1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

SARAN / MASUKAN DARI KADIN KALBAR PADA RANCANGAN TEKNOKRATIK RPJMN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indon

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Ketahanan Pangan. Laporan Komisi ke Menko Perekonomian KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

Daftar Pustaka. Alim, M.kholikul. Industri hilir sawit: Nilai Investasi diprediksi 2,1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. SIMPULAN DAN SARAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011

1.1 Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat dahulu, pada umumnya orang melakukan investasi secara tradisional.

PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 pasar pelumas di Indonesia telah terbuka dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku industri, bioenergi, sumber devisa negara, penyerap tenaga kerja dan sumber pendapatan negara. Perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Komoditas unggulan dari subsektor perkebunan adalah kelapa sawit. Indonesia menjadi produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia dengan jumlah produksi mencapai 23 juta ton dan luas lahan perkebunan kelapa sawit sembilan juta hektar pada tahun 2012 (BPS, 2013). Industri kelapa sawit merupakan industri perkebunan yang memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian nasional. Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati terbesar di dunia dan dimanfaatkan secara luas untuk berbagai kebutuhan industri. Kelapa sawit memiliki peran strategis dalam meningkatkan perekonomian. Nilai ekspor hasil industri kelapa sawit Indonesia pada tahun 2012 mencapai 18,9 Milyar US$ (Kementerian Perdagangan, 2013). Industri kelapa sawit berkontribusi pada peningkatan devisa negara melalui penerimaan pajak ekspor, penyediaan lapangan kerja serta nilai tambah industri turunan-nya. Penerimaan negara dari Bea Keluar (BK) produk kelapa sawit di tahun 2011 mencapai Rp. 28,9 Triliun (Kementerian Keuangan, 2013). Gambar 1 menunjukan analisis FAPRI (2010) memperkirakan konsumsi minyak sawit global meningkat 30% dengan total produksi 60 juta ton pada tahun 2020. Indonesia diperkirakan memproduksi 30 juta ton dan 23 juta ton diantaranya untuk memenuhi pasar ekspor (World Growth, 2011). 45 40 ton (juta) 35 30 25 20 15 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 PRODUKSI KONSUMSI PERDAGANGAN Dunia Indonesia Malaysia Gambar 1 Proyeksi pasokan dan perdagangan kelapa sawit (FAPRI, 2010)

2 Oil World (2010) memprediksi permintaan dunia terhadap minyak nabati mencapai 95,7 juta ton di tahun 2025. Tahun 2011 minyak sawit Indonesia memasok 43% pasar minyak sawit dunia dengan pertumbuhan permintaan mencapai 5% per tahun (Kemenko Perekonomian, 2011). Kondisi tersebut memberikan peluang bagi komoditas sawit di Indonesia untuk berkembang. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan pembangunan ekonomi utama kelapa sawit berfokus pada kegiatan rantai nilai mulai dari perkebunan hingga industri hilir (Kemenko Perekonomian, 2011). Pemerintah mengembangkan industri kelapa sawit melalui pendekatan hilirisasi industri. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan posisi strategis Indonesia sebagai penghasil produk kelapa sawit terbesar di dunia bukan hanya sebagai produsen produk mentah, tetapi dapat menjual produk yang memiliki nilai tambah tinggi (Bangun, 2013). Potensi pasar produk industri hilir kelapa sawit masih terus berkembang dan mengalami peningkatan trend permintaan pasar. Produk oleokimia dan biodiesel merupakan produk olahan minyak kelapa sawit memiliki permintaan pasar yang terus meningkat (Kementan, 2013). Hasil analisis Frost dan Sullivan (2009) menunjukan nilai pasar fatty acid di Asia Tenggara diperkirakan meningkat menjadi US$ 2,51 Miliar di tahun 2015. Nilai pasar fatty alcohol juga akan meningkat menjadi US$ 712,6 juta di tahun 2015. Tren penggunaan biodiesel terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan pasar terhadap produk ramah lingkungan (Applainadu et al. 2011). Di sisi lain, investor dan pelaku industri kelapa sawit kurang tertarik dalam mengembangkan industri hilir. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya margin keuntungan dan biaya investasi yang relatif tinggi. Pada Gambar 2 menunjukan estimasi keuntungan perkebunan dan pengolahan menjadi CPO dapat menghasilkan margin > US$350. Industri pengolahan lainnya seperti penyulingan, oleokimia dasar dan oleokimia lanjutan memperoleh margin antara US$0 sampai US$50. Pelaku usaha dan investor membutuhkan perbaikan regulasi dan insentif, untuk ikut terlibat dalam Gambar 2 Estimasi keuntungan antar rantai industri kelapa sawit (Kemenko Perekonomian, 2011)

