Bab IV Pemodelan dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

TESIS. ADHITYA SUMARDI SUNARYA NIM : Program Studi Fisika

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Bab II Teori Dasar Self-potential

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Metode Geolistrik (Tahanan Jenis)

PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II METODE PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

BAB III METODE PENELITIAN

PENGGAMBARAN PSEUDOSECTION BAWAH PERMUKAAN DARI SUATU PROSES EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN JAGUNG MENGGUNAKAN PROGRAM RES2DINV

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE UNTUK IDENTIVIKASI POTENSI SEBARAN GALENA (PBS) DAERAH-X, KABUPATEN WONOGIRI

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

BAB II Perkembangan Geolistrik

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab IV Sistem Panas Bumi

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Alur Penelitian Pada bagian ini akan dipaparkan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian.

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

8.4 Self-potential (SP) method Introduction

Pendugaan Zona Endapan Mineral Logam (Emas) di Gunung Bujang, Jambi Berdasarkan Data Induced Polarization (IP)

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

METODE TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 1, Januari 2015, Hal 41-48

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

METODE EKSPERIMEN Tujuan

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

AKUISISI DATA SELF POTENTIALS (SP) UNTUK MENENTUKAN KEDALAMAN POTENSI MASSIVE SULFIDA DI DESA BABAN KECAMATAN SILO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI.

DETEKSI ALIRAN AIR DALAM MEDIA PORI PEMODELAN FISIK DENGAN METODE SELF-POTENSIAL ABSTRAK

PEMODELAN 3D RESISTIVITAS BATUAN ANDESIT DAERAH SANGON, KAB. KULONPROGO, PROVINSI DIY

BAB I PENDAHULUAN. Tambang bawah tanah adalah salah satu metoda penambangan yang dapat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

BAB III METODE PENELITIAN

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

STUDI BIDANG GELINCIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MITIGASI BENCANA LONGSOR

Penyelidikan Geolistrik Schlumberger di Daerah Panas Bumi Jaboi Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

PENENTUAN ZONA PENGENDAPAN TIMAH PLASER DAERAH LAUT LUBUK BUNDAR DENGAN MARINE RESISTIVITY Muhammad Irpan Kusuma 1), Muhammad Hamzah 2), Makhrani 2)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep

Air Tanah. Air Tanah adalah

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

SURVEI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DENGAN METODE SELF POTENTIAL UNTUK MENGETAHUI POTENSI PANAS BUMI (STUDI KASUS OBYEK WISATA GUCI, JAWA TENGAH)

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakasanakn pada bulan Februari 2015 hingga Maret 2015 dan

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara

Untuk mengetahui ketelitian dari hasil groundtruth dan diperoleh 83.67% maka klasifikasi dianggap benar. (Purwadhi, 2001) Pembahasan

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang

Transkripsi:

Bab IV Pemodelan dan Pembahasan 4.1. Pemodelan Self-potential Aliran fluida tunak, panas, listrik, dan kimia disimbolkan oleh J dapat dideskripsikan sebagai potensial gradient sebagai berikut : (3) Di mana adalah gradient potensial dan L adalah sifat material, seperti konduktivitas hidrolik atau konduktvitas listrik. Berdasarkan teori resiprokal Onsager (Onsager, 1931), total arus listrik yang mengalir per unit area J (A/m 2 ) yang disebabkan oleh listrik dan gradient hidrolik dapat digambarkan pada persamaan di bawah ini. (4) Di mana = konduktivitas cross-coupling tekanan (A/Pa m) P σ = tekanan (Pa) = konduktivitas listrik (ohm/m) = potensial listrik (V) Persamaan di atas (4) dapat juga dituangkan dalam konsep medan kecepatan fluida dan cross-coupling kecepatan menjadi persamaan sebagai berikut ini. (5) = konduktivitas cross-coupling kecepatan (A s/m 3 ) u = medan kecepatan (m/s) -E = = medan listrik (V/m) 50

