BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN SUSPEK FLU BURUNG DI DUSUN KENDAL LOR DESA JATIPURO KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY :

Tinjauan Mengenai Flu Burung

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

Bab I. Pendahuluan. Model Penyebaran Avian Flu Hendra Mairides

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi mengenai flu burung berikut ini diperoleh dari :

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana telah didiskusikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae.

BAB I PENDAHULUAN. data, tetapi diperkirakan berkisar 0,1-1 per orang per tahun di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)?

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

Demam sekitar 39?C. Batuk. Lemas. Sakit tenggorokan. Sakit kepala. Tidak nafsu makan. Muntah. Nyeri perut. Nyeri sendi

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

PENANGANAN INFLUENZA DI MASYARAKAT (SARS, H5N1, H1N1, H7N9)

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

ABSTRACT PENDAHULUAN SOSIALISASI FLU BURUNG SERTA PEMERIKSAAN JUMLAH SEL DARAH PUTIH DAN TROMBOSIT PENDUDUK DESA BERABAN KABUPATEN TABANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

Studi tentang Pengetahuan, Sikap dan Praktik Siswa Kelas 4 dan 5 Dalam Pencegahan Flu Burung SDN Cisalak 1 Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tahun 2009

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena telah mengakibatkan banyak korban baik unggas maupun manusia. Pelaporan kasus pertama yang menginfeksi manusia terjadi di Hongkong pada tahun 1997, yang kemudian menyebar ke Cina (seluruh Asia) hingga Eropa dan Afrika. Secara global terdapat sekitar 15 negara yang melaporkan kasus flu burung (H5N1) pada manusia, 4 negara diantaranya berada di wilayah Asia Tenggara yaitu Bangladesh, Myanmar, Indonesia dan Thailand (WHO, 2013a). Berdasarkan laporan resmi World Health Organitation (WHO) jumlah kasus flu burung pada manusia di wilayah Asia Tenggara yang dilaporkan sejak awal tahun 2004 sampai 31 Desember 2013, sebanyak 228 kasus dengan 181 kematian atau Case Fatallity Rate (CFR) sebesar 79,38%. Khusus tahun 2013 terdapat 4 kasus dengan 4 kematian flu burung pada manusia yang dilaporkan ke WHO oleh negara Bangladesh dan Indonesia (WHO, 2013a). Flu burung pertama kali masuk ke wilayah ASEAN pada tahun 2003 melalui negara Vietnam, dengan dinyatakannya 3 orang yang menderita penyakit tersebut dan seluruhnya meninggal. Kemudian pada tahun 2004 jumlah kasus meningkat menjadi 46 dengan 32 kematian (CFR = 69,56%). 1

Selain itu, negara Thailand juga telah terinfeksi virus H5N1 di Tahun 2004 (Kemenkes RI, 2013b). Pada akhir tahun 2005 jumlah penderita dan negara yang terinfeksi flu burung terus bertambah menjadi 90 orang dengan 38 kematian (CFR = 42,22%). Walaupun jumlah kasus flu burung terus menurun ditahun-tahun berikutnya, tetapi tidak demikian dengan angka kematiannya. Pada tahun 2009 terdapat 27 kasus pada 3 negara di ASEAN dengan 24 kematian (CFR = 88,89%). Kemudian pada tahun 2010 terjadi penurunan CFR menjadi 58,82% (17 kasus dengan 10 kematian), tetapi kembali meningkat pada tahun 2011 dengan CFR sebesar 90% (20 kasus dengan 18 kematian) dan mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi 87,5% (16 kasus dengan 14 kematian). Sampai dengan akhir tahun 2012, terdapat 6 negara di wilayah ASEAN telah terinfeksi flu burung yaitu Vietnam, Thailand, Indonesia, Laos, Myanmar dan Kamboja (Kemenkes RI, 2013b). Pada tahun 2012 CFR kasus flu burung di Indonesia naik menjadi 100% (9 kasus dengan 9 kematian) dari tahun sebelumnya (Kemenkes RI, 2013b). Selain menginfeksi ayam, virus tersebut juga dapat menginfeksi babi, kalkun, dan manusia (Yuliarti, 2006). Jumlah konfirmasi kasus flu burung di Indonesia paling banyak dilaporkan pada tahun 2006, setelah itu jumlah kasus flu burung terus menurun dari tahun ke tahun, yaitu dari 55 kasus pada tahun 2006 menjadi 9 kasus pada tahun 2012. Sampai dengan tahun 2012 terdapat ada 15 provinsi yang tertular Flu Burung, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, 2

Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (Kemenkes RI, 2013b). Berdasarkan laporan resmi WHO, sampai dengan April 2014 konfirmasi kasus flu burung pada manusia di Indonesia tercatat sebanyak 195 kasus dengan 163 kematian (WHO, 2014a). Provinsi Jawa tengah merupakan provinsi dengan angka kematian kasus flu burung tertinggi pada tahun 2005 sampai 2012 dengan CFR sebesar 92,3% dimana dari jumlah 13 kasus terdapat 12 kematian. Berada di bawah provinsi Sumatera Selatan dengan jumlah 1 kasus dan 1 kematian, DI Yogyakarta dengan jumlah 3 kasus dengan 3 kematian, Bali terdapat 6 kasus dengan 6 kematian, dan Sulawesi Selatan terdapat 1 kasus dengan 1 kematian, sehingga masing-masing provinsi tersebut memiliki CFR sebesar 100% (Kemenkes RI, 2013b). Berdasarkan laporan resmi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karanganyar (2013), diketahui bahwa jumlah kematian unggas karena penyakit flu burung di Kabupaten Karanganyar dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sebagai berikut, pada tahun 2010 sebanyak 52.051 ekor, tetapi mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 135 ekor, dan meningkat kembali pada tahun 2012 menjadi 24.380 ekor. Pada tahun 2013 diketahui bahwa jumlah kematian unggas karena penyakit flu burung sebanyak 11.578 ekor. Dari data tersebut juga diketahui bahwa total kematian unggas positif flu burung di Kecamatan Jatipuro selama 5 tahun terakhir sebanyak 2.846 3