Indonesia mengalami ketertinggalan dalam pengembangan industri hilir kelapa sawit dibandingkan dengan Malaysia. Sejak tahun 2000-an, produk olahan sawit Malaysia memiliki porsi 88% dari total penjualan ekspor produk sawitnya. Di sisi lain, porsi produk ekspor olahan sawit Indonesia baru sebesar 39.3% (Amirudin, 2003). Gambar 3 menunjukan selama periode tahun 2006 s/d 2010 ekspor sawit Indonesia masih didominasi oleh minyak sawit mentah, sedangkan ekspor sawit Malaysia didominasi hasil olahannya (UNCOMTRADE, 2012). 3 A. Malaysia B. Indonesia Gambar 3 Perbandingan nilai ekspor hasil industri kelapa sawit Indonesia dan Malaysia (dalam juta ton) (UNCOMTRADE, 2012) Kajian Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) (2012) menunjukan potensi pasar industri hilir kelapa sawit belum optimal dikembangkan pemerintah. Menurut Said et al. (2013) nilai tambah produk olahan kelapa sawit Indonesia yang masih rendah disebabkan beberapa permasalahan pada industri hilir kelapa sawit yakni keterbatasan modal, infrastruktur, regulasi dan insentif. Di luar negeri, industri hilir kelapa sawit harus menghadapi persaingan pasar yang tidak seimbang ditambah isu kampanye negatif, sentimen pasar, kualitas dan standar produk. Selain itu, penelitian dan pengembangan industri hilir kelapa sawit terbatas oleh pendanaan dan penyerapannya oleh industri (Rai, 2010). GAPKI (2012) menilai keterbatasan dalam pengembangan industri hilir kelapa sawit meliputi berbagai aspek yaitu teknologi, sumber daya manusia (SDM), iklim usaha, infrastruktur pendukung, rantai nilai, kondisi pasar serta penelitian dan pengembangan. Iklim usaha industri kelapa sawit juga terhambat oleh kebijakan fiskal dan moneter yakni tentang penerapan sistem pajak dan bunga bank yang tidak mendukung investasi (Said et al. 2013). Ketersediaan infrastruktur dasar seperti transportasi, ketersedian energi dan pengolahan limbah masih terbatas. Penelitian dan pengembangan industri hilir kelapa sawit juga masih terbatas karena belum tersedia pusat penelitian yang terintegrasi sesuai kebutuhan industri. Aspek SDM terbatasi oleh rendahnya kompetensi karyawan dalam pengembangan industri hilir kelapa sawit (Harsono et al. 2012). Lemahnya koordinasi birokrasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan sektor swasta masih menjadi faktor yang menghambat pengembangan industri hilir kelapa sawit (Said et al. 2013).