Konduktivitas cross-coupling kecepatan dalam arah aliran horizontal 1 dimensi dapat dikonversi dari konduktivitas cross-coupling tekanan dengan konduktivitas hidrolik K (Sill, 1982). Di mana hubungan yang digunakan, yaitu L v = L p /K. Pada medium di mana tidak terdapat sumber arus eksternal seperti elektroda arus, divergensi dari arus total adalah nol;. Dengan melakukan divergensi pada persamaan 5, maka arus S yang disebabkan oleh aliran fluida dapat diekspresikan sebagai berikut : (4) Persamaan 4 di atas memperlihatkan bahwa sumber potensial listrik terjadi apabila pada sumber tersebut terjadi perubahan konduktivitas cross-coupling, pada arah aliran, atau dapat disebabkan juga karena adanya pemompaan buatan. Sehingga divergensi aliran fluida tidak bernilai nol,. Apabila pemompaan buatan tidak terjadi, divergensi kecepatan tidak akan bernilai nol. Hal itu terjadi hanya pada daerah yang mengalami perubahan permeabilitas. Sebagai konsekuensinya, untuk aliran alami bawah permukaan, sumber potensial terjadi hanya pada daerah di mana permeabilitas dan atau L v berubah. Dengan diketahui medan kecepatan, persamaan 4 dapat dipergunakan untuk menghitung sumber potensial titik di setiap titik. Dalam pemodelan self-potential untuk sistem hidrotermal Kawah Domas ini program yang digunakan adalah program yang di buat oleh Sufyana (2008). Di mana program yang dibuat di sini menggunakan Matlab yang berbasiskan pada finite difference. Adapun diagram alur program tersebut adalah sebagai berikut : 51

Gambar IV.1 Diagram alur program pemodelan self-potential (Sufana, 2008) Dalam penentuan kecepatan aliran fluida, program yang digunakan adalah program Comsol Multiphysics. Di mana asumsi yang digunakan adalah bahwa self-potential memilikii tingkat sensitivitas terhadap pola kecepatan Darcy (Revil, 2008). Pola kecepatan Darcy dituangkan dalam persamaan berikut ini. (7) Dengan u = kecepatan Darcy = keberadaan tekaanan di atas atau di bawah level hidrostatik 52

= rapat massa fluida (Kg m -3 ) g = kecepatan gravitasi (m s -2 ) Dengan memecahkan persamaan pada persamaan (7) dengan melibatkan syarat batas pada sisi-sisi geometri, maka akan didapatkan distribusi nilai medan kecepatan Darcy. Sehingga nilai u x (kecepatan aliran fluida dalam arah x) dan u y (kecepatan aliran fluida dalam arah y) dapat diketahui dan dapat digunakan dalam input program pemodelan self-potential. 4.2. Pembahasan Hasil yang diperoleh dari bab III yaitu data yang berupa kontur dari elevasi, selfpotential, suhu permukaan, dan emisi gas CO 2. Apabila kontur tersebut di komparasi satu sama lainnya, maka akan tampak seperti gambar di bawah ini. 53

Gambar IV.2 Komparasi kontur elevasi, self-potential, temperatur permukaan dan emisi gas CO 2 Dari kontur pada Gambar IV.2 memperlihatkan adanya korelasi positif antara selfpotential, suhu permukaan, dan emisi gas CO 2. Pada daerah yang terdapat manifestasi hidrotermal dipermukaan, pada kontur-kontur tersebut ditandai dengan nilai emisi gas CO2 yang tinggi, suhu permukaan yang tinggi, dan anomali self-potential yang mendekati nilai ke arah positif (data self-potential sebelum dilakukan koreksi topografi). 54

Rentang nilai dari kontur-kotur di atas adalah sebagai berikut : - elevasi (1524 m hingga 1816 m di atas permukaan laut) - self-potential sebelum dilakukan koreksi topografi (-50 mv hingga 140 mv) - self-potential setelah dilakukan koreksi topografi (-20 mv hingga 320 mv) - suhu permukaan (16 o C hingga 52 o C) - emisi gas CO 2 (0 % hingga 70%). Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam maka kontur-kontur tersebut di slicing, lalu disusun satu sama lainnya dengan profil 2D DC resistivity. Adapun slicing yang akan ditampilkan, yaitu slicing dari line 1, line 2, line 3 dan line 4. 55

