesuai bagi peruntukan industri, pariwisata, pelabuhan, dan perikanan dalam kawasan Teluk Kelabat Kecamatan Belinyu dan Kecamatan Jebus. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka dalam pertimbangan pengambilan keputusan untuk penentuan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang berkelanjutan. 1.5. Lokasi, batas wilayah studi penelitian dan waktu penelitian Lokasi studi penelitian di Teluk Kelabat pesisir utara pulau Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan batasan studi meliputi areal seluas 165.809,14 Ha yang terdiri dari daratan pesisir teluk dengan dua daerah aliran sungai (DAS) Antan di Kecamatan Jebus seluas 69.026,09 Ha dan DAS Layang di Kecamatan Belinyu seluas 63.843,79 Ha, serta perairan teluk dengan luas 32.939,26 Ha yang terdiri dari teluk bagian luar seluas 16.331,99 Ha dan teluk bagian dalam seluas 16.607,27 Ha. Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan selama 18 bulan yang dimulai dari bulan Juni 2002 sampai Desember 2003.

1.6. Perumusan masalah Pembangunan wilayah pesisir dan lebih khususnya di Teluk Kelabat kecamatan Belinyu dan kecamatan Jebus, umumnya masih belum mencapai kondisi ideal pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pencemaran, kerusakan habitat perairan, dan penurunan sumberdaya alam.berdasarkan Dahuri (2002), terdapat 10 propinsi yang tingkat pencemarannya tinggi, 10 propinsi dengan tingkat pencemaran sedang, dan 5 propinsi dengan pencemaran rendah. Kondisi terumbu karang yang baik hanya tinggal 29,92% (Dahuri, 2000). Secara rata-rata persentase kondisi terumbu karang yang rusak (persen penutupan karang hidup kurang dari 25%) di Indonesia bagian barat, tengah, dan timur berturut-turut adalah 49%, 37%, dan 29% terlebih lagi di kawasan Teluk Kelabat Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dimana Aktifitas penambangan timah baik dilakukan di pesisir/ tambang darat maupun lepas pantai (off-shore) dengan menggunakan kapal keruk telah dimulai sejak tahun 1970-an, hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Sejak beroperasinya kapal keruk penambangan timah di lepas pantai Teluk Kelabat, maka di mulai pula degradasi lingkungan pesisir di kawasan tersebut berlangsung. Sejak 3 tahun terakhir ini maraknya kegiatan penambangan lepas pantai yang dikenal dengan tambang inkonvensional yang dilakukan oleh masyarakat akan menambah persoalan baru dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Hal ini dapat dilihat perkembangan penggunaan lahan selama 9 tahun, yaitu peta perubahan penggunaan lahan 1992 dan peta penggunaan lahan pada tahun 2001 pada lampiran. Sedangkan gambar 2 memperlihatkan

tingkat degradasi pada saat ini dan perkiraan tingkat kerusakan 5 tahun dari tahun 2002-2007.

1.7. Kerangka Pikir Penelitian Perencanaan lokasi dan prioritas pemanfaatan ruang kawasan pesisir Teluk Kelabat Kecamatan Belinyu dan Kecamatan Jebus dalam upaya penetapan lokasi yang sesuai dengan daya dukung lahan dan mengoptimalkan penggunaan lahan, dalam penelitian ini.pada tahap awal dilakukan dengan mencermati kebijakan saat ini (Existing policy analysis) oleh pemerintah setempat, baik terhadap sumberdaya (resources), ekologi(ecology) maupun terhadap kepentingan masyarakat (Social cost) hal ini mengacu kepada Peraturan Daerah No.11 Tahun 2002 tentang Kawasan Industri Terpadu di Teluk Kelabat.Pada tahap ke dua dilakukan sintesis. Sintesis ini mengacu kepada kepentingan stakeholder PT.Timah Tbk.yang diizinkan oleh pemerintah pusat melalui Direktur Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi. Selanjutnya pada 2 tahapan analisis yaitu analisis spasial dan AHP. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan metode Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi kesesuaian lahan, sehingga diperoleh kesesuaian lahan untuk kegiatan industri, perikanan, pariwisata dan pelabuhan. Sedangkan penentuan prioritas alternatif lokasi kawasan dan prioritas kegiatan penggunaan lahan/ruang dilakukan dengan pendekatan Analisis Hierarki Proses (AHP). Hasil analisis tersebut menghasilkan merupakan apakah bisa menjawab (Answer policy) atau tidak terhadap permasalahan. Jawaban kebijakan tersebut akan berkaitan kepada penataan pengelolaan. Tahapan selanjutnya masuk kepada sintesa tahap 2. Hasil kedua sintesa tersebut dapat memberikan rumusan berupa rekomendasi kebijakan perencanaan pemanfaatan ruang kawasan Pesisir Teluk Kelabat Kecamatan Belinyu dan Kecamatan Jebus. Selanjutnya, kerangka pikir penelitian secara ringkas dapat dilihat pada gambar 3.

Keadaan kebijakan saat ini (Existing policy) - Perda Kabupaten Bangka No. 11 Tahun 2002 Tentang Kawasan Industri Perikanan Terpadu Teluk Kelabat. - Peraturan DIRJEN Pertambangan Umum(Tabel 1) Sumberdaya (Resources) Ekologi (Ecology) Biaya sosial (Social cost) z Penataan pengelolaan Analisis keruangan (Spatial analysis) Sintesis tahap 1 Proses analisis berjenjang (AHP) Kesesuaian lahan Prioritas kegiatan Solusi kebijakan (Answer policy) Tidak Sintesis tahap 2 Rekomendasi kebijakan Gambar 3 Kerangka pikir penelitian