4 Perumusan Masalah Pemerintah mendukung upaya pengembangan industri hilir kelapa sawit dengan menerbitkan beberapa kebijakan. Permenperind No.13/M-IND/Per/1/2010 mengatur tentang peta jalan (road map) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No.128/PMK 011/2011 direvisi menjadi PMK RI No.75 Tahun 2012 mengatur besaran bea keluar (BK) produk-produk ekspor termasuk produk industri kelapa sawit (Kementerian Keuangan, 2012). Peraturan Pemerintah (PP) No. 52 Tahun 2011 tentang revisi PP No.62 Tahun 2008 memberikan fasilitas pajak untuk industri, termasuk industri kelapa sawit di dalamnya. Kebijakan tersebut diperkuat oleh PMK RI. No.130 Tahun 2011 yang mengatur tentang penghitungan penghasilan kena pajak dan pembayaran pajak peghasilan tahun berjalan. Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dalam bangunan industri nasional mengelompokan industri agro sebagai industri andalan masa depan. Salah satu fokus industri agro adalah industri kelapa sawit yang dititikberatkan pada pengembangan kawasan industri dan penciptaan nilai tambah. Pemerintah menetapkan pengembangan industri hilir kelapa sawit sejak tahun 2006. Sejak saat itu pemerintah menyusun pedoman pelaksanaan pengembangan industri hilir kelapa sawit oleh Kementerian Perindustrian. Tahun 2009 Kementerian Perindustrian menerbitkan Permenperind RI No.111/M- IND/PER/10/2009 direvisi menjadi Permenperind No.13 Tahun 2010 tentang peta panduan pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit. Peraturan Menteri Perindustrian No.13 Tahun 2010 memberikan peta jalan Peraturan tersebut menetapkan sasaran jangka menengah (2010 2014) yaitu (1) terbentuknya klaster industri pengolahan CPO dan turunannya di Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Timur, (2) iklim usaha dan investasi yang kondusif dan (3) infrastruktur yang berdaya saing. Peraturan tersebut menetapakan rencana aksi untuk tingkat nasional dan masingmasing klaster industri hilir kelapa sawit. Rencana Aksi tersebut meliputi enam rencana aksi tingkat nasional, dua rencana aksi di Sumatera Utara, tujuh rencana aksi di Riau dan empat rencana aksi di Kalimantan Timur. Rencana aksi tersebut menjadi panduan bagi pemangku kepentingan dan disusun berdasarkan tingkat perkembangan industri di masing-masing klaster. Rencana aksi yang telah disusun memiliki ukuran keberhasilan yang digunakan untuk mengevaluasi. Penelitian ini akan mengevaluasi keberhasilan rencana aksi dalam implementasi kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi rencana aksi dalam kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia? 2. Apakah faktor-faktor yang menentukan keberhasilan implementasi rencana aksi dalam kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia? 3. Bagaimana strategi implementasi rencana aksi kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia?

5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengaji implementasi rencana aksi dalam kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang menentukan keberhasilan implementasi rencana aksi dalam kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia. 3. Merumuskan strategi implementasi rencana aksi kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat bermafaat untuk hal-hal berikut : 1. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya dibidang industri kelapa sawit, khususnya dalam 2. Meningkatkan daya saing industri hilir kelapa sawit melalui upaya peningkatan efektifitas kebijakan dan faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap 3. Sebagai rujukan dan pembanding tentang kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit bagi penelitian berikutnya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada kajian rencana aksi dalam implementasi kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang tercantum dalam Permenperin No.13 tahun 2010. Penelitian ini memberikan gambaran kinerja rencana aksi implementasi kebijakan, mengevaluasinya dan memberikan rekomendasi kebijakan. Kebijakan tersebut dianalisis proses kebijakanya menggunakan kerangka analisis proses kebijakan (Dunn, 2011) dan tiga elemen sistem kebijakan (Thomas R. Dye dalam Dunn (2011)) yaitu (1) kebijakan, (2) pemangku kepentingan kebijakan dan (3) lingkungan kebijakan. Proses analisis tersebut akan menghasilkan informasi (1) proses evaluasi implementasi rencana aksi kebijakan, (2) faktor-faktor yang menentukan keberhasilan implementasi dan (3) peran pemangku kepentingan dalam kebijakan pengembangan industri hilir kelapa sawit. Hasilnya dianalisis untuk mengetahui faktor yang paling menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Selanjutnya disintesis untuk menghasilkan rekomendasi implementasi kebijakan