Gambar IV.3a. Komparasi data elevasi, self-potential, temperatur permukaan, emisi gas CO 2, dan 2D DC resistivity line 1 56

Pada Gambar IV.3a memperlihatkan komparasi dari semua data pada line 1 yang berorientasikan selatan-utara (1-1 ). Pada bagian sebelah utara data, nilai selfpotential sebelum dilakukan koreksi topografi, nilai self-potential mengalami penurunan. Sedangkan dari grafik elevasi nilainya cenderung menurun jaga. Hal ini mengindikasikan bahwa pada bagian sebelah utara, nilai self-potential tidak mengalami gangguan dari efek topografi yang cukup signifikan tetapi lebih didominasi oleh altivitas hidrotermal. Setelah dilakukan koreksi topografi, nilai self-potential masih mengalami penurunan di bagian utara namun dari segi amplitudo self-potential mengalami kenaikan. Apabila dikorelasikan dengan data suhu permukaan dan emisi gas CO 2, ternyata nilai suhu permukaan dan emisi gas CO 2 mengalami kenaikan. Sedangkan apabila dilihat dari data profil 2D DC resistivity pada bagian utara line 1 terdapat nilai resistivitas yang sangat kecil, bernilai antara 1 ohm.m hingga 10 ohm.m. Bagian ini dapat diindikasikan sebagai daerah yang telah mengalami alterasi. Penurunan nilai self-potential dan kenaikan suhu permukaan, dan emisi gas CO 2 di permukaan ditandai dengan adanya sumber mata air panas dan juga adanya uap air panas dalam debit yang sangat besar. Selain itu pada daerah tersebut terdapat banyaknya zona rekahan yang terisi oleh fluida (fumarol), yang menyebabkan nilai self-potential turun, sedangkan suhu permukaan, dan emisi gas CO 2 mengalami kenaikan. 57

Gambar IV.3b. Komparasi data elevasi, self-potential, temperatur permukaan, emisi gas CO2, dan 2D DC resistivity line 2. 58

Gambar IV.3b memperlihatkan komparasi data line 2 yang berorientasikan selatanutara (2-2 ). Pada line 2 ini daerah yang sangat menarik untuk dianalisa, yaitu pada daerah yang berjarak 200 m dari titik acuan. Daerah ini memiliki nilai self-potential yang turun sedangkan suhu permukaan dan emisi gas CO 2 yang nilainya naik. Apabila dilihat dari profil 2D DC resistivity, pada line 2 tersebut sudah termasuk pada daerah kawah, di mana dari nilai resistivitas bekisar antara 1 ohm.m hingga 15 ohm.m. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa di daerah tersebut sudah terjadi alterasi. Nilai self-potential yang turun, suhu permukaan dan emisi gas CO 2 yang mengalami kenaikan, apabila di korelasikan dengan kondisi di lapangan yang merupakan daerah dengan permeable tinggi di mana pada daerah tersebut terdapat solfatara dan fumarol. 59

Gambar IV.3c. Komparasi data elevasi, self-potential, tempertur permukaan, emisi gas CO2 dan 2D DC resistivity line 3. 60

Pada Gambar IV.3c. merupakan profil data line 3 yang berorientasikan barat-timur (3-3). Nilai self-potential mengalami kenaikan sedangkan elevasi mengalami penurunan, hal ini dikarenakan adanya kontribusi topografi yang menghasilkan nilai self-potential mengalami kenaikan sehingga diperlukan koreksi topografi. Adapun besar nilai koreksi untuk line 3 ini sebesar -2.55 mv/m. Hasil koreksi topografi tersebut menghasilkan self-potential mengalami penurunan sedangkan suhu permukaan dan emisi gas CO 2 mengalami kenaikan pada daerah sebelah barat. Penurunan nilai self-potential dan kenaikan nilai suhu permukaan dan emisi gas CO 2 tersebut apabila dikorelasikan dengan kondisi dilapangan, yaitu dikarenakan pada bagian barat line 3 terdapat banyak manifestasi panas bumi, seperti uap air panas dan fumarol. Hal ini yang banyak memiliki kontribusi dalam menurunkan nilai selfpotential dan menaikkan suhu permukaan, dan emisi gas CO 2. Namun apabila dilihat dari profil data 2D DC resisitivity, ada bagian yang sangat resistif terutama pada bagian yang paling bawah. Apabila dilihat dari error yang dicantumkan pada bab III, ternyata error dari profil resistivitas line 3 ini sebesar 129.07%. Sehingga data ini tidaklah valid untuk digunakan. Error yang besar ini disebabkan karena pada proses akuisisi arus yang diijeksikan terlalu kecil, sehingga nilai resistivitas semu yang terbaca sangatlah besar. Proses tersebut terjadi karena adanya kesalahan dalam proses setting pada alat geolistrik multichannel. Oleh sebab itu, ini menjadi pelajaran agar pada proses setting pada alat geolistrik multichannel perlu diperhatikan sebaik mungkin. Selain itu jumlah datum yang sedikit (yang layak untuk diolah) menyebabkan proses inversi tidak begitu smooth. Sehingga korelasi antar datum sangat kecil dan error yang dihasilkan menjadi besar sekali. Meskipun proses iterasi dilakukan standar sekitar 19 iterasi. 61