ekor. Pada bulan Maret 2014 kematian unggas positif flu burung terjadi di Dusun Kendal Lor Desa Jatipuro Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar dengan jumlah unggas yang mati sebanyak 275 ekor. Laporan terbaru Puskesmas Jatipuro sampai dengan 5 April 2014, terdapat kasus baru kematian unggas sebanyak 5 ekor di Dusun Kendal Lor (Puskesmas Jatipuro, 2014). Sebagian besar unggas yang mati yakni ayam kampung. Dari data Puskesmas Jatipuro (2014), diketahui bahwa kematian unggas di Dusun Kendal Lor tahun 2014 berasal dari 15 peternakan rakyat yang ada di dusun tersebut. Dari data tersebut juga diketahui terdapat 23 warga suspek flu burung dengan indikasi mengalami gejala klinis penyakit flu burung, seperti demam dengan suhu 38 C, batuk, sakit tenggorokan, pilek dan sesak nafas, serta diketahui bahwa sebelumnya ada kemungkinan melakukan kontak langsung dengan unggas. Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan peneliti diketahui bahwa sebagian besar peternakan rakyat yang ada di dusun Kendal Lor tersebut merupakan peternakan sektor 4, yakni masyarakat memelihara unggas di sekitar pemukiman dan tidak memiliki kandang tersendiri (backyard farm). Sampai saat ini belum ditemukan penularan kasus flu burung antar manusia, tetapi perlu diwaspadai karena secara teori setiap virus memungkinkan untuk bermutasi, yang paling dikhawatirkan yaitu bila virus flu burung berinteraksi dengan virus influenza manusia. Jika hal itu terjadi maka kemungkinannya akan terbentuk strain virus baru yang lebih ganas. 4

Virus tersebut kemungkinan besar akan mewarisi sifat virus flu manusia yang mudah menular antar manusia dan juga mewarisi sifat dari virus flu burung yang mematikan (Soejoedono dan Handharyani, 2006). Faktor lingkungan berpengaruh sangat besar terhadap distribusi dan endemisitas flu burung. Keadaan lingkungan yang kotor karena masih terbatasnya pemahaman budaya hidup bersih dan sehat mendukung penyebaran berbagai jenis penyakit hewan diantaranya flu burung (Akoso, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Priyana (2008) faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor risiko terjadinya influenza tipe A diantaranya yaitu berkunjung ke peternakan, di sekitar rumah yang ada orang sakit influenza, di sekitar rumah ada peternakan, kebiasaan cuci tangan dengan deterjen dan musim penghujan. Faktor yang tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian influenza tipe A yakni adanya orang sakit influenza di rumah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Natsir et al. (2010) yang termasuk dalam faktor risiko untuk terjadinya flu burung antara lain peternakan yang personil kandangnya atau peternak memiliki pengetahuan yang kurang, kebersihan lingkungan kandang, kebersihan personil kandang, waktu istirahat kandang, jarak kandang, sistem pemeliharaan ayam petelur yang tidak seumur, sedangkan keberadaan hewan liar bukan merupakan faktor risiko untuk terjadinya flu burung. Menurut penelitian Pracoyo (2010), dibandingkan dengan lingkungan, faktor risiko kontak dengan unggas atau ayam mati mendadak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian infeksi H5N1. Selain faktor lingkungan, 5

penularan penyakit flu burung juga dipengaruhi oleh perilaku berisiko dari penduduk, yaitu peternak, penjual, dan pembeli yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dan tidak melaporkan jika ada unggas yang mati mendadak dapat mempercepat penularan virus flu burung (Sukoco dan Pranata, 2012). Melihat beberapa uraian faktor risiko tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor lingkungan fisik dan perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kejadian suspek flu burung di Dusun Kendal Lor Desa Jatipuro Karanganyar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah penelitian, yaitu apakah ada hubungan antara faktor lingkungan fisik dan perilaku masyarakat dengan kejadian suspek flu burung di Dusun Kendal Lor Desa Jatipuro Karanganyar? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara faktor lingkungan fisik dan perilaku masyarakat dengan kejadian suspek flu burung di Dusun Kendal Lor Desa Jatipuro Karanganyar. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan faktor lingkungan fisik dengan kejadian suspek flu burung yang meliputi : 6

1) Menganalisis hubungan kepemilikan kandang dengan kejadian suspek flu burung. 2) Menganalisis hubungan jarak kandang dari rumah dengan kejadian suspek flu burung. 3) Menganalisis hubungan kebersihan kandang dengan kejadian suspek flu burung. 4) Menganalisis hubungan adanya unggas yang mati di lingkungan dengan kejadian suspek flu burung. b. Menganalisis hubungan perilaku masyarakat dengan kejadian suspek flu burung yang meliputi : 1) Menganalisis hubungan memelihara unggas di rumah dengan kejadian suspek flu burung. 2) Menganalisis hubungan kontak dengan unggas mati mendadak dengan kejadian suspek flu burung. 3) Menganalisis hubungan mencuci tangan menggunakan deterjen dengan kejadian suspek flu burung. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang faktor lingkungan fisik dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian suspek flu burung. 7

2. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam perencanaan program dalam pemberantasan penyakit flu burung di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Jatipuro. 3. Bagi Peneliti lain Sebagai data dasar dalam melakukan penelitian berikutnya, terkait dengan kejadian penyakit flu burung. 8