Gambar IV.3d. Komparasi data elevasi, self-potential, tempertur permukaan, emisi gas CO2 dan 2D DC resistivity line 4. 62

Profil data line 4 memiliki orientasi barat-timur (4-4). Pada jarak 100 m dari titik acuan nilai self-potential mengalami kenaikan tetapi elevasi mengalami penurunan sehingga perlu dilakukan koreksi topografi. Adapun besar koreksi tersebut sebesar - 1.98 mv/m. Hasil koreksi tersebut menyebabkan nilai amplitudo self-potential sebelah barat mengalami kenaikan sedangkan amplitude sebelah timur mengalamiu penurunan. Pada profil data tersebut terdapat 2 daerah yang sangat menarik, yaitu pada daerah bagian barat dan bagian timur dari data suhu permukaan dan emisi gas CO2. Nilai pada daerah barat dan timur memiliki kenaikan, sedangkan dari data self-potential kecenderungan nilainya memiliki nilai yang kemenerusannya mengikuti kecenderungan elevasinya. Apabila dikorelasikan dengan kondisi di lapangan, ternyata di bagian sebelah barat terdapat fumarol dan solfatar. Sedangkan pada bagian timur terdapat sumber mata air panas dengan debit yang sangat kecil dan juga ditemukan daerah fumarol dan solfatar dengan debit yang kecil. Meskipun dari data suhu permukaan dan emisi gas CO 2 nilainya tinggi, tetapi dari self-potential nilainya tidak mengikuti pola suhu permukaan dan emisi gas CO 2. Hal ini ada kemungkinan karena aliran arus fluida pada bagian timur, tidak sebesar pada bagian utara. Dari profil data 2D DC resistivity, sebagian besar profil tersebut didominasi oleh resistivitas yang bernilai 1 ohm.m hingga 20 ohm.m. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah tersebut sudah mengalami proses terarterasi. Dari hasil pengukuran ph sumber mata air panas di kawasan Kawah Domas dan sekitarnya, ternyata dapat dikategorikan sebagai sumber mata air asam. Di mana sumber mata air panas ini banyak mengadung H 2 S. Dengan kata lain, pada daerah tersebut konsentrasi H 2 S cukuplah tinggi. H 2 S yang keluar ke permukaan melalui 63

daerah rekahan akan beroksidasi dengan udara luar, sehingga akan membentuk H 2 SO 4 dan akan bereaksi dengan tanah di permukaan yang ada disekitarnya. Hasil reaksi tersebut menjadikan tanah menjadi teralterasi. Apabila dilihat di lapangan banyak sekali daerah alerasi, terutama yang dekat dengan sumber mata air panas. Secara umum, dari data yang telah disajikan pada profil data line 1, 2, 3 dan 4 bahwa pada daerah kawasan Kawah Domas lebih banyak didominasi oleh daerah alterasi hidrotermal, yang diindikasikan dengan rentang resistivitas antara 1 ohm.m 10 ohm.m. Hal ini disebabkan karena adanya perpindahan kapasitas kation dari mineral lempung atau zeolit (Revil, 2002). Nilai emisi gas CO 2 dan temperatur yang tinggi mengindikasikan adanya daerah rekahan, di mana daerah tersebut berkaitan dengan jalan keluarnya fluida dari bawah permukaan ke permukaan, akibat aktivitas sistem hidrotermal bawah permukaan (Revil 2008). Selain itu, nilai self-potential yang rendah dibandingan nilai di sekitarnya dan berkorelasi negatif dengan nilai temperatur serta CO 2 mengindikasikan bahwa pada daerah tersebut terdapat aliran fluida dari bawah permukaan yang dipengaruhi oleh panas dari bawah permukaan. Adapun efek yang memengaruhi rendahnya nilai selfpotential pada daerah tersebut adalah efek elektrokinetik. Efek tersebut berasosiasi dengan aliran fluida pada lapisan akuifer untuk membawa muatan positif. Sumber arus positif berada pada zona transisi cair dan uap. Karena efek elektrokinetik berhenti pada fasa uap, maka anomali self-potential dapat terukur dipermukaan melalui celah atau daerah rekahan (Hase, 2005). Pemodelan self-potential untuk struktur dangkal Kawah Domas diambil berdasarkan data resistivitas dari line 4. 64

Gambar IV.4. Profil resistivitas 2D DC resistivity line 4 untuk pemodelan self-potential Berdasarkan nilai resistivitas pada profil 2D resistivity line 4, satuan material yang digunakan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu fractured lava tipe 1 dengan nilai resistivitas berkisar 51-100 ohm.m, fractured lava tipe 2 dengan nilai resistivitas 11-50 ohm.m, dan altered clay yang berkisar 1-10 ohm.m. Data resistivitas ini digunakan juga dalam menentukan nilai permeabilitas dan Lv (konduktivitas cross-coupling) melalui hubungan interpolasi terhadap data yang digunakan oleh Yasukawa (2003). Tabel 2. Material gunung api Kawah Domas pada profil 2D DC resistivity line 4 Material Resistivitas (ohm.m) Permebilitas (m 2 ) Lv (ma s/m3) fractured lava tipe 1 51-100 2.9 x 10-16 7 x 10 +7 fractured lava tipe 2 11-50 2.2 x 10-15 3 x 10 +7 altered clay 1-10 8 x 10-15 6 x 10 +6 Adapun skema pemodelan self-potential tersebut adalah sebagai berikut : 65

Gambar IV.5. Skema pemodelan self-potential Dari pemodelan software Comsol Multiphysics, didapatkan profil kontur medan kecepatan sebagai berikut : Gambar IV.6. Profil pemodelan medan kecepatan dengan menggunakan Comsol Multiphysics 66

Pemodelan yang dilakukan pada Comsol Multiphysics adalah untuk mendapatkan nilai kecepatan air tanah pada arah x dan y. Besar nilai kecepatan arah x dan y tersebut kemudian dijadikan input untuk program pemodelan self-potential. Adapun profil dari hasil pemodelan self-potential tersebut adalah sebagai berikut : Gambar IV.7a. Profil pemodelan self-potential pada line 4 Gambar IV.7b. Profil pemodelan rapat arus pada line 4 67

Dengan menggunakan persamaan : (8) Di mana N = jumlah data = nilai self-potential terukur = nilai self-potential pada model Nilai RMS dari model tersebut, yaitu sekitar 40%. Angka ini menunjukan bahwa selisih nilai antara self-potential terukur dengan model sangat jauh. Hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah sebagai berikut ini. 1. Adanya kemungkinan nilai permeabilitas yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. 2. Nilai konduktivitas cross-coupling yang digunakan tidak sesuai dengan yang ada di lapangan. 3. Pemakaian syarat batas yang tidak tepat penempatannya dan juga besar dari syarat batas yang digunakannya, baik pada program pemodelan kecepatan aliran air maupun pada program pemodelan self-potential. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan model yang sesuai maka perlu dilakukan pengambilan sampel di lapangan, guna dianalisa nilai permeabilitas dan konduktivitas cross-coupling. Selain itu, perlu adanya modifikasi syarat batas yang disesuaikan dengan kondisi eksisting di lapangan. 68